Anda di halaman 1dari 57

A.

PENDAHULUAN
Kebakaran di Indonesia sangat banyak terjadi mulai dari kebakaran
pemukiman, hutan, industri dan tempat usaha. Data kejadian kebakaran
dari Dinas Pemadam DKI dari tahun 1998 hingga tahun 2008
mengungkapkan terjadi kasus kebakaran sebanyak 8.243 kejadian dengan
korban 1.080 jiwa dan kerugian materi mencapai kurang lebih 1 Trilyun
rupiah. Data tersebut belum termasuk kebakaran di wilayah lain di
Indonesia. (Ramli, 2010)
Bahaya kebakaran, adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya
ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi
kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung
dan Lingkungan)
Sedangkan angka kebakaran di USA pada rentang tahun yang sama
yang didapat dari www.usfa.dhs.gov rata-rata 500.000 kejadian, menelan
korban paling banyak tahun 2000 sebanyak 23.135 orang, serta
menimbulkan kerugian setiap kejadian kebakaran rata-rata kurang lebih
$9000.
Dari data di atas, terlihat bahwa kebakaran merupakan bencana
yang serius untuk diperhatikan baik dari sisi korban maupun kerugian
yang ditimbulkannya.Secara nasional, kebakaran sangat merugikan karena
dapar mengganggu produktivitas nasional dan menurunkan
kesejahteraan.Oleh karena itu di berbagai negara, masalah kebakaran telah
dianggap sebagai masalah nasional dan penanganannya dilakukan dengan
serius agar tidak menimbulkan berbagai kerugian.
Kerugian akibat kecelakaan di kategorikan atas kerugian langsung
(direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost).Kerugian langsung
adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa
dampak terhadap perusahaan seperti biaya pengobatan dan kompensasi
korban kebakaran, dan kerusakan sarana produksi. Disamping kerugian
langsung (direct cost), kecelakaan juga menimbulkan kerugian tidak
langsung (indirect cost) antara lain kerugian jam kerja, jika terjadi

1
2

kecelakaan kebakaran kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk


membantu korban yang cedera, kerugian jam kerja yang hilang akibat
kecelakaan kebakaran jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi
produktivitas. Selain itu ada juga kerugian produksi, kerugian sosial, dan
kerugian citra dan kepercayaan konsumen (Ramli.2010).

B. KONSEP KEBAKARAN
1. Pengertian Api
a. Api ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3
(tiga) unsur yaitu panas, oksigen dan bahan mudah terbakar yang
menghasilkan panas dan cahaya. Ditinjau dari segi ilmiah, Api
adalah sebuah Proses Oksidasi/Penguraian dimana dalam proses
tersebut akan menghasilkan energi-energi yang dilepaskan berupa
panas, cahaya dan gerak serta meninggalkan sisa hasil pembakaran
berupa karbon (arang) dan asap (uap air dan gas-gas berbahaya).
Dalam prosesnya energi-energi dan sisa hasil pembakaran inilah
yang mengakibatkan manfaat dan kerusakan bagi manusia dan
lingkungan sekitar tempat terjadinya api tersebut, bermanfaat
apabila api tersebut masih dapat di kendalikan dan diatur untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia dan lingkungan sekitarnya.
Namun apabila Api itu sudah tidak diperlukan, sukar dikuasai,
merugikan dan tidak diinginkan maka api tadi bermetamorfosa
menjadi kebakaran.
b. Api didefinisikan sebagai suatu peristiwa/reaksi kimia yang diikuti
oleh pengeluaran asap, panas, nyala dan gas- gas lainnya. Api juga
dapat diartikan sebagai hasil dari reaksi pembakaran yang cepat
(Pusdiklatkar, 2006). Untuk bisa terjadi api diperlukan 3 (tiga)
unsur yaitu bahan bakar (fuel), udara (oksigen) dan sumber panas.
Bilamana ketiga unsur tersebut berada dalam suatu konsentrasi
yang memenuhi syarat, maka timbullah reaksi oksidasi atau
dikenal sebagai proses pembakaran (Siswoyo, 2007; IFSTA,
1993).
3

c. Jika dilihat dari strukturya, api terdiri dari 4 komponen yaitu gas,
nyala, asap, dan energy panas. Pada bagian terbawah dekat
sumbernya, api merupakan gas yang bereaksi degan oksigen.
Bahan yang terbakar dari suatu benda pada dasarnya dalam bentuk
gas.Gas ini secara terus menerus terbentuk karena panas dan reaksi
berantai selama kebakaran berlangsung. Selanjutnya gas yang
terbentuk ini akanmenimbulkan nyala (flame) yang kita lihat
sebagai api dapat berwarna biru atau merah tergantung
kesempurnaan reaksi pembakarannya. Kemudian timbul asap
(smoke) yaitu berupa hasil sisa pembakaran. Elemen keempat yaitu
energy panas yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran.Energy ini
besarnya bervariasi mulai dari 100oC sampai ribuan derajat.
Elemen api ini selanjutnya dikembangkan untuk berbagai
kebutuhan baik teknis maupun keilmuan. Dalam teknis, fenomena
asap, sumber energy dan nyala ini diperlukan dalam merancang
bahan pemadam kebakaran serta teknis memadamkan api. Nyala
dan asap digunakan dalam menciptakan detector kebakaran.
Kebakaran dapat dimulai dari kecil kemudian membesar dan
menjalar ke sekitarnya, perjalanan api melalui beberapa cara yaitu
konduksi yaitu perjalanan api melalui benda padat, konveksi yaitu
perjalanan api melalui benda cair atau fluida misalnya air atau
udara, serta radiasi yaitu pncaran cahaya atau gelombang
elektromagnetik yang dikeluarkan oleh nyala api.
d. Api adalah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari
3 (tiga) unsur yaitu: panas, udara dan bahan bakar yang
menimbulkan atau menghasilkan panas dan cahaya. Definisi "Api"
dari National protection Association (NFPA) adalah suatu massa
zat yang sedang berpijar yang dihasilkan dalam proses kimia
oksidasi yang berlangsung dengan cepat dan disertai pelepasan.
Timbulnya api ini sendiri disebabkan oleh adanya sumber panas
yang berasal dari berbagai bentuk energi yang dapat menjadi
sumber penyulutan dalam segitiga api.
4

Contoh sumber panas :


1. Bunga api listrik dan busur listrik
2. Listrik statis
3. Reaksi Kimia
4. Gesekan (Friction)
5. Pemadatan (Compression)
6. Api terbuka (Open Flame)
7. Pembakaran Spontan (Spontaneous Combustion)
8. Petir (Lighning)
9. Sinar Matahari
Sumber Penyalaan
a. Api terbuka, panas langsung dan permukaan panas, misalnya api
rokok, setrika, benda panas, api dapur, tungku pembakaran dan
api terbuka lainnya.
b. Pengelasan dan pemotongan. Api dari kegiatan pengelasan
berpotensi menyulut bahan mudah terbakar, misalnya saat
perbaikan kapal dan mobil tangki.
c. Percikan mekanis, yaitu sumber penyalaan yang berasal dari
benturan logam alat-alat mekanis seperti palu besi, pemecah
beton atau batu gerinda.
d. Energi Kimia, yaitu sumber penyalaan yang berasal dari reaksi
kimia atau bahan kimia yang mudah terbakar di suhu ruangan
maupun suhu tertentu.
e. Energi Listrik, yaitu sumber penyalaan yang berasal dari energi
listrikyang biasanya disebebkan oleh hubungan singkat dan
beban berlebih.
f. Kendaraan bermotor yang menggunakan busiatau listrik dapat
menjadi sumber api yang dapat menyalaan bahan bakar.
g. Listrik Statis, yaitu energi yang timbul akibat adanya muatan
listrik statis misalnya timbul karena adanya beda potensial
antara dua benda yang mengandung muatan listrik yang
menyebabkan loncatan bunga api listrik.
h. Petir, yang juga bersumber dari adanya perbedaan potensial di
udara.
5

2. Pengertian kebakaran
a. Menurut Departemen Tenaga Kerja
Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis (terjadi karena
pemanasan) yang berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar
yang disertai dengan timbulnya api atau penyalaan.
b. Menurut Asuransi
Kebakaran adalah sesuatu yang benar-benar terbakar yang
seharusnya tidak terbakar dan dibuktikan dengan adanya nyala api
secara nyata, secara tidak sengaja, tiba-tiba serta menimbulkan
kecelakaan atau kerugian.
c. Menurut SNI
SNI No. 03-3985-2000, kebakaran adalah suatu fenomena yang
terjadi ketika suatu bahan mencapai temperature kritis dan bereaksi
secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan panas, nyala api,
cahaya, asap, uap air, karbon monoksida atau produk dan efek
lainnya.
d. Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur
(bahan bakar, oksigen dan panas) yang berakibat menimbulkan
kerugian harta benda atau cidera bahkan sampai kematian (Karla,
2007; NFPA, 1986). Menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Nasional (DK3N), kebakaran adalah suatu peristiwa bencana
yang berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan kerugian, baik kerugian materi (berupa harta benda,
bangunan fisik, deposit/asuransi, fasilitas sarana dan prasarana, dan
lain-lain) maupun kerugian non materi (rasa takut, shock,
ketakutan, dan lain-lain) hingga kehilangan nyawa atau cacat tubuh
yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut.
e. Kebakaran merupakan bencana atau petaka yang paling sering dan
bisa digolongkan baik sebagai bencana alam ataupun bencana yang
disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri. Bahaya kebakaran
dapat terjadi setiap saat, kapan saja dan dimana saja, karena
banyak peluang yang dapat memicu terjadinya kebakaran. Secara
umum, definisi kebakaran menurut Depnaker R.I. bahwa
6

Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang


berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai
dengan timbulnya nyala api atau penyalaan. Sementara itu,
definisi kebakaran menurut Asuransi secara umum bahwa
Kebakaran adalah sesuatu yang benar-benar terbakar yang
seharusnya tidak terbakar dan dibuktikan dengan adanya nyala api
secara nyata, terjadi secara tidak sengaja, tiba-tiba menimbulkan
kecelakaan atau kerugian.
f. Rantai Reaksi Kimia
Dalam proses kebakaran terjadi rantai reaksi kimia, dimana setelah
terjadi proses difusiantara oksigen dan uap bahan bakar,
dilanjutkan dengan terjadinya penyalaan dan terusdipertahankan
sebagai suatu reaksi kimia berantai, sehingga terjadi kebakaran
yangberkelanjutan.Flammable Range: adalah batas antara
maksimum dan minimum konsentrasi campuran uapbahan bakar
dan udara normal, yang dapat menyala atau meledak setiap saat
bila diberi sumberpanas. Di luar batas ini tidak akan terjadi
kebakaran.
1) LEL / LFL (Low Explosive Limit/ Low Flammable Limit)
adalah batas minimum darikonsentrasi campuran uap bahan
bakar dan udara yang akan menyala atau meledak, biladiberi
sumber nyala yang cukup. Kondisi ini disebut terlalu miskin
kandungan uap bahanbakarnya (too lean).
2) UEL / UFL (Upper Explosive Limit/ Upper Flammable Limit)
adalah batas maksimumdari konsentrasi campuran uap bahan
bakar dan udara, yang akan menyala atau meledak, biladiberi
sumber nyala yang cukup. Kondisi ini disebut terlalu kaya
kandungan uap bahanbakarnya (too rich).
g. Menurut Agus Triyono (2001), kebakaran terjadi karena manusia,
peristiwa alam, penyalaan sendiri dan unsur kesengajaan.
1) Kebakaran karena manusia yang bersifat kelalaian, seperti:
a) Kurangnya pengertian, pengetahuan tentang
penanggulangan bahaya kebakaran.
7

b) Kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang


dapat menimbulkan api.
c) Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
d) Kebakaran karena peristiwa alam terutama menyangkut
cuaca dan gunung berapi, seperti sinar matahari, letusan
gunung berapi, gempa bumi, petir, angin dan topan.
e) Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada
gudang-gudang bahan kimia dimana bahan-bahan lainnya
yang mudah meledak atau terbakar
2) Kebakaran karena unsur kesengajaan, untuk tujuan-tujuan
tertentu, misalnya:
a) Sabotase untuk menimbulkan huru-hara, kebanyakan
dengan alasan politis.
b) Mencari keuntungan pribadi karena ingin mendapatkan
ganti rugi melalui asuransi kebakaran.
c) Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara
membakar dokumen atau bukti-bukti yang dapat
memberatkannya.
d) Untuk jalan taktis dalam pertempuran dengan jalan bumi
hangus.
e) Kelalaian merupakan penyebab terbanyak peristiwa
kebakaran,.Contoh : Lupa mematikan kompor, merokok
ditempat tidak semestinya, menempatkan bahan bakar tidak
pada tempatnya dan lain-lain.
3) Kurang pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang pencegahan kebakaran
merupakan salah satu penyebab kabakaran yang tidak boleh
diabaikan.Contoh : Tidak mengerti akan jenis bahan bakar
yang mudah menyala, tidak mengerti tanda-tanda bahaya
kebakaran, tidak mengerti proses terjadinya api dan lain
sebagainya.
4) Peristiwa alam
Peristiwa alam yang dapat menjadi penyebab kebakaran yaitu
gunung meletus, gempa bumi, petir, panas matahari dan lain
sebagainya.
5) Penyalaan sendiri
8

