Anda di halaman 1dari 37

A.

PENDAHULUAN

Kebakaran di Indonesia sangat banyak terjadi mulai dari kebakaran


pemukiman, hutan, industri dan tempat usaha. Data kejadian kebakaran dari
Dinas Pemadam DKI dari tahun 1998 hingga tahun 2008 mengungkapkan
terjadi kasus kebakaran sebanyak 8.243 kejadian dengan korban 1.080 jiwa dan
kerugian materi mencapai kurang lebih 1 Trilyun rupiah. Data tersebut belum
termasuk kebakaran di wilayah lain di Indonesia. (Ramli, 2010)
Sedangkan angka kebakaran di USA pada rentang tahun yang sama
yang didapat dari www.usfa.dhs.gov rata-rata 500.000 kejadian, menelan
korban paling banyak tahun 2000 sebanyak 23.135 orang, serta menimbulkan
kerugian setiap kejadian kebakaran rata-rata kurang lebih $9000.
Dari data di atas, terlihat bahwa kebakaran merupakan bencana yang
serius untuk diperhatikan baik dari sisi korban maupun kerugian yang
ditimbulkannya.Secara nasional, kebakaran sangat merugikan karena dapar
mengganggu produktivitas nasional dan menurunkan kesejahteraan.Oleh
karena itu di berbagai negara, masalah kebakaran telah dianggap sebagai
masalah nasional dan penanganannya dilakukan dengan serius agar tidak
menimbulkan berbagai kerugian.
Kerugian akibat kecelakaan di kategorikan atas kerugian langsung
(direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost).Kerugian langsung
adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa
dampak terhadap perusahaan seperti biaya pengobatan dan kompensasi korban
kebakaran, dan kerusakan sarana produksi. Disamping kerugian langsung
(direct cost), kecelakaan juga menimbulkan kerugian tidak langsung (indirect
cost) antara lain kerugian jam kerja, jika terjadi kecelakaan kebakaran kegiatan
pasti akan terhenti sementara untuk membantu korban yang cedera, kerugian
jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kebakaran jumlahnya cukup besar
yang dapat mempengaruhi produktivitas. Selain itu ada juga kerugian produksi,
kerugian sosial, dan kerugian citra dan kepercayaan konsumen(Ramli.2010).

1. Pengertian Kebakaran
a. Menurut Departemen Tenaga Kerja
Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis (terjadi karena
pemanasan) yang berlangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang
disertai dengan timbulnya api atau penyalaan.
b. Menurut Asuransi
Kebakaran adalah sesuatu yang benar-benar terbakar yang seharusnya
tidak terbakar dan dibuktikan dengan adanya nyala api secara nyata,
secara tidak sengaja, tiba-tiba serta menimbulkan kecelakaan atau
kerugian.

2. Teori Kebakaran
Api tidak terjadi begitu saja tetapi merupakan suatu proses kimiawi
antara uap bahan bakar dengan oksigen dan bantuan panas. Teori ini dikenal
sebagai teori segitiga api (fire triangle). Menurut teori ini, kebakaran terjadi
karena adanya 3 faktor yang menjadi unsur api yaitu:
a. Adanya bahan yang mudahterbakar
b. Adanya cukup oksigen sebagaioksidator
c. Adanya suhu yang cukup tinggi dari bahan yang mudah terbakar (panas)
Konsep model segitiga api tersebut dapat dikembangkan dengan
menambahkan satu unsur baru yaitu reaksi kimia. Dan selanjutnya model
segitiga inidikenal dengan konsep bidang empat api(fire tetrahedron).

Didalam peristiwa terjadinya api/kebakaran terdapat tiga elemen


yang memegang peranan penting yaitu adanya bahan bakar, zat
pengoksidasi/oksigen dan suatu sumber nyala/panas. Kebakaran adalah
suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung dengan cepat dari suatu
bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api/penyalaan.Bahan bakar
dapat berupa bahan padat, cair, dan uap/gas. Pada bahan bakar yang
menyala, sebenarnya bukan unsur itu sendiri yang terbakar, melainkan
gas/uap yang dikeluarkan (Depnaker,1987).

3. Proses Pengembangan Kebakaran

Gambar 1. Perkembangan Api

Sumber : Soehatman Ramli, 2010

Kebakaran tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui tahapan


pengembangan api. Setiap kebakaran selalu dimulai dengan adanya percikan
api atau penyalaan. Api dapat membesar dengan cepat atau pelan-pelan
tergantung bahan yang dibakar, ketersediaan oksigen, dan panas yang tinggi.
Fase ini disebut fase pertumbuhan atau growing stage.
Penjalaran api karena konveksiakibat efek domino yang membakar
semua bahan yang ada dengan cepat. Terjadi sambaran-sambaran atau flash
over dengan temperatur mencapai puncaknya sekitar 700-100oC.
Setelah mencapai puncaknya, dan bahan bakar mulai menipis, api
akan menurun intensitasnya yang disebut fase pelapukan pi atau declay. Api
mulai membentuk bara-bara jika api terjadi dalam ruangan. Produksi asap
semakin meningkat karena kebakaran tidak lagi sempurna.
Temperatur kebakaran mulai menurun, dan jika kebakaran terjadi
di dalam ruangan, maka ruangan akan dipenuhi oleh gas-gas hasil kebakaran
yang siap meledak atau dapat tersambar ulang yang disebut black draft.
Setelah itu lama-kelamaan api akan berhenti total setelah semua bahan yang
terbakar musnah.
Proses pemadaman paling efektif tentu dilakukan pada fase
pertumbuhan. Api masih kecil dan dapat dipadamkan dengan APAR atau
alat pemadam sederhana seperti karung basah, air yang tidak terlalu banyak,
dan lain-lain.

4. Bentuk Kebakaran
a. Flash fire
Api jenis ini terjadi jika suatu uap bahan bakar di udara atau disebut
vapor cloud tiba-tiba menyala. Api akan menyala sekilas seperti kilat
menuju pusat apinya dan biasanya berlangsung dalam waktu singkat.
Jenis api ini akan mengeluarkan energi panas yang tinggi yang mencapai
0,1-0,3 psi sehingga dapat menghanguskan benda atau orang yang berada
di dekatnya. Api terjadi jika uap bahan bakar tersebut bercampur dengan
oksigen dari udara dan kemudian mencapai titik nyalanya.
b. Bola api (Ball fire)
Bentuk api berikutnya adalah berupa bola api yang biasanya terjadi
akibat gas bertekanan dalam suatu wadah yang tiba-tiba bocor akibat
pecah. Seperti flash fire, bola api juga berlangsung singkat biasanya 5
sampai 20 detik. Namun demikian, dampaknya dapat menghancurkan
dalam area yang cukup luas.
c. Kolam api
Jenis kolam api biasanya menyangkut bahan bakar cair seperti minyak
atau bahan kimia. Kebakaran terjadi jika suatu cairan tumpah dan
mengenai suatu tempat atau dalam wadah terbuka sepeti tanki timbun.
Besarnya api ditentukan oleh jumlah bahan yang terbakar, sifat kimiawi
dan fisis bahan, serta kondisi lingkungan misalnya arah angin dan cuaca.
Kebakaran jenis ini banyak terjadi pada tangki timbun yang dilengkapi
dengan tanggul di sekelilingnya.
d. Api jet (Jet fire)
Kebakaran jenis jet fire terjadi jika bahan bakar keluar dalam lubang
yang kecil dengan tekanan yang tinggi. Biasanya bahan bakar dalam
bentuk gas misalnya dari suatu pipa yang bocor atau peralatan produksi
lainnya.

5. KlasifikasiKebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian
kebakaran berdasarkan jenis bahan bakarnya. Dengan adanya klasifikasi
tersebut akan lebih mudah, lebih cepat dan lebih tepat pemilihan media
pemadaman yang dipergunakan untuk memadamkan kebakaran. Di
Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per.04/Men/1980 yang menurut jenisnya
adalah :
a. KelasA
Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar dengan
sendirinya, kebakaran kelas ini adalah akibat panas yang datang dari luar,
molekul-molekul benda padat terurai dan membentuk gas dan gas inilah
yang terbakar. Hasil kebakaran ini menimbulkan panas dan selanjutnya
mengurai lebih banyak molekul-molekul dan menimbulkan gas yang
akan terbakar.Sifat utama dari kebakaran benda padat ini adalah bahan
bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan panas yang banyak
sekali dalam bentuk bara. Media pemadam yang cocok adalah dengan
dry chemical sedangkan media pemadaman yang efektif adalahair.
b. KelasB
Seperti bahan cairan dan gas tidak dapat terbakar dengan
sendirinya.Diatas cairan pada umumnya terdapat gas, dan gas ini yang
dapat terbakar. Pada bahan bakar cair ini suatu bunga api sanggup
mencetuskan api yang akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini
adalah mudah mengalir dan menyalakan api ketempat lain. Contohnya :
solar, minyak tanah, dan bensin. Media pemadaman untuk bahan jenis
cair adalah sejenis busa (foam), sedangkan jenis gas adalah bahan jenis
tepung kimia kering (dry chemical), gas halon, dan gas CO2.
c. KelasC
Kebakaran pada kawat listrik yang bertegangan, yang sebenarnya kelas C
ini tidak lain dari kebakaran kelas A dan B atau kombinasi dimana ada
aliran listrik, kalau aliran diputuskan maka akan berubah apakah
kebakaran kelas A atau B. Kelas C perlu diperhatikan dalam memilih
jenis media pemadam yaitu yang tidak menghantarkan listrik untuk
melindungi orang yang memadamkan kebakaran dari aliran listrik.Media
pemadamnya adalah bahan jenis kering (dry chemical), gas halon gas
CO2, dry powder.
d. KelasD
Kebakaran logam seperti magnesium, titanium, uranium, sodium, latium,
dan potassium. Proses dari kebakaran kelas ini harus melaui tahapan
yaitu pemanasan awal yang tinggi dan menimbulkan temperatur yang
sangat tinggi pula. Pada kebakaran logam ini perlu dengan alat/media
khusus untuk memadamkannya atau dengan jenis dry chemical multi
purpose.

6. Dasar Hukum
Untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan akibat kebakaran Pemerintah
telah mengeluarkan aturan sebagai berikut :
a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa Dengan peraturan perundangan
ditetapkan persyaratan keselamatan kerja untuk mencegah dan
mengurangi bahaya peledakan serta memberi kesempatan atau jalan
menyelamat diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang
membahayakan.
b. Permenakertrans RI No. Per 04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringn (APAR)
c. Permenaker RI No. Per 02/ MEN/ 1983 tentang Instalasi Kebakaran
Automatik
Dijelaskan dalam Pasal 77-80 secara garis besar dijelaskan sebagai
berikut :
1) Detektor nyala api harus mempunyai sifat yang stabil dan
kepekaannya tidak terpengaruh oleh adanya perubahan tegangan
dalam batas kurang atau lebih 10% dari tegangan nominalnya.
2) Setiap kelompok alarm harus dibatasi hanya sampai 20 buah detektor.
3) Detektor nyala api yang dipasang diluar ruangan harus terbuat dari
bahan yang tahan cuaca atau tidak mudah berkarat dan
pemasangannya harus kuat atau tidak mudah bergerak karena tiupan
angin, getaran atau sejenisnya.
4) Pemasangan detektor nyala api dalam gardu listrik atau daerah lainnya
yang sering mendapat sambaran petir, harus dilindungi sedemkian
rupa sehingga tidak menimbulkan alarm palsu.
d. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No. Ins. 11/M/B/1997 tentang
Pengawasan Khusus Penanggulangan Kebakaran
e. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 186/ MEN/ 1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja
Menyebutkan dalam pasal ayat 1 Pengurus atau perusahaan wajib
mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran,
menyelenggarakan latihan penanggulangan ditempat kerja.

B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEBAKARAN


1. Penyebab Kebakaran
a. Kelalaian
b. Kelalaian merupakan penyebab terbanyak peristiwa kebakaran,.Contoh :
Lupa mematikan kompor, merokok ditempat tidak semestinya,
menempatkan bahan bakar tidak pada tempatnya dan lain-lain.
c. Kurang pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang pencegahan kebakaran merupakan salah
satu penyebab kabakaran yang tidak boleh diabaikan.Contoh : Tidak
mengerti akan jenis bahan bakar yang mudah menyala, tidak mengerti
tanda-tanda bahaya kebakaran, tidak mengerti proses terjadinya api dan
lain sebagainya.
d. Peristiwa alam
Peristiwa alam yang dapat menjadi penyebab kebakaran yaitu gunung
meletus, gempa bumi, petir, panas matahari dan lain sebagainya.
e. Penyalaan sendiri
Contohnya yaitu kebakaran dihutan yang disebabkan oleh panas matahari
yang menimpa bahan bakar kering dihutan.
f. Faktor kesengajaan
Misalnya karena unsur sabotase, penghilangan jejak, mengharap
pengganti dari asuransi dan lain sebagainya.

2. Sumber Penyalaan
a. Api terbuka, panas langsung dan permukaan panas, misalnya api rokok,
setrika, benda panas, api dapur, tungku pembakaran dan api terbuka
lainnya.
b. Pengelasan dan pemotongan. Api dari kegiatan pengelasan berpotensi
menyulut bahan mudah terbakar, misalnya saat perbaikan kapal dan
mobil tangki.
c. Percikan mekanis, yaitu sumber penyalaan yang berasal dari benturan
logam alat-alat mekanis seperti palu besi, pemecah beton atau batu
gerinda.
d. Energi Kimia, yaitu sumber penyalaan yang berasal dari reaksi kimia
atau bahan kimia yang mudah terbakar di suhu ruangan maupun suhu
tertentu.
e. Energi Listrik, yaitu sumber penyalaan yang berasal dari energi
listrikyang biasanya disebebkan oleh hubungan singkat dan beban
berlebih.
f. Kendaraan bermotor yang menggunakan busiatau listrik dapat menjadi
sumber api yang dapat menyalaan bahan bakar.
g. Listrik Statis, yaitu energi yang timbul akibat adanya muatan listrik statis
misalnya timbul karena adanya beda potensial antara dua benda yang
mengandung muatan listrik yang menyebabkan loncatan bunga api
listrik.
h. Petir, yang juga bersumber dari adanya perbedaan potensial di udara.

3. Struktur Api
Jika dilihat dari strukturya, api terdiri dari 4 komponen yaitu gas,
nyala, asap, dan energy panas. Pada bagian terbawah dekat sumbernya, api
merupakan gas yang bereaksi degan oksigen. Bahan yang terbakar dari
suatu benda pada dasarnya dalam bentuk gas.Gas ini secara terus menerus
terbentuk karena panas dan reaksi berantai selama kebakaran berlangsung.
Selanjutnya gas yang terbentuk ini akanmenimbulkan nyala (flame)
yang kita lihat sebagai api dapat berwarna biru atau merah tergantung
kesempurnaan reaksi pembakarannya. Kemudian timbul asap (smoke) yaitu
berupa hasil sisa pembakaran. Elemen keempat yaitu energy panas yang
dihasilkan oleh reaksi pembakaran.Energy ini besarnya bervariasi mulai dari
100oC sampai ribuan derajat.
Elemen api ini selanjutnya dikembangkan untuk berbagai
kebutuhan baik teknis maupun keilmuan. Dalam teknis, fenomena asap,
sumber energy dan nyala ini diperlukan dalam merancang bahan pemadam
kebakaran serta teknis memadamkan api. Nyala dan asap digunakan dalam
menciptakan detector kebakaran.
Kebakaran dapat dimulai dari kecil kemudian membesar dan
menjalar ke sekitarnya, perjalanan api melalui beberapa cara yaitu konduksi
yaitu perjalanan api melalui benda padat, konveksi yaitu perjalanan api
melalui benda cair atau fluida misalnya air atau udara, serta radiasi yaitu
pncaran cahaya atau gelombang elektromagnetik yang dikeluarkan oleh
nyala api.

