Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KESELAMATAN KERJA V

KEBAKARAN

Intan Safitri
R0215050
Kelas B

PROGRAM DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2018
KEBAKARAN

A. Pengertian Kebakaran
1. Menurut NFPA kebakaran dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa
oksidasi yang melibatkan tiga unsur yaitu bahan bakar, oksigen, dan sumber
energy atau panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda, cidera,
bahkan kematian
2. Menurut Ramli (2010) dalam bukunya Pedoman Praktis Manajemen Bencana
menjelaskan pengertian bencana berdasarkan National Fire Protenction
Assosiation (NFPA) 1600 adalah kejadian dimana sumber daya, personal atau
material yang tersedia tidak dapat mengendalikan kejadian luar biasa tersebut
yang dapat mengancam nyawa, sumber daya fisik, dan lingkungan.
3. Menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N)
kebakaran adalah suatu peristiwa bencana yang berasal dari api yang tidak
dapat dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian, baik kerugian materi
(berupa harta benda, bangunan fisik, depot, fasilitas sarana dan prasaran)
maupun kerugian yang non-materi (seperti rasa takut, trauma) hingga
kehilangan nyawa atau cacat tubuh yang ditimbulkan akibat kebakaran
4. Menurut PerMen PU No.26/PRT/M/2008, bahaya kebakaran adalah bahaya
yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena
pancaran api sejak awal kebakaran hingga penjalaran api yang menimbulkan
asap dan gas.

B. Latar Belakang terjadinya Kebakaran


1. Kebakaran yang terjadi akibat Kelalaian
Adalah suatu tindakan yang tidak disengaja. Walaupun demikian,
sebenarnya hal tersebut yang sering menimbuikan akibat-akibat yang fatal.
Hampir pada setiap peristiwa kebakaran besar, terjadi karena faktor kelalaian.
Sebab Kelalaian. :
a. Kurang pengertian pencegahan bahaya kebakaran.
b. Kurang berhati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat
menimbulkan api.
c. Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
Contoh-contoh :
a. Merokok sambil tidur-tiduran.
b. Mengisi minyak pada kompor yang menyala besar
c. Meletakan minyak atau bahan-bahan yang mudah terbakar pada
sembarang tempat.
d. Mengganti kawat sekering dengan kawat sembarangan. Lupa mematikan
kompor, alat-alat listrik, dsb.
e. Mengelas Iogam dengan bahan-bahan yang mudah terbakar.
2. Kebakaran yang terjadi karena peristiwa alam
Sebenarnya banyak peristiwa alam yang dapat menimbulkan bahaya
kebakaran dan pada umumnya adalah peristiwa alam yang menyangkut
keadaan cuaca atau gunung berapi.Contuhnya :
a. Sinar Matahari
Cuaca panas yang lama dapat mengakibatkan kebakaran pada
gudang- gudang yang mudah terbakar atau mudah meledak. Misalnya
pada gudang mesiu, gudang bahan kimia dan sebagainya untuk mencegah
bahaya kebakaran, temperatur udara di dalam gudang-gudang tersebut
harus sering diperiksa, sebab bila temperatur terlalu tinggi dan mencapai
titik nyalanya, maka dapat menyebabkan ledakan dan kebakaran,
b. Letusan Gunung Berapi
Pada peristiwa ini yang sering terjadi adalah mengakibatkan
kebakaran hutan, atau tempat-tempat yang dilalui lava panas.
c. Gempa Bumi
Bumi yang kuat dapat merobohkan rumah atau bangunan akibatnya
dapat terjadi konsleting listrik, sehingga terjadi kebakaran.
d. Petir Halilintar
Akibat petir sering mengakibatkan kebakaran hutan, juga
kebakaran rumah atau gudang-gudang yang tidak dilengkapi dengan
penangkal petir.
e. Angin Topan
Angin topan yang kuat dapat menyebabkan konsleting pada kabel-
kabel tegangan tinggi, sehingga menirnbulkan kebakaran.
3. Kebakaran yang terjadi karena penyalaan sendiri
Penyalaan sendiri sering terjadi pada gudang-gudang bahan kimia. Juga
dapat terjadi pada tempat penyimpanan kopra, dimana udara kering dan
panas dapat menyebabkan terbakarnya kopra, sehingga terjadinya
kebakaran
4. Kebakaran yang disebabkan oleh unsur kesengajaan
Peristiwa kebakaran yang disengaja pada umumnya mempunyai tujuan-
tujuan tertentu, misalnya :
a. Sabotase untuk menimbulkan hura-hura, kebanyakan karena
alasanalasan politis
b. Mencari keuntungan pribadi, misalnya karena ingin mendapatkan ganti
rugi dari asuransi.
c. Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara membakar dokumen
atau bukti-bukti yang sekiranya memberatkan.
d. Untuk tujuan taktis dalam perternpuran, misalnya dengan jalan bumi
hangus.