Contohnya yaitu kebakaran dihutan yang disebabkan oleh


panas matahari yang menimpa bahan bakar kering dihutan.
6) Faktor kesengajaan
Misalnya karena unsur sabotase, penghilangan jejak,
mengharap pengganti dari asuransi dan lain sebagainya.
h. Istilah-istilah kebakaran :
1) Api atau pembakaran adalah suatu massa zat yang sedang
berpijar yang dihasilkan dalam proses kimia oksidasi yang
berlangsung dengan cepat dan disertai pelepasan energi/panas.
2) Kebakaran adalah suatu keadaan bahaya yang ditimbulkan
oleh nyala api yang tidak terkendali yang dapat mengancam
keselamatan baik jiwa maupun harta benda.
3) Titik Nyala adalah suatu temperatur terendah dari suatu bahas
untuk dapat berubah menjadi uap akan menyala bila tersentuh
api.
4) Alat Pemadam Api Ringan [APAR] adalah alat yang ringan
serta mudah dilayani oleh seseorang untuk memadamkan api
pada terjadinya kebakaran.
5) Tindakan Awal adalah segala upaya secara cepat dan tepat
yang dilakukan untuk pemadaman nyala api pada awal
terjadinya penyalaan dengan menggunakan berbagai alat
pemadam api.
6) Penanggulangan kebakaran adalah segala upaya untuk
mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya
pengendalian setiap bentuk energi, pengadaan sarana proteksi
kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukan
organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran.
7) Unit Penanggulangan Kebakaran adalah unit kerja yang
dibentuk dan ditugasi untuk menangani masalah
penaggulangan kebakaran di tempat kerja yang meliputi
kegiatan administrasi, identifikasi sumber-sumber bahaya,
pemeriksaan, pemeliharaan dan perbaikan sistem proteksi
kebakaran.
9

8) Regu penanggulangan kebakaran adalah satuan tugas yang


mempunyai tugas khusus fungsional di bidang penanggulangan
kebakaran.
9) Instalasi Alarm Kebakaran otomatik adalah sistem atau
rangkaian alarm kebakaran yang menggunakan detektor asap,
detektor nyala api dan panggil secara manual serta
perlengkapan lainnya yang dipasang pada sistem kebakaran.
10) Kelompok Alarm adalah bagian dari sistem alarm
kebakaran termasuk, lampu, saklar, hantaran dan detektor
sehubungan dengan perlindungan satu area.
11) Titik panggil manual atau tombol pecah kaca adalah alat
yang bekerja secara manual dan alarmnya tidak dapat
dioperasikan sepanjang kaca penghalangnya belum
dipecahkan.
12) Ruang kontrol adalah ruangan dimana panel indikator
ditempatkan.
13) Detektor adalah alat untuk mendeteksi pada mula
kebakaran yang dapat membangkitkan alarm dalam satu
sistem.
14) Panel indikator adalah suatu panel indikator yang
dilengkapi beserta peralatannya.
i. Kebakaran adalah suatu peristiwa yang terjadi akibat tidak
terkendalinya sumber energi. Siklus ini berisi rangkaian demi
rangkaian panjang peristiwa (event dinamic) yang dimulai dari pra
kejadian, kejadian dan siklusnya serta konsekuensi yang
mengiringinya. Kejadian tersebut akan tercipta apabila kondisi dan
beberapa syarat pencetusnya terpenuhi, utamanya pada saat pra
kejadian. Peristiwa munculnya api awal berlanjut menjadi
kebakaran besar hanya butuh waktu dibawah 4 menit atau 10
menit. Ukuran waktu 4 -10 menit tersebut hasil dari suatu
pengkajian dan studi pengalaman dimana tahapan api belum
berkembang dan meluas. Setelah lebih dari waktu yang dimaksud,
api akan berkembang menjadi api bertumbuh (growth) dan menjadi
10

penuh (full steady fire) dengan suhu mencapai 600 derjat Celsius
sampai 1000 derajat Celcius lebih, dimana ini sudah berada pada
tahapan sulit dipadamkan. Hanya perangkat hidran dan sejenisnya
yang dapat mengurangi dan memadamkan.

3. Teori Kebakaran
Api tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi
antara uap bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal
sebagai teori segitiga api (fire triangle). Menurut teori ini, kebakaran terjadi
karena adanya 3 faktor yang menjadi unsur api yaitu:
a. Adanya bahan yang mudahterbakar
b. Adanya cukup oksigen sebagaioksidator
c. Adanya suhu yang cukup tinggi dari bahan yang mudah terbakar (panas)
Menurut Agus Triyono (2001), kebakaran terjadi karena manusia,
peristiwa alam, penyalaan sendiri dan unsur kesengajaan.
a. Kebakaran karena manusia yang bersifat kelalaian, seperti:
1) Kurangnya pengertian, pengetahuan tentang penanggulangan
bahaya kebakaran.
2) Kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat
menimbulkan api.
3) Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
4) Kebakaran karena peristiwa alam terutama menyangkut cuaca dan
gunung berapi, seperti sinar matahari, letusan gunung berapi,
gempa bumi, petir, angin dan topan.
5) Kebakaran karena penyalaan sendiri, sering terjadi pada gudang-
gudang bahan kimia dimana bahan-bahan lainnya yang mudah
meledak atau terbakar
b. Kebakaran karena unsur kesengajaan, untuk tujuan-tujuan tertentu,
misalnya:
1) Sabotase untuk menimbulkan huru-hara, kebanyakan dengan alasan
politis.
2) Mencari keuntungan pribadi karena ingin mendapatkan ganti rugi
melalui asuransi kebakaran.
3) Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara membakar
dokumen atau bukti-bukti yang dapat memberatkannya.
11

4) Untuk jalan taktis dalam pertempuran dengan jalan bumi hangus.


Reaksi terjadinya api dari tiga jenis unsur yaitu :
a. Fuel ( Bahan Bakar )
1) Pengertian bahan bakar
Yang dimaksud bahan bakar ialah semua jenis benda yang dapat
terbakar
2) Jenis bahan bakar
Bahan bakar umumnya dubagi atas 3 jenis antara lain jenis bahan
bakar padat,bahan bakar gas , dan cair
a) Benda Padat
Bahan bakar padat yang terbakar akan meninggalkan sisa berupa
abu atau arang setelah selesai terbakar. Contohnya: kayu, batu
bara, plastik, gula, lemak, kertas, kulit dan lain-lainnya.
b) Benda Cair
Bahan bakar cair contohnya: bensin, cat, minyak tanah, pernis,
turpentine, lacquer, alkohol, olive oil, dan lainnya.
c) Benda Gas
Bahan bakar gas contohnya: gas alam, asetilen, propan, karbon
monoksida, butan, dan lain-lainnya
3) Sifat Umum bahan bakar
Setiap jenis bahan bakar mempunyai sifat - sifat khusus,tetapi pada
prinsipnya semua jenis bahan bakar mempunyai sifat-sifat umum
antara lain mudah terbakar dan dapat terbakar.
b. Oksigen / O2 ( Zat Asam)
1) Pengertian Oksigen
Suatu jenis gas yang sangat diperlukan dalam proses kehidupan bagi
semua mahluk'
2) Prosentase Oksigen diudara
Udara terdiri dari atas bermacacm - macam gas dengan komposisi
sebagai berikut :
- Gas Nitrogen / N2 : kurang lebih 78 %
12

- Gas Oksigen / O2 : kurang lebih 21%


- Gas Karbondioksida: kurang lebih 1%
Jumlah gas oksigen yang prosentasinya 21% inilah yang selalu
dibutuhkan untuk proses kehidupan.
3) Fungsi Oksigen yang terjadinya Api ( Pembakaran )
Gas oksigen merupakan salah satu unsur yang harus ada ,sehngga
tanpa oksigen api tidak dapat terjadi pada keadaan normal ,dimana
jumlah prosentase oksigen diudara adalah 21% merupakan jumlah
yang memadai untuk proses terjadinya api . Dan jumlah minimal
prosentase oksigen di udara yang masih dapat membantu dalam
proses terjadinya api adalah 15%.
c. Source Of Igition ( sumber nyala )
1) Pengertian Sumber Nyala dan Sumber Panas
Sumber panas ialah semua benda atau kejadian yang menimbulkan
panas. Sumber Nyala ialah semua benda atau kejadian yang
menimbulkan panas pada suatu tingkat temperatur tertentu dan telah
dianggap berbahaya bagi timbulnya api / kebakaran.
2) Terjadinya sumber nyala
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya sumber nyala, antaa lain
a) Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Alam
b) Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Kimia
c) Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Listrik
d) Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Mekanik
e) Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Nuklir
Rantai Reaksi Kimia
Dalam proses kebakaran terjadi rantai reaksi kimia, dimana setelah
terjadi proses difusiantara oksigen dan uap bahan bakar, dilanjutkan
dengan terjadinya penyalaan dan terusdipertahankan sebagai suatu reaksi
kimia berantai, sehingga terjadi kebakaran yangberkelanjutan.Flammable
Range: adalah batas antara maksimum dan minimum konsentrasi
campuran uapbahan bakar dan udara normal, yang dapat menyala atau
13

meledak setiap saat bila diberi sumberpanas. Di luar batas ini tidak akan
terjadi kebakaran.
1) LEL / LFL (Low Explosive Limit/ Low Flammable Limit)
adalah batas minimum darikonsentrasi campuran uap bahan bakar
dan udara yang akan menyala atau meledak, biladiberi sumber
nyala yang cukup. Kondisi ini disebut terlalu miskin kandungan
uap bahanbakarnya (too lean).
2) UEL / UFL (Upper Explosive Limit/ Upper Flammable Limit)
adalah batas maksimumdari konsentrasi campuran uap bahan bakar
dan udara, yang akan menyala atau meledak, biladiberi sumber
nyala yang cukup. Kondisi ini disebut terlalu kaya kandungan uap
bahanbakarnya (too rich).
Secara sederhana susunan kimiawi dalam proses kebakaran dapat
digambarkan dengan istilah Segitiga Api. Teori segitiga api ini
menjelaskan bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api
diperlukan adanya 3 unsur pokok, yaitu: bahan yang dapat terbakar (fuel),
oksigen (O2) yang cukup dari udara atau dari bahan oksidator, dan panas
yang cukup (materi pengawasan K3 penanggulangan Kebakaran
Depnakertrans, 2008).
Berdasarkan teori segitiga api tersebut, maka apabila ketiga unsur
di atas bertemu akan terjadi api. Namun, apabila salah satu unsur tersebut
tidak ada atau tidak berada pada keseimbangan yang cukup, maka api
tidak akan terjadi. Prinsip segitiga api ini dipakai sebagai dasar untuk
mencegah kebakaran (mencegah agar api tidak terjadi) dan
penanggulangan api yakni memadamkan api yang tak dapat dicegah
(Karla, 2007; Sumamur, 1989).
14

Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu dengan


ditemukannya unsur keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia.
Konsep ini dikenal dengan teori tetrahedron of fire. Teori ini ditemukan
berdasarkan penelitian dan pengembangan bahan pemadam tepung kimia
(dry chemical) dan halon (halogenated hydrocarbon). Ternyata jenis bahan
pemadam ini mempunyai kemampuan memutus rantai reaksi kontinuitas
proses api (materi kuliah behavior of fire).
Teori tethtrahedron of fire ini didasarkan bahwa dalam panas
pembakaran yang normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang terjadi
menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran seperti CO, CO2, SO2, asap
dan gas. Hasil lain dari reaksi ini adalah adanya radikal bebas dari
atomoksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil (OH). Bila 2 (dua) gugus
OH pecah menjadi H2O dan radikal bebas O. O radikal ini selanjutnya akan
berfungsi lagi sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga disebut
reaksi pembakaran berantai. (Karla, 2007; Goetsch, 2005).
15

Kebakaran tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui tahapan


pengembangan api. Setiap kebakaran selalu dimulai dengan adanya percikan
api atau penyalaan. Api dapat membesar dengan cepat atau pelan-pelan
tergantung bahan yang dibakar, ketersediaan oksigen, dan panas yang tinggi.
Fase ini disebut fase pertumbuhan atau growing stage.
Penjalaran api karena konveksiakibat efek domino yang membakar
semua bahan yang ada dengan cepat. Terjadi sambaran-sambaran atau flash
over dengan temperatur mencapai puncaknya sekitar 700-100oC.
Setelah mencapai puncaknya, dan bahan bakar mulai menipis, api
akan menurun intensitasnya yang disebut fase pelapukan pi atau declay. Api
mulai membentuk bara-bara jika api terjadi dalam ruangan. Produksi asap
semakin meningkat karena kebakaran tidak lagi sempurna.Temperatur
kebakaran mulai menurun, dan jika kebakaran terjadi di dalam ruangan,
maka ruangan akan dipenuhi oleh gas-gas hasil kebakaran yang siap
meledak atau dapat tersambar ulang yang disebut black draft. Setelah itu
lama-kelamaan api akan berhenti total setelah semua bahan yang terbakar
musnah.Proses pemadaman paling efektif tentu dilakukan pada fase
pertumbuhan. Api masih kecil dan dapat dipadamkan dengan APAR atau
alat pemadam sederhana seperti karung basah, air yang tidak terlalu banyak,
dan lain-lain.
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal terjadinya
penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase tertentu,
yaitu :
a. Sumber awal pencetus (source energy)
b. Penyalaan tahap awal (initiation)
c. Api berkembang lebih besar (Growth)
d. Penyalaan api serentak (Flashover)
e. Kebakaran mantap (Stedy/full development fire)
f. Periode surut (Decay)
Adapun Kebakaran disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
16

a. Instalasi listrik
Hampir di setiap kejadian kebakaran hal yang menjadi pemicu
kebakaran adalah hubungan pendek atau konsleting listrik.
b. Kabel listrik
Pemakaian kabel yang tidak sesuai dengan peruntukannya
menyebabkan terbakarnya lapisan pembungkus kabel, misalnya
untuk pemasangan jalur utama instalasi listrik di rumah
menggunakan ukuran kabel yang kecil sehingga di saat
pemakaian listrik melebihi kemampuan kabel maka kabel tersebut
menjadi panas yang mengakibatkan terbakarnya lapisan
pelindung/pembungkus kabel sehingga memunculkan titik api
yang dapat membekar areal di dekatnya misalnya kayu plapon
atau dan benda lain yang mudah terbakar, selain pada pemasangan
kabel utama, ternyata pemakaian unkuran kabel yang salah pun
terjadi pada kabel 'roll' atau terminal stopkontak, banyak kabel
roll yang ada di pasaran yang digunakan untuk beban listrik besar
padahal kemampuan kabel tersebut terbatas untuk beban listrik
yang ringan-ringan saja. Misalnya kabel roll yang hanya memakai
kabel kecil digunakan untuk beberapa peralatan elektronik yang
daya atau watt besar.
c. Steker dan stopkontak
Pemakaian kedua alat listrik ini tidak dapat dipisahkan karena
hampir semua peralatan elektronik di rumah menggunakan
keduanya agar tetap terhubung dengan listrik ketika dioperasikan,
tapi sering kita jumpai penggunaannya tidaklah sesuai dengan
prosedur keselamatan, kita dapat mengambil contoh misalnya:
steker yang terpasang pada stopkontak paralel/kabel roll, satu
buah kabel roll yang hanya mempunyai empat buah tempat
colokan dipaksa untuk menerima jumlah steker yang lebih banyak
dengan menambahkan stopkontak kombinasi yang mampu
menambah kapasitas jumlah lubang colokan yang ada
17

sebelumnya. Selain itu penyebab lainnya adalah timbulnya


percikan api pada stopkontak yang terpasang steker, percikan api
ini terjadi akibat longargarnya penjepit steker yang ada pada
lubang stopkontak sehingga aliran listrik menjadi kurang
maksimal terhubung maka yang terjadi adalah ngefong.
d. Kabel penghubung alat elektronik/slst listrik
Pada kabel ini sering sering terjadi gangguan yang diakibatkan
oleh gigitan tikus yang mengakibatkan terkelupasnya pelindung
kabeldan sebagian kabel serabut di dalamnya terputus dan hanya
meninggalkan beberapa lembar kawat tembaga saja yang
tersambung, dengan demikian bila kabel yang terbuka itu saling
bersentuhan akan memicu percikan api, selain oleh tikus
penyebab lainnya adalah karena pemakaian alat elektronik yang
sering bergerak, misalnya kabel setrika atau kabel vacuum cleaner
yang saat pengoperasiannya membutuhkan mobilitas tinggi
sehingga kabel penghubung listriknya robek akibat melilit
sehingga kejadiannya mirip pada kabel yang digigit tikus.
kejadian seperti ini jarang sekali terjadi karena biasanya kabel
serabut yang konslet beberapa lembar saja akan langsung putus
atau sudah teratasi dengan matinya saklar MCB, tapi bila percikan
api tersebut mengenai barang yang mudah terbakar maka
kemungkinan hal seperti itu bisa saja terjadi.
e. Saklar
Saklar yang tidak berfungsi karena dijadikan sarang oleh semut,
bila semut bersarang di sana maka konektor pada sistim mekanis
yang berada di dalam saklar akan berada pada kondisi terhubung
dan tidak terhubung karena badan semut menjadi
konduktor(penghantar listrik), saat saklar dalam kondisi tersebut
maka yang terjadi adalah terbakarnya semut tersebut dan lama
kelamaan terbakar dengan sarang-sarangnya. Bila saklar di rumah
anda tidak berfungsi dengan dengan baik cobalah dekati saklar
18

tersebut bila terdengar bunyi aneh dan tercium bau seperti ada
sesuatu yang terbakar maka ada kemungkinan semut yang
bersarang di dalam salar terbakar sehingga menggangu aktifitas
mekanisme saklar maka cepatlah perbaiki saklar sebelum terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan, bila kondisi tersebut tidak sepat
tertangani dikhawatirkan akan memicu api dan membakar lapisan
terluar kabel.
f. MCB
MCB adalah salah satu alat yang berfungsi mematikan aliran
listrik bila terjadi penggunaan beban listrik yang melebihi
kekuatan MCB atau terjadi hubungan pendek atau konsleting,
tetapi bila MCB sudah rusak maka tidak ada lagi pengaman untuk
memutuskan aliran listrik sehingga saat terjadi hubungan pendek
maka akan muncul percikan api pada tempat tersebut dan
membentuk api pada lapisan pembungkus kabel dan menjalar
sepanjang bentangan kabel dan merambat ke barang-barang yang
mudah terbakar seperti kayu plapon atau kusen kayu. Untuk
mengetahui kondisi MCB apakah masih layak atau dipakai atau
tidak silahkan baca artikel saya yang berjudul "ciri-ciri MCB
yang masih bagus dan yang sudah lamah/rusak".

g. Kompor gas
Hampir semua masyarakat Indonesia sudah menggunakan
kompor gas untuk keperluan masak sejak dikeluarkan kebijakan
oleh pemerintah tentang konversi minyak tanah ke tabung gas 3
kg, tetapi karena penggunaannya termasuk hal baru bagi sebagian
penduduknya maka banyak yang kurang faham tentang tata cara
pemasangan dan penggunaan yang aman untuk pemakain di
rumah, meski sering dilakukan penyuluhan oleh pemerintah tetap
saja banyak terjadi kasus kebakaran yang diakibatkan oleh
kompor gas ini. hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya
19

kebebakaran oleh kompor gas adalah adanya kebocoran gas pada


instalasi tabung ke selang sampai ke kompor seperti penjelasan di
bawah ini:
h. Karet /seal pada mulut tabung gas
Karet /seal pada mulut tabung gas yang longgar sehingga adanya
gas yang keluar dari sela-sela leher tabung dan regulator yang
terpasang pada tabung. Selang yang bocor akibat gigitan tikus
atau retak/belah akibat usia selang yang sudah lama.
Sabuk/gesper pengikat selang longgar.
Komponen penyalur gas pada kompor mengalami penurunan
kualitas sehingga ada pipa yang bocor oleh karat.
Api yang terkendali akan menjadi kawan : selama api dapat
dikendalikan atau dikuasai, besar atau kecil, selama itu pula api
akan menjadi kawan bahkan menguntungkan dan menghasilkan.
Api yang tak terkendali akan menjadi lawan : betapapun kecilnya
api, selama tidak dikendalikan atau dikuasai dan menimbulkan
kerugian, cacat bahkan korban jiwa manusia maka selama itu pula
api dikatakan menjadi lawan dan disebut perisatiwa kebakaran.

4. Klasifikasi Kebakaran
a. Berdasarkan Permenakertrans No. 04/Men/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan APARPasal 2 ayat (1) Kebakaran dapat
digolongkan:
1) Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A);
2) Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar
(Golongan B);
3) Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
4) Kebakaran logam (Golongan D).
b. Klasifikasi Kebakaran Menurut Perda DKI No. 3 Tahun 1992,
Menurut Peraturan Daerah (Perda) Daerah Khusus Ibukota (DKI)
Jakarta No. 3 Tahun 1992 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran
Dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, bahaya kebakaran
dapat diklasifikasikan menjadi:
20

1) Bahaya kebakaran ringan, adalah ancaman bahaya kebakaran


yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah dan
apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah sehingga
penjalaran api lambat.
2) Bahaya kebakaran sedang 1 (satu), adalah ancaman bahaya
kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
sedang; penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi
tidak lebih dari 2,5 (dualima persepuluh) meter dan apabila
terjadi kebakaran melepaskan panas sedang sehingga
penjalaran api sedang.
3) Bahaya kebakaran sedang 2 (dua), adalah ancaman bahaya
kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
sedang; penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi
tidak lebih dari 4 (empat) meter dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang sehingga penjalaran api sedang.
4) Bahaya kebakaran sedang 3 (tiga), adalah ancaman bahaya
kebakaran yang mempunyai anal dan kemudahan terbakar
agak tinggi dan apabila terjadi kebakaran menimbulkan panas
agak tinggi, sehingga penjalaran api agak cepat.
5) Bahaya kebakaran berat/tinggi, adalah ancaman bahaya
kebakaran yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar
tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas tinggi.
c. Klasifikasi Kebakaran Menurut Kepmen Nomor 189 Tahun 1999,
Menurut Keputusan Menteri (Kepmen) Tenaga Kerja Republik
Indonesia No.KEP.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran Di Tempat Kerja, kebakaran dapat diklasifikasi seperti
tabel dibawah ini.