4. Bahan Bakar
Bahan bakar adalah segala sesuatu material baik dalam bentuk
padat, cair atau gas yang dapat menyala.Bahan yang dapat terbakar sangat
beragam dan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda.Oleh karena itu,
bahan yang dapat terbakar ini perlu dikelompokkan hingga mudah dikenal.
Bahan bakar menurut jenisanya dapat dikategorikan sebagai berikut:
a. Bahan bakar padat (solid), yaitu bahan bakar padat atau solid seperti
kayu, kertas, kain, rumput, plastik, kapas, dan sebagainya.
b. Bahan bakar cair (liquid), yaitu bahan yang bersifat cairan yang dapat
terbakar. Misalnya minyak atau bahan kimia.
c. Bahan bakar gas, jenis bahan bakar yang berbentuk gas misalnya gas
LPG, gas alam, dan lainnya.
Secara umum, bahan-bahan ini dapat diklasifikasi sebagai bahan dapat
terbakar (combustable material) dan bahan mudah terbakar (flammable
material).Pembagian ini didasarkan atas temperatur penyalaan masing-
masing.Bahan flammable atau mudah menyala adalah bahan dengan suhu
penyalaan (flash point) di bawah 37,8oC dan bahan dapat terbakar
(combustable) adalah bahan dengan suhu penyalaan (flash point) di atas
37,8oC.
Menurut NFPA, bahan mudah menyala dan meledak dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a. Cairan Sangat Mudah Menyala (extreme flammable liquid) adalah setiap
cairan yang memiliki titik nyala < 100 oF (37,8oC) disebut juga cairan
Klas I.
b. Cairan Mudah Menyala (highly flammable) adalah cairan yang memiliki
Titik Nyala antara 100oF 140oF disebut juga produk Klas II.
c. Cairan Dapat Menyala (Flammable) adalah cairan yang memiliki Titik
Nyala di atas 140oF disebut juga produk Klas III.

5. Proses Terjadinya Penyalaan


Berdasarkan teori segitiga api, penyalaan dapat terjadi jika ada tiga
unsur yang disebut segi tiga ap yaitu bahan bakar, sumber panas, dan
oksigen. Proses penyalaan suatu bahan bakar ditentukan oleh berbagai
faktor, yang penting diketahui antara lain sebagai berikut:
a. Titik Nyala (flash point)
Adalah temperatur terendah dimana suatu bahan mengeluarkan uap yang
cukup untuk menyala sesaat jika terdapat sumber panas.Semakin rendah
titik nyala, maka bahan tersebut semakin mudah terbakar atau nyala.
b. Batas Nyala (flammable range)
Atau disebut batas ledak (explosive range) adalah konsentrasi atau
campuran uap bahan bakar dengan oksigen dari udara yang dapat nyala
atau meledak jika terdapat sumber panas. Semakin tinggi kadar bahan
bakar di udara semakin sulit nyala. Bahan konsentrasi terendah dan
tertinggi tersebut disebut batas nyala atau batas ledak yang terdiri atas
batas nyala atau ledak bawah (Low Explosive Limit) dan batas nyala atau
ledak atas (Upper Explosive Limit). Batas Nyala atau Ledak atau
explosive limit yaitu batas antara LEL dan UEL dimana bahan bakar dan
oksigen berada pada batasan konsentrasi yang cukup untuk menyala.
1) Batas Ledak Bawah yaitu batas konsentrasi terendah uap bahan bakar
dengan oksigen yang dapat menyala.
2) Batas Ledak Atas yaitu batas konsentrasi tertinggi uap bahan bakar
dengan oksigen yang dapat menyala.
c. Titik Nyala Sendiri (auto ignition)
Pada temperatur tertentu bahan bakar atau bahan kimia bisa terbakar
dengan sendirinya tanpa asanya sumber api (source of ignition). Bahan
bakar dengan titik nyala sendiri sangat rendah akan mudah menyala
dengan sendirinya sehingga pengelolaannya harus dilakukan dengan hati-
hati.

6. Identifikasi Bahan Berbahaya


Bahan berbahaya dan mudah terbakar ini harus diidentifikasi
sehingga memudahkan penanganannya.Salah satu lembaga yang
mengeluarkan identifikasi ini adalah NFPA (National Fire Protection
Association).Menurut standar ini, bahan berbahaya (Hazardous Material)
dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu sifat mudah terbakar (Flammability),
sifat racun (Toxicity), dan sifat reaksi (Reactivity). Tanda bahan berbahaya
ini memiliki empat kotak dengan warna berbeda yaitu warna merah, kuning,
biru dan putih yang masing-masing melambangkan sebagai berikut:
a. Warna Merah melambangkan sifat mudah terbakar yang diberi peringkat
dari 0-4 sebagai berikut:
0 tidak dapat terbakar
1 dapat terbakar
2 mudah terbakar
3 mudah menyala
4 sangat mudah menyala
b. Warna Biru melambangkan bahaya terhadap kesehatan atau sifat beracu
dari suatu bahan (Toxicity) yang diberi peringkat dari 0-4 yang artinya
sebagai berikut:
0 tidak berbahaya sebagaimana material umumnya
1 bahaya ringan
2 berbahaya, gunakan alat pernafasan
3 sangat berbahaya gunakan perlindungan lengkap
4 bahaya ekstrim, jangan sekali-kali menghirup gas
c. Warna Kuning melambangkan sifat reaktif dari suatu bahan kimia
misalnya jika terkena air atau bersentuhan dengan bahan kimia lainnya.
Untuk itu sifat diberi peringkat sebagai berikut:
0 tidak bereaksi dengan material lain
1 tidak stabil jika dipanaskan
2 dapat mengalami perubahan phase yang berbahaya
04 3 3 goncangan keras atau benturan dapat meledak
4 dapat meledak segera isolir jika terkena panas
d. Warna Putih memberikan tanda-tanda lainnya seperti tidak boleh terkena
air, tidak boleh disemprot, dan petunjuk lainnya.
Berikut ini cintoh petunjuk NFPA untuk gas Acetylene yang memiliki
kode yang berarti:

Gas ini mudah terbakar, sangat bereaksi dengan material lain, jangan
disimpan berdekatan dengan bahan pengoksida, dan berbahaya terhadap
kesehatan.

7. Pengelolaan Bahan Mudah Terbakar


Kunci utama dalam mencegah kebakaran adalah dengan menghindarkan
agar bahan yang mudah terbakar tidak kontak atau bersentuhan dengan
sumber api. Oleh karena itu, untuk mencegah kebakaran di lingkungan yang
mengelola bahan mudah terbakar harus dilakukan pengamanan dan
pengawasan ketat yang berkaitan dengan:
a. Persyaratan penyimpanan dan penimbunan baik untuk diguknakan
sendiri maupun untuk proses produksi.
b. Persyaratan penggunaan di tempat kerja atau di rumah. Di tempat kerja,
proses produksi juga harus dikendalikan, yang menyangkut persyaratan
peralatan, sarana, cara kerja dan proses produksi.
c. Persyaratan pengangkutan dan penanganan bahan mudah terbakar.
Pengangkutan bahan mudah terbakar perlu mendapat perhatian baik
mengenai persyaratan teknis, pengoperasian dan penanganan kebakaran
jika terjadi.
8. Bahaya Kebakaran
a. Terbakar api secara langsung
Panas yang tinggi akanmengakibatkan luka bakar dari luka bakar ringan
sampai hangus. Luka bakar dibedakan menurut derajat lukanya, sebagai
berikut:
1) Derajat 1, merupakan luka bakar ringan, efek merah dan kering pada
kulit seperti terkena matahari.
2) Derajat 2, luka bakar dengan kedalaman lebih dari 0,1 mm
menimbulkan dampak epidermis atau lapisan luar kulit dan melepuh
sehingga menimbulkan semacam gelembung berair.
3) Derajat 3, luka bakar dengan kedalaman lebih dari 2 mm,
mengakibatkan kulit mengering, hangus dan melepuh besar.
Kerusakan pada kulit dipengaruhi oleh temperatur api atau kebakran
yang dimulai dari suhu 45oC atau dampak rigan, hingga dampak terparah
di atas 72oC.

b. Terjebak karena asap yang ditimbulkan kebakaran.


