(HACCP)
Oleh Kelompok 3
Dosen Pengampu:
Novia Wirna Putri, SKM.,MPH.
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena telah memberikan kesehatan
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini demi memenuhi tugas
Sanitasi dan Keamana Pangan dengan topik “HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Point)”.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya penulis tidak terlepas dari berbagai kesulitan,
karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Namun, berkat petunjuk Allah SWT dan
berbagai sumber, baik secara langsung maupun tidak langsung, makalah ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritikan, terutama dari dosen pengampu, demi
kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
ii
.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah keamanan pangan merupakan masalah penting dalam bidang pangan di
Indonesia dan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam program pengawasan pangan.
Penyakit dan kematian yang ditimbulkan melalui makanan di Indonesia sampai saat ini
masih tinggi, walaupun prinsip-prinsip pengendalian untuk berbagai penyakit tersebut
pada umumnya telah diketahui. Pengawasan pangan yang mengandalkan pada uji produk
akhir tidak dapat mengimbangi kemajuan yang pesat dalam industri pangan dan tidak
dapat menjamin keamanan pangan yang beredar di pasaran. Pendekatan tradisional yang
selama ini dilakukan dianggap gagal untuk mengatasi masalah ini.
Oleh karena itu dikembangkan sistem jaminan keamanan pangan yang disebut
dengan Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical Control
Point / HACCP) yang merupakan tindakan preventif yang efektif untuk menjamin
keamanan pangan. Sistem ini mencoba untuk mengidentifikasi berbagai bahaya yang
berhubungan dengan suatu keadaan pada saat pembuatan, pengolahan, atau penyiapan
makanan melalui risiko-risiko terkait dan menentukan kegiatan dalam prosedur
pengendalian akan berdaya guna. Sehingga prosedur pengendalian lebih diarahkan pada
kegiatan tertentu yang penting dalam menjamin keamanan makanan.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari HACCP.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan perumusan HACCP.
1
3. Untuk mengetahui elemen-elemen dalam HACCP.
4. Untuk mengetahui prinsip HACCP.
5. Untuk mengetahui pedoman penerapan sistim HACCP.
6. Untuk mengetahui manfaat HACCP.
7. Untuk mengetahui bagian-bagian sistem HACCP.
8. Untuk mengetahui penerapan prinsip HACCP.
9. Untuk mengetahui pendekatan HACCP
BAB II
2
PEMBAHASAN
Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and
Critical Control Points/ HACCP) didefinisikan sebagai pendekatan ilmiah, rasional, dan
sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu
yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul
pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk
mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Atau dimanakah letak bahaya dari makanan atau
minuman yang dihailkan oleh suatu industri, serta melakukan evaluasi apakah seluruh proses
yang dilakukan adalah proses yang aman, dan bagaimana kita mengendalikan ancaman
bahaya yang mungkin timbul.
Kunci utama HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan dari pada mengandalkan kepada pengujian
produk akhir. Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang zero-
risk atau tanpa resiko, tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan
pangan. HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama
bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga
sampai kepada pengguna akhir.
Hazard Analysis adalah analisis bahaya atau kemungkinan adanya risiko bahaya yang
tidak dapat diterima. Bahaya disini adalah segala macam aspek mata rantai produksi pangan
yang tidak dapat diterima karena merupakan penyebab masalah keamanan pangan.
Bahaya tersebut meliputi:
keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar biologis, kimiawi, atau fisik pada
bahan mentah.
3
Pertumbuhan atau kelangsungan hidup mikroorganisme dan hasil perubahan kimiawi
yang tidak dikehendaki (misalnya nitrosamin) pada produk antara atau jadi, atau pada
lingkungan produksi.
Kontaminasi atau kontaminasi ulang (cross contamination) pada produk antara atau
jadi, atau pada lingkungan produksi.
Critical Control Point (CCP atau titik pengendalian kritis), adalah langkah dimana
pengendalian dapat diterapkan dan diperlukan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya
atau menguranginya sampai titik aman (Bryan, 1995). Titik pe ngendalian kritis (CCP) dapat
berupa bahan mentah, lokasi, praktek, prosedur atau pengolahan dimana pengendalian dapat
diterapkan untuk mencegah atau mengurangi bahaya. Ada dua titik pengendalian kritis:
Titik Pengendalian Kritis 1 (CCP-1), adalah sebagai titik dimana bahaya dapat
dihilangkan
Titik Pengendalian Kritis 2 (CCP-2), adalah sebagai titik dimana bahaya dikurangi.