Klasifikasi Jenis Tempat Kerja


21

Bahaya Kebakaran Ringan a. Tempatibadah


b. Gedung/ruang
Tempat kerja yang mempunyai perkantoran
jumlah dan kemudahan terbakar c. Gedung/ruangpendidikan
rendah, dan apabila terjadi d. Gedung/ruangperumahan
kebakaran melepaskan panasrendah e. Gedung/ruangperawatanGedung/rua
sehingga menjalarnya api lambat. ng restoran
f. Gedung/ruang perpustakaan
g. Gedung/ruang perhotelan
h. Gedung/ruang lembaga
i. Gedung/ruang rumah sakit
j. Gedung/ruang museum
k. Gedung/ruang penjara
Bahaya kebakaran Sedang I a. Tempatparkir
b. Pabrikelektronika
Tempat kerja yang mempunyai c. Pabrikroti
jumlah dan kemudahan terbakar d. Pabrik baranggelas
sedang, menimbun bahan dengan e. Pabrikminuman
tinggi tidak lebih dari 2,5 meter dan f. Pabrikpermata
apabila terjadi kebakaran g. Pabrikpengalengan
melepaskan panas sedang. h. Binatu
i. Pabriksusu
Bahaya kebakaran Sedang II j. Penggilinganpadi
k. Pabrik bahanmakanan
Tempat kerja yang mempunyai l. Percetakan dan
jumlah dan kemudahan terbakar penerbitan
sedang, menimbun bahan dengan m. Bengkelmesin
tinggi tidak lebih dari 4 meter dan n. Perakitankayu
apabila terjadi kebakaran o. Gudangperpustakaan
melepaskan panas sedang sehingga p. Pabrik barangkeramik
menjalarnya api sedang. q. Pabriktembakau
r. Pengolahanlogam
s. Penyulingan
t. Pabrik barangkelontong
u. Pabrik barangkulit
v. Pabriktekstil
w. Perakitan kendaraan bermotor
x. Pabrik kimia (kimia dengan
kemudahan terbakarsedang)
y. Pertokoan dengan
pramuniaga kurang dari
50orang.
22

Bahaya Kebakaran Berat Pabrik kimia dengan


kemudahan
Tempat kerja yang mempunyai terbakar tinggi
jumlah dan kemudahan terbakar Pabrik kembangapi
tinggi, menyimpan bahan cair. Pabrik korekapi
Pabrikcat
Pabrik bahanpeledak
Penggergajian kayu dan
penyelesaiannya menggunakan bahan
mudah terbakar
Studio film dan televisi
Pabrik Karet Buatan
Penylingan minyak bumi
Pabrik karet busa dan plastik busa

Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian


kebakaran berdasarkan jenis bahan bakarnya. Dengan adanya klasifikasi
tersebut akan lebih mudah, lebih cepat dan lebih tepat pemilihan media
pemadaman yang dipergunakan untuk memadamkan kebakaran. Di
Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.04/Men/1980 yang menurut jenisnya
adalah :
a. Kelas A
Adalah kebakaran yang menyangkut benda-benda padat kecuali logam.
Contoh : Kebakaran kayu, kertas, kain, plastik, dsb. Alat/media pemadam
yang tepat untuk memadamkan kebakaran klas ini adalah dengan : pasir,
tanah/lumpur, tepung pemadam, foam (busa) dan air, dapat juga
dipadamkan dengan Metode Urai dengan cara memisahkan bahan-bahan
yang belum terbakar dan Metode memutus rantai reaksi k. Bahan padat
selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan sendirinya,
kebakaran kelas ini adalah akibat panas yang datang dari luar, molekul-
molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas inilah yang
terbakar. Hasil kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya
mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan gas yang
akan terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda padat ini adalah bahan
23

bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak


sekali dalam bentuk bara. Media pemadam yang cocok adalah dengan
dry chemical sedangkan media pemadaman yang efektif adalah air.
b. Kelas B
Kebakaran bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar.
Contoh : Kerosine, solar, premium (bensin), LPG/LNG, minyak goreng.
Alat pemadam yang dapat dipergunakan pada kebakaran tersebut adalah
Tepung pemadam (dry powder), busa (foam), air dalam bentuk
spray/kabut yang halus. Proses pemadaman juga dapat menggunakan
Metode SMOTERING (Penyelimutan) dengan menggunakan media
berupa FOAM/Busa dan benda-benda lain yang dapat mencegah oksigen
masuk kearea pembakaran sehingga kebutuhan oksigen untuk proses
pembakaran tidak tercukupi bahkan habis dan api akan Padam. Kelas ini
juga dapat dipadamkan dengan Metode Urai dimana kita memutus
sumber suplai gas yang terbakar dengan cara menutup Valve atau katup
Penyalur Gas sehingga bahan yang terbakar akan segera habis dan api
pun akan padam. Seperti bahan cairan dan gas tidak dapat terbakar
dengan sendirinya. Diatas cairan pada umumnya terdapat gas, dan gas ini
yang dapat terbakar. Pada bahan bakar cair ini suatu bunga api sanggup
mencetuskan api yang akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini
adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat lain. Contohnya :
solar, minyak tanah, dan bensin. Media pemadaman untuk bahan jenis
cair adalah sejenis busa (foam), sedangkan jenis gas adalah bahan jenis
tepung kimia kering (dry chemical), gas halon, dan gas CO2.
c. Kelas C
Kebakaran instalasi listrik bertegangan. Seperti : Breaker listrik dan alat
rumah tangga lainnya yang menggunakan listrik. Alat Pemadam yang
dipergunakan adalah : Carbondioxyda (CO2), tepung kering (dry
chemical). Dalam pemadaman ini dilarang menggunakan media air.
Proses pemadamannya menggunakan Metode Starvation (Urai) dimana
kita melakukan penguraian pada ARUS LISTRIK dengan cara memutus
arus lisrik tersebut dari area kebakaran sehingga area kebakaran benar-
24

benar steril dari arus listrik, dan dilanjutkan dengan metode Cooling
(Pendinginan) yang berfungsi untuk menurunkan suhu sehingga bahan-
bahan padat yang terbakar akibat arus listrik tadi padam. Kebakaran pada
kawat listrik yang bertegangan, yang sebenarnya kelas C ini tidak lain
dari kebakaran kelas A dan B atau kombinasi dimana ada aliran listrik,
kalau aliran diputuskan maka akan berubah apakah kebakaran kelas A
atau B. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih jenis media pemadam
yaitu yang tidak menghantarkan listrik untuk melindungi orang yang
memadamkan kebakaran dari aliran listrik.Media pemadamnya adalah
bahan jenis kering (dry chemical), gas halon gas CO2, dry powder.
d. Kelas D
Kebakaran pada benda-benda logam padat seperti : magnesum,
alumunium, natrium, kalium, dsb. Alat pemadam yang dipergunakan
adalah : pasir halus dan kering, dry powder khusus.Proses
pemadamannya dengan menggunakan Metode Smotering dan Coolin
dimana menggunakan media tepung khusus yang di sebut tepung DCP
(Dry Chemical Pwder) REGULAR. Namun kebakaran kelas ini jarang
terjadi di lahan, hutan, dan pemukiman penduduk. Kebakaran logam
seperti magnesium, titanium, uranium, sodium, latium, dan potassium.
Proses dari kebakaran kelas ini harus melaui tahapan yaitu pemanasan
awal yang tinggi dan menimbulkan temperatur yang sangat tinggi pula.
Pada kebakaran logam ini perlu dengan alat/media khusus untuk
memadamkannya atau dengan jenis dry chemical multi purpose.
Klasifikasi Potensi Bahaya Kebakaran
Klasifikasi tingkat potensi bahaya kebakaran menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja R.I No.Kep.186/Men/1999 Tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran Ditempat Kerja terdiri dari:

1). klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran ringan;

2). klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang I

3). klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II

4). klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang III dan;


25

5). klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran berat.

Klasifikasi Bahaya Kebakaran


Potensi
Penjelasan
Bahaya
Bahaya Mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah, melepaskan
Kebakaran panas rendah, penjalaran api lambat. Contoh : tempat ibadah,
Ringan perkantoran, pendidikan, ruang makan, ruang rawat inap,
penginapan, hotel, museum, penjara, perumahan
Bahaya Mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang,
Kebakaran penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
Sedang lebih dari 2,5 meter, melepaskan panas sedang, sehingga
penjalaran api sedang. Contoh : penampungan susu, restoran,
pabrik kaca, pabrik asbestos, pabrik balok beton, pabrik es,
restoran, pabrik pengalengan ikan, daging, tempat pembuatan
perhiasan
Bahaya Mempunyai jumlah dan kemudahakan terbakar sedang,
Kebakaran penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
Sedang II lebih dari 4 (empat) meter, melepaskan panas sedang, sehingga
penjalaran api sedang. Contoh : pabrik roti, pabrik minuman,
pabrik pengolahan kulit, pabrik baterai, pabrik bir, pabrik
bohlam, tempat parker, pabrik mobil dan motor, pelabuhan,
kantor pos.
26

Bahaya Mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar agak tinggi,


Kebakaran menimbulkan panas agak tinggi serta penjalaran api agak cepat.
Sedang III Contoh : pabrik yang membuat barang dari karet dan plastic,
pabrik karung, pabrik pesawat terbang, pabrik peleburan metal,
pabrik gula, pabrik lilin, pabrik pakaian, pabrik kertas, pabrik
sepatu, pabrik karpet.
Bahaya Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan
Kebakaran kemudahan terbakar tinggi, menimbulkan panas tinggi serta
Berat I penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran. Contoh :
bangunan bawah tanah, subway, hangar pesawat terbang, pabrik
korek api gas, pabrik pengelasan, pabrik foam plastic dan karet,
kilang minyak, pabrik pengecoranlogam, pabrik yang
menggunakan bahan baku yang mempynyai titik nyala 37,9oC
(100oF).
Bahaya Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan
Kebakaran kemudahakan terbakar sangat tinggi, menimbulkan panas sangat
Berat II tinggi serta penjalaran api sangat cepat apabila terjadi kebakaran.
Contoh : pabrik selulosa nitrat, pabrik yang menggunakan dan
menyimpan bahan berbahaya.