Kematian karena asa disabebkan oleh dua faktor yaitu, pertama karena
kekurangan oksigen dan kedua karena menghirup gas beracun. Pada saat
kebakaran terjadi, asap yang terbentuk akan mengusir oksigen dari
ruangan sehingga ruangan menjadi sesak. Di samping itu, asap kebakaran
juga mengandung bahan berbahaya an beracun misalnya Hidrogen
Sianida, Asam Sianida, Karbon Monoksida, Karbon Dioksida, dan lain-
lain.
c. Bahaya ikutan akibat kebakaran, misalnya kejatuhan banda akibat
runtuhnya konstruksi, ledakan bahan atau material yang terdapat dalam
ruangan yang terbakar, serta ledakan gas yang terkena paparan panas.
d. Trauma akibat kebakaran.
Bahaya ini banyak mengancam korban kebakaran yang terperangkap,
panik, kehilangan orientasi dan akhirnya dapat berakibat fatal.

C. SARANA PROTEKSI KEBAKARAN


1. Konsep Pemadaman
Prinsip dari pemadaman kebakaran adalah memutus mata rantai
segi tiga api. Memadamkan kebakaran adalah upaya untuk mengendalikan
atau mematikan api dengan cara merusak keseimbangan panas.
Memadamkan kebakaran atau mematikan api dapat dilakukan
dengan beberapa teknik atau pendekatan yaitu :
a. Pemadaman Dengan Pendinginan
Teknik pendinginan adalah teknik memadamkan kebakaran dengan cara
mendinginkan atau menurunkan temperatur uap atau gas yang terbakar
sampai kebawah temperature nyalanya.
b. Pembatasan Oksigen
Teknik smothering , dengan salah satu contoh memadamkan minyak
yang terbakar di penggorengan / kuali dengan jalan menutup kuali
tersebut dengan bahan pemisah. Pembatasan ini biasanya merupakan
salah satu cara paling mudah untuk memadamkan api.
c. Penghilangan Bahan Bakar
Api secara alamiah akan mati dengan sendirinya jika bahan yang dapat
terbakar sudah habis. Dengan dasar ini , dapat digunakan teknik
starvation. Misalnya dengan menyemprotkan bahan yang terbakar
dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk kelangsungan
pembakaran terhenti atau berkurang sehingga api akan mati.
d. Memutus Reaksi Berantai
Cara yang terakhir untuk memadamkan api adalah dengan mencegah
terjadinya reaksi rantai di dalam proses pembakaran. Pada beberapa zat
kimia mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi rantai oleh
atom-atom yang dibutuhkan oleh nyala untuk tetap terbakar.

2. Media Pemadaman
Semua bahan atau material yang dapat digunakan memadamkan api
dapat disebut media pemadam. Namun media ini ada yang sesuai atau tepat
digunakan untuk memadamkan api dan ada pula yang tidak boleh
dipergunakan. Untuk itu diperlukan mengklasifikasikan jenis kebakaran
yang sesuai dengan media pemadamannya.
Dari berbagai jenis bahan atau media pemadaman tersebut , yang
paling banyak digunakan adalah media berikut ini :
a. Air
Secara teknis, air merupakan bahan pemadam yang paling banyak
digunakan karena mempunyai sifat-sifat pemadam dan memiliki
keunggulan dibanding dengan bahan pemadam api lainnya. Air
merupakan sarana vital dalam system proteksi kebakaran.Pada suhu biasa
air lebih berat dari udara dan lebih stabil. Kelebihan air antara lain :
1) Mudah didapat dalam jumlah banyak.
2) Murah dibanding bahan lainnya.
3) Mudah disimpan, diangkut,dan dialirkan ke tempat kebakaran.
4) Dapat dipancarka dalam berbagai bentuk dengan menggunakan
peralatan pemadam.
5) Mempunyai daya menyerap panas yang besar.
6) Mempunyai daya mengembang mejadi uap yang tinggi.
Sedangkan kelemahan dari air itu sendiri antara lain :
1) Menghantarkan listrik sehingga tidak cocok untuk digunakan
memadamkan kebakaran listrik atau yang mengandung energy listrik.
2) Berbahaya bagi bahan bahan kimia yang larut dalam air.
3) Kemungkinan menimbulkan efek slop over ataupun boil over
bila digunakan untuk memadamkan kebakaran minyak mentah dengan
cara yang salah.

Untuk cara kerja air dalam pemadaman dibagi menjadi 2 yaitu :


1) Pendinginan
2) Penyelimutan

b. Busa (foam)
Busa secara fisik mirip dengan buih sabun yang berisi gelembung udara
yang ringa sehingga mudah mengapung diatas permukaan cairan. Maka
busa sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B,
terutam apabiala permukaan yang terbakar luas. Jika dilihat dari jenisnya
busa dapat diklasifikasikan sebagai beikut :
1) Busa regular yaitu busa yang hanya mampu memadamkan bahan-
bahan cair yang tidak tergolong solvent (zat pelarut). Busa jenis ini
relative tidak stabil sehingga tidak dapat digunakan untuk bahan yang
mengandung senyawa alcohol.
2) Busa serbaguna yaitu busa yang dapat memadamkan kebakaran zat-
zat pelarut seperti alcohol , ether, dan keton.
Sedangkan jenis busa menurut pembentukannya dibagi menjadi 2 anatara
lain :
1) Busa Kimia
Yaitu busa yang terbentuk melalui proses kimiawi anatara bahan
pembentuk busa. Dilihat dari prosesnya busa jenis ini dapat dibagi
atas dua golongan yaitu :
a) Tepung tunggal
b) Tepung ganda
Jenis busa pemadam lainnya adalah asam soda yang dihasilkan dari
proses reaksi kimia antara dua bahan pembentuk busa.
2) Busa Mekanik
Busa jenis kedua disebut busa mekanis, yaitu busa yang dibentuk
melalui proses mekanis yang terdiri atas komponen pembentuk busa
yaitu :
a) Cairan busa
b) Air bertekanan.
Alat pembentuk busa yang banyak digunakan antara lain :
1) Foam monitor, alat untuk menyemprotkan busa
2) Foam Proportioner, yaitu alat untuk mengatur konsentrasi larutan busa
dengan air.
3) Foam Generator, alat unuk membentuk busa dengan permuaian tinggi.

Ada beberapa jenis bahan busa yang banyak digunakan di lingkungan


pemadam kebakaran yang dibedakan menurut komposisis bahan baku,
karakteristik fisik dan penggunaanya yaitu :

1) Aqucou Film Forming Foaming Agent (AFFF)


2) Fluoroprotein Foaming Agent (FP)
3) Protein Foaming Agent
4) Busa pengembang tinggi

Efek positif dan keuntungan dengan pemadaman busa antara lain :

1) Dengan volume yang besar , bisa mengisi ruangan sehingga oksigen


dapat diusir dari ruangan sehingga api akan mati.
2) Bersifat mendinginkan ketika disemprotkan keapi
3) Pengembangan tinggi sehingga kebutuhan cairan busa lebih sedikit
untuk volume ruangan yang sama.
c. Media Pemadaman Padat
1) Pasir dan tanah
Pasir atau tanah dapat berfungsi untuk menutupi permukaan bahan
yang terbakar sehingga dapat memisahkan udara dari bahan
bakar.Bahan ini mudah di dapat dan murah sehingga banyak
digunakan di lingkugan industry kecil.

2) Tepung kimia kering


Media pemadam ini berupa campuran berbentuk bubuk yang terdiri
dari berbagai unsur atau senyawa kimia berbentuk padat atau butiran
halus seperti tepung .bubuk ini banyak digunakan baik untuk alat
pemadam jenis APAR, peralatan bergerak.

