Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TEORI KEBAKARAN SERTA TEHNIK ANALISA


RESIKO KEBAKARAN

DI SUSUN OLEH

ADI WAHYUDI

197052518

A3-SEMESTER II

UNIVERSITAS BALIKPAPAN
FAKULTAS VOKASI
D4K3
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat dan Rahmat-nya kita
dapat menjalankan sebuah kehidupan dengan penuh realita yang berkepanjangan.
Dimana kita dapat mebuat sebuah makalah penuh dengan kesadaran dan tidak
kesadaran.

Dalam membuat sebuah penyusunan kata untuk merangkai sebuah kata hanya ini
yang aku bisa. Tidak lebih dan tidak kurang dari sebuah apa yang kita pikirkan dan hanya
ini yang aku bisa. Dimana kita dapat membuat sebuah makalah yang bertema hukum
dan HAM dalam islam.

Semua isi-nya hanya bisa di pahami dan bisa di mengerti.


Demikian atas partisapasi kami dalam membuat makalah ini dengan penuh
kesederhanaan.
Karena hanya ini yang aku bisa. Kalau ada kritik dan saran tolong adi sempurnakan.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………. i


KATA PENGANTAR ……………………………………………… ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………… 4


B. Rumusan Masalah …………………………………………… 5
C. Tujuan Penulisan …………………………………………….. 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian ……………………………………………. 6
B. Pengetahuan Dasar Api……………………………………………… 7
C Klasifikasi Kebakaran……………………………………………….. 8
D. Factor Penyabab Terjadinya Kebakaran………………………………………………….
10
E. Proses Terjadinya Kebakaran……………………………………… 11
F Penanggulangan Kebakaran…………………………………. 14

H Cara Untuk Memadamkan Kebakaran …………………………………………….15

I Tehnik Analisa Bahaya Risiko Kebakaran ……………………………………………. 16

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ………………………………………………………… 27

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebakaran adalah suatu peristiwa yang terjadi akibat tidak terkendalinya


sumber energi. Siklus ini berisi rangkaian demi rangkaian panjang peristiwa (event
dinamic) yang dimulai dari pra kejadian, kejadian dan siklusnya serta konsekuensi yang
mengiringinya. Kejadian tersebut akan tercipta apabila kondisi dan beberapa syarat
pencetusnya terpenuhi, utamanya pada saat pra kejadian.

Ada poin-poin yang menjadi persyaratan dasar yang apabila gagal dilakukan pe–
ngendalian akan memicu peristiwanya, kemudian akan memasuki tahapan tidak
terkendali dan sukar dipadamkan. Syarat kondisi tersebut di antaranya adalah terdapat
bahan yang dapat terbakar, misalnya minyak, gas bumi, kertas, kayu bahkan rumput
kering dan sebagainya. Bilamana bahan yang dapat terbakar tersebut berada dalam
kondisi tertentu dan bertemu pencetusnya maka seketika akan segera menimbulkan
api. Sedangkan pencetus itu sendiri penyebabnya cukup banyak di antaranya energi
petir, api terbuka, listrik bahkan hanya sekedar percikan bunga api. Penelitian yang
terbaru dan mengejutkankan pemantik kebakaran tersebut juga bisa timbul akibat
frekuensi telpon genggam.

Peristiwa munculnya api awal berlanjut menjadi kebakaran besar hanya butuh
waktu dibawah 4 menit atau 10 menit. Ukuran waktu 4 -10 menit tersebut hasil dari
suatu pengkajian dan studi pengalaman dimana tahapan api belum berkembang dan
meluas. Setelah lebih dari waktu yang dimaksud, api akan berkembang menjadi api
bertumbuh (growth) dan menjadi penuh (full steady fire) dengan suhu mencapai 600
derjat Celsius sampai 1000 derajat Celcius lebih, dimana ini su–dah berada pada
tahapan sulit dipadamkan. Hanya perangkat hidran dan sejenisnya yang dapat
mengurangi dan memadamkan.

Siklus api awal menuju kondisi tidak terkendali ini disebabkan pada waktu menit
menit awal peristiwa kebakaran tersebut, terdapat serentetan umpan balik yang
mempercepat berkembangnya api itu sendiri. Rentetan umpan balik tersebut adalah
bertambahnya suhu atau temperatur yang akan mempercepat penguapan benda cair
atau sublimasi benda yang terbakar dan terhisapnya udara (oksidasi) dan mem–
percepat terjadinya fire point (siklus bersambung). Waktu yang singkat dan peristiwa
umpan balik itulah menjadi faktor penentu percepatan tingkat kobaran api. Bila tidak
dilakukan penanganan secara sistematis akan berakhir tragis dan menimbulkan kerugian
yang luas. Terkadang membawa korban jiwa manusia.

Kenapa hal tersebut terjadi? Ada beberapa pertanyaan yang terkadang sulit
untuk dijawab secara umum dalam menghadapi waktu dibawah 4 menit dan hal
tersebut menjadi jawaban klasik mengapa dan kenapa peristiwa kebakaran selalu
terjadi tanpa dapat dicegah atau diminimalisasi kejadiannya. Takdir Tuhanlah,
musibahlah atau yang lebih ekstrem menyalahkan petugas PMK-nya yang bolot dan
lelet.

Kebakaran merupakan kejadian yang tidak diinginkan bagi setiap orang dan
kecelakaan yang berakibat fatal. Kebakaran ini dapat mengakibatkan suatu kerugian
yang sangat besar baik kerugian materil maupun kerugian immateriil. Sebagai contoh
kerugian nyawa, harta, dan terhentinya proses atau jalannya suatu produksi/aktivitas,
jika tidak ditangani dengan segera, maka akan berdampak bagi penghuninya. Jika terjadi
kebakaran orang-orang akan sibuk sendiri, mereka lebih mengutamakan
menyelamatkan barang-barang pribadi daripada menghentikan sumber bahaya
terjadinya kebakaran, hal ini sangat disayangkan karena dengan keadaan yang seperti ini
maka terjadinya kebakaran akan bertambah besar. Dengan adanya perkembangan dan
kemajuan pembangunan yang semakin pesat, resiko terjadinya kebakaran semakin
meningkat.

Penduduk semakin padat, pembangunan gedung-gedung perkantoran, kawasan


perumahan, industry yang semakin berkembang sehingga menimbulkan kerawanan dan
apabila terjadi kebakaran membutuhkan penanganan secara khusus.

B. Rumusan masalah

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian api dan kebakaran
2. Menyebutakan dan menjelaskan tentang unsur-unsur api serta pemadamannya dan
proses terjadinya api
3. Menyebutkan dan menjelaskan klasifikasi kelas kebakaran
4. Menyebutkan tahapan-tahapan pengembangan api/kebakaran
5. Menyebutkan dan menjelaskan penyebab kebakaran

BAB II
PEMABAHSAN

A. PENGERTIAN

Bekerja di sebuah laboratorium ataupun di perusahaan – perusahaan industri


jelas tak bisa lepas dari kemungkinan kecelakaan kerja atau bahaya yang salah satunya
adalah kebakaran. Aspek bahaya ini menjadikan pekerja laboratorium ataupun
diperusahaan membuat dan menciptakan suatu system keselamatan kerja. Selain itu
perlu difahami pula bagaimana proses terjadinya kebakaran, bahan-bahan kimia apa
saja yang mudah terbakar serta bagaimana cara penanggulangannya secara benar.

Bahasan ini akan saya uraikan secara lengkap mulai dari definisi api dan
kebakaran. Definisi api adalah suatu fenomena yang dapat diamati dengan adanya
cahaya dan panas serta adanya proses perubahan zat menjadi zat baru melalui reaksi
kimia oksidasi eksotermal. Api terbentuk karena adanya interaksi beberapa
unsur/elemen yang pada kesetimbangan tertentu dapat menimbulkan api. Sedangkan
kebakaran yaitu peristiwa bencana yang ditimbulkan oleh api, yang tidak dikehendaki
oleh manusia dan bisa mengakibatkan kerugian nyawa dan harta.

Definisi umumnya kebakaran adalah suatu peristiwa terjadinya nyala api yang
tidak dikehendaki, sedangkan defenisi khususnya adalah suatu peristiwa oksidasi antara
tiga unsur penyebab kebakaran.