Daftar Jenis Tempat Kerja Berdasarkan Klasifikasi Potensi Bahaya

Bahaya Kebakaran Ringan Tempat ibadah


Tempat kerja yang mempunyai jumlah Gedung/ruang Perkantoran
dan Gedung/ruang Pendidikan
kemudahan terbakar rendah, dan Gedung/ruang Perumahan
apabila Gedung/ruang Perawatan
terjadi kebakaran melepaskan panas Gedung/ruang Restoran
rendah Gedung/ruang Perpustakaan
sehingga menjalarnya api lambat Gedung/ruang Perhotelan
Gedung/ruang Lembaga
Gedung/ruang Rumah sakit
Gedung/ruang Museum
Gedung/ruang Penjara
Bahaya Kebakaran Sedang I Tempat Parkir
Tempat kerja yang mempunyai jumlah Pabrik Elektronika
dan Pabrik roti
27

kemudahan terbakar sedang, menimbun Pabrik barang gelas


bahan dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 Pabrik minuman
meter dan apabila terjadi kebakaran Pabrik permata
melepaskan panas sedang Pabrik Pengalengan
Binatu
Pabrik susu
Bahaya Kebakaran Sedang II Penggilingan padi
Tempat kerja yang mempunyai jumlah Pabrik bahan makanan
dan Percetaqkan dan penerbitan
kemudahan terbakara sedang, Bengkel mesin
menimbun Gudang pendinginan
bahan dengan tinggi lebih dari 4 meter Perakitan kayu
dan Gudang perpustakaan
apbila terjadi kebakaran melepaskan Pabrik barang keramik
panas Pabrik tembakau Pengolahan logam
sedang sehingga menjalarnya api Penyulingan
sedang Pabrik barang kelontong
Pabrik barang kulit
Pabrik tekstil
Perakitan kendaraan bermotor
Pabrik kimia (kimia dengan
kemudahan terbakar sedang)
Pertokoan dengan pramuniaga
kurang dari 50 orang
Bahaya kebakaran Sedang III Ruang pameran
Tempat kerja yang mempuyai jumlah Pabrik permadani
dan Pabrik makanan
kemudahan terbakar tinggi, dan apabia Pabriksikat
terjadi kebakaran melepaskan anas Pabrik Ban
tinggi, Pabrik Karung
sehingga menjalarnya api cepat Bengkel mobil
Pabrik sabun
Pabrik tembakau
Pabrik lilin
Studio dan pemancar
Pabrik barang plastik
Pergudangan
Pabrik pesawat terbang
Pertokoan dengan pramuniaga lebih
dari 30 orang Penggergajian dan
pengolahan kayu
Pabrik makanan kering dari bahan
tepung
Pabrik minyak nabati
Pabrik tepung terigu
Pabrik pakaian
28

Bahaya kebakaran Berat Pabrik kimia dengan kemudahan


Tempat kerja yang mempunyai jumlah terbakar tinggi
dan Pabrik kembang api
kemudahan terbakar tinggi, menyimpan Pabrik korek api
bahan cair pabrik cat
Pabrik bahan peledak
Penggergajian kayu dan
penyelesaannya menggunakan
bahan mudah terbakar
studo film dan televisi
Pabrik karet buatan Hanggar pesawat
terbang
Penyulingan minyak bumi
Pabrik karet busa dan plastik busa

Menurut Ramli (2010), terdapat empat lingkup kebakaran, antara lain:


a. Mengelola api
Hal ini berkaitan dengan bahan bakar, sumber api, dan proses
penyalaan yang dikenal dengan segitiga api.
b. Aspek manusia
Hal ini berkaitan dengan progam pelatihan dan pembinaan,
penyelamatan dalam kebakaran, serta kompetensi dan keahlian dalam
bidang kebakaran. Aspek ini juga menyangkut tentang profesi dan
kompetensi dalam kebakaran misalnya pemadam kebakaran, inspektor
kebakaran, manajer kebakaran, ahli teknik kebakaran, dsb.
c. Aspek property
Hal ini berkaitan dengan desain fasilitas dan sarana, rancang bangun,
risk assessment, asuransi dan sistem proteksi.
d. Aspek pemadaman kebakaran
Hal ini berkaitan dengan ilmu dan teknologi mengenai sistem proteksi
kebakaran untuk berbagai keperluan misalnya sistem proteksi
kebakaran untuk industri perminayakan, bangunan bertingkat, dan
industri. Selain itu, aspek ini juga membahas tentang alat pemadaman
kebakaran, penyedia jasa rancangan teknis, inspeksi, dan audit
kebakaran.

5. Dasar Hukum
Untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan akibat kebakaran Pemerintah
telah mengeluarkan aturan sebagai berikut :
29

a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa Dengan peraturan perundangan
ditetapkan persyaratan keselamatan kerja untuk mencegah dan
mengurangi bahaya peledakan serta memberi kesempatan atau jalan
menyelamat diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang
membahayakan.
Ketentuan pokok yang berkaitan dengan dengan K3 penanggulangan
kebakaran adalah Undang-undang No.1 Tahun 1970. Beberapa hal yang
mendasar adalah sebagai berikut;
1) Tujuan K3 pada umumnya termasuk masalah penanggulangan
kebakaran
2) Syarat-syarat K3 penanggulangan kebakaran sesuai ketentuan pasal
3 ayat (1) huruf b,d,q dalam Undang-Undang No.1 tahun 1970
3) Pasal 9 ayat (3), mengatur kewajiban pengurus menyelenggarakan
latihan penanggulangan kebakaran.

b. Permenakertrans RI No. Per 04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat


Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringn (APAR)
c. Permenaker RI No. Per 02/ MEN/ 1983 tentang Instalasi Kebakaran
Automatik
Dijelaskan dalam Pasal 77-80 secara garis besar dijelaskan sebagai
berikut :
1) Detektor nyala api harus mempunyai sifat yang stabil dan
kepekaannya tidak terpengaruh oleh adanya perubahan tegangan
dalam batas kurang atau lebih 10% dari tegangan nominalnya.
2) Setiap kelompok alarm harus dibatasi hanya sampai 20 buah
detektor.
3) Detektor nyala api yang dipasang diluar ruangan harus terbuat dari
bahan yang tahan cuaca atau tidak mudah berkarat dan
pemasangannya harus kuat atau tidak mudah bergerak karena tiupan
angin, getaran atau sejenisnya.
4) Pemasangan detektor nyala api dalam gardu listrik atau daerah
lainnya yang sering mendapat sambaran petir, harus dilindungi
sedemkian rupa sehingga tidak menimbulkan alarm palsu.
30

d. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 11/M/B/1997 tentang


Pengawasan Khusus Penanggulangan Kebakaran
e. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep-186/Men/1999 Tentang
Unit Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja Menyebutkan dalam
pasal ayat 1 Pengurus atau perusahaan wajib mencegah, mengurangi,
dan memadamkan kebakaran, menyelenggarakan latihan
penanggulangan ditempat kerja.
Pasal 2
(1) Pengurus atau pengusaha wajib mencegah, mengurangi dan
memadamkan kebakaran, latihan penanggulangan kebakaran di
tempat kerja.
(2) Kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
ditempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Pengendalian setiap bentuk energi;

b. Penyediaan sarana deteksi, alarm pemadam kebakaran dan


sarana evakuasi;

c. Pengendalian penyebaran asap, panas dan gas;

d. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran di tempat kerja;

e. Penyelenggaraan latihan dan gladi penanggulangan kebakaran


secara berkala;

f. Memiliki buku rencana penanggulangan keadaaan darurat


kebakaran, bagi tempat kerja yang mempekerjakan lebih dari 50
(lima puluh) orang tenaga kerja dan atau tempat kerja yang
berpotensi bahaya kebakaran sedang dan berat.
(3) Pengendalian setiap bentuk energi, penyediaan sarana deteksi,
alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi pengendalian
penyebaran asap, panas dan gas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, huruf b dan huruf c dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
31

(4) Buku rencana penanggulangan keadaan darurat kebakaran


sebagaimana dimaksud pada ayat (2), huruf f, memuat antara lain;
a. Informasi tentang sumber potensi bahaya kebakaran dan cara
pencegahannya;

1) Jenis, cara pemeliharaan dan penggunaan sarana proteksi


kebakaran di tempat kerja;

2) Prosedur pelaksanaan pekerjaan berkaitan dengan


pencegahan bahaya kebakaran;

3) Prosedur dalam menghadapi keadaan darurat bahaya


kebakaran.
f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No :
Per.04/Men/1980 Tentang Syarat-Syarat Pemasangan Dan Pemeliharan
Alat Pemadam Api Ringan.
Pasal 4
(1) Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus
ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah
dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda
pemasangan.
(2) Pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (1) harus sesuai dengan
lampiran I.
(3) Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut ayat (1) adalah 125
cm dari dasa lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam
api ringan bersangkutan.
(4) Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai
dengan jenis dan penggolongan kebakaran seperti tersebut dalam
lampiran 2.
(5) Penempatan tersebut ayat (1) antara alat pemadam api yang satu
dengan lainnya ataukelompok satu dengan lainnya tidak boleh
melebihi 15 meter, kecuali ditetapkan lainoleh pegawai pengawas
atau ahli keselamatan Kerja.
(6) Semua tabung alat pemadam api ringan sebaiknya berwarna merah.
32

g. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.


Per.02/Men/1983 Tentang Instalasi Alarm Kebakaran Automatik
Pasal 3
(1) Detektor harus dipasang pada bagian bangunan kecuali apabila
bagian bangunan tersebut telah dilindungi dengan sistem pemadam
kebakaran automatik.
(2) Apabila detektor-detektor dipasang dalam suatu ruangan aman
yang tahan api (strong room), maka detektor-detektor tersebut
harus memiliki kelompok alarm yang terpisah atau harus terpasang
dengan alat yang dapat mengindikasi sendiri yang dipasang diluar
ruangan tersebut.
(3) Setiap ruangan harus dilindungi secara tersendiri dan apabila suatu
ruangan terbagi oleh dinding pemisah atau rak yang mempunyai
celah 30 (tiga puluh) cm kurang dari langit-langit atau dari balok
melintang harus dilindungi secara sendiri sendiri.
(4) Barang-barang dilarang untuk disusun menumpuk seolah-olah
membagi ruangan, kecuali untuk ruang demikian telah diberikan
perlindungan secara terpisah.
g. Undang-undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
Pasal 2
(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam
segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air,
di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah
kekuasaan hukum Republik Indonesia.
(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat
kerja di mana :
a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;
b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut
atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah
terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu
tinggi;
33

h. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1979


Tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian Dan Pengolahan Minyak
Dan Gas Bumi
Pasal 23
(1)Tempat penimbunan minyak dan gas bumi beserta hasil pemurnian
dan pengolahannya, termasuk gas bumi yang dicairkan, bahan cair
dan gas lainnya yang mudah terbakar dan atau mudah meledak dan
zat yang berbahaya lainnya, harus memenuhi syarat-syarat
sebagaimana tercantum dalam standar yang diakui oleh Menteri,
kecuali apabila ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini atau
oleh Kepala Inspeksi.
(2)Tempat penimbunan termaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan alat-alat pengaman dan dibuat atau dibangun sedemikian
rupa sehingga tidak akan menimbulkan bahaya kebakaran atau
ledakan serta apabila terjadi kebakaran atau ledakan harus dapat
dibatasi atau dilokalisir setempat.
i. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.
Per.01/Men/1980 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pada
Konstruksi Bangunan
a. Pasal 64
(1) Pada Konstruksi bangunan di bawah tanah harus disediakan sarana
penanggulang-an bahaya kebakaran.
(2) Untuk keperluan ketentuan ayat (1) di atas, harus disediakan alat
pemberantas kebakaran
j. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung
Pasal 17
(1)Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) meliputi persyaratan kemampuan bangunan
gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan
bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran dan bahaya petir.
(2) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban
muatannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
34

kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam


mendukung beban muatan.
k. Depnaker
1) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
pasal 3
2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 4 tahun
1980 tentagn Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan
APAR
3) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 2 tahun 1983 tentang
Instalasi Alarm Kebakaran Automatik
4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 186 tahun 1999 tetang
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
5) Kepmen PU No. 20/PRT/M/2009 tentang pedoman teknis
manajemen proteksi kebakaran di perkotaan
l. Departemen pekerjaan umum
1) Kepmen PU No. 10 tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis
Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan dan
Lingkungan
2) Kepmen PU No. 11 tahun 2000 Ketentuan Teknis Manajemen
Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.
3) Keputusan Dirjen Perumahan dan Pemukiman No. 58 tahun
2002 tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat
Kebakaran pada Bangunan Gedung
m. Standar Nasional Indonesia (SNI)
1) SNI 03-1735-1989 (2000) tentang Tata Cara Perencanaan Akses
Bangunan dan Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung
2) SNI 03-1736-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur
Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Rumah dan Gedung
3) SNI 03-398501995 tentang Tata Cara Perencanaan Pemasangan
Sistem-Deteksi Alarm untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung
4) SNI 03-1745-1989 tentang Tata Cara Pemasangan Sistem
Hidran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Rumah dan Gedung
35

