Anda di halaman 1dari 16

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebakaran 1. Definisi Kebakaran

Adapun definisi kebakaran antara lain: Definisi kebakaran yaitu reaksi kimia yang berlangsung cepat dan memancaran panas dan sinar, reaksi kimia yang timbul termasuk jenis oksidasi.(David A Colling) Secara umum kebakaran didefinisikan sebagai : suatu peristiwa oksidasi yang melibatkan tiga unsur yang harus ada, yaitu ; bahan bakar yang mudah terbakar, oksigen yang ada dalam udara, dan sumber energy atau panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda, cidera bahkan kematian (NFPA 101) kebakaran adalah timbulnya api yang tidak dikehendaki yang biasanya terjadi secara mendadak dan serentak yang membakar suatu benda yang seharusnya tidak terbakar yang terjadi diluar tempat pembakaran dan api yang timbul tidak dapat ditarik manfaatnya. ( Suprapto,1982)

2.

Unsur-Unsur Terjadinya Kebakaran Berdasarkan definsi kebakaran diatas, maka suatu kebakaran terjadi

ketika material atau benda yang mudah terbakar dengan cukup oksigen atau bahan yang mudah teroksidasi bertemu dengan sumber panas dan menghasilkan reaksi kimia. Untuk membentuk suatu kebakaran maka diperlukan adanya unsur-unsur yang satu sama lain saling mempengaruhi, tanpa adanya salah satu unsur pembentuknya maka kebakaran tidak akan terjadi.

Unsur unsur kebakaran menurut NFPA 101 tahun 2006 adalah sebagai berikut: a. Panas Panas adalah bentuk energi yang bisa digambarkan sebagai suatu kondisi Zat dalam gerak yang disebabkan oleh gerakan molekul. Setiap zat menandung beberapa panas, tanpa memperhatikan berapa rendah suhu, karna molekul bergerak secara terus menerus. Bila badan zat terpanasi, maka kecepatan molekul tersebut bertambah dan dengan demikian suhu juga bertambah. Segala sesuatu yang membentuk molekul dari suatu bahan dalam gerakan yang lebih cepat menghasilkan panas dalam bahan tersebut. Lima kategori umum energi panas adalah sebagai berikut : Kimia, Listrik, Mekanik, Nuklir, Surya.

b. Bahan Bakar Bahan bakar adalah materi atau zat yang seluruhnya atau sebagian mengalami perubahan kimia dan fisik apabila terbakar. Dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Sifat-sifat benda yang terbakar sangat dipengaruhi oleh : Titik nyala (flash point) merupakan temperatur minimum dari cairan dimana dapat memberikan uap yang cukup dan bercampur dengan udara dan membentuk campuran yang dapat terbakar dekat dekat permukaan cair Dan akan menyala sekejap bila diberi sumber penyalaa karena tidak cukup banyak uap yang dihasilkan. Batas daerah terbakar (flammability limits) merupakan campuran uap bahan bakar di udara hanya akan menyala dan terbakar dengan baik pada derah konsentrasi tertentu. Suhu penyalaan sendiri (auto ignition temperature) merupakan suhu zat dimana dapat menyala dengan sendirinya tanpa adanya panas dari luar.

c.

Oksigen Udara adalah sumber utama oksigen. Unsur gas pembakaran yang dapat menimbulkan nyala api dalam batas antara 10-21 %

B. Klasifikasi Kebakaran 1. Kategori Kebakaran Kategori kebakaran adalah penggolongan kebakaran

berdasarkan jenis bahan yang

terbakar. Dengan adanya kategori

tersebut, akan lebih mudah dalam pemilihan media pemadaman yang dipergunakan untuk memadamkan kebakaran. Kategori Kebakaran Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04/MEN/1980 adalah sebagai berikut : a. Kelas A- Kebakaran bahan padat kecuali logam b. Kelas B- Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar c. Kelas C- Kebakaran instalasi listrik bertegangan d. Kelas D- Kebakaran Logam