3. Konsep Sistem Proteksi Kebakaran


a. Sarana Proteksi Kebakaran Aktif
Sarana proteksi kebakaran aktif berupa alat ataupun instalasi
yang disiapkan untuk mendeteksi dan atau memadamkan kebakaran. Di
antara sarana proteksi kebakaran aktif antara lain :
1) Detektor Asap, Api maupun Panas.

2) Alarm kebakaran otomatis maupun manual.

3) Tabung Pemadam / APAR (Alat Pemadam Api Ringan).

4) Sistem Hidran.

5) Sistem Springkler.
b. Sarana Proteksi Kebakaran Pasif
Sarana proteksi kebakaran pasif berupa alat, sarana atau
metode/cara mengendalikan asap, panas maupun gas berbahaya apabila
terjadi kebakaran. Di antara sarana proteksi kebakaran pasif antara lain :
1) Sistem Kompartementasi (Pemisahan Bangunan Resiko Kebakaran
Tinggi).

2) Sarana Evakuasi dan Alat Bantu Evakuasi.


3) Sarana dan Sistem Pengendali Asap dan Api (Fire Damper, Smoke
Damper, Fire Stopping, dsj).

4) Fire Retardant (Sarana Pelambat Api).

4. Sistem Deteksi dan Alarm


a. Sistem Detektor
Sistem deteksi dan alarm kebakaran sangat penting untuk
bangunan gedung, karena berfungsi sebagai pemberi peringatan pada
penghuni bangunan agar segera menyelamatkan diri. (Taufan, 2011).
Menurut Sunarno (2006:86), sistem pendeteksi kebakaran
adalah suatu sistem keteknikan yang terdiri dari beberapa alat yang
secara otomatis mendeteksi panas, asap, atau hasil pembakaran lain dan
akan menyalakan alarm. Dalam Bab 5 butir 5.7.1.1 Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008, menjelaskan bahwa sistem
alarm kebakaran atau detektor kebakaran otomatik disyaratkan
oleh bagian lain dari persyaratan teknis ini, maka harus disediakan dan
dipasang sesuai dengan SNI 03-3985-2000.
Berdasarkan SNI 03-3985-2000 butir 4.2, klasifikasi detektor
kebakaran menyebutkan bahwa untuk kepentingan standar ini, detektor
kebakaran otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti:
1) Detektor panas,

2) Detektor asap,

3) Detektor nyala api,

4) Detektor gas kebakaran, dan

5) Detektor kebakaran lainnya.


Untuk pemasangannya harus sesuai dengan standar dalam hal
perletakan dan jarak antara detektor kebakaran seperti yang sudah
dijelaskan pada SNI 03-3985-2000.
Menurut Juwana (2005:153-154) pemasangan detektor panas
harus memenuhi persyaratan antara lain:
1) Dipasang pada posisi 15 mm hingga 100 mm di bawah permukaan
langit-langit,

2) Untuk setiap luas lantai 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3 meter,

3) Jarak antara detektor tidak lebih dari 7 meter untuk ruang aktif dan
tidak lebih dari 10 meter untuk ruang sirkulasi, dan

4) Jarak detektor dengan dinding 30 cm.


Dalam perencanaan detektor yang akan dipasang ada beberapa
hal yang dijadikan sebagai kriteria dan acuan selain berdasarkan aturan
juga berdasarkan kondisi bangunan.

b. Sistem Alarm
Dalam perencanaan sistem alarm ini berhubungan langsung
dengan sistem deteksi dan Indoor Hydrant Box (IHB). Penggunaan
sistem alarm sangat membantu karena sebagai pemberi peringatan dini
terhadap bahaya kebakaran.
Selain itu penggunaan panel kontrol deteksi dan alarm sangatlah
penting untuk mendukung sistem deteksi dan alarm bekerja dengan baik.
Berdasarkan SNI 03-3985-2000, bahwa:
1) Panel kontrol deteksi dan alarm kebakaran dapat terdiri dari suatu
panel kontrol atau suatu panel kontrol dengan satu atau beberapa panel
bantu,

2) Panel kontrol harus bisa menunjukkan asal lokasi kebakaran,

3) Panel kontrol harus mampu membantu kerja detektor dan alarm


kebakaran serta komponennya secara keseluruhan, dan

4) Panel kontrol harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan, sehingga


operator dapat mengetahui kondisi instalasi pada saat normal maupun
pada saat terdapat gangguan.
Untuk sistem deteksi dan alarm terdapat tiga sistem yaitu non
addressable system, semi addreseble system, dan full addreseble system:
1) Non addressable system:
Sistem ini disebut juga dengan conventional sistem.Pada sistem ini
MCFA menerima sinyal masukan langsung dari semua detektor
(biasanya jumlahnya sangat terbatas) tanpa pengalamatan dan
langsung memerintahkan komponen keluaran untuk merespon
masukan tersebut.Sistem ini umumnya digunakan pada bangunan/area
supervisi berskala kecil, seperti perumahan, pertokoan atau pada
ruangan-ruangan tertentu pada suatu bangunan yang diamankan.
2) Semi addressable system:
Pada sistem ini dilakukan pengelompokan/zoning pada detektor & alat
penerima masukan berdasarkan area pengawasan (supervisory
area).Masing-masing zona ini dikendalikan (baik input maupun
output) oleh zone controller yang mempunyai alamat/address yg
spesifik. Pada saat detektor atau alat penerima masukan lainnya
memberikan sinyal, maka MCFA akan meresponnya (I/O) berdasarkan
zone controller yg mengumpankannya. Dalam konstruksinya tiap zona
dapat terdiri dari:
a) satu lantai dalam sebuah bangunan/gedung

b) beberapa ruangan yang berdekatan pada satu lantai di sebuah


bangunan/gedung

c) beberapa ruangan yang mempunyai karakteristik tai di sebuah


bangunan/gedung
Pada display MCFA akan terbaca alamat zona yang terjadi
gejala kebakaran, sehingga dengan demikian tindakan yang harus
diambil dapat dilokalisir hanya pada zona tersebut.
3) Full addressable system:
Merupakan pengembangan dari sistem semi addressable.
Pada sistem ini semua detector dan alat pemberi masukan mempunyai
alamat yang spesifik, sehingga proses pemadaman dan evakuasi dapat
dilakukan langsung pada titik yang diperkirakan mengalami
kebakaran.
Sumber:Mantara, Aloe. 2012. Fire Protection System (Sistem Fire
Alarm). http://aloekmantara.blogspot.com/2012/09/fire-protection
system-sistem-fire-alarm.html (23 Februari 2017)

5. Sistem Pemadam Terpasang Tetap


Kebakaran dapat terjadi tanpa diduga waktu dan kejadiannya,
misalnya tengah malam saat tidak ada orang yang jaga di lokasi
kejadian.Untuk itu dirancang sistem proteksi kebakaran yang digerakkan
secara otomatis tanpa perlu tenaga manusia atau disebut sistem proteksi
tetap (fixed fire protection). Jenis ini juga beragam menurut jenis media
yang digunakan antara lain: CO2, Tepung Kering, busa atau gas inert.

Prinsip Kerja
Sistem Pemadam Api ini terdiri dari beberapa elemen yaitu tabung
bahan pemadam, pipa penyalur, penyemprot, dan sistem penggerak.
Tabung berisi gas atau bahan pemadam tepung kering diletakkan di
luar ruangan yang akan diproteksi. Selanjutnya dihubungkan ke ruangan
menggunakan jaringan pipa dan ujung penyemprot yang ditempatkan di
langit-langit ruangan atau tempat lain sesuai kebutuhan. Tabung dilengkapi
dengan katup jenis solenoid yang dapat digerakkan secara manual atau
otomatis yang dihubungkan dengan sistem detector api dan panel
kebakaran.