5) SNI 03-3989-1995 tentang Instalasi Sprinkler untuk Pencegahan


Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung
6) SNI 03-6570-2001 tentang Instalasi Pompa yang Dipasang
Tetap untuk Proteksi Kebakaran
7) SNI 03-6571-2001 tentang Sistem Pengendalian Asap
Kebakaran pada Bangunan Gedung
8) SNI 03-7565-2002 tentang Spesifikasi Bahan Bangunan untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan
Gedung
9) SNI 03-1746-1989 tentang Metode Pemasangan Pemadam Api
Ringan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Rumah dan Gedung

6. Konsep Pemadaman
a. Konsep Pemadaman
Prinsip dari pemadaman kebakaran adalah memutus mata rantai segi
tiga api. Memadamkan kebakaran adalah upaya untuk mengendalikan
atau mematikan api dengan cara merusak keseimbangan panas.
Memadamkan kebakaran atau mematikan api dapat dilakukan dengan
beberapa teknik atau pendekatan yaitu :
1) Pemadaman Dengan Pendinginan
Teknik pendinginan adalah teknik memadamkan kebakaran dengan
cara mendinginkan atau menurunkan temperatur uap atau gas yang
terbakar sampai kebawah temperature nyalanya.
2) Pembatasan Oksigen
Teknik smothering , dengan salah satu contoh memadamkan minyak
yang terbakar di penggorengan / kuali dengan jalan menutup kuali
tersebut dengan bahan pemisah. Pembatasan ini biasanya merupakan
salah satu cara paling mudah untuk memadamkan api.
3) Penghilangan Bahan Bakar
Api secara alamiah akan mati dengan sendirinya jika bahan yang
dapat terbakar sudah habis. Dengan dasar ini , dapat digunakan
teknik starvation. Misalnya dengan menyemprotkan bahan yang
terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk
kelangsungan pembakaran terhenti atau berkurang sehingga api akan
mati.
36

4) Memutus Reaksi Berantai


Cara yang terakhir untuk memadamkan api adalah dengan mencegah
terjadinya reaksi rantai di dalam proses pembakaran. Pada beberapa
zat kimia mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi rantai
oleh atom-atom yang dibutuhkan oleh nyala untuk tetap terbakar.
b. Media Pemadaman
Semua bahan atau material yang dapat digunakan memadamkan api
dapat disebut media pemadam. Namun media ini ada yang sesuai atau
tepat digunakan untuk memadamkan api dan ada pula yang tidak boleh
dipergunakan. Untuk itu diperlukan mengklasifikasikan jenis kebakaran
yang sesuai dengan media pemadamannya.
Dari berbagai jenis bahan atau media pemadaman tersebut , yang paling
banyak digunakan adalah media berikut ini :
1) Air
Secara teknis, air merupakan bahan pemadam yang paling banyak
digunakan karena mempunyai sifat-sifat pemadam dan memiliki
keunggulan dibanding dengan bahan pemadam api lainnya. Air
merupakan sarana vital dalam system proteksi kebakaran.Pada suhu
biasa air lebih berat dari udara dan lebih stabil. Kelebihan air antara
lain :
a) Mudah didapat dalam jumlah banyak.
b) Murah dibanding bahan lainnya.
c) Mudah disimpan, diangkut,dan dialirkan ke tempat kebakaran.
d) Dapat dipancarka dalam berbagai bentuk dengan menggunakan
peralatan pemadam.
e) Mempunyai daya menyerap panas yang besar.
f) Mempunyai daya mengembang mejadi uap yang tinggi.
Sedangkan kelemahan dari air itu sendiri antara lain :
a) Menghantarkan listrik sehingga tidak cocok untuk digunakan
memadamkan kebakaran listrik atau yang mengandung energy
listrik.
b) Berbahaya bagi bahan bahan kimia yang larut dalam air.
c) Kemungkinan menimbulkan efek slop over ataupun boil
over bila digunakan untuk memadamkan kebakaran minyak
mentah dengan cara yang salah.
Untuk cara kerja air dalam pemadaman dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Pendinginan
37

b) Penyelimutan
c. Busa (foam)
Busa secara fisik mirip dengan buih sabun yang berisi gelembung udara
yang ringa sehingga mudah mengapung diatas permukaan cairan. Maka
busa sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B,
terutam apabiala permukaan yang terbakar luas. Jika dilihat dari
jenisnya busa dapat diklasifikasikan sebagai beikut :
1) Busa regular yaitu busa yang hanya mampu memadamkan bahan-
bahan cair yang tidak tergolong solvent (zat pelarut). Busa jenis ini
relative tidak stabil sehingga tidak dapat digunakan untuk bahan
yang mengandung senyawa alcohol.
2) Busa serbaguna yaitu busa yang dapat memadamkan kebakaran
zat-zat pelarut seperti alcohol , ether, dan keton.
Sedangkan jenis busa menurut pembentukannya dibagi menjadi 2 anatara
lain :
1) Busa Kimia
Yaitu busa yang terbentuk melalui proses kimiawi anatara bahan
pembentuk busa. Dilihat dari prosesnya busa jenis ini dapat dibagi
atas dua golongan yaitu :
a) Tepung tunggal
b) Tepung ganda
Jenis busa pemadam lainnya adalah asam soda yang dihasilkan dari
proses reaksi kimia antara dua bahan pembentuk busa.
2) Busa Mekanik
Busa jenis kedua disebut busa mekanis, yaitu busa yang dibentuk
melalui proses mekanis yang terdiri atas komponen pembentuk
busa yaitu :
1) Cairan busa
2) Air bertekanan.
Alat pembentuk busa yang banyak digunakan antara lain :
1) Foam monitor, alat untuk menyemprotkan busa
2) Foam Proportioner, yaitu alat untuk mengatur konsentrasi
larutan busa dengan air.
3) Foam Generator, alat unuk membentuk busa dengan
permuaian tinggi.
38

Ada beberapa jenis bahan busa yang banyak digunakan di lingkungan


pemadam kebakaran yang dibedakan menurut komposisis bahan baku,
karakteristik fisik dan penggunaanya yaitu :
1) Aqucou Film Forming Foaming Agent (AFFF)
2) Fluoroprotein Foaming Agent (FP)
3) Protein Foaming Agent
4) Busa pengembang tinggi

Efek positif dan keuntungan dengan pemadaman busa antara lain :


1) Dengan volume yang besar , bisa mengisi ruangan sehingga oksigen
dapat diusir dari ruangan sehingga api akan mati.
2) Bersifat mendinginkan ketika disemprotkan keapi
3) Pengembangan tinggi sehingga kebutuhan cairan busa lebih sedikit
untuk volume ruangan yang sama.
d. Media Pemadaman Padat
1) Pasir dan tanah
Pasir atau tanah dapat berfungsi untuk menutupi permukaan bahan
yang terbakar sehingga dapat memisahkan udara dari bahan
bakar.Bahan ini mudah di dapat dan murah sehingga banyak
digunakan di lingkugan industry kecil.

2) Tepung kimia kering


Media pemadam ini berupa campuran berbentuk bubuk yang terdiri
dari berbagai unsur atau senyawa kimia berbentuk padat atau butiran
halus seperti tepung .bubuk ini banyak digunakan baik untuk alat
pemadam jenis APAR, peralatan bergerak.
e. Konsep Sistem Proteksi Kebakaran
1) Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
Sarana proteksi kebakaran aktif berupa alat ataupun instalasi yang
disiapkan untuk mendeteksi dan atau memadamkan kebakaran. Di antara
sarana proteksi kebakaran aktif antara lain :
1) Detektor Asap, Api maupun Panas.

2) Alarm kebakaran otomatis maupun manual.

3) Tabung Pemadam / APAR (Alat Pemadam Api Ringan).


39

4) Sistem Hidran.

5) Sistem Springkler.
2) Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
Sarana proteksi kebakaran pasif berupa alat, sarana atau metode/cara
mengendalikan asap, panas maupun gas berbahaya apabila terjadi
kebakaran. Di antara sarana proteksi kebakaran pasif antara lain :
1) Sistem Kompartementasi (Pemisahan Bangunan Resiko Kebakaran
Tinggi).

2) Sarana Evakuasi dan Alat Bantu Evakuasi.

3) Sarana dan Sistem Pengendali Asap dan Api (Fire Damper, Smoke
Damper, Fire Stopping, dsj).

4) Fire Retardant (Sarana Pelambat Api).

f. Sistem Deteksi dan Alarm


1) Sistem Detektor
Sistem deteksi dan alarm kebakaran sangat penting untuk bangunan
gedung, karena berfungsi sebagai pemberi peringatan pada penghuni
bangunan agar segera menyelamatkan diri. (Taufan, 2011).
Menurut Sunarno (2006:86), sistem pendeteksi kebakaran adalah suatu
sistem keteknikan yang terdiri dari beberapa alat yang secara otomatis
mendeteksi panas, asap, atau hasil pembakaran lain dan akan menyalakan
alarm. Dalam Bab 5 butir 5.7.1.1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 26/PRT/M/2008, menjelaskan bahwa sistem alarm kebakaran
atau detektor kebakaran otomatik disyaratkan oleh bagian lain dari
persyaratan teknis ini, maka harus disediakan dan dipasang sesuai dengan
SNI 03-3985-2000.
Berdasarkan SNI 03-3985-2000 butir 4.2, klasifikasi detektor kebakaran
menyebutkan bahwa untuk kepentingan standar ini, detektor kebakaran
otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti:
1) Detektor panas,
40

2) Detektor asap,

3) Detektor nyala api,

4) Detektor gas kebakaran, dan

5) Detektor kebakaran lainnya.


Untuk pemasangannya harus sesuai dengan standar dalam hal perletakan
dan jarak antara detektor kebakaran seperti yang sudah dijelaskan pada
SNI 03-3985-2000.
Menurut Juwana (2005:153-154) pemasangan detektor panas harus
memenuhi persyaratan antara lain:
1) Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan
langit-langit,

2) Untuk setiap luas lantai 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3 meter,

3) Jarak antara detektor tidak lebih dari 7 meter untuk ruang aktif dan
tidak lebih dari 10 meter untuk ruang sirkulasi, dan

4) Jarak detektor dengan dinding 30 cm.