Klasifikasi kebakaran menurut NFPA 1 tahun 2006 dibagi dalam 4 kelas, yaitu : a. Klasifikasi kebakaran kelas A kebakaran kelas A adalah kebakaran pada material yang mudah terbakar, misalnya kebakaran kertas, kayu, plastik, karet, busa dan lain-lain b. Kelasifikasi kebakaran kelas B kebakaran kelas B kebakaran bahan cair yang mudah

menimbulkan nyala api (flammable) dan cair yang mudah terbakar (combustible) misal kebakaran bensin, solven, cat, alcohol, aspal, gemuk, minyak, gas LPG, dan gas yang mudah terbakar.

c.

Klasifikasi kebakaran kelas C Klasifikasi kebakaran kelas C adalah kebakaran listrik yang bertegangan.

d.

Klasifikasi kebakaran kelas D kebakaran kelas D adalah kebakaran logam, misalnya

magnesium, titanium, sodium, lithium, potassium, dll. e. Klasifikasi kebakaran kelas K kebakaran kelas K adalah Kebakaran pada peralatan memasak dimana termasuk medianya seperti minyak sayur-sayuran dan hewan dan lemak.

2.

Klasifikasi Tingkat Potensi Bahaya Kebakaran Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran adalah

pengelompokan atas hunian untuk disesuaikan dengan fasilitas penangulangan kebakaran yang diperhitungkan. Dalam SNI 03-3987-1995, klasifikasi bahaya kebakaran digolongkan dalam 3 golongan, yaitu: a. Bahaya Kebakaran Ringan Bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat hanya sedikit barang-barang jenis A yang dapat terbakar, termasuk perlengkapan, dekorasi dan semua isinya. Tempat yang

mengandung bahaya ini meliputi bangunan perumahan (hunian), pendidikan (ruang kelas), kebudayaan, kesehatan dan keagamaan. Kebakaran berdasarkan perhitungan bahwa barang-barang dalam ruangan bersifat tidak mudah terbakar, atau api tidak mudah menjalar. Di sini juga termasuk barang-barang jenis B yang ditempatkan pada ruang tertutup dan tersimpan aman.

b.

Bahaya Kebakaran Menegah Bahaya kebakaran pada tempat dimana terletak barangbarang jenis A yang mudah terbakar dan jenis B yang dapat terbakar dalam jumlah lebih banyak dari pada yang terdapat di tempat yang mengandung bahaya kebakaran ringan. Tempat ini meliputi bangunan perkantoran, rekreasi, umum, pendidikan (ruang praktikum).

c.

Bahaya Kebakaran Tinggi Bahaya kebakaran pada tempat di mana terdapat barangbarang jenis A yang mudah terbakar dan jenis B yang dapat terbakar, yang jumlahnya lebih banyak dari yang diperkirakan dari jumlah yang terdapat pada bahaya kebakaran menengah. Tempat ini meliputi bangunan transportasi (terminal), perniagaan (tempat pameran hasil produksi, show room), pertokoan, pasar raya, gudang. Sedangkan NFPA-10 tahun 2002 menetapkan klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran terdiri dari :

a.

Bahaya Ringan Bahaya ringan ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar memiliki jumlah sedikit. Contoh yang termasuk bahaya ringan adalah kantor, kelas, tempat ibadah, tempat perakitan, lobi hotel.

b.

Bahaya sedang Bahaya sedang ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar memiliki jumlah yang lebih dari klasifikasi bahaya ringan. Contoh yang termasuk bahaya sedang adalah area makan, gudang, pabrik lampu, pameran kendaraan, tempat parkir.

10

c.

Bahaya tinggi Bahaya tinggi ditetapkan apabila benda padat dan bahan cair yang mudah terbakar yang sedang digunakan, yang masih tersimpan, dan/atau sisa proses melebihi kapasitas. Conto yang temasuk bahaya tinggi adalah bengkeel, hangar, penggergajian kayu, pengecatan.