6. Alat Pemadam Api Ringan dan Alat Pemadam Bergerak

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah alat pemadam yang bisa
diangkut, diangkat dan dioperasikan oleh satu orang. Apar merupakan alat
pemadam api yang pemakaiannya dilakukan secara manual dan langsung
diarahkan pada posisi dimana api berada.
a. Sejarah APAR
1) Tahun 1723, APAR pertama kali dikenal di Inggris dan diciptakan
oleh seorang ahli kimia bernama Ambrose Godfrey.
2) Tahun 1729, APAR mulai digunakan pada peristiwa kebakaran di
London, Inggris.
3) Tahun 1818, APAR modern telah ditemukan oleh Kapten Inggris
bernama George William Manby dan terus berkembang sampai
dengan sekarang.

b. Batas kemampuan pemadaman


Kemampuan alat pemadam untuk memadamkan api disebut fire rating.
Penentuan fire rating didasarkan pada pengujian dan pengetesan di
laboratorium atau lapangan yang disesuaikan dengan kelas kebakaran
yaitu :
1) Kebakaran kelas A, pengujian dilakukan dengan membakar tumpukan
kayu (material kelas A) dengan volume tertentu yang dibakar selama
10 menit.
2) Kebakaran kelas B, bahan bakar jenis premium (fuel gas) dibakar
dalam bak dengan luas tertentu selama 3 menit.
3) Kebakaran kelas C, menggunakan instalasi listrik bertegangan 10.000
Volt.
4) Kebakaran kelas D, tidak dilakukan pengujian tertentu.

c. Penempatan APAR
Penempatan APAR dapat ditentukan dengan mengacu pada
Kepmenaker No.04 tahun 1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan
pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan atau standart NFPA 10 tentang
Alat Pemadam Api Ringan.Salah satu pertimbangan untuk menentukan
jumlah APAR yang dibutuhkan adalah menurut tingkat resiko kebakaran
yaitu :
1) Tingkat bahaya rendah (low hazards) seperti kantor, ruang kelas,
ruang pertemuan dan ruang tamu hotel.
2) Tingkat bahaya sedang (ordinary hazard) sperti tempat penyimpanan
barang dagangan (gudang).
3) Tingkat bahaya tinggi (high hazard) seperti bengkel, dapur, gudang
penimbunan, pabrik dll.
Disamping itu pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam penempatan
APAR antara lain :

1) Faktor lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi kualitas APAR,


antara lain suhu ruangan. Suhu ruangan yang tinggi maupun lembab
dengan huminiti yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas APAR.
Temperatur ruangan harus dijaga agar tidak lebih dari 500C.
2) Mudah dilihatdan diakses, APAR jangan terhalang oleh benda atau
pintu sehingga sulit diambil jika diperlukan.
3) APAR harus terlindungi dari benturan, hujan, sinar matahari langsung,
debu dan getaran.
4) Hindarkan berdekatan dengan kimia yang korosif.

d. Anatomi Alat Pemadam


Suatu APAR terdiri dari beberapa komponen utama sebagai berikut :
1) Bagian badan, yang terbuat dari berbagai jenis bahan sesuai dengan
pabrik pembuatnya, antara lain metal, komposit.
2) Pin pengaman, yang berfungsi untuk menahan katup agar tidak
terbuka tanpa sengaja.
3) Pegangan, sebagai pegangan untuk mengangkat dan melakukan
pemadaman api.
4) Petunjuk tekanan, untuk mengetahui tekanan di dalam tabung (khusus
untuk jenis tabung bertekanan).
5) Label, yang biasanya memuat keterangan mengenai isi APAR, rating
dan kelas kebakaran.
6) Slang (hose), berfungsi untuk menyalurkan bahan pemdam yang ada
di dalam tabung.
7) Nozzle, yaitu ujung penyemprot bahan pemadam.

e. Jenis APAR
1) Jenis APAR menurut Media Pemadam.
Dilihat dari medi pemadamnya, APAR dibagi atas jeis sebagai berikut.
a) Air
b) Busa
c) Tepung kering
d) CO2
e) Halogen

f. Jenis APAR menurut Penggerak


Dilihat dari sistem penggeraknya, APAR dibagi menjadi :
1) APAR bertekanan (pressurized), yaitu jenis APARyang di dalamnya
sudah diberi tekanan dengan menggunakan gas yang berfungsi untuk
menekan media pemadam agar keluar dari tabung.
2) APAR dengan tabung bertekanan (cartridge). Di dalam tabung APAR
ini terdapat tabung baja kecil yang disebut cartridge berisi gas CO2
bertekanan tinggi.

Jenis APAR yang banyak digunakan yaitu :

1) Alat Pemadam Api Bertekanan, bertekanan sampai 100 psi dan


mempunyai jarak semprot tertentu, mempunyai jarak semprot 9-10
meter dan waktu semprot selama 1 menit.
2) Alat Pemadam Api Karbondioksida, berisi CO 2 dibawah tekanan
uapnya, mempunyai jarak semprot 1-2,4 meter dan lama
penyemprotan 8-30 detik.
3) Alat Pemadam Api Bubuk Kimia Kering, alat pemadam api bubuk
kimia kering tersedia dalam jenis bertekanan dan catridge.
4) Alat Pemadam Api Busa, tersedia dalam 2 jenis yaitu AFFF (Aqueous
Film Foming Foam) dan busa kimia.

g. Teknik penggunaan APAR


1) Pull the Pin (cabut pin), menarik pin atau pegaman yang ada di bagian
atas.
2) Aim (Arahkan ke Api), APAR diarahkan ke api sebagai sasaran
pemadaman.
3) Szuesse the Handle (Pijit Katup), APAR dilengkapi oleh katup yang
jika dipijit akan membuka saluran media pemadam, sehingga bahan
pemadam akan keluar dari ujung semprot.
4) Sweep (kibaskan ke kanan dan kiri), slang penyalur diarahkan ke
kanan dan ke kiri sesuai arah api sampai api berhasil dipadamkan.

h. Alat Pemadam Bergerak


1) Mobil Pemadam Kebakaran
Merupakan sarana pemadam kebakaran yang sangat penting dan dapat
bergerak dengan cepat menuju lokasi kebakaran. Beberapa jenis mobil
pemadam kebakaran yaitu :
a) Water tender, media pemadam api yang dilengkapi dengan air dan pompa.
b) Foam tender, dilengkapi dengan busa dan alat pembuat busa serta pompa
penyemprot air.
c) Tepung kering, dilengkapi dengan tangki berisi tepung kering dan nozzle
penyemprot.
2) Monitor bergerak ( Fire Monitor), diperlukan dan sangat efektif
digunakan untuk menangani kebakaran besar, misalnya sumburan liar
(blow out) di lapangan minyak.
3) APAR bergerak, yaitu APAR dengan ukuran lebih dari 10kg sehingga
tidak dapat diangkat oleh 1 orang.

i. Sistem Proteksi Pasif


Sistem proteksi pasif adalah sistem, sarana atau rancangan yang menjadi
bagian dari sistem sehingga tidak perlu digerakkan secara aktif. Jenis-
jenis proteksi pasif antara lain :
1) Penghalang (barrier), adalah struktur bangunan yang berfungsi
sebagai penghalang atau penghambat penjalaran api dari satu
bagianke bagian yang lain. Penghalang dapat di desain dalam bentuk
tembok atau partisi dengan material tahan api.
2) Jarak aman, pengaturan jarak sangat berguna untuk mengurangi
bahkan mencegah penjalaran api .
3) Pelindung tahan api, penjalaran api dapat dikurangi dengan
memberikan pelindung tahan api untuk sarana dan peralatan tertentu.
Misalnya, tiang-tiang pondasi dalam pabrik kimia diberi proteksi
bahan tahan panas sehingga mampu menahan panas sekurangnya
jam.

7. Means of Escape
Means of Escape merupakan sarana penyelamatan diri yang
merupakan bagian kontruksi ataupun fasilitas.Means of Escape harus
direncanakan dengan baik sejak rancang bangun sesuai dengan rencana
penggunaannya. Berbagai fasilitas yang dapat digolongkan sebagai means
of escape antara lain :
a. Pintu keluar (exit door).
b. Tangga darurat.
c. Lampu darurat (emergency lamp).
d. Penunjuk arah (safety sign).
e. Koridor.