Bagi industri pengolahan pangan, sistem HACCP sebagai sistem penjamin keamanan
pangan mempunyai kegunaan dalam hal, yaitu :
Mencegah penarikan produk pangan yang dihasilkan,
Mencegah penutupan pabrik,
Meningkatkan jaminan keamanan produk
Pembenahan dan pembersihan pabrik
Mencegah kehilangan pembeli/pelanggan atau pasar
Meningkatkan kepercayaan konsumen, dan
Mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang mungkin timbul karena
masalah keamanan produk.
Pendekatan HACCP dalam industri pangan terutama diarahkan terhadap produk
pangan (makanan) yang mempunyai risiko tinggi sebagai penyebab penyakit dan keracunan,
4
yaitu makanan yang mudah terkontaminasi oleh bahaya mikrobiologi, kimia dan fisika
Meskipun aplikasi HACCP pada umumnya dilakukan di dalam industri pengolahan pangan,
tetapi pada prinsipnya dapat dilakukan mulai dari produksi bahan baku sampai pemasaran
dan distribusi. Hal ini disebabkan beberapa kontaminasi, misalnya logam berat, pestisida, dan
mikotoksin yang mungkin mencemari bahan baku pada waktu produksi, sangat sulit
dihilangkan dengan proses pengolahan. Oleh karena itu pengawasan terhadap bahan -bahan
berbahaya tersebut harus dimulai dari saat produksi bahan baku. HACCP tidak hanya
diterapkan dalam industri pangan modern, tetapi juga diterapkan dalam produksi makanan
katering/jasa boga, makanan untuk hotel dan restoran, bahkan dalam pembuatan makanan
jajanan.
5
mikrobiologis bagi produk makanan berasam rendah yang dikalengkan dan makanan yang
diasamkan dan diproses dengan menggunakan suhu tinggi. Selanjutnya konsep sistem
HACCP ini banyak dipelajari, diteliti, diterapkan dan dikembangkan oleh berbagai kalangan
industri pengolah pangan, ilmuan pangan, teknologi pangan, para pakar di bidang ilmu dan
teknologi pangan baik yang ada di Universitas/Perguruan Tinggi, lembaga litbang pangan dan
4 lain-lain. bahkan FDA (Food and Drug Administration) sebagai lembaga penjamin mutu
dan keamanan pangan nasional yang disegani di Amerika Serikat telah menetapkan dan
mensyaratkan agar sistem HACCP ini diterapkan secara wajib (mandatory) pada setiap
industri pengolah pangan secara luas (PERSON dan CORLET, 1992).
Konsep HACCP ini pun telah mengalami revisi, kajian ulang dan penyempurnaan dari
berbagai institusi yang memberikan masukannya seperti National Advisory Committee On
Microbiological Criteria on Foods (NACMCF), US Departement of Agriculture (USDA),
National Academiy of Sciences (NAS), USDA Food Safety and Inspection Service (FSIS)
(ADAMS, 1994) ; The National Marine Fisheries Institute (NMFS), National Oceanic and
Atmospherie Administration (NOAA), National Fisheries Institute (NFI) dan FDA sendiri
(GARRETT III dan HUDAK-ROSE, 1991). Perkembangan selanjutnya konsep HACCP ini
telah banyak diimplementasikan di berbagai jenis operasi pengolahan pangan termasuk pula
pada jasa “catering” dan “domestic kitchen” dan dalam implementasinya biasanya dilakukan
validasi dan verifikasi oleh Badan/Lembaga pengawas keamanan pangan.
Kemudian sejak tahun 1985 penerapan sistem HACCP telah diuji-cobakan pada
industri pengolah pangan, industri perhotelan, industri penyedia makanan yang beroperasi di
jalanan (street food vendors) dan rumah tangga di beberapa negara, misalnya, Republik
Dominika, Peru, Pakistan, Malaysia dan Zambia (WHO), 1993). Pada tahun 1993 Badan
Konsultansi WHO untuk Pelatihan Implementasi Sistem HACCP pada Industri Pengolah
Pangan membuat suatu rekomendasi agar pemerintah sebagai pembina dan industri pangan
sebagai produsen pangan berupaya menerapkan sistem HACCP, terutama bagi negara-negara
Argentina, Bolivia, China, Indonesia, Jordania, Meksiko, Peru, Philipina, Thailand dan
Tunia. Begitu pula negara-negara yang tergabung dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE)
telah mensyaratkan diterapkannya sistem HACCP pada setiap eksportir produk pangan yang
masuk ke negara-negara tersebut. Sementara ini, mulai tanggal 28 Juni 1993, konsep sistem
HACCP telah diterima oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) dan diadopsi sebagai
Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sistem HACCP atau 5 ”Guidelines for Application of
Hazard Analysis Critical Control Point System” (CODEX ALIENTARIUN COMMISSION,
1993). Dengan adanya adopsi dan pengakuan secara resmi dari Badan WHO ini, maka
6
HACCP menjadi semakin populer di kalangan industri dan jasa pengolah pangan sebagai
penjamin keamanan pangan (food safety assurance).