3.

Tahapan perkembangan api (kebakaran) NFPA 101 Dalam NFPA 101 tentang tahapan perkembangan kebakaran dibagi menjadi 5 tahap yaitu : a. Ignition Ignition adalah proses awal dari proses perkembangan api. Hal ini dimulai dengan terbakarnya permukaan benda yang mudah terbakar. b. Growth Saat permukaan benda yang mudah terbakar telah terignition, ukuran api akan bertambah atau semakin membesar menjalar kebagian lain dari benda yang terbakar sampai menjalar ke benda yang lain. Aspek yang paling penting dalam fase ini adalah waktu yang dibutuhkan oleh api untuk menyebar tergantung pada sumber ignition dan karakteristik dari bahan yang terbakar itu sendiri. Tingkatan perkembangan dari api terbagi lagi menjadi : 1) Radiation Stage : kebakaran yang hebat sudah terjadi pada saat ini. Pada tahap ini pula ukuran api sudah cukup (kurang lebih 10 inchi) dapat menimbulkan radiasi sebagai sumber utama dari panas (heat). 2) Enclosure Stage : kebakaran akan terus menjadi hebat. Pelepasan panas meningkat secara drastis. Jilatan lidah api (flame) kurang lebih mencapai 3 4 feet tingginya. Tahap ini terjadi pada saat gas yang berada di atas langit-langit (ceiling)

11

dan objek lain yang telah memanas memberikan feed back pada bahan yang terbakar. 3) Ceiling Stage : jilatan api (flame) telah mencapai langit-langit (ceiling). Pada tahap ini gas yang berada diatas ceiling cukup untuk meng ignition objek lain untuk ikut terbakar. c. Flashover Tahap ini didefinisikan sebagai transisi perkembangan api dari growing menjadi perkembangan penuh dari api, dimana semua benda yang mudah terbakar (combustibles) ikut terbakar semua. Pada tahap ini temperatur udara mencapai 5000 C dan 6000 C (9320 F 1,1120 F). temperatur ini sudah cukup membuat benda sekitar ikut terbakar. Proses ignition yang cukup cepat dapat

membuat seluruh bagian terbakar dan meluas sampai keluar pintu atau jendela terbuka. d. Fully Developed Fire Tahap ini disebut juga postflashover, dimana temperatur meningkat cepat seiring dengan waktu sampai sebagian besar dari benda terbakar semua. Temperatur yang dihasilkan pada tahap I ini lebih dari 5000 C dan 6000 C (9320 F 1,1120 F) dalam selang waktu 20 menit sampai dengan 1 jam. Tahap ini merupakan tahap dimana ancaman yang paling substansial bagi struktur bangunan. e. Decay Stage Saat bahan terbakar semua oleh api, temperatur akan menurun secara perlahan seiring dengan habisnya bahan bakar.

12

C. Struktur Organisasi Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No KEP.186/MEN/1990 dijalaskan bahwa setiap tempat kerja yang mempunyai potensi kebakaran dan mempunyai tenaga kerja harus mempunyai unit penanggulangan kebakaran, petugas peran penanggulangan kebakaran, regu

penanggulangan kebakaran, ahli keselamatan kerja, pegawai pengawas serta pengurus. Dan semua itu harus terorganisasi agar seluruh tugas bisa berjalan secara efektif.

D. Sistem Proteksi Kebakaran 1. Aktif Sistem proteksi aktif adalah penerapan suatu desain sistem atau instalasi deteksi, alarm dan pemadam kebakaran pada suatu bangunan tempat kerja yang sesuai dan handal sehingga pada bangunan tempat kerja tersebut mandiri dalam hal sarana untuk menghadapi bahaya kebakaran (Instruksi Menteri Tenaga Kerja No:Ins. 11/M/BW/1997). a. Detektor Detektor alat adalah yang fungsinya mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal yang terdiri antara lain : 1) 2) 3) 4) Detektor Asap (Smoke Detector) Detektor Panas (Heat Detector) Detektor Nyala Api ( Flame Detector) Detektor Gas (Gas Detector)

b. Alarm Alarm Kebakaran adalah komponen dari sistem yang

memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran yang dapat berupa :

13

1)

Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm).