Ditinjau dari jenis api, dapat dikategorikan menjadi jenis api jinak dan liar. Jenis
api jinak artinya api yang masih dapat dikuasai oleh manusia, sedang jenis api liar tidak
dapat dikuasai. Inilah yang dinamakan kebakaran.
Proses kebakaran atau terjadinya api sebenarnya bisa kita baca dari teori segitiga
api yang meliputi elemen bahan, panas dan oksigen. Tanpa salah satu dari ketiga unsur
tersebut, api tidak akan muncul. Oksigen sendiri harus membutuhkan diatas 10%
kandungan oksigen di udara yang diperlukan untuk memungkinkan terjadinya proses
pembakaran.

Sedang mengenai sumber panas bisa bisa muncul dari beberapa sebab antara lain :

1. Sumber api terbuka yaitu penggunaan api yang langsung dalam beraktifitas
seperti :
masak, las, dll.

2. Listrik Dinamis yaitu panas yang berlebihan dari sistem peralatan/rangkaian


listrik seperti : setrika, atau karena adanya korsleting.
3. Listrik Statis yaitu panas yang ditimbulkan akibat loncatan ion negatif dengan
ion positif seperti : peti.
4. Mekanis yaitu panas yang ditimbulkan akibat gesekan/benturan benda seperti :
gerinda, memaku, dll.
5. Kimia yaitu panas yang timbul akibat reaksi kimia seperti : karbit dengan air.

B. Pengetahuan Dasar Api


Seperti telah dikemukakan diatas reaksi terjadinya api dari tiga jenis unsur yaitu :

1. Fuel ( Bahan Bakar )

a. Pengertian bahan bakar


Yang dimaksud bahan bakar ialah semua jenis benda yang dapat
terbakar b. Jenis bahan bakar

Bahan bakar umumnya dubagi atas 3 jenis antara lain jenis bahan bakar padat,bahan
bakar gas , dan cair

1. Benda Padat
Bahan bakar padat yang terbakar akan meninggalkan sisa berupa abu atau arang setelah
selesai terbakar. Contohnya: kayu, batu bara, plastik, gula, lemak, kertas, kulit dan lain-
lainnya.

2. Benda Cair
Bahan bakar cair contohnya: bensin, cat, minyak tanah, pernis, turpentine, lacquer,
alkohol, olive oil, dan lainnya.
3. Benda Gas
Bahan bakar gas contohnya: gas alam, asetilen, propan, karbon monoksida, butan, dan
lainlainnya

c. Sifat Umum bahan bakar


Setiap jenis bahan bakar mempunyai sifat - sifat khusus,tetapi pada prinsipnya semua
jenis bahan bakar mempunyai sifat-sifat umum antara lain mudah terbakar dan dapat
terbakar. 2. Oksigen / O2 ( Zat Asam)
a. Pengertian Oksigen
Suatu jenis gas yang sangat diperlukan dalam proses kehidupan bagi semua
mahluk' b. Prosentase Oksigen diudara

Udara terdiri dari atas bermacacm - macam gas dengan komposisi sebagai berikut :

- Gas Nitrogen / N2 : kurang lebih 78 %


- Gas Oksigen / O2 : kurang lebih 21%
- Gas Karbondioksida: kurang lebih 1%
Jumlah gas oksigen yang prosentasinya 21% inilah yang selalu dibutuhkan untuk prroses
kehidupan.

c. Fungsi Oksigen yang terjadinya Api ( Pembakaran )


Gas oksigen merupakan salah satu unsur yang harus ada ,sehngga tanpa oksigen api
tidak dapat terjadi pada keadaan normal ,dimana jumlah prosentase oksigen diudara
adalah 21% merupakan jumlah yang memadai untuk proses terjadinya api . Dan jumlah
minimal prosentase oksigen di udara yang masih dapat mbantu dalam proses
terjadinya api adalah 15%.

3. Source Of Igition ( sumber nyala )

a. Pengertian Sumber Nyala dan Sumber Panas


- Sumber panas ialah semua benda atau kejadian yang menimbulkan panas
- Sumber Nyala ialah semua benda atau kejadian yang menimbulkan Panas pada
suatu tingkat temperatur tertentu dan telah dianggap berbahaya bagi timbulnya

api / kebakaran. b. Terjadinya sumber nyala

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya sumber nyala, antaa lain


:

- Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Alam


- Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Kimia
- Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Listrik
- Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Mekanik
- Sumber nyala terjadi karena proses / peristiwa Nuklir

C. Klasifikasi Kebakaran/Pengelompokkan Kebakaran

Klasifikasi/pengelompokkan kebakaran menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan


Transmigrasi Nomor 04/MEN/1980 Bab I Pasal 2, ayat 1 adalah sebagai berikut :

1. Kebakaran Klas A

Adalah kebakaran yang menyangkut benda-benda padat kecuali logam. Contoh :


Kebakaran kayu, kertas, kain, plastik, dsb.

Alat/media pemadam yang tepat untuk memadamkan kebakaran klas ini adalah
dengan : pasir, tanah/lumpur, tepung pemadam, foam (busa) dan air .

2. Kebakaran Klas B

Kebakaran bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar.

Contoh : Kerosine, solar, premium (bensin), LPG/LNG, minyak goreng.

Alat pemadam yang dapat dipergunakan pada kebakaran tersebut adalah Tepung
pemadam (dry powder), busa (foam), air dalam bentuk spray/kabut yang halus.

3. Kebakaran Klas C

Kebakaran instalasi listrik bertegangan. Seperti : Breaker listrik dan alat rumah tangga
lainnya yang menggunakan listrik .Alat Pemadam yang dipergunakan adalah :
Carbondioxyda (CO2), tepung kering (dry chemical). Dalam pemadaman ini dilarang
menggunakan media air.

4. Kebakaran Klas D

Kebakaran pada benda-benda logam padat seperti : magnesum, alumunium, natrium,


kalium, dsb.

Alat pemadam yang dipergunakan adalah : pasir halus dan kering, dry powder khusus.

Tabel Klasifikasi Kebakaran


RESIKO MATERIAL ALAT PEMADAM
Dari
Class A Kayu, kertas, kain Dry Chemichal Multiporse dan ABC soda
acid

Class B Bensin, Minyak tanah, Dry Chemichal foam ( serbuk bubuk


varnish
), BCF (Bromoclorodiflour
Methane), CO2, dan gas Hallon

Class C Bahan – bahan seperti Dry Chemichal, CO2, gas Hallon dan
asetelin, methane, propane
BCF
dan gas alam

Class D Uranium, magnesium dan Metal x, metal guard, dry sand dan
titanium bubuk pryme

keempat jenis kebakaran tersebut yang jarang ditemui adalah kelas D, biasanya untuk kelas A, B
dan C alat
pemadamnya dapat digunakan dalam satu tabunng / alat, kecuali bila diperlukan
jenis khusus.

D. Factor penyebab terjadinya kebakaran


Secara umum, kebakaran disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor manusia dan
faktor teknis.

 Faktor Manusia
Sebagian besar kebakaran yang disebabkan oleh faktor manusia timbul karena
kurang pedulinya manusia tersebut terhadap bahaya kebakaran dan juga kelalaian.
Sebagai contoh:

1. Merokok di sembarang tempat, seperti ditempat yang sudah ada tanda “Dilarang
Merokok”.
2. Menggunakan instalasi listrik yang berbahaya, misal sambungan tidak benar, mengganti
sekering dengan kawat.
3. Melakukan pekerjaan yang berisiko menimbulkan kebakaran tanpa menggunakan
pengamanan yang memadai, misalnya mengelas bejana bekas berisi minyak atau bahan
yang mudah terbakar
4. Pekerjaan yang mengandung sumber gas dan api tanpa tanpa mengikuti persyaratan
keselamatan, misalnya memasak menggunakan tabung gas LPG yang bocor dan lain-
lain.
 Faktor Teknis
Faktor Teknis lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai hal-hal yang memicu terjadinya kebakaran, misalnya:

1. Tidak pernah mengecek kondisi instalasi listrik, sehingga banyak kabel yang terkelupas
yang berpotensi terjadi korsleting yang bisa memicu terjadinya kebakaran
2. Menggunakan peralatan masak yang tidak aman, misalnya menggunakan tabung yang
bocor, pemasangan regulator yang tidak benar, dan lain-lain
3. Menempatkan bahan yang mudah terbakar didekat api, misalnya meletakkan minyak
tanah atau gas elpiji didekat kompor
4. Menumpuk kain-kain bekas yang mengandung minyak tanpa adanya sirkulasi udara. Bila
kondisi panas, kondisi seperti ini bisa memicu timbulnya api.
Berikut penggolongan penyebab kebakaran beserta simbolnya dapat dilihat
dalam tabel berikut :