7
Setelah diagram alir tersedia kemudian mengenali titik -titik yang berpotensi untuk
menimbulkan, menghilangkan atau mengurangi bahaya. CCP ditetapkan pada setiap
tahap proses mulai dari awal produksi suatau makanan hingga sampai ke konsumsi.
Pada setiap tahap ditetapkan jumlah CCP untuk bahaya mirobiologis, kimia, maupun
fisik. Pada beberapa produk pangan, formulasi makanan mempengaruhi tingkat
keamanan nya, oleh karena itu CCP pada produk semacam ini diperlukan untuk
mengontrol beberapa parameter seperti pH, aktivitas air (aw), dan adanya bahan
tambahan makanan.
3. Spesifikasi Batas Kritis
Batas kritis adalah nilai yang memisahkan antara nilai yang dapat diterima dengan
nilai yang tidak dapat diterima pada setiap CCP. Titik pengendalian kritis (CCP)
dapat merupakan bahan mentah/baku, sebuah lokasi, suatu tahap pengolahan, praktek
atau prosedur kerja, namun harus spesifik, misalnya:
Tidak adanya pencemar tertentu dalam bahan mentah/baku
Standar higienis dalam ruangan pemasakan /dapur
Pemisahan fasilitas yang digunakan untuk produk mentah dan yang untuk produk
jadi/masak.
Kriteria yang sering digunakan adalah suhu, waktu, kelembaban, pH, water
activity (aw), keasaman, bahan pengawet, konsentrasi garam, viskositas, adanya zat
klorin, dan parameter indera (sensory) seperti penampilan dan tekstur.
4. Aktivitas Penyusunan Sistem Pemantauan
Dalam sistem HACCP, pemantauan atau monitoring didefinisikan sebagai
pengecekan bahwa suatu prosedur pengolahan dan penanganan pada CCP dapat
dikendalikan atau pengujian dan pengamatan yang terjadwal terhadap efektivitas
proses untuk mengendalikan CCP dan limit kritisnya dalam menjamin keamanan
produk. Biasanya perlu juga dicantumkan frekuensi pemantauan yang ditentukan
berdasarkan pertimbangan praktis. Lima macam pemantauan yang penting
dilaksanakan antara lain: pengamatan, evaluasi, sensorik, pengukuran sifat fisik,
pengujian kimia, pengujian mikrobiologi.
5. Pelaksanaan Tindakan Perbaikan.
Tindakan perbaikan adalah kegiatan yang dilakukan bila berdasarkan hasil
pengamatan menunjukkan telah terjadi penyimpangan dalam CCP pada batas kritis
tertentu atau nilai target tertentu atau ketika hasil pemantauan menunjukkan
kecenderungan kurangnya pengendalian. Sebagai contoh adalah klorinasi air
8
pendingin dan pasteurisasi susu. Pada titik pengendalian kritis (CCP) dimana tingkat
khlorin air pendingin sangat kritis, maka bila konsentrasi klorin kurang dari 1 ppm
harus segera disesuaikan dengan cepat, jika tidak mengandung klorin, maka hasil
olahan harus diperiksa lebih lanjut. Pada proses pasteurisasi suhu yang turun sampai
di bawah 71,5o C harus dilakukan pasteurisasi kembali. Secara umum, data tentang
pemantauan harus diperiksa secara sistematis untuk menentukan titik dimana
pengendalian harus ditingkatkan atau apakah modifikasi lain diperlukan. Dalam hal
ini, sistem dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi dengan cara penyesuaian
yang berkesinambungan
6. Aktivitas Sistem Verifikasi
Sistem verivikasi mencakup berbagai aktifitas seperti inspeksi, penggunaan metode
klasik mikrobiologis dan kimiawi dalam menguji pencemaran pada produk akhir
untuk memastikan hasil pemantauan dan menelaah keluhan konsumen. Contoh
produk yang diperiksa dapat digunakan untuk memeriksa keefektifan sistem. Namun
demikian verivikasi tidak pernah menggantikan pemantauan. Verifikasi hanya dapat
memberikan tambahan informasi untuk meyakinkan kembali kepada produsen bahwa
penerapan HACCP akan menghasilkan produksi makanan yang aman (ILSI-Eropa,
1996).