2)

Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara jelas ( Visible Alarm). Manual, yaitu alarm ini bekerja bila dioperasikan oleh

manusia. Contohnya adalah Break Glass, yatu suatu alat yang jika dipecahkan (dengan mudah) seketika akan berbunyi. Menurut NFPA 72,tahun 2002 manual alarm sebaiknya ditempatkan di dekat jalan keluar yang digunakan untuk menyelamatkan diri dan pada posisi yang mudah terlihat. Tujuannya agar mempermudah orang membunyikan alarm sekaligus mengurangi kemungkinan seseorang terjebak kebakaran antara lokasi tempat alarm berada dengan jalan keluar. Otomatis, artinya alarm ini bekerja dengan sendirinya jika mendeteksi suatu indikasi kebakaran. Contohnya alarm pada detektor panas atau asap akan berbunyi sendiri bila terpapar panas atau asap dari api kebakaran, alarm pada pemercik (sprinkler) akan berbunyi sendiri bila pemercik tersebut bekerja.

c.

APAR (Alat Pemadam Api Ringan) 1) Pengertian Alat Pemadan Api Ringan atau yang biasa disebut dengan APAR merupakan pertahanan pertama bila terjadi kebakaran. APAR menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04/MEN/1980 adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang atau untuk memadamkan api pada mula terjadinya kebakaran.

14

APAR itu sendiri adalah peralatan portabel yang dapat dibawa dengan tangan atau beroda dan dioperasikan dengan tangan, berisi bahan pemadam yang dapat disemprotkan oleh tekanan dengan tujuan memadamkan api kebakaran.(NFPA 10, 2002). APAR adalah pemadam api ringan yang ringan, mudah dibawa/dipindahkan dan dilayani oleh satu orang dan alat tersebut hanya digunakan untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran pada saat api belum terlalu besar. (SNI 033987-1995). Jenis Alat Pemadam Api Ringan disesuaikan dengan klasifikasi kebakaran yang mungkin terjadi. Berikut ini adalah tabel klasifikasi kebakaran berdasarkan bahan yang terbakar dan jenis Alat Pemadam Api Ringan yang dapat digunakan. Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran Berdasarkan Bahan yang Terbakar dan Jenis APAR yang digunakan Klasifikasi Kebakaran Bahan yang terbakar Jenis APAR Bahan padat berkarbon, seperti kayu, kertas, sisi A bangunan, dan lain-lain Air (water) Bubuk powder) Karbondioksida Halon Busa Cairan, gas dan bahan padat yang dapat larut B dan menyala,sperti Busa (foam) Air (Water) Bubuk powder) Karbondioksida Halon Halon kering (dry kering (dry

pelarut minyak, cat, dan lin-lain

15

Peralatan listrik

Karbondioksida Bubuk powder) kering (dry

Pemilihan harus D Logam karena secara

jenis

APAR hati-hati diketahui jenis

sangat harus

spesifik

logam yang terbakar Bubuk kering khusus pasir


Sumber : Colling Bird and Germain, 1990

Sedangkan jenis Alat Pemadam Api Ringan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04/MEN/1980 adalah sebagai berikut : b) Jenis cairan (Air) c) Jenis busa d) Jenis tepung kering e) Jenis gas (hydrocarbon berhalogen dan sebagainya). 2) Tabung Alat Pemadam Api Ringan Tabung APAR terbagi atas beberapa jenis, yaitu: a) Tabung bertekanan/Stored Pressure Dalam tabung ini terdapat gas bertekanan yang berfungsi sebagai pendorong media pemadam (Nitrogen, C02, atau jenis gas lainnya) pada saat tuas tabung ditekan. Ciri utama dari tabung ini yaitu adanya penunjuk tekanan (pressure gauge) pada bagian atas tabung. Bila jarum menunjukkan area hijau maka tekanan dalam tabung tersebut masih dalam keadaan baik. b) Tipe Cartridge Ciri-ciri dari tabung ini adalah adanya tabung kecil/catridge yang berisi gas penekan yang terletak di bagian bawah tuas. Pada saat akan digunakan maka tuas tabung harus dipukul terlebih dahulu