1. Alat, disebabkan karena kualitas alat yang rendah, cara penggunaan yang salah,
pemasangan instalasi yang kurang memenuhi syarat. Sebagai contoh : pemakaian daya
listrik yang berlebihan atau kebocoran.
2. Alam, sebagai contoh adalah panasnya matahari yang amat kuat dan terus menerus
memancarkan panasnya sehingga dapat menimbulkan kebakaran.
3. Penyalaan sendiri, sebagai contoh adalah kebakaran gudang kimia akibat reaksi kimia
yang disebabkan oleh kebocoran atau hubungan pendek listrik.
4. Kebakaran disengaja, seperti huru – hara, sabotase dan untuk mendapatkan asuransi
ganti rugi.
Penyebab kebakaran dapat dilihat secara mendalam dari beberapa faktor berikut di
bawah
ini :

a. Faktor Non Fisik


Lemahnya peraturan perundang – undangan yang ada, serta kurangnya pengawasan
terhadap pelaksanaannya ( Perda No. 3 Tahun 1992 ).

• Adanya kepentingan yang berbeda antar berbagai instansi yang berkaitan dengan usaha
– usaha pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya kebakaran.
• Kondisi masyarakat yang kurang mematuhi peraturan perundang – undangan yang
berlaku sebagai usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran.
• Lemahnya usaha pencegahan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan yang
dikaitkan dengan faktor ekonomi, dimana pemilik bangunan terlalu mengejar
keuntungan dengan cara melanggar peraturan yang berlaku.
• Dana yang cukup besar untuk menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan
terutama bangunan tinggi.
b. Faktor Fisik
• Keterbatasan jumlah personil dan unit pemadam kebakaran serta peralatan.
• Kondisi gedung, terutama gedung tinggi yang tidak teratur.
• Kondisi lalu lintas yang tidak menunjang pelayanan penanggulangan bahaya kebakaran.

E. Proses Terjadinya Kebakaran

Terjadinya kebakaran adalah merupakan suatu proses yang berkelanjutan ,dimana


proses tersebut juga merupakan peristiwa reaksi kimia , dengan unsur - unsur yang
terlibat didalamnya antara lain ;

1. Adanya bahan bakar atau benda - benda yg dapat terbakar


2. Adanya gas oksigen /O2 yang jumlah prosentasinya cukup memadai untuk proses
pembakaran
3. Adanya sumber nyala yang dapat menimbulkan kebakaran
Rantai Reaksi Kimia
Rantai reaksi kimia adalah peristiwa dimana ketiga elemen yang ada saling
bereaksi secara kimiawi, sehingga yang dihasilkan bukan hanya pijar tetapi berupa nyala
api atau peristiwa pembakaran.

CH4 + O2 + (x)panas ----> H2O + CO2 + (Y)panas

Dalam proses kebakaran terjadi rantai reaksi kimia, dimana setelah terjadi proses
difusi antara oksigen dan uap bahan bakar, dilanjutkan dengan terjadinya penyalaan dan
terus dipertahankan sebagai suatu reaksi kimia berantai, sehingga terjadi kebakaran
yang berkelanjutan.

Proses kebakaran berlangsung melalui beberapa tahapan, yang masing – masing


tahapan terjadi peningkatan suhu, yaitu perkembangan dari suatu rendah kemudian
meningkat hingga mencapai puncaknya dan pada akhirnya berangsur – angsur menurun
sampai saat bahan yang terbakar tersebut habis dan api menjadi mati atau padam. Pada
umumnya kebakaran melalui dua tahapan, yaitu :

a. Tahap Pertumbuhan ( Growth Period )


b. Tahap Pembakaran ( Steady Combustion )
Tahap tersebut dapat dilihat pada kurva suhu api di bawah ini.

Pada suatu peristiwa kebakaran, terjadi perjalanan yang arahnya dipengaruhi oleh lidah
api dan materi yang menjalarkan panas. Sifat penjalarannya biasanya kearah vertikal
sampai batas tertentu yang tidak memungkinkan lagi penjalarannya, maka akan
menjalar kearah horizontal. Karena sifat itu, maka kebakaran pada gedung – gedung
bertingkat tinggi, api menjalar ketingkat yang lebih tinggi dari asal api tersebut.

Saat yang paling mudah dalam memadamkan api adalah pada tahap
pertumbuhan. Bila sudah mencapai tahap pembakaran, api akan sulit dipadamkan atau
dikendalikan.

Klasifikasi Pertumbuhan Waktu Pertumbuhan /


Growth Time
( detik )

Tumbuh Lambat ( Slow Growth ) > 300


Tumbuh Sedang ( Moderete Growth ) 150 – 300
Tumbuh Cepat ( Fast Growth ) 80 – 150
Tumbuh Sangat Cepat (Very Fast
< 80 F.
Growth )

Ta
bel Laju
Pertumbuhan Kebakaran

Pola Meluasnya Kebakaran


Dari segi cara api meluas dan menyala, yang menentukan ialah meluasnya kebakaran.
Bedanya antara kebakaran besar dan kebakaran kecil sebetulnya hanya terletak pada
cara meluasnya api tersebut.
Perhitungan secara kuantitatif tentang cara meluasnya kebakaran sukar untuk
ditentukan. Tetapi berdasarkan penyelidikan – penyelidikan, kiranya dapat diperkirakan
pola cara meluasnya kebakaran itu sebagai berikut :
a. Konveksi ( Convection ) atau perpindahan panas karena pengaruh aliran,
disebabkan karena molekul tinggi mengalir ke tempat yang bertemperatur lebih rendah
dan menyerahkan panasnya pada molekul yang bertemperatur lebih rendah.
» Panas dan gas akan bergerak dengan cepat ke atas ( langit – langit atau bagian dinding sebelah
atas yang menambah terjadinya sumber nyala yang baru ).

» Panas dan gas akan bergerak dengan cepat melalui dan mencari lubang – lubang vertikal
seperti cerobong, pipa – pipa, ruang tangga lubang lift, dsb.

» Bila jalan arah vertikal terkekang, api akan menjalar kearah horizontal melalui ruang bebas,
ruang langit – langit, saluran pipa atau lubang – lubang lain di dinding.

» Udara panas yang mengembang, dapat mengakibatkan tekanan kepada pintu, jendela atau
bahan – bahan yang kurang kuat dan mencari lubang lainnya untuk ditembus.

b. Konduksi ( Conduction ) atau perpindahan panas karena pengaruh sentuhan


langsung dari bagian temperatur tinggi ke temperatur rendah di dalam suatu medium.
» Panas akan disalurkan melalui pipa – pipa besi, saluran atau melalui unsur kontruksi lainnya
diseluruh bangunan.

» Karena sifatnya meluas, maka perluasan tersebut dapat mengakibatkan keretakan di dalam
kontruksi yang akan memberikan peluang baru untuk penjalaran kebakaran.