7. Penyimpanan Data atau Dokumentasi
Penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data dapat
meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan selama instalasi, modikasi, dan
operasi sitem akan dapat diperoleh oleh siapapaun yang terlibat proses, juga dari
pihak luar (auditor). Penyimpanan data membantu meyakinkan bahwa sistem tetap
berkesinambungan dalam jangka panjang. Data harus meliputi penjelasan bagaim ana
CCP didefinisikan, pemberian prosedur pengendalian dan modifikasi sistem,
pemantauan, dan verifikasi data serta catatan penyimpangan dari prosedur normal
9
perubahan kimiawi yang tidak berlangsung selama proses produksi, dan terjadinya
kontaminasi silang pada produk antara, produk jadi, atau lingkungan produksi.
2. Prinsip 2: Menentukan Titik Kendali Kritis (CCPs). suatu titik, tahap, dimana bahaya
yang berhubungan dengan pangan dapatboleh, dieliminasi, atau dikurangi ke titik
yang dapat diterima (diperkan atau titik aman). Terdapat dua titik pengendalian kritis
yaitu Titik Pengendalian Kritis I sebagai titik dimana bahaya dapat dihilangkan, dan
Titik Pengendalian Kritis 2 dimana bahaya dapat dikurangi.
3. Prinsip 3: Menetapkan batas kritis. Kriteria yang memisahkan sesuatu yang bisa
diterima dengan yang tidak bisa diterima. Pada setiap titik pengendalian kritis, harus
dibuat batas kritis dan kemudian dilakukan validasi. Kriteria yang umum digunakan
dalam menentukan batas kritis HACCP pangan adalah suhu, pH, waktu, tingkat
kelembaban, Aw, ketersediaan klarin dan parameter fisik seperti tampilan visual dan
tekstur.
4. Prinsip 4: Menetapkan sistem untuk memantau pengendalian TKK (CCP). suatu
sistem pemantauan (observasi) urutan, operasi, dan pengukuran selama terjadi aliran
makanan. Hal ini termasuk sistem operasi dan kontrol mana yang mengalami
perubahan ketika terjadi penyimpangan. Biasanya, Pemantauan harus menggunakan
catatan tertulis. melakukan tindakan korektif jika mengetahui adanya CCP yang tidak
berada di bawah kontrol. Tindakan korektif spesifik yang diterapkan pada setiap CCP
dalam sistem HACCP untuk menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan
korektif tersebut harus mampu mengendalikan CCP kembali dibawah kendali dan hal
ini termasuk pembuangan produk yang mengalami penyimpangan secara tepat.
5. Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan untuk dilakukan jika hasil pematauan
menunjukkan bahwa suatu titik kendali kritis tertentu tidak dalam kendali.
6. Prinsip 6: Menetapkan prosedur verifikasi untuk memastikan bahwa sistem HACCP
bekerja secara efektif.
7. Prinsip 7: Menetapkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan catatan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip sistem HACCP dan penerapannya
10
bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem
HACCP, harus dipertimbangkan dampak dari bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan
pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang
mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti
epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.
Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis
(CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus
dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan terpisah untuk
setiap operasi tertentu. TKK yang diidentifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam
setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi
untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya.
Penerapan HACCP harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika
dilakukan modifikasi dalam produk, proses atau tahapannya. Penerapan HACCP perlu
dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang tepat disesuaikan dengan
memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi.
11
7. Dapat meningkatkan kepercayaan akan keamanan makanan olahan dan karena itu
mempromosikan perdagangan dan stabilitas usaha makanan (Suklan, 1998).
12
2.8 Penerapan Prinsip Hazard Analysis and Critical Control Points
Pembentukan Tim HACCP
Deskripsi Produk
13
Tahap 1 : Pembentukan Tim HACCP
Pembentukan tim HACCP merupakan kesempatan baik untuk memotivasi dan
menginformasikan tentang HACCP kepada para karyawan. Seleksi Tim sebaiknya dibentuk
oleh ketua tim (atau koordinator Tim, yang diangkat lebih dahulu), atau oleh seorang ahli
HACCP (bisa dari luar atau dari dalam pabrik). Hal yang terpenting adalah mendapatkan Tim
dengan komposisi keahlian yang benar (multidisiplin) sehingga dapat mengumpulkan dan
mengevaluasi data-data teknis, serta mampu mengidentisikasi bahaya dan mengidentifikasi
titik Titik Kendali Kritis (TKK atau CCP=Critical Control Poins).