D. MANAJEMEN KEBAKARAN
1. Manajemen Proteksi KebakaranGedung
Menurut peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
20/PRT/M/2009 tentang pedoman teknis manajemen proteksi kebakaran
diperkotaan, manajemen proteksi kebakaran gedung adalah bagian dari
manajemen bangunan untuk mengupayakan kesiapan pemilik dan pengguna
bangunan gedung dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran padabangunan.
Setiap pemilik / pengguna bangunan gedung wajib melaksanakan
kegiatan pengelolaan resiko kebakaran meliputi kegiatan bersiap diri,
memitigasi, merespon dan pemulihan akibat kebakaran.Selain itu setiap
pemilik/pengguna gedung juga harus memanfaatkan bangunan gedung
sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam izin mendirikan bangunan
gedung termasuk pengelolaan risiko kebakaran melalui kegiatan
pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala sistem proteksi
kebakaran serta penyiapan personil terlatih dalam pengendalian kebakaran
(Kementerian Pekerjaan Umum RI, 2009).

a. PenanggulanganKebakaran
Penanggulangan kebakaran adalah suatu upaya untuk mencegah
timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengenalan setiap wujud
energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran, dan sarana penyelamatan
serta pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas
kebakaran (Kepmenaker RINo.Kep.186/MEN/1999).
Sedangkan menurut Sumamur (1981), penanggulangan kebakaran
merupakan semua tindakan yang berhubungan dengan pencegahan,
pengamatan, dan pemadaman kebakaran dan meliputi perlindungan
jiwa dan keselamatan manusia serta perlindungan harta kekayaan.
Lima prinsip pokok penanggulangan kebakaran dan pengurangan
korban kebakaran :
1. Pencegahan kecelakaan sebagai akibat kecelakaan atau
keadaanpanik
2. Pembuatan bangunan yang tahanapi
3. Pengawasan yang teratur danberkala
4. Penemuan kebakaran pada tingkat awalpemadamannya
5. Pengendalian kerusakan untuk membatasi kerusakan sebagai
akibat dan tindakanpemadamannya.
Menurut Depnaker tahun (1987), pada modul-modul prinsip
penanggulangan kebakaran, secara umum dasar dari pemadaman
bertujuan agar nyala atau kobaran api dapat dipadamkan dengan
segera, sehingga dampak yang merugikan dan korban jatuh
dapat dihindarkan. Oleh karena itu usaha pemadaman api harus
memerlukan teknik yang tepat serta didukung oleh sistem
tanggap darurat yang baik agar mendapatkan hasil
yangmaksimal.

b. Prosedur Penanggulangan Kebakaran di Dalam Jam Kerja


1. Penanggulangan kebakaran kecil/awal
Pada umumnya kebakaran besar dimulai dari kebakaran kecil,
untuk mencegah agar kebakaran tidak menjadi besar, maka:
a. Karyawan yang mengetahui lebih dahulu
1) Memadamkan kebakaran kecil awal tersebut dengan
menggunakan alat pemadam api pertama/ringan yang
tersedia di lantai tersebut.
2) Melaporkan terjadinya kebakaran tersebut kepada
komandan lantai.
b. Komandan lantai
1) Bila kebakaran tersebut dapat dipadamkan oleh karyawan
dan peralatan seperti tersebut pada butir b.1 diatas, maka
komandan lantai segera melaporkan kejadian tersebut ke:
9, 1230, 1242, 3451576, 1259 dan SATGASPAM.
2) Bila kebakaran tersebut belum dapat dipadamkan oleh
karyawan seperti tersebut pada butir 1.1 diatas, maka
setelah melaporkan kejadian tersebut ke teknisi, bagian
rumah tanggaPenanggulangan Kebakaran Besar

c. Prosedur Penanggulangan Kebakaran di Luar Jam Kerja


Untuk penanggulangan kebakaran di luar jam kerja, diatur
sebagai berikut :
1. Posko (SATGASPAM)
a. Komandan/Pengawas Posko yang bertindak sebagai Kepala
Pemadam Kebakaran.
b. Bila kebakaran besar, Posko harus menghubungi semua
petugas yang tercantum dalam organisasi penanggulangan
keadaan darurat kebakaran dan pejabat yang ditunjuk serta
melaksanakan tugas :
1) Petugas jaga bertindak sebagai Pasukan Pemadam Inti dan
segera melakukan pemadaman api dengan fasilitas yang ada
(Hydrant, tabung air dan lain sebagainya).
2) Segera melapor kejadian tersebut kepada pejabat yang ditunjuk
atau pejabat lainnya.
3) Apabila kebakaran kecil tersebut telah dapat diatasi segera
dibuatkan Berita Acara.
4) Apabila terjadi kebakaran besar segera menghubungi Dinas
Kebakaran DKI Jakarta dengan nomor telepon.untuk
meminta bantuan
2. Petugas petugas jaga lain
Petugas petugas jaga lainnya seperti petugas jaga keamanan,
teknisi dan karyawan karyawan yang sedang melaksanakan
kerja lembur, diharapkan membantu kelancaran pelaksanaan
usaha penanggulangan kebakaran.
d. Prosedur Tanggap DaruratKebakaran
Prosedur tanggap darurat kebakaran mencakup kegiatan
pembentukan tim perencanaan, penyusunan analisis risiko bangunan
gedung terhadap bahaya kebakaran, pembuatan dan pelaksanaan rencana
pengaman keakaran (fire safety plan), dan rencana tindak darurat
kebakaran (fire emergency plan) (Kementerian PU, 2009).
Komponen pokok rencana pengamanan kebakaran mencakup
rencana pemeliharaan sistem proteksi kebakaran, rencana ketatgrahaan
yang baik (good housekeeping plan) dan rencana tindakan darurat
kebakaran (fire emergency plan) (Kementerian PU,2009).

e. Identifikasi dan Analisa Risiko Kebakaran


Langkah pertama adalah melakukan identifikasi apa saja potensi
bahaya kebakaran yang ada dalam organisasi. Bahaya kebakaran dapat
bersumber dari proses produksi, material atau bahan yang digunakan,
kegiatan kerja yang dijalankan dalam perusahaan serta instalasi yang
mengandung potensi risiko.
Dalam melakukan identifikasi risiko kebakaran ini dapat dilakukan
pendekatan sebagai berikut:
1. Sumber Kebakaran
Mengidentifikasi sumber kebakaran dapat dilakukan melalui
pendekatan segitiga api, yaitu sumber bahan bakar, sumber panas, dan
sumber oksigen.
a. Identifikasi sumber bahan bakar yang ada dalam kegiatan,
misalnya minyak, bahan kimia, kertas, timbunan kayu, plastik,
kemasan, dan lainnya.
b. Identifikasi sumber panas yang mungkin ada, misalnya instalasi
listrik, dapur (furnace), dapat untuk memasak, merokok, percikan
api dari kegiatan teknik seperti bengkel, mesin gerinda,
pengelasan dan pekerjaan yang menggunakan sumber api lainnya.
c. Sumber oksigen, yang dapat menjadi pemicu kebakaran,
misalnya bahan pengoksidasi yang ada di lingkungan kerja.
2. Proses Produksi
Proses produksi juga mengandung berbagai potensi bahaya kebakaran
dan peledakan, misalnya dari tanki timbun, reactor, proses distilasi,
proses pemanasan, pembakaran dan lainnya. Kegiatan produksi
misalnya di suatu pabrik kimia sering menggunakan tekanan dan suhu
tinggi untuk mengolah suatu bahan kimia.
3. Material Mudah Terbakar
Identfikasi risiko kebakaran juga memperhitungkan jenis material
yang digunakan, disimpan, diolah atau diproduksi di suatu tempat
kerja. Jika bahan tersebut tergolong mudah terbakar (flammable
material )dengan sendirinya risiko kebakaran semakin tinggi.