C . Radiasi ( Radiation ) atau perpindahan panas yang bertemperatur tinggi kebenda


yang bertemperatur rendah bila benda dipisahkan dalam ruang karena pancaran sinar
dan gelombang elektromagnetik. Permukaan suatu bangunan tidak mustahil terbuat
dari bahan – bahan bangunan yang bila terkena panas akan menimbulkan api.
» Karena udara itu mengembang ke atas, maka langit – langit dan dinding bagian atas akan
terkena panas terlebih dahulu dan paling kritis. Bahan bangunan yang digunakan untuk
itu sebaiknya ialah yang angka penigkatan perluasan apinya ( fleme-spread ratings )
rendah.
» Nyala mendadak ( flash-over ) yang disebabkan oleh permukaan dan sifat bahan bangunan
yang sangat mudah termakan api, adalah gejala yang umum di dalam suatu kebakaran.
Kalau suhu meningkat sampai ± 425 0 C atau gas – gas yang sudah kehausan zat asam
tiba – tiba dapat tambahan zat asam, maka akan menjadi nyala api yang mendadak, dan
membesarnya bukan saja secara setempat tetapi meliputi beberapa tempat.
» Sama halnya dengan cerobong sebagai penyalur ke luar dari gas – gas panas yang
mengakibatkan adanya bagian kosong udara di dalam ruangan ( yang berarti pula
menarik zat asam ), semua bagian – bagian yang sempit atau lorong – lorong vertikal di
dalam bangunan bersifat sebagai cerobong, dan dapat memperbesar nyala api,
terutama kalau ada kesempatan zat
asam membantu pula perluasan api tersebu

F. Penanggulangan Kebakaran

Telah diketahui bahwa dari suatu kejadian kebakaran dapat menimbulkan


bermacam - macam akibat , antara lain korban jiwa dan harta benda .Tentunya kejadian
tersebut tidak kita inginkan, oleh karena itu dipikirkan tindakan dalam
penanggulanganya . Pada umumnya penanggulangan bahaya kebakaran dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) tingkatan meliputi :

1. Mencegah Terjadinya Kebakaran


Ialah merupakan tindakan - tindakan dilakukan guna mencegah terjadinya kebakaran
.tindakan tindakan - tindakan tersebut harus dilakukan oleh setiap orang untuk itu
diharapkan pengertian dan kesadaran agar dapat melaksanakan apa yang menjadi
tujuan, maka perlu adanya pengarahan dan bimbingan mengenai pencegahan bahaya
kebakaran kepada semua orang ,khususnya yang berada dilingkungan kerja .

2. Perlindungan Bahaya Kebakaran


Ialah merupakan tindakan yang dilakukan guna melindungi dari bahaya kebakaran
sehingga tidak turut terbakar dalam batas waktu tertentu atau mencegah meluasnaya
kebakaran ketempat lain sebelum pnanggulangan lebih lanjut

3. Pemadam Kebakaran
Ialah merupakan salah satu tindakan dalam penanggulangan kebakaran bersifat
represif.

H. Cara Untuk Memadamkan Kebakaran

Agar bisa memadamkan secara cepat, perlu difahami segitiga api seperti yang
telah diuraikan diatas yaitu menghilangkan salah satu unsur dari segitiga api.

Selain itu harus ada sarana dan prasarana alat pemadam kebakaran. Alat yang sifatnya
tradisional masih bisa dipakai seperti karung goni, pasir, termasuk keperluan komunikasi
kentongan dll. Sedang untuk alat pemadam kebakaran yang sifatnya umum antara
antara lain Hidrant, Mobil pemadam kebakaran, Alat pemadam api ringan (APAR),
sprinkler, dll.

Disamping itu alat pemadam api lain yang mempunyai sifat sebagai racun api,
antara lain karbon dioksida, Bahan Kimia kering multi guna dan bubuk kering. Dari
beberapa macam alat pemadam api tersebut masing‐masing mempunyai kegunaan dan
aturan tersendiri.
Inilah contoh gambar Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

I. Media Pemadaman Api


Media pemadam api menurut fasanya dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

• Jenis padat : misalnya pasir,tanah,selimut api, tepung kimia (dry chemical)


• Jenis cair : misalnya air, busa
• Jenis gas : misalnya gas asam arang (CO2), Halon 1102
Beberapa jenis media pemadam tersebut diterangkan sebagai berikut :
Metode Pemadaman Api

a. Pasir
Pasir efektif digunakan untuk memadamkan kebakaran kelas B yaitu tumpahan minyak
atau ceceran minyak. Tujuan utama dari penggunaan psir ini berfungsi untuk membatasi
menjalarnya kebakaran, namun untuk kebakaran kecil dapat digunakan untuk menutupi
permukaan bahan yang terbakar sehingga memisahkan udara dari proses nyala yang terjadi,
sehingga nyala padam. b. Tepung Kimia
Menurut kelas kebakaran yang dipadamkan tepung kimia dibagi menjadi sebagai berikut
:
 Tepung kimia reguler (untuk kebakaran kelas B dan C).
Misalnya : Purple K, Plus 50 C, Monnex, Super K.
 Tepung kimia serbaguna (multipurpose), untuk kebakaran kelas ABC. Misalnya
:Monoamonium Phosphate (MAP).
 Tepung khusus untuk kebakaran logam (kelas D), misalnya : Met-L-X, TEC, Lith X Powder
dll.

 Ciri-ciri tepung kimia (dry powder) adalah :


 Butiran relatif seragam dengan diameter 15-60 mikron,
 Tidak beracun
 Untuk mencegah sifat higrokopis (mengisap air) dan penggumpalan, serta untuk
memberikan daya pengaliran yang lebih baik, maka ditambah “logam stearate” serta
bahan-bahan tambahan (additives tambahan).
 Walaupun cocok untuk kebakaran kelas C (listrik), tetapi dapat merusak instalasi atau
peralatan elektronik karena meninggalkan kotoran/kerak.
 Bagi manusia, segi bahayanya adalah dapat merusak pandangan dan mengganggu
pernafasan.

 Cara kerja tepung kimia dalam memadamkan api :


 Secara fisis, yaitu pemisahan atau penyelimutan bahan bakar dengan udara.
 Secara kimia, yaitu memutus rantai reaksi pembakaran, dimana partikel-pertikel
tepung kimia tersebut akan mengikat radikal hidroksil dari api. c. Air
Air cocok untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B. Dalam pemadaman kebakaran
air yang paling banyak dipergunakan. Hal tersebut karena air mempunyai keuntungan
sebagai berikut :

• Mudah didapat dalam jumlah yang banyak.


• Murah
• Mudah disimpan, diangkut dan dialirkan
• Dapat dipancarkan dalam berbagai bentuk
• Mempunyai daya 'menyerap panas' yang besar, yang menjadi ciri utama dari media
pemadam air.
• Mempunyai daya mengembang uap yang tinggi.
Kelemahan air sebagai media pemadam, antara lain :

• Menghantar listrik sehingga tidak cocok untuk kelas C.


• Berbahaya bagi bahan-bahan kimia yang larut dalam air atau yang eksotherm
(menghasilkan panas).
• Dapat terjadi 'slop over' bila digunakan untuk memadamkan minyak secara langsung
Cara kerja air dalam pemadaman api adalah secara fisis :
• Pendinginan, air mempunyai daya serap yang besar. Panas yang diserap dari 15 °C
sampai 100 °C adalah 84,4 kcl/kg (152 BTU/1bbs).
• Penyelimutan, karena air yang terkena panas akan berubah menjadi uap (steam), dan
uap air tersebut kemudian mengurangi kadar oksigen dalam air (dillution).

d. Busa (Foam)
Busa adalah kumpulan dari gelembung-gelembung cairan (bubbles) yang
mengapung diatas permukaan zat cair dan mengalir pada permukaan bahan padat. Dari
bentuk fisik busa tersebut maka sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A
dan B, terutama pada permukaan yang terbakar sangat luas, sehingga sulit bagi media
pemadam lain untuk menjangkau tipe kebakaran tersebut.

Media pemadam ini terdiri atas 2 jenis yaitu busa kimia maupun busa mekanik.
Ditujukan terutama untuk memadamkan kebakaran kelas B, dan secara terbatas juga
untuk kebakaran kelas A.
1. Busa Kimia
Busa ini terbentuk karena adanya proses (reaksi) kimia antara larutan Aluminium Sulfat
dengan larutan natrium bikarbonat.

Reaksinya adalah :

A12(SO4)3 + 6NaHCO3→ 2A1(OH)3+3Na2SO4 + 6CO2

2. Busa Mekanik
Busa ini terbentuk karena adanya proses mekanis yaitu berupa adukan dari bahan-
bahan pembentuk busa yang terdiri dari cairan busa, air bertekanan, dan udara. Untuk
melaksanakan proses pembentukan busa ini dipergunakan alat-alat pembentuk busa.
Proses pembentukan busa adalah sebagai berikut : Air dicampurkan degan cairan busa
sehingga membentuk larutan busa (foam solution). Kemudian udara dicampurkan pada
larutan busa dengan proses mekanis yaitu adanya pengadukan atau peniupan udara
maka terbentuklah busa mekanis. Bahan baku busa mekanis antara lain : Fluoro protein
(FP70), Fluorocarbon surfactant (AFFF), Hydrocarbon surfactant (Louryl alcohol).