C. Proses Terjadinya Api


Api adalah hasil percampuran secara kimia dari panas, bahan bakar dan
oksigen dalam proporsi yang tepat. Definisi dari Api menurut National Fire
Protenction Assosiation (NFPA) 101, 2002 adalah suatu massa zat yang sedang
berpijar yang dihasilkan dalam proses kimia oksidasi yang berlangsung dengan
cepat dan disertai pelepasan energi atau panas.
Ramli (2010) menjelaskan bahwa api tidak terjadi begitu saja tetapi
merupakan suatu proses kimiawi antara uap bahan bakar dengan oksigen dan
bantuan panas. Teori ini dikenal dengan segitiga api (fire triangle). Menurut teori
ini kebakaran terjadi karena adanya tiga faktor yang menjadi unsur api yaitu:
1. Bahan bakar (Fuel), yaitu unsur bahan bakar baik padat, cair, atau gas yang
dapat terbakar yang bercampur dengan oksigen dari udara. Bahan tersebut
misalnya;
a. Bahan padat : kayu, kertas, karet, dan plastic
b. Bahan cair : bensin, spiritus, solar, dan oli
c. Bahan gas : LNG, LPG
2. Sumber panas (Heat), Timbulnya api ini sendiri disebabkan oleh adanya
sumber panas yang berasal dari berbagai bentuk energi yang dapat menjadi
sumber penyulutan dalam segitiga api yaitu cukup untuk menyalakan
campuran antara bahan bakar dan oksigen dari udara
Contoh sumber panas :
a. Bunga api listrik dan busur listrik
b. Listrik statis
c. Reaksi Kimia
d. Gesekan (Friction)
e. Pemadatan (Compression)
f. Api terbuka (Open Flame)
g. Pembakaran Spontan (Spontaneous Combustion)
h. Petir (Lighning)
i. Sinar Matahari
3. Oksigen, terkandung dalam udara. Tanpa adanya udara atau oksigen, maka
proses kebakaran tidak dapat terjadi. Pembakaran tidak akan terjadi apabila
kadar oksigen kurang dari 12 % dari 21% oksigen di udara bebas, bahakn
terdapat unsur keempat yang mendukung terjadinya kebakaran atua disebut
reaksi berantai, yaitu tanpa adanya reaksi pembakara api tidak dapat hidup
secara terus-menerus. Teori ini disebut dengan tetrahedron of fire.
Kebakaran dapat terjadi jika ketiga unsur api tersebut saling bereaksi satu
dengan yang lainnya. Tanpa adanya salah satu unsur tersebut, api tidak dapat
terjadi.
D. Proses Penjalaran Api
Kebakaran biasanya dimulai dari api yang kecil, kemudian membesar
dan menjalar ke daerah sekitarnya. Penjalaran api menurut Ramli (2010), dapat
melalui beberapa cara yaitu :
1. Konveksi
Yaitu penjalaran api melalui benda padat, misalnya merambat melalui besi,
beton, kayu, atau dinding. Jika terjadi kebarakaran di suatu ruangan, maka
panas dapat merambat melalui dinding sehingga ruangan di sebelah akan
mengalami pemanasan yang menyebabkan api dapat merambat dengan
mudah.
2. Konduksi
Api juga dapat menjalar melalui fluida, misalnya air, udara, atau bahan cair
lainnya. Suatu ruangan yang terbakar dapat menyebarkan panas melalui
hembusan angin yang terbawa udara panas ke daerah sekitarnya.
3. Radiasi
Penjalaran panas lainnya melalui proses radiasi yaitu pancaran cahaya atau
gelombang eletro-magnetik yang dikeluarkan oleh nyala api. Dalam proses
radiasi ini, terjadi proses perpindahan panas (heat transfer) dari sumber panas
ke objek penerimanya. Faktor inilah yang sering menjadi penyebab
penjalaran api dari suatu bangunan ke bangunan lain di sebelahnya

E. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran yaitu penggolongan kebakaran berdasarkan jenis
bahan yang terbakar dan bahan pemilihan bahan pemadam yang tepat.
Klasifikasi kebakaran berguna untuk :
- Menentukan media pemadam efektif menurut sumber api / kebakaran,
- Menentukan aman tidaknya jenis media
- Menentukan aman tidaknya jenis media pemadam tertentu untuk
memadamkan kelas kebakaran tertentu berdasarkan sumber
api/kebakarannya.
Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per
04/Men/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadaman Api Ringan, kebakaran menjadi 4 yaitu katagori A,B,C,D.
Sedangkan National Fire Protection Association (NFPA) menetapkan 5 katagori
jenis penyebab kebakaran, yaitu kelas A, B, C, D dan K.
1. Klasifikasi kelas kebakaran tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kebakaran Klas A
Adalah kebakaran yang menyangkut benda-benda padat kecuali
logam. Contoh : Kebakaran kayu, kertas, kain, plastik, dsb.
Alat/media pemadam yang tepat untuk memadamkan kebakaran klas ini
adalah dengan : pasir, tanah/lumpur, tepung pemadam, foam (busa) dan
air.
b. Kebakaran Klas B
Kebakaran bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar. Contoh
: Kerosine, solar, premium (bensin), LPG/LNG, minyak goreng.
Alat pemadam yang dapat dipergunakan pada kebakaran tersebut adalah
Tepung pemadam (dry powder), busa (foam), air dalam bentuk
spray/kabut yang halus.
c. Kebakaran Klas C
Kebakaran instalasi listrik bertegangan. Seperti : Breaker listrik
dan alat rumah tangga lainnya yang menggunakan listrik.
Alat Pemadam yang dipergunakan adalah : Carbondioxyda (CO2), tepung
kering (dry chemical). Dalam pemadaman ini dilarang menggunakan
media air.
d. Kebakaran Klas D
Kebakaran pada benda-benda logam padat seperti : magnesum,
alumunium, natrium, kalium, dsb.
Alat pemadam yang dipergunakan adalah : pasir halus dan kering, dry
powder khusus.
e. Kebakaran Klas K
Kebakaran yang disebabkan oleh bahan akibat konsentrasi lemak
yang tinggi. Kebakaran jenis ini banyak terjadi di dapur. Api yang timbul
didapur dapat dikategorikan pada api Klas B.
2. Klasifikasi Potensi Bahaya Kebakaran
Menurut Keputusan Menteri Tenaga kerja Republik Indonesia No. KEP.
186/MEN/1999 Tentang Unit Penanggualangan Kebakaran Di Tempat Kerja,
Kebakaran dapat diklasifikasi sebagai berikut
a. Bahaya Kebakaran Ringan
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah,
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah sehingga
menjalarnya api lambat. Contoh : tempat ibadah, perkantoran,
pendidikan, ruang makan, ruang rawat inap, penginapan, hotel, museum,
penjara, perumahan
b. Bahaya Kebakaran Sedang I
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang,
menimbun bahan dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila
terjadi kebakaran melepaskan panas sedang. Contoh : penampungan susu,
restoran, pabrik kaca, pabrik asbestos, pabrik balok beton, pabrik es,
restoran, pabrik pengalengan ikan, daging, tempat pembuatan perhiasan
c. Bahaya Kebakaran Sedang II
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang,
menimbun bahan dengan tinggi lebih dari 4 meter dan apbila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang sehingga menjalarnya api sedang
Contoh : pabrik roti, pabrik minuman, pabrik pengolahan kulit, pabrik
baterai, pabrik bir, pabrik bohlam, tempat parker, pabrik mobil dan motor,
pelabuhan, kantor pos.
d. Bahaya kebakaran Sedang III
Tempat kerja yang mempuyai jumlah dan kemudahan terbakar
tinggi, dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga
menjalarnya api cepat. Contoh : pabrik yang membuat barang dari karet
dan plastic, pabrik karung, pabrik pesawat terbang, pabrik peleburan
metal, pabrik gula, pabrik lilin, pabrik pakaian, pabrik kertas, pabrik
sepatu, pabrik karpet.
e. Bahaya kebakaran Berat
Tempat kerja yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi,
menyimpan bahan cair. Contoh: pabrik kembang api, pabrik cat, pabrik
bahan peledak, penyulingan minyak bumi, pabrik karet busa dan plastic
busa.