Dalam perencanaan detektor yang akan dipasang ada beberapa
hal yang dijadikan sebagai kriteria dan acuan selain berdasarkan aturan
juga berdasarkan kondisi bangunan.
2) Sistem Alarm
Dalam perencanaan sistem alarm ini berhubungan langsung dengan
sistem deteksi dan Indoor Hydrant Box (IHB). Penggunaan sistem alarm
sangat membantu karena sebagai pemberi peringatan dini terhadap
bahaya kebakaran. Selain itu penggunaan panel kontrol deteksi dan alarm
sangatlah penting untuk mendukung sistem deteksi dan alarm bekerja
dengan baik. Berdasarkan SNI 03-3985-2000, bahwa:
1) Panel kontrol deteksi dan alarm kebakaran dapat terdiri dari suatu
panel kontrol atau suatu panel kontrol dengan satu atau beberapa panel
bantu,
41

2) Panel kontrol harus bisa menunjukkan asal lokasi kebakaran,

3) Panel kontrol harus mampu membantu kerja detektor dan alarm


kebakaran serta komponennya secara keseluruhan, dan

4) Panel kontrol harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan, sehingga


operator dapat mengetahui kondisi instalasi pada saat normal maupun
pada saat terdapat gangguan.
Untuk sistem deteksi dan alarm terdapat tiga sistem yaitu non
addressable system, semi addreseble system, dan full addreseble system:
1) Non addressable system:
Sistem ini disebut juga dengan conventional sistem.Pada sistem ini
MCFA menerima sinyal masukan langsung dari semua detektor
(biasanya jumlahnya sangat terbatas) tanpa pengalamatan dan
langsung memerintahkan komponen keluaran untuk merespon
masukan tersebut.Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan/area
supervisi berskala kecil, seperti perumahan, pertokoan atau pada
ruangan-ruangan tertentu pada suatu bangunan yang diamankan.
2) Semi addressable system:
Pada sistem ini dilakukan pengelompokan/zoning pada detektor & alat
penerima masukan berdasarkan area pengawasan (supervisory
area).Masing-masing zona ini dikendalikan (baik input maupun
output) oleh zone controller yang mempunyai alamat/address yg
spesifik. Pada saat detektor atau alat penerima masukan lainnya
memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya (I/O) berdasarkan
zone controller yg mengumpankannya. Dalam konstruksinya tiap zona
dapat terdiri dari:
a) satu lantai dalam sebuah bangunan/gedung

b) beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah


bangunan/gedung

c) beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik tai di sebuah


bangunan/gedung
42

Pada display MCFA akan terbaca alamat zona yang terjadi


gejala kebakaran, sehingga dengan demikian tindakan yang harus
diambil dapat dilokalisir hanya pada zona tersebut.
3) Full addressable system:
Merupakan pengembangan dari sistem semi addressable.
Pada sistem ini semua detector dan alat pemberi masukan mempunyai
alamat yang spesifik, sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat
dilakukan langsung pada titik yang diperkirakan mengalami
kebakaran.
g. Sistem Pemadam Terpasang Tetap
Kebakaran dapat terjadi tanpa diduga waktu dan kejadiannya,
misalnya tengah malam saat tidak ada orang yang jaga di lokasi
kejadian.Untuk itu dirancang sistem proteksi kebakaran yang digerakkan
secara otomatis tanpa perlu tenaga manusia atau disebut sistem proteksi
tetap (fixed fire protection). Jenis ini juga beragam menurut jenis media
yang digunakan antara lain: CO2, Tepung Kering, busa atau gas inert.
h. Alat Pemadam Api Ringan dan Alat Pemadam Bergerak

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah alat pemadam yang bisa
diangkut, diangkat dan dioperasikan oleh satu orang. Apar merupakan alat
pemadam api yang pemakaiannya dilakukan secara manual dan langsung
diarahkan pada posisi dimana api berada.
1) Sejarah APAR
a) Tahun 1723, APAR pertama kali dikenal di Inggris dan diciptakan
oleh seorang ahli kimia bernama Ambrose Godfrey.
b) Tahun 1729, APAR mulai digunakan pada peristiwa kebakaran di
London, Inggris.
c) Tahun 1818, APAR modern telah ditemukan oleh Kapten Inggris
bernama George William Manby dan terus berkembang sampai
dengan sekarang.
2) Batas kemampuan pemadaman
Kemampuan alat pemadam untuk memadamkan api disebut fire rating.
Penentuan fire rating didasarkan pada pengujian dan pengetesan di
laboratorium atau lapangan yang disesuaikan dengan kelas kebakaran
yaitu :
43

a) Kebakaran kelas A, pengujian dilakukan dengan membakar tumpukan


kayu (material kelas A) dengan volume tertentu yang dibakar selama
10 menit.
b) Kebakaran kelas B, bahan bakar jenis premium (fuel gas) dibakar
dalam bak dengan luas tertentu selama 3 menit.
c) Kebakaran kelas C, menggunakan instalasi listrik bertegangan 10.000
Volt.
d) Kebakaran kelas D, tidak dilakukan pengujian tertentu.
3) Penempatan APAR
Penempatan APAR dapat ditentukan dengan mengacu pada
Kepmenaker No.04 tahun 1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan
pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan atau standart NFPA 10 tentang
Alat Pemadam Api Ringan.Salah satu pertimbangan untuk menentukan
jumlah APAR yang dibutuhkan adalah menurut tingkat resiko kebakaran
yaitu :
a) Tingkat bahaya rendah (low hazards) seperti kantor, ruang kelas,
ruang pertemuan dan ruang tamu hotel.
b) Tingkat bahaya sedang (ordinary hazard) sperti tempat penyimpanan
barang dagangan (gudang).
c) Tingkat bahaya tinggi (high hazard) seperti bengkel, dapur, gudang
penimbunan, pabrik dll.
Disamping itu pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam
penempatan APAR antara lain :
(1)Faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kualitas APAR,
antara lain suhu ruangan. Suhu ruangan yang tinggi maupun lembab
dengan huminiti yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas APAR.
Temperatur ruangan harus dijaga agar tidak lebih dari 500C.
(2)Mudah dilihatdan diakses, APAR jangan terhalang oleh benda atau
pintu sehingga sulit diambil jika diperlukan.
(3)APAR harus terlindungi dari benturan, hujan, sinar matahari langsung,
debu dan getaran.
(4)Hindarkan berdekatan dengan kimia yang korosif.
4) Anatomi Alat Pemadam
Suatu APAR terdiri dari beberapa komponen utama sebagai berikut :
a) Bagian badan, yang terbuat dari berbagai jenis bahan sesuai dengan
pabrik pembuatnya, antara lain metal, komposit.
44

b) Pin pengaman, yang berfungsi untuk menahan katup agar tidak


terbuka tanpa sengaja.
c) Pegangan, sebagai pegangan untuk mengangkat dan melakukan
pemadaman api.
d) Petunjuk tekanan, untuk mengetahui tekanan di dalam tabung (khusus
untuk jenis tabung bertekanan).
e) Label, yang biasanya memuat keterangan mengenai isi APAR, rating
dan kelas kebakaran.
f) Slang (hose), berfungsi untuk menyalurkan bahan pemdam yang ada
di dalam tabung.
g) Nozzle, yaitu ujung penyemprot bahan pemadam.
5) Jenis APAR
a) Jenis APAR menurut Media Pemadam.
Dilihat dari medi pemadamnya, APAR dibagi atas jeis sebagai berikut.

a) Air
b) Busa
c) Tepung kering
d) CO2
e) Halogen

6) Jenis APAR menurut Penggerak


Dilihat dari sistem penggeraknya, APAR dibagi menjadi :
a) APAR bertekanan (pressurized), yaitu jenis APARyang di dalamnya
sudah diberi tekanan dengan menggunakan gas yang berfungsi untuk
menekan media pemadam agar keluar dari tabung.
b) APAR dengan tabung bertekanan (cartridge). Di dalam tabung APAR
ini terdapat tabung baja kecil yang disebut cartridge berisi gas CO2
bertekanan tinggi.

Jenis APAR yang banyak digunakan yaitu :


45

1) Alat Pemadam Api Bertekanan, bertekanan sampai 100 psi dan


mempunyai jarak semprot tertentu, mempunyai jarak semprot 9-10
meter dan waktu semprot selama 1 menit.
2) Alat Pemadam Api Karbondioksida, berisi CO 2 dibawah tekanan
uapnya, mempunyai jarak semprot 1-2,4 meter dan lama
penyemprotan 8-30 detik.
3) Alat Pemadam Api Bubuk Kimia Kering, alat pemadam api bubuk
kimia kering tersedia dalam jenis bertekanan dan catridge.
4) Alat Pemadam Api Busa, tersedia dalam 2 jenis yaitu AFFF (Aqueous
Film Foming Foam) dan busa kimia.
7) Teknik penggunaan APAR
a) Pull the Pin (cabut pin), menarik pin atau pegaman yang ada di bagian
atas.
b) Aim (Arahkan ke Api), APAR diarahkan ke api sebagai sasaran
pemadaman.
c) Szuesse the Handle (Pijit Katup), APAR dilengkapi oleh katup yang
jika dipijit akan membuka saluran media pemadam, sehingga bahan
pemadam akan keluar dari ujung semprot.
d) Sweep (kibaskan ke kanan dan kiri), slang penyalur diarahkan ke
kanan dan ke kiri sesuai arah api sampai api berhasil dipadamkan.
8) Alat Pemadam Bergerak
a) Mobil Pemadam Kebakaran
Merupakan sarana pemadam kebakaran yang sangat penting dan dapat
bergerak dengan cepat menuju lokasi kebakaran. Beberapa jenis mobil
pemadam kebakaran yaitu :
a) Water tender, media pemadam api yang dilengkapi dengan air dan
pompa.
b) Foam tender, dilengkapi dengan busa dan alat pembuat busa serta
pompa penyemprot air.
c) Tepung kering, dilengkapi dengan tangki berisi tepung kering dan
nozzle penyemprot.
b) Monitor bergerak ( Fire Monitor), diperlukan dan sangat efektif
digunakan untuk menangani kebakaran besar, misalnya sumburan liar
(blow out) di lapangan minyak.
c) APAR bergerak, yaitu APAR dengan ukuran lebih dari 10kg sehingga
tidak dapat diangkat oleh 1 orang.
46

i. Pencegahan Kebakaran
Pencegahan kebakaran adalah usaha untuk menyadari atau
mewaspadai akan adanya faktor-faktor yang menjadi sebab munculnya
atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah langkah untuk
mencegah kemngkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran
membutuhkan uatu program pendidikan, latihan dan pengawasan, suatu
rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan
kelengkapannya, inapeksi/ pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang
baik dari peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharannya baik
dari segi siap paikainya maupun dari segi mudah dicapainya.
Pengenalan kelas-kelas kebakaran
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-
04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat
pemadam api ringan, kebakaran dapat digolongkan menjadi 4 golongan
sesuai dengan bahan yang terbakar (Pasal 2 ayat 1). Menurut NFPA, bahan
pemadam untuk masing-masing kelas tersebut pun berbeda-beda dan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 2. Kelas-kelas Kebakaran

Kelas Kebakaran Pemadam

Kertas, Kain,
Plastik, Kayu Air, Uap Air, Pasir, Busa,
Padat Non Logam CO2, Serbuk Kimia Kering,
Cairan Kimia
47

Kelas Kebakaran Pemadam

Metana,
Amoniak, Solar
Gas/Uap/Cairan CO2, Serbuk Kimia Kering,
Busa

Arus Pendek

Listrik CO2, Serbuk Kimia Kering,


Uap Air

Aluminium,
Tembaga, Besi,
Baja Serbuk Kimia sodium
Klorida, Grafit
Logam

Bahan-Bahan <Belum Diketahui Secara


Radioaktif Spesifik>
48

Kelas Kebakaran Pemadam

Radioaktif

Lemak dan
Minyak
Baha Masakan
Cairan Kimia, CO2
n Masakan

1. Prinsip Pemadaman Kebakaran


Telah kita pahami sebelumnya, dimana kebakaran adalah suatu
nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita hendaki,
merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api terjadi karena
persenyawaan dari :
a. Sumber panas, seperti energy electron (listrik statis dan dinamis), sinar
matahari, reaksi kimia, dan perubahan kimia.
b. Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu,
plastic dan sebagainya.
c. Oksigen. Apabila ketiga bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam
pencegahan terjadinya kebakaran kita harus bisa mengontrol sumber
panas dan benda mudah terbakar, misalnya : Dilarang Merokok
ketika sedang melakukan pengisian bahan bakar, pemasangan tanda
tanda peringatan, dan lain sebagainnya.

Selanjutnya, apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah


menghilangkan adanya oksigen dalam kebakaran tersebut. Contoh
sederhana yaitu, seperti kita menghidupka lilin lalu ditutup dengan
gelas maka api tersebut akan padam dalam beberapa detik karena
oksigen yang berada diluar gelas tidak bisa masuk dan oksigen yang
berada didalam gelas berubah menjadi karbondioksida yang
49

mematikan api. Ketika kita memadamkan kebakaran dengan


menggunakan APAR, karung goni yang basah dan pasir yang terjadi
adalah kita mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut dan api
akan mati. Bila kita menggunakan air sebagai media pemadaman
maka akan terjadi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari
kebarakan tersebut.