I. TEHNIK ANALISA RESIKO BAHAYA KEBAKARAN

ABSTRAK
Secara garis besar di pasar tradisional terdapat berbagai masalah yaitu kebersihan, kenyamanan,
kondisi yang sempit, bangunan yang kurang terawat dan seringkali bocor, serta kurangnya alat-alat
penunjang seperti tempat sampah dan alat pemadam kebakaran. Upaya pengelola dalam
mengurangi risiko dirasakan masih kurang, dan buruknya perilaku pengguna pasar yang lain yaitu
pedagang maupun pembeli bisa menambah buruk kinerja pengelolaan. Kewaspadaan pihak
pengelola pasar tradisional dalam menghadapi bahaya kebakaran yang mungkin saja terjadi dan
kondisi sanitasi lingkungan yang buruk membutuhkan tanggung jawab dan perhatian yang serius.
Penelitian ini berlokasi di enam pasar tradisional di kota Yogyakarta yaitu Pasar Demangan, Pasar
Kranggan, Pasar Kotagede, Pasar Pathuk, Pasar Sentul, Pasar Serangan, yang termasuk dalam kelas
III yaitu Pasar dengan komponen bangun-bangunan sistem arus barang dan orang baik di dalam
maupun di luar bangunan dan melayani perdagangan tingkat wilayah bagian kota dengan luas kios
dan atau los minimal 1000 m2. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat risiko bahaya
kebakaran dan faktor yang dominan mempengaruhinya serta kondisi sanitasi lingkungan. Untuk
mengevaluasi permasalahan tersebut, menggunakan suatu analisa yaitu Analytical Hierarchy
Process (AHP). Teknik pengumpulan data dengan melakukan penilaian langsung ke lapangan, dan
pengisian instrumen penelitian (kuesioner) kepada pihak pengelola pasar sebagai pengguna pasar.
Hasil dan kesimpulan penelitian ini adalah pasar Pathuk mempunyai kondisi cukup berisiko
terhadap bahaya kebakaran, pasar Serangan mempunyai kondisi sangat berisiko terhadap bahaya
kebakaran. Sedangkan secara umum kondisi sanitasi lingkungan dinilai cukup.

Kata-kata kunci : penilaian, risiko bahaya kebakaran, kondisi sanitasi lingkungan, AHP

PENDAHULUAN
Untuk saat ini, yang perlu menjadi perhatian semua pihak adalah bagaimana agar pasar tradisional
bisa dibuat menjadi lebih layak sebagai tempat transaksi tanpa harus secara drastis mengubah
citranya atau khasnya sebagai pasar tradisional. Dalam kaitan ini yang perlu menjadi pertimbangan
untuk dibenahi adalah: kebersihan, lantai yang kering tidak becek, penataan lokasi penjual sesuai
dengan golongan barang yang dijual, lorong untuk pembeli yang lapang tidak sumpek, ada
pengaturan pencahayaan dan pengaturan udara yang sehat, keamanan yang terjamin, ada tempat
pembuangan sampah dan sampah tidak menumpuk, dan dapat menikmati makanan-makanan
tradisonal, ada pelatihan secara rutin bagi para pedagang tentang bagaimana mengatasi
kebakaran dan bagaimana menyelamatkan diri jika terjadi kebakaran, dan lain sebagainya yang
dapat membuat pasar tradisional lebih menarik agar tidak kalah dengan pasar modern.

Kesiapan pengelola pasar tradisional dalam menghadapi bahaya kebakaran yang mungkin saja
terjadi harus dilakukan mulai dari pencegahan sampai dengan penanganan atau penanggulangan
apabila terjadi kebakaran. Tindakan pencegahan harus diutamakan, sebab sekecil apapun
kebakaran sudah membawa kerugian harta benda bahkan korban jiwa manusia.

Melihat permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. lemahnya sistem manajemen kebakaran dari pihak pengelola pasar tradisional yang bisa
mengakibatkan risiko kebakaran semakin besar dan minimnya sarana dan prasarana yang ada
yaitu sarana penyelamatan, sistem proteksi pasif dan aktif,
2. pasar tradisional belum dapat dibebaskan dari citra negatif sebagai tempat yang kumuh, semrawut,
becek, kotor, kriminal tinggi, tidak nyaman, fasilitas minim.

Penelitian ini akan dibatasi terhadap kelas pasar dan karakteristik pasar. Penelitian yang dilakukan juga
hanya berdasarkan pendapat dan persepsi para penghuni atau pengguna pasar dalam hal ini yaitu pihak
pengelola pasar terhadap bahaya kebakaran dan sanitasi lingkungan, serta hasil penilaian secara fisik
terhadap fasilitas penunjang yang ada di pasar oleh penulis sendiri.

Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. mengetahui peringkat risiko kebakaran dan mengetahui faktor dominan yang mempengaruhi risiko
kebakaran,
2. mengetahui kondisi sanitasi lingkungan secara umum.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan wawasan tentang besarnya risiko terjadinya kebakaran di pasar-
pasar tradisional dapat dijadikan dasar untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran dengan lebih baik di pasar-pasar tersebut, serta perencanaan bangunan pasar tradisional yang
nyaman, aman dari bahaya kebakaran. Berikutnya juga diharapkan penataan dan pengelolaan sanitasi
lingkungan yang baik dan akan meningkatkan jumlah pngunjung atau pembeli serta menghilangkan kesan
bahwa pasar tradisional sebagai tempat yang kumuh dan kotor.
Penelitian ini dibatasi untuk jenis pasar umum dan klasifikasi Pasar Kelas III yaitu meliputi Pasar Demangan,
Pasar Kranggan, Pasar Kotagede, Pasar Pathuk, Pasar Sentul, Pasar Serangan. Pembagian berdasarkan jenis
dan pengklasifikasian tersebut di atas sesuai dengan Perda Kodya Dati II Yogyakarta No. 2 tahun 2009
tentang Pasar Pasal 8.

TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007, Pasal 1 menyebutkan bahwa pasar
tradisional adalah pasar yang dibagun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan
Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat
usaha berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar menawar.

Sesuai dengan Kepmen No. 11/KPTS/2000 (Menteri Negara Pekerjaan Umum RI, 2000) Pasar Tradisional
termasuk dalam Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Bahaya Kebakaran 4, yaitu angka klasifikasi ini
harus dipertimbangkan sebagai Risiko Bahaya Kebakaran Tinggi, dimana kuantitas dan kandungan bahan
mudah terbakarnya tinggi. Kebakaran dalam tingkat klasifikasi ini dapat diperkirakan berkembang cepat dan
mempunyai nilai pelepasan panas yang tinggi. Selengkapnya lihat Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Bangunan dengan Angka Klasifikasi Risiko Bahaya Kebakaran 4


No Jenis Bangunan
1. Kandang kuda
2. Gudang bahan bangunan
3. Pusat perbelanjaan
4. Ruang pamer, auditorium dan bioskop
5. Tempat penyimpanan
6. Terminal pengangkutan
7. Pertokoan
8. Pemrosesan kertas
9. Pelabuhan
10. Bengkel
11. Pabrik karet
12. Gudang untuk: mebel, umum, cat, kertas dan minuman keras
13. Industri kayu
Sumber : Kepmen No. 11/KPTS/2000

LANDASAN TEORI
Risiko Sanitasi buruk

Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 tahun 2007, Pasal 2 ayat 2c mengharuskan menyediakan
fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih, sehat (hygienis), aman, tertib dan ruang publik yang
nyaman. (Sekretariat Kabinet RI, 2008)

Definisi Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan
kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo, 2003). Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan
sebagai kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang
mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi tersebut mencakup pasokan air yang bersih
dan aman; pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien; perlindungan makanan dari
kontaminasi biologis dan kimia; udara bersih dan aman; rumah yang bersih dan nyaman.

Sistem Pembuangan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun
tempattempat umum lainnya, dan umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan
bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman,
perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang
mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985).

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga
tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi
sebagai berikut:

1. Karakteristik fisik
Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi. Terutama
air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang
mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan
sebagainya.

2. Karakter kimiawi
Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih
serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh
sebab itu, umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah
memulai membusuk.

Substansi organik dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yaitu :

a. gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan asam amino.
b. gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan karbuhidrat, termasuk
selulosa.
3. Karakteristik bakteriologis
Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah tergantung
darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan.

Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak diolah terlebih
dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain :

a. menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama: kholera, typhus abdominalis,
desentri,
b. menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen,
c. menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk,
d. menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap,
e. merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup lainnya,
f. mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak nyaman, dan sebagainya.

Pengolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah
tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap
gangguan yang timbul karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu dibuang.
Risiko Kebakaran

Di dalam Kepmen No. 10/KPTS/2000 Pasal 1 yang dimaksud dengan pengamanan terhadap bahaya
kebakaran di bangunan gedung dan lingkungan adalah segala upaya yang menyangkut ketentuan dan
persyaratan teknis yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan
pembangunan bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan dan
pemanfaatan/pemeliharaan bangunan gedung, serta pemeriksaan kelaikan dan keandalan bangunan
gedung terhadap bahaya kebakaran.

Sesuai dengan Kepmen No. 10/KPTS/2000 (Menteri Negara Pekerjaan Umum RI, 2000) Pasal 3 menyebutkan
bahwa pengamanan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi :

1. Perencanaan tapak untuk proteksi kebakaran,


2. Sarana penyelamatan,
3. Sistem proteksi pasif,
4. Sistem proteksi aktif,
5. Pengawasan dan pengendalian.

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun
petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi
kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan.

Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
melakukan pengaturan terhadap komponen bangunan gedung dari aspek arsitektur dan struktur
sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi
kebakaran, yang termasuk proteksi pasif :

1. Jalan penyelamatan/evakuasi;
2. Konstruksi suatu bangunan harus mampu menciptakan kestabilan struktur selama kebakaran untuk
memberikanwaktu bagi penghuni bangunan untuk menyelamatkan diri secara aman, memberikan
kesempatan bagi petugas pemadam kebakaran untuk beroperasi, menghindarkan kerusakan benda atau
barang akibat kebakaran.

Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh
penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Selain itu
sistem ini digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran, yang termasuk alat dari sistem
ini :

1. Alat Pemadam Api Portabel


(APAP); 2. Sprinkler;

3. Hidran.

Konsep Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran


Berdasarkan pemahaman karakteristik kebakaran pada bangunan yang umumnya cellulosic fire maka
pengamanan terhadap kebakaran mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Pengendalian lewat perancangan bangunan yang diarahkan pada upaya minimasi timbulnya kebakaran
dan intensitas terjadinya kebakaran, yang menyangkut minimasi beban api, rancangan sistem ventilasi,
sistem kontrol asap, penerapan sistem kompartemenisasi dll yang dikenal sebagai sistem proteksi pasif.
2. Pengendalian lewat perancangan sistem supresi kebakaran untuk meminimasi dampak terjadinya
kebakaran, melalui rancangan pemasangan sistem deteksi & alarm kebakaran, sistem pemadam basis air
(sprinkler, slang kebakaran, hosereel), sistem pemadam basis kimia (apar, pemadam khusus) dan sarana
pendukungnya (disebut sistem proteksi aktif).
3. Pengendalian lewat tata kelola bangunan yang meng-antisipasi terjadinya bahaya kebakaran didasarkan
pada analisis potensi bahaya kebakaran, analisis resiko dan penaksiran bahaya kebakaran ( fire hazard
assessment) sesuai tahap-tahap pertumbuhan kebakaran dalam ruangan. Tata kelola ini sering disebut
sebagai Fire Safety Management yang mencakup kondisi sebelum, pada saat dan setelah kejadian
kebakaran.

Analytical Hierarchy Process (AHP)


Dalam penelitian ini digunakan AHP untuk membandingkan tingkat kepentingan antara dua hal dengan
akurat sehingga dapat dipertanggungjawabkan, yaitu untuk membandingkan antara pertanyaan yang satu
dengan yang lain dari kuesioner sehingga diketahui bobot masing-masing pertanyaan. Untuk itu, Saaty
menetapkan skala kualitatif 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan antar
komponen dan subkomponen. Metode ini dipilih dengan tujuan untuk mengurangi unsur subyektivitas pada
pembobotan.

Analytical Hierarchy Process yang dikembangkan oleh Saaty (1988) dapat memecahkan masalah yang
kompleks dimana aspek atau kriterianya cukup banyak. Kelemahan dari metode ini adalah karena penilaian
atau keputusan yang dibuat sebagian didasarkan pada logika dan sebagian lagi unsur-unsur bukan logika
seperti perasaan, pengalaman, dan intuisi. Manusia mempunyai keterbatasan dalam menyatakan
persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak komponen.

Pengelolaan Pasar Tradisional

Menurut Perda Kodya Dati II Yogyakarta No. 2 tahun 2009 tentang Pasar di dalam Pasal 4 Ayat (3)
(Sekretariat Kodya Dati II Yogyakarta, 2009), disebutkan bahwa pengelolaan pasar meliputi antara lain
pemanfaatan dan pemeliharaan bangunan pasar dan fasilitas pasar; pengelolaan kebersihan pasar;
penataan, penertiban dan pengamanan pasar;

Diambil dari buku Pemberdayaan Pasar Tradisional (Departemen Perdagangan RI, 2006), disebutkan bahwa
pembenahan pengaturan sarana fisik pasar ditinjau dari arsitektur bangunan; dibutuhkan lahan atau ruang
yang besar dengan rencana bangunan untuk pencegahan kebakaran yaitu pencegahan dan perangkat
penanggulangan kebakaran dilakukan dengan penyediaan tabung pemadam pada setiap grup kios. Hidran
untuk armada pemadam kebakaran harus tersedia di tempat yang mudah dijangkau.

METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pasar-pasar tradisional yang berada di wilayah Kotamadya Yogyakarta. Jenis pasar
tradisional yang diteliti kategori umum dan diklasifikasikan berdasarkan Kelas III yaitu meliputi Pasar
Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Kotagede, Pasar Pathuk, Pasar Sentul, dan Pasar Serangan.

Langkah-langkah Penelitian
1 Setelah merumuskan masalah, kemudian menentukan indikator yang dipakai untuk menyusun
instrumen penelitian.
2 Pengumpulan data melalui survei a Data Primer :
1) komunikasi langsung (wawancara), maupun tak langsung yaitu berupa pengisian kuesioner
kepada pengelola pasar. Bentuk kuesioner berupa tipe pilihan, yaitu meminta responden untuk
memilih jawaban yang telah tersedia, pertanyaannya mengenai sistem manajemen kebakaran
dan kondisi sanitasi lingkungan;
2) melihat langsung di lapangan (observasi) dan melakukan penilaian berdasarkan visualisasi
kondisi pasar tradisional yang ditinjau.
b Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta berupa
denah bangunan, gambar tampak bangunan, pihak UPT Pasar tradisional berupa luas area
bangunan, jenis bahan dagangan, dan dari pihak atau instansi lain yang mendukung penelitian ini
yaitu dari Instansi KPKB Perlindungan Masyarakat Kota Yogyakarta.

3 Menghitung nilai risiko kebakaran dan kondisi sanitasi lingkungan tiap pasar berdasarkan data dari
kuesioner.
4 Membuat kesimpulan dan saran, hasil penelitian ini berupa penilaian serta pembandingan risiko
kebakaran antar pasar dan kondisi sanitasi lingkungan secara umum.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kriteria Penilaian

Penilaian berdasarkan kondisi saat ini di lapangan yaitu mengenai sarana dan prasarana proteksi terhadap
bahaya kebakaran dan manajemen penanggulangannya untuk resiko kebakaran, pengolahan air limbah dan
kebersihan lingkungan untuk kondisi sanitasi lingkungan. Juga didasarkan oleh kriteria atau pembatasan
kondisi komponen bangunan yang terdapat dalam kuisioner.