E. Penerapan Manajemen Kebakaran


1. Kebakaran di Perkantoran dan Pemukiman
Salah satu peristiwa yang paling banyak terjadi adalah kebakaran
di perkantoran dan pemukiman.Hampir setiap hari ada berita mengenai
kebakaran di perumahan, rumah tinggal atau perkampungan padat
penduduk.Kebakaran memusnahkan ribuann rumah dan menyebabkan
orang kehilangan tempat tinggal.
Langkah-langkah penanggulangan kebakaran di lingkungan
perumahan dan pemukiman telah dirumuskan dalam Kepmen PU No.11
tahun 2008. Hal yang perlu dilakukan di lingkungan perumahan antara
lain:
1) Membentuk sistem pengorganisasian kebakaran di tingkat
kelurahan atau RW dengan mendorong keterlibatan anggota
masyarakat.
2) Mengadakan penyuluhan bahaya kebakaran secara berkala
kepada masyarakat umum, baik jalur formal (fire education),
maupun jalur informal.
3) Meningkatkan sistem kebakaran di setiap area atau blok,
misalnya menyediakan akses mobil kebakaran dan hidran,
menyediakan perlengkapan bantuan pertama seperti karang,
ember, pengait, dan alat pemadam api ringan.
4) Penataan pemukiman yang lebih baik dengan
mempertimbangkan aspek bahaya kebakaran.
5) Penggunaan peralatan standar misalnya untuk instalasi listrik,
peralatan listrik, kompor gas, kompor minyak tanah yang aman.

2. Kebakaran di Tempat Umum (Public building fire)

Kebakaran selanjutnya yang harus mendapatkan perhatian


adalah kebakaran yang terjadi di tempat umum, misalnya mall,
restaurant, tempat ibadah, dll.

Upaya penanggulangan yang dapat dilakukan antara lain adalah:

1) Tidak membuang puntung rokok sembarangan. Karena hal tersebut


dapat menimbulkan kebakaran.
2) Menggunakan asbak yang tidak mudah terbakar. Seperti bahan
keramik, batu, atau yang lainnya.

3) Menggunakan stop kontak tidak over capacity, karena sekarang


banyak tersedia stop kontak di tempat-tempat umum seperti caf,
mall, restaurant, dsb. Namun konsumen menggunakannya secara
terus menerus dan terkadang over capacity, hal tersebut dapat
menyebabkan konsleting listrik yang akhirnya menyebabkan
kebakaran.

4) Jika terjadi kebakaran kecil, tetap tenang jangan panik dan segera
padamkan api tersebut sebelum menjadi besar.

3. Kebakaran di Industri (Industrial fire)

Masalah bahaya kebakaran di industri, sangat berbeda dengan


tempat umum atau pemukiman.Industry, khususnya yang mengelola
bahan berbahaya memiliki tingkat kebakaran yang tinggi.
Kebakaran di industry menimbulkan kerugian yang sangat besar
karena menyangkut nilai asset yang tinggi, proses produksi dan
peluang kerja.
Menurut Kemenaker No.186 tahun 1999 tentang Unit
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, tingkat risiko kebakaran
dikelompokkan atas:
1) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran ringan;
2) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang I
3) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran sedang II
4) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakran sedang III
5) Klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran berat.
Penanggulangan kebakaran di tempat kerja atau dalam industry
disesuaikan dengan tingkat kebakaran masing-masing.
Menurut ketentuan tersebut, untuk penanggulangan kebakaran,
setiap tempat kerja harus membentuk atau membangun unit
penanggulangan kebakaran yang terdiri atas unsur-unsur sebagai
berikut:
1) Petugas peran kebakaran
2) Regu penanggulangan kebakaran
3) Koordinator unit penanggulangan kebakaran
4) Ahli K3 spesialis penanggulangan kebakaran sebagai
penanggung jawab teknis

4. Kebakaran Gedung Bertingkat (Highrise building fire)

Gedung bertingkat dewasa ini semakin banyak bermunculan di


berbagai kota besar di Indonesia. Keterbatasan lahan membuat
masyarakat berlomba membangun gedung bertingkat baik untuk
perkantoran maupun untuk pemukiman dalam bentuk
apartemen.Gedung dibangun semakin tinggi dan terus
menjulang.Bangunan tertinggi di dunia yang dibangun di Dubai
mencapai ketinggian 800 meter.

Dapat dibayangkan betapa sulitnya upaya penanggulangan


kebakaran misalnya untuk mengalirkan air ke puncak tertinggi gedung
tersebut.

Penerapan FSM telah dipersyatkan dalam Kepmeneg PU No.


11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan
Kebakaran Perkotaan.Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
sebagian besar bangunan tinggi belum menerapkan system FSM
dengan baik dan konsisten. Undang-Undang Bangunan Gedung
( UUBG-2002 ) yang mensyaratkan aspek keselamatan bangunan
perlu ditindaklanjuti dengan penerapan pedoman teknis seperti FSM
dan Rencana Tindak Darurat Kebakaran atau Fire Emergency Plan
(FEP) yang merupakan sub bagian dari FSM. Berdasarkan kondisi
yang ada saat ini, permasalahan yang masih terjadi pada bangunan
tinggi adalah belum efektifnya system Manajemen Keselamatan
Kebakaran yang diterapkan pada sebagian besar bangunan gedung
tinggi yang ada di beberapa kota besar di Indonesia, sehingga
keselamatannya kurang terjamin

5. Kebakaran rumah sakit (Hospital fire)

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang juga rawan


kebakaran.Banyak terjadi kasus kebakaran di rumah sakit, misalnya
yang menimpa rumah sakit umum Tangerang, RS Ibu dan Anak
Hermina dan RS Sari Asih. Oleh karena itu,rumah sakit perlu
menerapkan sistem manajemen kebakaran yang baik.

Secara umum sistem proteksi yang diperlukan adalah sebagai


berikut:

1) Sistem alarm dan detector yang sesuai dengan kondisi penghuni.


Alarm sebaiknya tidak ditempatkan di ruangan pasien tetapi di
ruang jaga perawat sehingga tidak menimbulkan gangguan dan
kepanikan.

2) Sistem air pemadam seperti penampung air dan jaringan pipa


pemadam. Jenis atau entuknya disesuaikan dengan konstruksi
bangunan dan jumlah lantai. Untuk bangunan bertingkat
diperlukan sisem pipa tegak dan hidran di setiap lantai.

3) Sistem pemadam kebakaran baik manual atau otomatis. Rumah


sakit perlu dilengkapi dengan APAR di setiap lantai dan ruangan
yang mengandung risiko kebakaran tinggi. Di samping itu,
untuk bangunan bertingkat perlu dilengkapi dengan sistem
sprinkler kebakaran yang berfungsi jika kebakaran terjadi.
4) Sistem penyelamat atau evakuasi. Hal ini sangat penting untuk
bangunan rumah sakit karena kondisi pasien yang sedang
dirawat. Perlu sarana untuk evakuasi pasien dengan cepat
menuju tempat yang aman.

5) Sistem manajemen kebakaran. Sesuai dengan kondisi bangunan


bertingkat lainnya, di lingkungan RS perlu dibangun dan
dikembangkan sistem tanggap darurat yang meliputi organisasi
tanggap darurat, sumber daya dan prosedur penanganannya.
Untuk itu, perlu dilakukan latihan berkala menghadapi bahaya
kebakara (fire drill) termasuk penyelamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3985-2000 tentang Tata Cara


Perencanaan, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm
Kebakaran untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung

Sumber : Tarwaka, 2012. Dasas-dasar Keselamatan Kerta Serta Pencegahan


Kecelakaan di Tempat Kerja. Harapan Press : Surakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan


Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan,


Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung

Sunarno. 2006. Mekanikal Elektrikal. Yogyakarta: ANDI.

Juwana, J. S. 2005. Sistem Bangunan Tinggi, Jakarta: Erlangga.

Sumber:Ilma Adzim, Hebbie. 2015. Api dan Kebakaran.


https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2015/08/sarana-
proteksi-kebakaran-aktif-dan.html. (23 Februari 2017)
Taufan, Muhammad. 2011. Sistem Splinker.
http://engineeringbuilding.blogspot.com/2011/06/sistem-splinker.html (23
Februari 2017)

Anda mungkin juga menyukai