1. Komposisi Tim HACCP
Orang-orang yang dilibatkan dalam Tim yang ideal adalah meliputi :
a) Staff Quality Assurance atau Staff Quality Control.
b) Personil Bagian Produksi (mengerti bahan baku dan proses produksi)
c) Personil dari bagian Teknis/Engineering.
d) Ahli Mikrobiologi
Pada perusahaan yang kecil, satu orang dapat mengisi posisi-posisi di atas dan bahkan
dapat menanggantikan seluruh Tim HACCP. Dalam kasus ini perlu bantuan konsultan
atau saran-saran dari pihak luar.
2. Tugas Tim HACCP
Tim HACCP terdiri atas ketua atau koordinator Tim dan beberapa anggota Tim.
Tugas Tim HACCP harus meliputi hal-hal berikut :
Tugas Ketua Tim HACCP :
a) Menentukan dan mengontrol lingkup HACCP yang akan digunakan.
b) Mengarahkan disain dan implementasi Sistem HACCP dalam pabrik.
c) Mengkoordinasi dan mengetuai pertemuan-pertemuan Tim.
d) Menentukan apakah sistem HACCP yang dibentuk telah memenuhi ketentuan
Codex, memperhatikan pemenuhan sistem terhadap peraturan-peraturan atau
standar yang berlaku dan kefektivitas dari sistem HACCP yang akan dibuat.
e) Memelihara dokumentasi atau rekaman HACCP.
f) Memelihara dan mengimplementasi hasil-hasil audit internal sistem HACCP.
g) Karena ketua Tim merupakan ahli HACCP diperusahaan/pabrik, maka harus
mempunyai keahlian komunikasi dan kepemimpinan, serta mempunyai perhatian
yang tinggi terhadap jenis usaha yang dijalankan.
3. Tugas Anggota Tim HACCP :
14
a) Mengorganisasi dan mendokumentasikan studi HACCP dalam pabrik yang
bersangkutan.
b) Mengadakan kaji ulang (pengkajian) terhadap semua penyimpangan dari batas
kritis.
c) Melakukan internal audit HACCP Plan (Rencana HACCP atau Rencana
Kerja Jaminan Mutu).
d) Mengkomunikasikan operasional HACCP.
Tim HACCP harus membuat Rencana HACCP (HACCP Plan), menulis SSOP dan
memverifikasi dan mengimplementasikan system HACCP. Tim harus mempunyai
pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang menyangkut keamanan pangan. Jika
masalah yang ada tidak dapat dipecahkan secara internal, maka perlu meminta saran
dari ahli atau konsultan HACCP.
Tim juga harus memutuskan lingkup HACCP yang meliputi dimana harus
memulai, dimana harus berhenti dan apa saja yang harus dimasukkan dalam sistem
HACCP. Disamping itu Tim juga harus mensosialisasikan sebab-sebab atau mengapa
perusahaan atau pabrik menerapkan sistem HACCP. Tim HACCP harus memiliki
pengertian tentang produk selengkap mungkin. Semua komposisi produk secara rinci
harus diketahui dan dimengerti. Informasi ini akan sangat penting untuk bahaya
mikrobiologis karena komposisi produk harus diperiksa berkaitan dengan kemampuan
patogen untuk tumbuh.
15
• Kondisi penyimpanan
• Metode distribusi
• Masa simpan
• Pelabelan khusus
• Persiapan konsumen
16
memberi perhatian, misalnya produk produk siap santap memerlukan perhatian khusus
untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Identifikasi pengguna produk yang ditujukan, konsumen sasarannya dengan
referensi populasi yang peka (sensitif). Sebutkan apakah produk ditujukan untuk
konsumsi umum atau apakah dipasarkan untuk kelompok populasi yang peka.
Lima kelompok populasi yang peka :
1) Manula;
2) Bayi;
3) Wanita hamil;
4) Orang sakit;
5) Orang dengan daya tahan terbatas (immunocompromised)
17
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji
dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila
ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus
dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus
didokumentasikan.
Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasi pengolahan berdasarkan GAP
(Good Agricultural Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing
Practices), GDP (Good Distribution Practices) dan atau GCP (Good Catering Practices)
serta prinsip-prinsip sanitasi dengan diagram alir selama semua tahapan dan jam operasi
serta merubah digram alir dimana yang tepat.