Kondisi setiap komponen atau bagian bangunan harus dinilai atau dievaluasi. Nilai kondisi komponen
proteksi kebakaran bangunan dan kondisi sanitasi lingkungan dibagi dalam tiga tingkat, seperti di lihat di
Tabel 2.
Tabel 2. Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
Nilai Kesesuaian Keandalan
100 Sesuai Persyaratan Baik
Terpasang tetapi ada sebagian kecil
80 Cukup
instalasi yang tidak sesuai persyatan
60 Tidak sesuai sama sekali Kurang
Tabel 3. Tingkat Penilaian Audit Sanitasi Lingkungan
Nilai Kesesuaian Keandalan
100 Sesuai Persyaratan Baik
Limbah diolah tetapi ada sebagian
80 kecil instalasi yang tidak sesuai Cukup
persyatan
60 Tidak sesuai sama sekali Kurang
Hasil Akhir Penilaian Bahaya Kebakaran dan Kondisi Sanitasi Lingkungan

Penulis membuat batasan yang dipakai untuk menyatakan hasil akhir penilaian, seperti
diperlihatkan pada tabel berikut.
Tabel 4. Kategori Hasil Akhir Penilaian
Hasil akhir Penilaian Kategori yang diberikan Kesesuaian dengan Kondisi
0,90 – 1 Tidak berisiko Sesuai Persyaratan
Terpasang tetapi ada sebagian
0,75 – 0,89 Cukup berisiko kecil instalasi yang tidak sesuai
persyaratan
0,60 – 0,74 Sangat berisiko Tidak sesuai sama sekali
Selanjutnya indeks kondisi komponen dikalikan dengan bobot masing-masing komponen,
kemudian hasilnya dijumlahkan sehingga mendapatkan hasil akhir berupa tingkat risiko kebakaran
dan kondisi sanitasi lingkungan. Hasilnya dapat diilustrasikan lewat gambar berikut.

Gambar 1. Hasil Akhir Penilaian Kondisi Risiko Kebakaran

Hasil tersebut di atas dapat dibahas dengan mengambil nilai tertinggi dan terendah :

1. Pasar Pathuk sebagai pasar tradisional dengan nilai akhir tertinggi atau dengan kata lain masih
dalam tingkat cukup berisiko, yaitu:
a. Tinjauan situasi dan kondisi bangunan cukup kondusif bagi timbulnya kebakaran;
b. Awal kecenderungan timbulnya api dari instalasi listrik, kondisi kompor atau alat masak
lain, dan kebiasaan orang mematikan rokok sebelum dibuang dinilai cukup berpengaruh;
c. Sistem proteksi aktif dinilai kurang memadai, dikarenakan alat pemadam yang tersedia
tidak dipasang di setiap los/kios atau area yang memiliki potensi kebakaran tinggi tetapi
hanya disimpan di kantor dengan alasan rawan terjadi tindak pencurian alat;
d. Sistem proteksi pasif dinilai memadai untuk tim penanggulangan kebakaran melakukan
pergerakan atau tindakan pemadaman, dan struktur bangunan mampu menahan
kebakaran selama mungkin untuk memberi kesempatan penghuni menyelamatkan diri
sebelum akhirnya bangunan roboh;
e. Sistem manajemen kebakaran rata-rata dilaksanakan dengan baik seperti secara rutin
diperiksa alat pemadam kebakaran, diadakan pelatihan dan sosialisasi penanggulangan
bahaya kebakaran.
2. Pasar Serangan sebagai pasar tradisional dengan nilai akhir terendah atau dengan kata lain
dalam tingkat sangat berisiko, yaitu:
a. Tinjauan situasi dan kondisi bangunan tidak kondusif bagi timbulnya kebakaran terutama
jenis bahan bangunannya yang berbahan beton;
b. Awal kecenderungan timbulnya api dari instalasi listrik dan kebiasaan orang mematikan
rokok sebelum dibuang dinilai cukup berpengaruh, sedangkan kondisi kompor atau alat
masak lain kurang terawat maupun terlindungi dari bahan lain yang mudah terbakar;
c. Sistem proteksi aktif dinilai kurang memadai, dikarenakan alat pemadam yang tersedia
tidak dipasang di setiap los/kios atau area yang memiliki potensi kebakaran tinggi tetapi
hanya disimpan di kantor dengan alasan rawan terjadi tindak pencurian alat;
d. Sistem proteksi pasif dinilai cukup memadai untuk tim penanggulangan kebakaran
melakukan pergerakan atau tindakan pemadaman, dan struktur bangunan mampu
menahan kebakaran selama mungkin. Sedangkan sarana jalan keluar darurat dinilai kurang
baik karena koridor utama sempit, selalu penuh dengan orang yang berjualan, dan tidak
ada alternatif jalan lain yang khusus dibuat untuk keadaan darurat;
e. Sistem manajemen kebakaran rata-rata tidak dilaksanakan dengan baik seperti tidak
adanya tim darurat, tidak diadakan pelatihan dan sosialisasi penanggulangan bahaya
kebakaran.
3. Secara umum kondisi sanitasi lingkungan seluruh pasar ditinjau dari Fasilitas Bangunan
a. Saluran air kotor; kondisi saluran baik, bisa mengalirkan air dengan lancar, lantai tidak
tergenangi baik di dalam los daging, ikan, maupun di KM/WC.
b. Kualitas air baku; air yang digunakan sehari-hari untuk MCK dan keperluan ibadah diambil
dari sumur dan ditampung dalam dua buah bak penampung air dengan kapasitas
tampungan seluruhnya 1000 L.
c. Sirkulasi udara; kondisi di dalam bangunan pasar sempit, pasar tertutup oleh dinding
pembatas, ketinggian langit-langit ± 3,5 m dari lantai, area terbuka hanya terdapat di
bagian belakang pasar,.
d. Kios/los; Kondisi kios dan los tersebut selalu penuh dengan dagangan. Kios sebagai
bangunan permanen terbuat dari dinding bata dan struktur beton, sedangkan para
pedagang los dengan dagangan bersifat kering menggunakan bahan-bahan kayu sebagai
meja dan lemari penyimpan, untuk los daging dan ikan menempati tempat tersendiri.
Kebersihan los daging dan ikan setelah operasional terjamin.
e. Dapur; di dalam bangunan pasar terdapat dapur yang diusahakan oleh pedagang untuk
aktifitas memasak dan melayani para pedagang sendiri. Sirkulasi asap kurang lancar,
banyak jelaga, kotor. Di kios makanan depan pasar dan samping pasar kondisinya sama
tidak jauh berbeda, yaitu kurang terawat.
2. Tinjauan kebersihan lingkungan dari sampah; kebiasaan para pedagang untuk membuang
sampah di tempat sampah sudah cukup baik. Selama ini pengelolaan sampah dinilai baik,
petugas kebersihan selalu membersihkan setiap hari mulai pukul 09.00 untuk luar bangunan
pasar, pukul 11.00 – 12.00 untuk dalam bangunan pasar. Sampah dikumpulkan dalam satu
tempat penampungan sementara sebelum akhirnya diambil oleh Dinas Kebersihan setiap
10.00 dan 17.00. Saat ini terdapat tempat sampah dengan kondisi tanpa tutup,
penempatannya kurang merata dan tidak mewakili setiap selasar, sehingga masih ada sampah
yang berserakan karena wadah tidak bisa lagi menampung sampah.
3. Tinjauan jenis dan penempatan dagangan :
a. Zonasi ikan, daging; sudah dilakukan cukup baik dengan terpusat di satu wilayah, namun
masih ada pedagang lain berjualan di luar area yang telah ditentukan.
b. Zonasi sayuran, buah; masih tersebar di hampir sebagian pasar.
c. Zonasi kertas, pakaian; masih tersebar.
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

“BAHAYA DAN RISIKO KEBAKARAN PADA PASAR KLANDASAN KOTA BALIKPAPAN”

A. IDENTITAS RESPONDEN

Usia : .......... tahun

Jenis Kelamin : Pria Wanita

Pendidikan Terakhir : SD SMP

SMA Perguruan Tinggi

Status Kerja : Tetap Tidak Tetap

Masa Kerja : .......... tahun

B. PENGETAHUAN KEBAKARAN
No Pernyataan ST T TT
1. Apakah Pengurus Pasar Mengetahui Apa Itu Kebakaran 2

2. Penerapan manajemen kebakaran dapat mencegah


terjadinya kebakaran di pasar 3

3. Standar operasi prosedur pasar telah di terapkan 3

4. Arti dari setiap bahan bahan berbahaya di pasar 1

5. Mengetahui Material Safety Data Sheet (MSDS) setiap bahan- 2


bahan bahaya yang ada di pasar
6. Lingkungan pasar nyaman,bersih,sehat 2

7. Kelengkapan isi kotak P3K sangat penting 3


Sumber : Zulliyanti S, Tahun 2010.