F. Teknik Pemadaman Api


Didalam teknik pemadaman kebakaran dikenal dengan apa yang disebut
sebagai berikut :
1. Starvation (menghilangkan atau mengurangi bahan bakar sampai dibawah
batas bisa terbakar = low flammable limit).'
2. Smothering (menyelimuti atau menghilangkan atau memisahkan udara
dengan bahan bakar); sedangkan dilution (mengurangi atau memisahkan
kadar zat asam).
3. Cooling (mengurangi panas sampai bahan bakar mencapai mencapai suhu
dibawah titik nyala atau mendinginkan).
4. Cut Chain Reaction (memutuskan rantai reaksi pembakaran, baik secara
kimiawi maupun mekanis).
Menurut Ramli (2010), ada beberapa teknik untuk memadamkan
kebakaran berikut penjelasannya.
1. Teknik Pendinginan
Teknik pendinginan (cooling) adalah teknik memadamkan
kebakaran dengan cara mendinginkan atau menurunkan uap atau gas yang
terbakar sampai di bawah temperature nyalanya. Cara ini banyak dilakukan
oleh petugas pemadam kebakaran dengan mengggunakan semprotan air ke
lokasi atau titik kebakaran sehingga api secara perlahan dapat berkurang dan
mati.
Semprotan air yang disiramkan ke titik api akan mengakibatkan
udara sekitar api mendingin. Sebagian panas akan diserap oleh air yang
kemudian berubah bentuk menjadi uap air yang mendinginkan api.
2. Pembatasan oksigen
Proses pembakaran suata bahan bakar memerlukan oksigen yang
cukup, misalnya kayu akan mulai menyala bila kadar oksigen 4-5%, acetylene
memerlukan oksigen di bawah 5%, sedangkan gas dan uap hidrokarbon
biasanya tidak akan terbakar bila kadar oksigen di bawah 15%.
Teknik ini disebut smothering, sesuai dengan teori segitiga api,
kebakaran dapat dihentikan dengan menghilangkan atau mengurangi suplai
oksigen suapaya api dapat padam.
3. Penghilangan bahan bakar
Api akan mati dengan sendirinya jika bahan yang terbakar (fuel) sudah
habis. Atas dasar ini, api dapat dipadamkan dengan menghilangkan atau
mengurangi bahan yang terbakar. Teknik ini disebut starvation.
Teknik starvation juga dapat dilakukan dengan menyemprot bahan
yang terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk kelangsungan
kebakaran terhenti atau berkurang sehinggi api akan mati. Teknik ini juga
dapat dilakukan dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke tempat yang
aman.
4. Memutus reaksi berantai
Cara terakhir untuk memadamkan api adalah dengan mencegah
terjadinya
reaksi berantai dalam proses pembakaran. Beberapa zat kimia mempunyai
sifat
memecah sehingga terjadi reaksi berantai oleh atom – atom yang dibutuhkan
oleh
nyala api untuk tetap terbakar.