16

agar jarum yang ada pada bagian bawah tuas melubangi catridge, sehingga gas akan keluar dan mengisi seluruh tabung. Gas inilah yang akan menjadi pendorong untuk media pemadam yang ada di dalam tabung tersebut. d. Hidran Hidran adalah alat yang digunakan untuk memadamkan kebakaran yang dapat berupa hidran kota, hidran halaman atau hidran gedung. Instalasi hidran adalah rangkaian yang digunakan pemadam kebakaran dengan bahan pemadam utama air

(Suharto,1988). Ada hidran yang dipasang di luar gedung atau di dalam gedung. Hydran biasanya telah dilengkapi dengan selang kebakaran (fire hose) yang disambung pula dengan kepala selang (nozzle) yang tersimpan rapih dalam suatu kotak yang dimiliki oleh dinas pemadam kebakaran setempat sehingga dapat disambung untuk mencapai tempat-tempat yang jauh, (Suwardi, 1983). e. Sprinkler Sistem proteksi sprinkler adalah suatu sistem pemancar air yang bekerja secara otomatis bilamana temperatur ruangan mencapai suhu tertentu. Menurut Departemen PU Keputusan Menteri

No378/KPTS/1987 dalam panduan pemasangan Sprinkler untuk pencegahan bahaya kebakaran, dikenal ada dua macam Sprinkler, yaitu berdasarkan arah pancaran dan berdasarkan kepekaan terhadap suhu, yang ditentukan oleh warna segel dan cairan dalam tabung gelas. Sistem kerja sprinkler dibagi dua cara: 1) Pipa basah Sistem pipa penyiram basah selalu berisi air di dalamnya, dan juga dengan sistem kepala tertutup. Dalam implementasi yang paling umum: saat terjadi kenaikan panas ke 1650o F, fusible link dinosel

17

mencair

menyebabkan

katup

gerbang

membuka,

untuk

memungkinkan air mengalir. Hal ini dianggap sebagai sistem sprinkler yang paling handal, namun kelemahan utama adalah bahwa nozzle atau kegagalan pipa dapat menyebabkan banjir air, dan pipa dapat membeku jika terkena cuaca dingin. 2) Pipa kering Dalam sistem pipa kering, tidak ada genangan air dalam pipa. Air itu ditahan oleh katup. Setelah kondisi alarm api timbul, katup terbuka, udara ditiup dari pipa, dan air mengalir. Meskipun sistem ini dianggap kurang efisien,. biasanya lebih dipilih daripada sistem pipa basah untuk instalasi komputer karena penundaan waktu dapat mengaktifkan sistem komputer untuk dimatikan sebelum sistem pipa kering aktif.

2.

Pasif Suatu tekhnik desain tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyebaran api, panas,asap dan gas baik memasang dinding pembatas yang tahan api, menutup setiap bukaan dengan media yang tahan api atau dengan mekanisasi tertentu. (Instruksi Menteri Tenaga Kerja No:Ins. 11/M/BW/1997) Upaya pencegahan pasif : a. Menghindari terjadinya kebakaran Menghindari terjadinya kebakaran berarti segala usaha yang dilakukan agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak terkendali.

b.