Keterangan : ST : Sangat Tahu : diberi skor 3

T : Tahu : diberi skor 2

TT : Tidak Tahu : diberi skor 1


C. PELATIHAN BENCANA KEBAKARAN

1. Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan bencana kebakaran ? (A)

a. Ya (jika ya, lanjut ke No. 2) b. Tidak

2. Pelatihan bencana kebakaran apa yang pernah Anda ikuti ? (A)

a. Bencana kebakaran rumah sakit b. bencana


perusahaan

3. Berapa kali Anda sudah mengikuti pelatihan bencana kebakaran ?

a. > 1 kali b. 1 kali

Keterangan : a = benar, diberi skor 2

b = salah, diberi skor 1

D. RESPON MASYARAKAT
No Pernyataan T R
1. Apakah pasar nyaman untuk di kunjungin (missal:tempatnya 2
bersih dll)

2
2. Apakah masyarakat merasa aman ketika berada di
lingkungan pasar

3. Apakah masyarakat di beri himbauan tentang bahaya 1


kebakaran sebelum kegiatan di pasar

4. 1
Apakah masyarakat melihat rambu2 di pasar

5. 1
Apakah masyarakat di beri arahan jika ada masalah

6. Apakah ada APAR yang masyarakat lihat 2

Sumber : NASA TLX (Task Load Index) Hancock and Meshkati (1988)

Keterangan :
T : Tinggi : diberi skor 2

R : Rendah : diberi skor 1

BAB III
PENUTUP

Berdasarkan perspektif Kalimantan Selatan, atas persoalan kebakaran hutan dan lahan
gambut meliputi tiga hal pokok sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil sigi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat yang dipublikasikan pada
tahun 2002 luas lahan gambut di Kalimantan Selatan tersisa sekitar 139.000 ha, yang jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan tiga propinsi lainnya di Kalimantan. Oleh karenanya
tindakan pencegahan atas kebakaran lahan gambut harus lebih diperioritaskan agar
keberadaan lahan gambut di Kalimantan Selatan tetap terjaga.
2. Ironisnya keberadaan lahan gambut di Kalimantan Selatan cenderung terganggu oleh
adanya kegiatan lainnya seperti pembangunan infrastruktur jalan dan bangunan lainnya yang
marak terjadi akhir-akhir ini. Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan penatagunaan lahan
dan kepemilikan lahan agar keberadaan dan fungsi hidrologis lahan gambut di Kalimantan
Selatan tetap terjaga. Jika tidak dilakukan, bahaya banjir pada musim hujan bukan tidak
mungkin akan terjadi.
3. Meskipun intensitas dan kapasitas kebakaran hutan dan lahan gambut di Kalimantan
Selatan tidak sebanyak yang terjadi di tiga propinsi lainnya di Kalimantan, kabut asap yang
melintasi batas propinsi sering menyelimuti udara Kalimantan Selatan. Oleh karenanya
tindakan mitigasi perlu dilakukan untuk mengurangi dampak kebakaran terhadap kesehatan
dan sektor transportasi.

A KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis risiko kebakaran pada Kawasan Segiempat Tunjungan Surabaya, terdapat 21
RT dengan tingkat risiko tinggi terhadap kebakaran, 9 RT dengan tingkat risiko kebakaran sedang dan 3
RT lainnya memiliki tingkat risiko kebakaran rendah. Hal tersebut dikarenakan bahaya dan kerentanan
mayoritas berada di tingkat sedang dan ditunjang dengan minimnya tingkat kapasitas masyarakat
terkait penanggulangan dan kesiapsiagaan terhadap kebakaran. Pengaruh variabel kapasitas
masyarakat ini sangat penting dalam menentukan resiko bencana kebakaran, hal ini dapat dilihat dalam
Tabel 2 yang menunjukkan peningkatkan resiko bencana karena rendahnya kapasitas masyarakat. Hal
ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan pentingnya kesiapsiagaan dan adaptasi
masyarakat dalam menghadapi bencana (McCaffrey, 2015;

Paveglio, dkk., 2015).

Adapun saran berdasarkan hasil penelitian terkait perencanaan jalur dan titik evakuasi kebakaran pada
Kawasan Segiempat Tunjungan Surabaya yaitu sebagai berikut.

1. Diperlukannya kajian lanjutan terkait penggunaan Jalan Embong Malang untuk area titik evakuasi.
2. Diperlukan adanya kajian lanjutan mengenai desain detail konsep jalur evakuasi untuk dapat
memberikan kemudahan pemahaman serta kepatuhan penduduk untuk dapat mematuhi
perencanaan.
3. Service area untuk penentuan estimasi waktu evakuasi hanya mempertimbangkan panjang jalan
maksimal yang dapat ditempuh dalam skenario sehingga diperlukannya kajian lanjutan terkait
penambahan kriteria lain seperti lebar jalan.
4. Parameter yang dipergunakan perlu dikaji lebih luas sehingga hasil yang dikeluarkan terkait
penentuan risiko tinggi, sedang dan rendah lebih akurat, khususnya untuk parameter bahaya yang
belum mempertimbangkan terkait frekuensi kebakaran di wilayah studi.

DAFTAR PUSTAKA

Bagir, M., & Buchori, I. (2009). Model Optimasi Lokasi Pos Pemadam Kebakaran (SK: Kota Semarang).
Universitas Diponegoro,
Semarang.

BAPPEKO Surabaya. (2016). Laporan Evaluasi RPJMD Kota Surabaya 2010-2015 dan Penyusunan RPJMD
2015-2020 Urusan Perumahan Rakyat Bidang Pencegahan dan Penanggulangan
Kebakaran. Surabaya: BAPPEKO Surabaya.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Pengkajian Risiko
Bencana, (2012).

Chuvieco, E., Martínez, S., Román, M. V., Hantson, S., & Pettinari, M. L. (2014). Integration of Ecological
and Socio-economic Factors to Assess Global Vulnerability to Wildfire. Global Ecology and
Biogeography, 23(2), 245-258.

Danianti, R. P., & Sariffuddin, S. (2015). Tingkat kerentanan masyarakat terhadap bencana banjir di
Perumnas Tlogosari, Kota Semarang. Jurnal Pengembangan Kota,
3(2), 90-99.

Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya. (2011). Data Wilayah Manajemen Kebakaran
(WMK) Kota Surabaya 2011. Surabaya: Dinas Pemadam Kebakaran.
Dinas Pemadam Kebakaran Kota Surabaya. (2015). Data Kebakaran 2011-2015. Surabaya: Dinas
Pemadam Kebakaran.
Hapsari, S. (2017). Peran Self Regulation dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif sebagai
Upaya Menyiapkan Generasi Emas 2045. Jurnal Pedagogika dan Dinamika

Pendidikan, 6(1), 1-11.


International Strategy for Disaster Reduction. (2002). Living with Risk: A Global Review of Disaster
Reduction Initiatives: Preliminary Version Living with Risk: A Global Review of Disaster
Reduction Initiatives: Preliminary Version. Japón: Secretariat; World Meteorological
Organization (WMO). Asian Disaster Reducion Center.

Isa, M., Wajdi, M. F., Syamsudin, S., & Setyawan, A. A. (2014). Strategi Penguatan Kapasitas Stakeholder
dalam Adaptasi Dan Mitigasi Banjir di Kota Surakarta. Benefit: Jurnal Manajemen dan Bisnis,
17(2), 99-110.

Lampiran Permen PU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Manajemen


Penanggulangan Kebakaran di Perkotaaan, (2009).
Majid, A. (2012). Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Minat Siswa SMP Masuk SMK.

Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(3).


McCaffrey, S. (2015). Community Wildfire

Preparedness: a Global State-of-theKnowledge Summary of Social Science Research. Current


Forestry Reports, 1(2),

81-90. doi:10.1007/s40725-015-0015-7

Paveglio, T. B., Moseley, C., Carroll, M. S., Williams, D. R., Davis, E. J., & Fischer, A. P. (2015).
Categorizing the Social Context of the Wildland Urban Interface: Adaptive Capacity for Wildfire
and Community “Archetypes”. Forest Science, 61(2), 298310.

Rahmad, A., Kristiawan, S. A., & Sambowo, K. A. (2016). Pengaruh Fire Safety Management Terhadap
Kehandalan Bangunan dalam Mengantisipasi Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah Susun
di Makassar. Jurnal

Teknik Sipil, 1(1).


Sufianto, H., & Green, A. R. (2012). Urban Fire Situation in Indonesia. Fire Technology,

48(2), 367-387. doi:10.1007/s10694-011-


0226-9

Anda mungkin juga menyukai