G. Media Pemadam Kebakaran


Ketepatan memilih media pemadaman merupakan salah satu factor yang
sangat menentukan keberhasilan dalam melakukan pemadaman kebakaran.
Dengan ketepatan pemilihan media pemadam yang sesuai terhadap kelas
kebakaran tertentu,
maka akan dapat dicapai pemadaman kebakaran yang efektif dan efisien.
1. Media Pemadaman Jenis Padat
Media pemadaman jenis padat terdiri dari (Diknas RI, 2003) :
a. Pasir dan tanah
Fungsi utamanya adalah membatasi kebakaran, namun untuk kebakaran
kecil
dapat dipergunakan untuk menutupi permukaan bahan bakar yang
terbakar sehingga memisahkan udara dari proses nyala yang terjadi,
dengan demikian nyalanya akan padam.
b. Tepung Kimia
Cara kerja secara fisik yaitu dengan mengadakan pemisahan atau
penyelimutan bahan bakar. Sehingga tidak terjadi pencampuran oksigen
dengan uap bahan bakar. Cara kerja secara kimiawi yaitu dengan
memutus rantai reaksi pembakaran dimana partikel-partikel tepung kimia
tersebut akan menyerap radikal hidroksil dari api. Menurut kelas
kebakaran, tepung kimia dibagi sebagai berikut :
1) Tepung kimia biasa (regular)
Kebakaran yang dipadamkan adalah kebakaran cairan, gas, dan listrik.
2) Tepung kimia serbaguna (multipurpose)
Tepung ini sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A, B,
C. bahan baku tepung kimia multipurpose adalah tepung Amonium
Phoshate dan kalium sulfat.
3) Tepung kimia kering (khusus)
Tepung kimia kering atau dry powder untuk memadamkan kebakaran
logam.
2. Media Pemadam Jenis Cair
a. Air
Dalam pemadaman kebakaran, air adalah media pemadam yang
paling banyak dipergunakan, hal ini dikarenakan air mempunyai beberapa
keuntungan antara lain mudah di dapat dalam jumlah banyak, mudah
disimpan, dialirkan, dan mempunyai daya mengembang yang besar dan
daya untuk penguapan yang tertinggi.
Air mempunyai daya penyerap panas yang cukup tinggi, dalam hal
ini berfungsi sebagai pendingin. Panas yang dapat diserap air dari 15oC
sampai menjadi uap 100oC adalah 622 kcal/kg. Air yang terkena panas
berubah menjadi uap dan uap tersebutlah yang menyelimuti bahan bakar
yang terbakar. Dalam penyelimutan ini cukup efektif, karena dari 1 liter
air akan berubah menjadi uap sebanyak 1670 liter uap air.
b. Busa
Berdasarkan kelas kebakaran, maka busa dibagi menjadi beberapa bagian,
antara lain :
1) Busa regular, yaitu busa yang hanya mampu memadamkan bahan –
bahan
yang berasal dari Hydrocarbon atau bahan-bahan cair bukan pelarut
(solvent).
2) Busa serbaguna (all purpose foam), busa ini dapat memadamkan
kebakaran yang berasal dari cairan pelarut seperti alcohol, eter, dll.
Berdasarkan cara terjadinya, maka busa dibagi menjadi :
1) Busa kimia, busa ini terjadi karena adanya proses kimia, yaitu
pencampuran dari bahan pembuat busa dengan air sehingga
membentuk larutan busa.
3. Media Pemadam Jenis Gas
Media pemadam jenis gas akan memadamkan api dengan cara
pendingin (cooling) dan penyelimutan (dilusi). Berbagai gas dapat
dipergunakan untuk pemadam api, namun gas CO2 dan N2 yang paling
banyak di pergunakan. Gas N2 lebih banyak dipergunakan sebagai dtenaga
dorong kimia pada alat pemadam api ringan (APAR) ataupun dilarutkan
(sebagai pendorong) dalam halon. Gas CO2 sangat efektif di udara.
Keunggulan gas CO2 adalah bersih, murah, mudah didapat, tidak beracun.
Sedangkan kerugiannya adalah wadahnya yang berat, tidak efektif untuk area
terbuka, kurang cocok untuk kebakaran kelas A, pada konsentrasi tinggi
berbahaya bagi pernapasan.
4. Media Pemadam Jenis Cairan Mudah Terbakar
Media pemadam ini bekerja dengan cara memutuskan rantai reaksi
pembakaran dan mendesak udara atau memisahkan zat asam. Nama umum
media ini
adalah Halon atau Halogenated Hyrocarbon, yaitu suatu ikatan methan dan
halogen (iodium, flour, chlor, brom).