7. Manajemen Proteksi Kebakaran


a. Manajemen Proteksi Kebakaran Gedung
Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009
tentang pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran diperkotaan,
manajemen proteksi kebakaran gedung adalah bagian dari manajemen
bangunan untuk mengupayakan kesiapan pemilik dan pengguna
bangunan gedung dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran padabangunan.
Setiap pemilik / pengguna bangunan gedung wajib melaksanakan
kegiatan pengelolaan resiko kebakaran meliputi kegiatan bersiap diri,
memitigasi, merespon dan pemulihan akibat kebakaran.Selain itu
setiap pemilik/pengguna gedung juga harus memanfaatkan bangunan
gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan
bangunan gedung termasuk pengelolaan risiko kebakaran melalui
kegiatan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala
sistem proteksi kebakaran serta penyiapan personil terlatih dalam
pengendalian kebakaran (Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2009).
1) PenanggulanganKebakaran
Penanggulangan kebakaran adalah suatu upaya untuk mencegah
timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengenalan setiap
wujud energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran, dan sarana
penyelamatan serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk
memberantas kebakaran (Kepmenaker RINo.Kep.186/MEN/1999).
Sedangkan menurut Sumamur (1981), penanggulangan kebakaran
merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan pencegahan,
pengamatan, dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan
50

jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan.


Lima prinsip pokok penanggulangan kebakaran dan pengurangan
korban kebakaran :
a) Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atau
keadaanpanik
b) Pembuatan bangunan yang tahanapi
c) Pengawasan yang teratur danberkala
d) Penemuan kebakaran pada tingkat awalpemadamannya
e) Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai
akibat dan tindakanpemadamannya.
Menurut Depnaker tahun (1987), pada modul-modul prinsip
penanggulangan kebakaran, secara umum dasar dari pemadaman
bertujuan agar nyala atau kobaran api dapat dipadamkan dengan
segera, sehingga dampak yang merugikan dan korban jatuh
dapat dihindarkan. Oleh karena itu usaha pemadaman api harus
memerlukan teknik yang tepat serta didukung oleh sistem
tanggap darurat yang baik agar mendapatkan hasil
yangmaksimal.
2) Prosedur Penanggulangan Kebakaran di Dalam Jam Kerja
a) Penanggulangan kebakaran kecil/awal
Pada umumnya kebakaran besar dimulai dari kebakaran kecil,
untuk mencegah agar kebakaran tidak menjadi besar, maka:
1) Karyawan yang mengetahui lebih dahulu
1) Memadamkan kebakaran kecil awal tersebut dengan
menggunakan alat pemadam api pertama/ringan yang
tersedia di lantai tersebut.
2) Melaporkan terjadinya kebakaran tersebut kepada
komandan lantai.
2) Komandan lantai
1) Bila kebakaran tersebut dapat dipadamkan oleh karyawan
dan peralatan seperti tersebut pada butir b.1 diatas, maka
komandan lantai segera melaporkan kejadian tersebut ke:
9, 1230, 1242, 3451576, 1259 dan SATGASPAM.
51

2) Bila kebakaran tersebut belum dapat dipadamkan oleh


karyawan seperti tersebut pada butir 1.1 diatas, maka
setelah melaporkan kejadian tersebut ke teknisi, bagian
rumah tanggaPenanggulangan Kebakaran Besar

3) Prosedur Penanggulangan Kebakaran di Luar Jam Kerja


Untuk penanggulangan kebakaran di luar jam kerja, diatur
sebagai berikut :
1. Posko (SATGASPAM)
a. Komandan/Pengawas Posko yang bertindak sebagai Kepala
Pemadam Kebakaran.
b. Bila kebakaran besar, Posko harus menghubungi semua
petugas yang tercantum dalam organisasi penanggulangan
keadaan darurat kebakaran dan pejabat yang ditunjuk serta
melaksanakan tugas :
1) Petugas jaga bertindak sebagai Pasukan Pemadam Inti dan
segera melakukan pemadaman api dengan fasilitas yang ada
(Hydrant, tabung air dan lain sebagainya).
2) Segera melapor kejadian tersebut kepada pejabat yang ditunjuk
atau pejabat lainnya.
3) Apabila kebakaran kecil tersebut telah dapat diatasi segera
dibuatkan Berita Acara.
4) Apabila terjadi kebakaran besar segera menghubungi Dinas
Kebakaran DKI Jakarta dengan nomor telepon.untuk
meminta bantuan
2. Petugas petugas jaga lain
Petugas petugas jaga lainnya seperti petugas jaga keamanan,
teknisi dan karyawan karyawan yang sedang melaksanakan
kerja lembur, diharapkan membantu kelancaran pelaksanaan
usaha penanggulangan kebakaran.

8. Program Pemeriksaan dan Pemeliharaan Sarana


Proteksi Kebakaran
52

Penyediaan peralatan kebakaran seperti: APAR,


instalasi alarm kebakaran otomatik, sistem sprinkler, dan
lain-lainnya di dalam suatu perusahaan adalah agar
kebakaran di tempat kerja tersebut dapat dihindari atau
setidak-tidaknya dikurangi/diperkecil. Agar maksud
tersebut dapat tercapai maka peralatan kebakaran yang
telah disediakan harus selalu dalam keadaan siap untuk
digunakan atau siap bekerja setiap saat (Bahan Training
Keselamatan Kerja dan Penanggulangan Kebakaran, 1987).
Pemerikasaan dan pemeliharaan dilakukan untuk
menjaga suatu peralatan tetap dalam kondisi siap untuk
operasi. Pemeriksaan dapat berupa inspeksi visual
ataupun teknis. Inspeksi visual dilakukan untuk melihat
kondisi fisik dan kelengkapannya dan dilaksanakan secara
berkala sesuai kebutuhan. Sedangkan inspeksi teknis
dilakukan untuk mengetahui kualitas dan kehandalan
serta dilaksanakan minimum satu kali setahun atau sesuai
peraturan yang berlaku.
Tabel 3 Ketentuan Inspeksi dan Pemeliharaan
Peralatan Pemadam Kebakaran
No. Elemen Inspeksi dan Pemeliharaan
1. Detektor dan alarm kebakaran. Pemeriksaan awal disaat detektor dan
alarm diserahterimakan dan setiap 1
tahun sekali (meliputi uji fungsi
Komponen : secara keseluruhan).
Saklar, lampu, powersupply Mingguan
Control Unit TroubleSignals Mingguan dan setiap 6bulan
Emergency voice/alarm Setiap 6bulan
communication
equipment Setiap 6bulan
Remote announciator
53

2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) Setiap 6 bulan sekali meliputi


ujifungsi/tes APAR.
Komponen :
Fisik : tabung, segel, selang,
tekanan 1 bulansekali
Label APAR(pada
tempatnya) 1 bulansekali

3. Sprinkler
Pressure gauge (wet pipe 1 bulansekali
system)
Pipa dan sambunganpipa 1 tahunsekali
Valve kontrol 1 tahunsekali
Alarm sprinkler 4 bulan sekali & tes alarmsetiap
6 bulansekali
Aliran utama (main drain) Test setiap 1 tahunsekali
54

DAFTR PUSTAKA

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan,


Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung

Tarwaka, 2012. Dasas-dasar Keselamatan Kerta Serta Pencegahan Kecelakaan


di Tempat Kerja. Harapan Press : Surakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan


Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

Sunarno. 2006. Mekanikal Elektrikal. Yogyakarta: ANDI.

Juwana, J. S. 2005. Sistem Bangunan Tinggi, Jakarta: Erlangga.

Higene Perusahaan dan Kesehatan kerja : Dr. Sumamur PK, M.Sc, Gunung
Agung, Jakarta, 1996

Buku Pedoman Kegiatan Mahasiswa. Fire and Emergency


Response Preparedness. FKM UI Depok: Departemen K3,
2006.

Depnaker RI. Modul K-06: Instalasi Sprinkler. Pusat Pendidikan


dan Latihan Pegawai: Jakarta.

Depnakertrans.Materi Evaluasi dan Penunjukan Calon Ahli K3:


Pengawasan K3 Penanggulangan Kebakaran. Jakarta.

Depnaker UNDP ILO INS/84/012.Bahan Training Keselamatan


Kerja Penanggulangan Kebakaran.Jakarta, 1987.
55

International Fire Service Training Association (IFSTA).Dasar-


Dasar Penanggulangan Kebakaran (Essential of Fire
Fighting).Dinas Kebakaran DKI Jakarta, 1994.

Jusuf, R.M.S. Rancangan dan Tanggap Darurat (Emergency


Planning and Response), Bunga Rampai Hiperkes dan KK,
Edisi kedua (Revisi). Badan Penerbit Universitas Diponegoro:
Semarang, 2003: 184-191.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 10/KPTS/2000,


Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran
Pada Gedung dan Lingkungan, Jakarta.

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 11/KPTS/2000,


Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran Di
Perkotaan, Jakarta.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. KEP.186/MEN/1999, Unit


Penanggulangan Kebakaran Di Tempat Kerja. Jakarta.

Lestari, Fatma dan RM. Yodan Amaral Panindrus. Audit Sarana


Prasarana Pencegahan Penanggulangan dan Tanggap
Darurat Kebakaran Di Gedung Fakultas X Universitas
Indonesia Tahun 2006: Program Studi Magister
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok.

National Fire Protection Association (NFPA).Fire Protection


Handbook Nineteenth Edition I Volume 1 & 2. Quincy,
Massachusetts, 2003.

National Fire Protection Association (NFPA) 10, Standard for


Portable Fire Extinguishers.USA, 1998.
56

National Fire Protection Association (NFPA) 13, Installation of


Sprinkler Systems.USA, 1999.

National Fire Protection Association (NFPA) 72, National Fire


Alarm Code.
USA, 2002.

National Fire Protection Association (NFPA) 101.Life Safety


Code.USA.
1999. Pati, Raden Hanyokro Kusumo Pragola. Evaluasi
Sistem Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Pada Gedung OSI PT. Krakatau Steel Tahun 2008,

[Skripsi]. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok, 2008.

Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun


1992, Penanggulangan Bahaya Kebakaran Dalam Wilayah
Derah Khusus Ibukota Jakarta. Jakarta.

Pusdiklatkar. Modul Pelatihan: Perilaku Api. Jakarta, 2006.

Ramli, Soehatman. Sistem Proteksi Kebakaran. FKM UI:


Departemen K3, 2005. Triyono, Agus. Teknik
Penanggulangan Bahaya Kebakaran Di Perusahaan.

Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja, vol. XXXIV, no. 3, Juli-


September, hal. 34. Depnaker: Jakarta, 2001.

Sari, Karla Juwita.Evaluasi Sistem Pencegahan dan


Penanggulangan Kebakaran Pada Gedung Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia Kampus Depok, Tahun
2007, [Skripsi]. Program Sarjana Kesehatan Masyarakat
Siswoyo. Evaluasi Sistem Proteksi Kebakaran Aktif dan Sarana
Penyelamatan Jiwa Di Gedung Fakultas Hukum Universitas
Indonesia Tahun 2007, [Skripsi]. Program Sarjana
57

Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok, 2007.

SNI 03-3989-2000, Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan


Sistem Sprinkler Otomatik Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Gedung.Jakarta.

Kustono Djoko,2013.Materi K3 Mencegah dan Menanggulangi Kebakaran. Bayu


press.

Soedharto, Gatot. 1984. Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran.


Jakarta: Grafindo Utama

Soedharto, Gatot. 1985. Mencegah Kerusakan Lingkungan dari Bahaya


Kebakaran. Jakarta: PT. Intemasa

Zaini, Mochamad. 1998. Panduan Pencegahan dan Pemadaman Kebakaran.


Jakarta: Abdi Tandur

Anda mungkin juga menyukai