Membatasi penjalaran kebakaran Upaya membatasi penjalaran kebakaran disini lebih

ditekankan pada aspek pengaturan struktur bangunan dan isinya (beban kebakaran/fire load). Konstruksi bangunan dalam banyak hal bertalian dengan pencegahan kebakaran. Pada pendirian bangunan

18

baru atau pada kegiatan perubahan, konstruksi yang tahan api perlu dipertimbangkan pada awal perencanaan. Dengan begitu, perubahanperubahan dikemudian hari dan biasanya dengan biaya mahal dapat dihindari. c. Mempermudah Mengatasi Kebakaran Tentang tindakan mempermudah mengatasi kebakaran ini tentu meliputi baik bagi kepentingan pengelola/penghuni maupun bagi pasukan dinas pemadam kebakaran. Kemudahan mengatsi kebakaran bagi pengelola/penghuni bangunan dimungkinkan melalui keharusan bagi bangunan untuk menyediakan fasilitas proteksi kebakaran seperti APAR, Hidran baik dalam gedung maupun luar gedung, Sistem Pemercik otomatis (Sprinkler). Sehingga pada saat terjadi kebakaran mereka dapat bereaksi seawal dan secepat mungkin. d. Mempermudah Perpindahan/evakuasi Penghuni Tujuan dari tindakan mempermudah perpindahan atau evakuasi penghuni tidak lain adalah untuk menyelamatkan jiwa penghuni dari ancaman bahaya kebakaran. Dan saran tersebut antara lain : koridor, tangga kebakaran, lampu penerangan darurat, tanda petunjuk arah keluar dan penentuan tempat berhimpum (Assembly Point).

E.

Unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja Dibawah ini terdapat berbagai keahlian khusus Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bidang penanggulangan kebakaran, diantaranya: 1. Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kebakaran Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI

No.KEP.186/MEN/1999, Ahli Keselamatan dan

Kesehatan

ialah tenaga teknis yang berkeahlian khusus di bidang penanggulangan kebakaran dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

19

2.

Tugas Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kebakaran Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI

No.KEP.186/MEN/1999 pasal 10 ayat 1, Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kebakaran mempunyai tugas: a. Membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundangundangan bidang penanggulangan kebakaran; b. Memberikan laporan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia

perusahaan atau instansi yang dapat berhubungan dengan jabatannya; d. Memimpin penanggulangan kebakaran sebelum mendapat bantuan dari instansi yang berwenang; e. Menyusun program kerja atau kegiatan penanggulangan kebakaran; f. Melakukan koordinasi dengan instansi yang terkait.

3.

Syarat-syarat Ahli Keselamatan dan Kesehatan spesialis penanggulangan kebakaran Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI

No.KEP.186/MEN/1999 pasal 10 ayat 2, syarat-syarat ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran, yaitu: a. Sehat jasmani dan rohani; b. Pendidikan minimal D3 teknik.

20

c. Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan dengan masa kerja minimal 5 tahun; d. Telah mengikuti kursus teknis penanggulangan kebakaran tingkat dasar I, tingkat dasar II dan tingkat Ahli K3 Pratama dan tingkat Ahli Madya.

4.

Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan spesialis penanggulangan kebakaran Menurut Kepmenaker RI No.KEP.186/MEN/1999 pasal 10 ayat 3, dalam melaksanakan tugasnya ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran mempunyai wewenang: a. Memerintahkan menghentikan dan menolak pelaksanaan pekerjaan yang dapat menimbulkan kebakaran atau peledakan; b. Meminta keterangan atau informasi mengenai pelaksanaan syarat-syarat K3 dibidang kebakaran di tempat kerja.

F.

Kegiatan Latihan Menurut Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.

02/KPTS/1985 Pasal 41 mengatakan bahwa latihan kebakaran seperti pertokoan dan serta bangunan lainnya yang digunakan oleh banyak orang, harus mengadakan latihan kebakaran sekurang-kurangnya sekali dalam setahun, untuk menjamin kesiap-siagaan petugas pengaman dan pemakai/penghuni bila terjadi kebakaran. Salain itu hal itu dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan lebih pada karyawan untuk dapat mengetahui dan mengunakan alat pemadam beserta jenisnya yang digunakan pada saat terjadi kebakaran.

Anda mungkin juga menyukai