H. Alat-Alat Proteksi Kebakaran


1. Sarana proteksi kebakaran aktif :
Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap
kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang
dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni
atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi
pemadaman, selain itu sistem ini digunakan dalam melaksanakan
penanggulangan awal kebakaran (Suprapto,2008
Proteksi aktif meliputi detektor (alarm), siames conection, APAR,
hidran gedung, sprinkler, pengendali asap, deteksi asap.
a. Alat Deteksi Kebakaran (Detektor)
1) Alat Deteksi Asap (Smoke Detector)
Alat ini mempunyai kepekatan yang tinggi dan akan
menyalakan alarm bila tedapat asap diruangan tempat alat ini dipasang.
Karena kepekatannya, alat deteksi ini akan langsung aktif bila terdapat
asap rokok. Asap deteksi asap memberi sinyal ke alarm bahaya dengan
cara mendeteksi adanya asap yang berasal dari nyala api yang tidak
terkendali.
2) Alat Deteksi Panas (Heat Detector)
Prinsip dasarnya, jika temperature di sekitar pendeteksi naik
lebih tinggi diatas nilai ambang batas yang ditetapkan dan kemudian
akan memicu alarm
3) Alat Deteksi Nyala Api (Flame Detector)
Api mengeluarkan radiasi sinar inframerah dan ultraviolet,
keberadaan sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam
detector. Sesuai dengan
fungsinya, detector ini terbagi atas beberapa jenis yaitu :
- Detektor inframerah (Infrared Detector)
- Detektor UV (Ultra Violet Detector)
- Detektor foto elektrik (Photo Electric Detector)
b. Alarm Kebakaran
Menurut NFPA 72, alarm dibagi menjadi dua yaitu, alarm yang
bekerja dengan manual yang bisa ditekan melalui tombol dalam kotak
alarm (break glass), ada juga sistem alarm yang diaktifkan oleh sistem
detector. Ketika detector mendeteksi adanya api, maka detector secara
otomatis akan segera mengaktifkan alarm. Alarm kebakaran ada berbagai
macam antara lain:
1) Bel, merupakan alarm yang akan bordering jika terjadi kebarakan,
dapat
difungsikan secara manual atau dikoneksi dengan sistem deteksi
kebarakarn. Suara bel agak terbatas, sehingga sesuai ditempatkan dalam
ruangan terbatas seperti kantor.
2) Sirine, fungsi sama denga bel, naum jenis suara yang dikeluarkan
berupa
sirine.Sirine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga sesuai di
gunakan di tempat kerja yang luas seperti pabrik.
3) Horn, horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih rendah
dibanding sirine
4) Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni tidak
dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang jaringan
pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya (pre-amplifier).
c. Sistem Sprinkler Otomatis
Menurut PerMen PU RI No.26/PRT/M/2008, sprinkler adalah alat
pemancaran air untuk pemadam kebakaran yang mempunyai tudung
berbentuk detector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat
memancar ke semua arah secara merata.
d. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Alat Pemadam Api Ringan (Fire Extinguisher) yang biasanya
disingkat dengan APAR adalah alat yang digunakan untuk memadamkan
api atau mengendalikan kebakaran kecil. Alat Pemadam Api Ringan
(APAR) pada umumnya berbentuk tabung yang diisikan dengan bahan
pemadam api yang bertekanan tinggi. Dalam hal Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), APAR merupakan peralatan wajib yang harus
dilengkapi oleh setiap Perusahaan dalam mencegah terjadinya kebakaran
yang dapat mengancam keselamatan pekerja dan asset perusahaannya.
1) Jenis-jenis APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Berdasarkan Bahan pemadam api yang digunakan, APAR (Alat
Pemadam Api Ringan) dapat digolongkan menjadi beberapa Jenis.
Diantaranya terdapat 4 jenis APAR yang paling umum digunakan,
yaitu :
a) Alat Pemadam Api (APAR) Air / Water
APAR Jenis Air (Water) adalah Jenis APAR yang disikan
oleh Air dengan tekanan tinggi. APAR Jenis Air ini merupakan
jenis APAR yang paling Ekonomis dan cocok untuk memadamkan
api yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti
Kertas, Kain, Karet, Plastik dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas
A). Tetapi akan sangat berbahaya jika dipergunakan pada
kebakaran yang dikarenakan Instalasi Listrik yang bertegangan
(Kebakaran Kelas C).
b) Alat Pemadam Api (APAR) Busa / Foam (AFFF)
APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari
bahan kimia yang dapat membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous
Film Forming Foam) yang disembur keluar akan menutupi bahan
yang terbakar sehingga Oksigen tidak dapat masuk untuk proses
kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk memadamkan
api yang ditimbulkan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti
Kertas, Kain, Karet dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A) serta
kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah
terbakar seperti Minyak, Alkohol, Solvent dan lain sebagainya
(Kebakaran Jenis B).
c) Alat Pemadam Api (APAR) Serbuk Kimia / Dry Chemical Powder
APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire
Extinguisher terdiri dari serbuk kering kimia yang merupakan
kombinasi dari Mono-amonium danammonium sulphate. Serbuk
kering Kimia yang dikeluarkan akan menyelimuti bahan yang
terbakar sehingga memisahkan Oksigen yang merupakan unsur
penting terjadinya kebakaran. APAR Jenis Dry Chemical Powder
ini merupakan Alat pemadam api yang serbaguna karena efektif
untuk memadamkan kebakaran di hampir semua kelas kebakaran
seperti Kelas A, B dan C. APAR Jenis Dry Chemical Powder tidak
disarankan untuk digunakan dalam Industri karena akan mengotori
dan merusak peralatan produksi di sekitarnya. APAR Dry
Chemical Powder umumnya digunakan pada mobil.
d) Alat Pemadam Api (APAR) Karbon Dioksida / Carbon Dioxide
(CO2)
APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR
yang menggunakan bahan Karbon Dioksida (Carbon Dioxide /
CO2) sebagai bahan pemadamnya. APAR Karbon Dioksida
sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair yang mudah
terbakar) dan Kelas C (Instalasi Listrik yang bertegangan).
2) Cara Menggunakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Untuk mempermudah dalam mengingat proses ataupun cara
penggunaan Alat Pemadam Api, kita dapat menggunakan
singkatan P.A.S.S. yaitu :
a) Pull / TARIK Pin Pengaman (Safety Pin) APAR
b) Aim / ARAHKAN Nozzle atau pangkal selang ke area kebakaran
c) Squeeze / TEKAN Pemicu untuk menyemprot
d) Sweep / AYUNKAN ke seluruh sumber api (area kebakaran)
e. Hidran Kebakaran
Hidran kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran yang
menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa
– pipa dan selang kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem persediaan air,
pompa perpipaan, kopling outlet dan inlet, selang, dan nozzle. Ada
beberapa klasifikasi hidran yaitu :
Berdasarkan jenis dan penempatan hidran
1) Hidran gedung, adalah hidran yang terletak di dalam bangunan atau
gedung dan instalasi serta peralatannya disediakan serta dipasang,
dalam bangunan gedung tersebut.
2) Hidran halaman, adalah hidran yang terletak di luar bangunan atau
gedung dan instalasi serta peralatannya disediakan serta di pasang di
lingkungan gedung tersebut.
Berdasarkan besar ukuran pipa hidran yang di pakai
1) Hidran kelas 1 : menggunakan ukuran selang 2,5" 2
2) Hidran kelas II : menggunakan ukuran selang 1,5"
3) Hidran kelas III : ukuran sistem gabungan kelas I dan II
2. Sarana proteksi kebakaran pasif :
Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap
kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap
komponen bangunan gedung, dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian
rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik
saat terjadi kebakaran. Pengendalian lewat perancangan bangunan yang
diarahkan pada upaya minimasi timbulnya kebakaran dan intensitas
terjadinya kebakaran (Suprapto,2008).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No.26/PRT/M/2008,
sistem proteksi pasif terhadap kebakaran bertujuan untuk : 1. Melindungi
bangunan dari keruntuhan serentak akibat kebakaran 2. Meminimalisasi
intensitas kebakaran (supaya tidak terjadi flashover). 3. Menjamin
keberlangsungan fungsi gedung, namun tetap aman. 4. Melindungi
keselamatan petugas keselamatan pemadam kebakaran saat operasi
pemadaman dan penyelamatan.
Proteksi pasif meliputi konstruksi bangunan gedung,
kompartemenisasi gedung dan perlindungan bukaan.
Sarana proteksi kebakaran pasif : sistem kompartementasi ––sarana
pengendali asap sistem evakuasi ––alat bantu evakuasi & rescue, dll
Komponen Sistem Proteksi Pasif menurut (Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum
No. 26/PRT/M/2008) antara lain :
a. Pasangan konstruksi tahan api
b. Pintu dan jendela tahan api
c. Bahan pelapis interior
d. Penghalang api
e. Partisi penghalang asap
f. Penghalang asap
g. Atrium

I. Evaluasi safety tentang kebakaran


1. Tindakan Preventive
Yaitu tindakan yang dilakukan sebelum terjadi kebakaran dengan
maksud menekan atau mengurangi faktor-faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya kebakaran. Contohnya yaitu dengan melakukan Identifikasi
terhadap sumber-sumber terjadinya kebakaran seperti : Karena Faktor
Manusia (Gas LPG, Sambungan Listrik, Lilin), Faktor Alam (Petir, Gempa
Bumi, Petir, Gunung Meletus), Faktor Penyalaan Sendiri (Timbunan Sampah,
Penyimpanan Bahan Kimia yg mudah terbakar). Jika kita dapat melakukan
identifikasi terhadap penyebab kebakaran tersebut hendaknya kita juga dapat
melakukan tindakan pengendalian bahaya kebakaran secara dini dengan tim
tanggap darurat di tempat kerja sepertinya menyediakan perlengkapan darurat
kebakaran spt APAR, Hydrant, Selimut api, Alarm Kebakaran, Pelatihan-
pelatihan simulasi keadaan darurat, Jalur-jalur evakuasi, Asemmbly Point dan
harus juga dilengkapi dengan Prosedur Kerja Keadaan Darurat kebakaran.
Berikut Tindakan-tindakan Preventive yang dapat dilakukan :
a. Mengadakan penyuluhan-penyuluhan
b. Pengawasan terhadap penyimpanan dan penggunaan barang-barang
c. Pengawasan peralatan yang dapat menimbulkan api
d. Pengadaan sarana pemadaman kebakaran
e. Pengadaan sarana penyelamatan dan evakuasi termasuk tangga darurat
dan kelengkapannya
f. Pengadaan sarana pengindera kebakaran
g. Mempersiapkan Juklak (Petunjuk Pelaksanaan)
h. Penegakkan peraturan dan ketentuan-ketentuan
i. Mengadakan latihan berkala
2. Tindakan Represive
yaitu tindakan yang dilakukan pada saat terjadi kebakaran dengan
maksud untuk mengurangi/memperkecil kerugian-2 yang timbul sebagai
akibat dari kebakaran.
Berikut Tindakan-tindakan Represive yang dapat dilakukan :
a. Mengoptimumkan seluruh sistem dan sarana untuk mengontrol keadaan
darurat kebakaran sesuai tingkatannya.
b. Memastikan keterlibatan seluruh pihak yang terkait. Apa – siapa? (who
doing what?)
c. Siapkan seluruh data yang diperlukan untuk proses penanganan tanggap
darurat. (Drawing, jenis material, akses, jumlah karyawan, dll.)
d. Tanggap cepat & tepat
3. Tindakan Rehabilitative
yaitu usaha-usaha yang dilakukan setelah terjadi kebakaran, dengan
maksud evaluasi dan menganalisa peristiwa kebakaran untuk mengambil
langkah-langkah berikutnya, antara lain:
a. Membuat pendataan
b. Menganalisa tindakan-tindakan yang telah dilakukan
c. Menyelidiki faktor-faktor penyebab kebakaran sebagai
bahan pengusutan.
d. Pemulihan
e. Penyampaian ke Publik

J. Regulasi Mengenai Kebakaran


1. Undang Undang No. 1 Tahun 1970--Keselamatan Kerja Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I. No Per.02/MEN/1983 tentang Instalasi
Alarm Kebakaran Automatik
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.186/MEN/1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
4. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. Ins.11/M/BW/1997 tentang Pengawasan
Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.
Per.04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan
6. Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No.26/Prt/M/2008 Tentang Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Nomor: 26/Prt/M/2008. Tentang.
Persyaratan Teknis. Sistem Proteksi Kebakaran. Pada Bangunan Gedung Dan
Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

ID Al Bintani (HSE Fire Specialist).


https://id.scribd.com/document/357976436/Teori-Kebakaran-pdf
GMS Global Mitra Safety. Klasifikasi Jenis Penyebab Kebakaran. http://www.alat-
pemadam-kebakaran.co.id/klasifikasi-jenis-penyebab-kebakaran/
Penanggulangan Kebakaran. PT Alkon Trainindo Utama Lembaga Pembinaan dan
Ketrampilan Manajemen
Ramli, Soehatman. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran. Jakarta: Dian
rakyat.
Suprapto. 2008. Tinjauan Eksistensi Standar-Standar (Sni) Proteksi Kebakaran Dan
Penerapannya Dalam Mendukung Implementasi Peraturan Keselamatan
Bangunan. Jurnal Prosiding PPIS Bandung.

Anda mungkin juga menyukai