Diagram alir proses yang harus divwrfikasi ditemp;at, dengan cara :
Mengamati aliran proses
Kegiatan penambilan sampel
Wawancara
Operasi rutin/non-rutin
Tahap 6: Pencatatan Semua Bahaya Potensial yang Berkaitan dengan Analisa Bahaya,
Penentuan Tindakan Pengendalian
Daftar semua bahaya potensial yang berkaitan dengan tahapan, pengadaan suatu
analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya-
bahaya yang teridentifikasi. Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin
terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama, pengolahan, manufaktur dan distribusi
hingga sampai pada konsumen.
Tim HACCP harus mengadakan analisa bahaya untuk mengidentifikasi program
HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami bahwa batas-batas dan cara
menguranginya hingga batas-batas yang dapat diterima adalah penting terhadap produksi
yang aman.
Dalam mengadakan analisa bahaya, kemungkinan adanya bahaya terdapat sebagai
berikut:
Terdapatnya bahaya dan pengaruh yang berat
Identifikasi Bahaya:
Spesifikasi Standar (SNI, CAC. ISO, dll)
Persyaratan Regulasi (Depkes, Deptan, FDA, POM)
18
Persyaratan Pelnanggan
Pengalaman Perusahaan
Literatur
Identifikasi penyebab bahaya:
Kontaminasi: Pekerja, bahan lain, lingkungan, metide penanganan
Tumbuh dan berkembang dari produk
Pengujian Risiko:
Definisi: Peluang kemungkinan suatu bahaya akan terjadi
Dalam keamanan pangan makanan ditetapkan berdasarkan kategori risiko
Pendekatan yang sederhana adalah dengan mengelompokkan produk menjadi suatu
kategori resiko: Tinggi, sedang, rendah
Suatu alternative adalah dengan membuat matriks risiko berdasarkan siatu kisaran
faktor
Suatu pendekatan yang sederhana pada kategori risiko makanan disajikan berikut ini
Tindakan pencegahan:
Kegiatan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai ketingkat
yang dapat diterima
Tindakan pencegahan berkaitan sengan sumber bahaya dan tingkat teknologi yang
cukup untuk mencapai tujuan tersebut
Tahap 8: Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (lihat prinsip3)
19
Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila memungkinkan
untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada
suatu tahap khusus. Seringkali criteria digunakan termasuk ukuran-ukuran suhu, waktu,
tingkat kelembapan, pH, AW keberadaan chlorine, dan parameter-parameter sensori seperti
penampakan visual dan tekstur. Batas kritis harus ditentukan untuk setiap TKK. Dalam
beberapa kasus batas kritis criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat
kelembapan, pH, Aw dan ketersediaan chlorine dan parameter yang berhubungan dengan
pancaindra (penampakan dan tekstur).
Penetapan batas kritis meliputi :
• Satu atau lebih toleransi yanh harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara
efektif mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia, fisika
• Semua factor yang tekait dengan keamanan harus diidentifikasi
• Tingkat dimana setiap factor menjadi batas aman dan tidak aman (.....> batas kritis)
• Memisahkan kondisi yang dapat diterima atau tidak
• Harus spesifik dan jelas: Batas maksimum, minimum atau keduanya;
• Harus berkaitan denagn Tindakan pengendalian dan mudah dipantau Apabila HACCP
disusun tenaga ahli :
• Perusahaan harusmemastikan bahwa Control Limits dapat diaplikasikan pada operasi,
produk, atau kelompok produk secara spesifik
• Terukur
Tipe-tipe Control Limits:
• Chemical Limit
• Physical Limits
• Microbiological Limits
20
bila terjadi indikasi. Apabila pelaksanaa monitoring tidak berkesinambungan, maka jumlah
atau frekuensi monitoring harus cukup untuk menjamin TKK berada dalam pengendalian.
Sebagian besar prosedur monitoring dilakukan secara cepat, karena berhubungan dengan
proses yang berjalan dan dapat dilakukan analisa pengujian dalam waktu singkat. Tindakan
fisika dan kimia lebih disukai karena lebih cepat dari p;ada tgindakan mikrobiologi. Semua
catatan dan dokumen yang terkait dengan kegiatan monitoring TKK harus ditanda-tangani
oleh ortang yang melakukan monitoring dan oleh petugas perusahaan yang bertanggung-
jawab sebagai peninjau.
Cara menentukan frekuensi monitoring tgerus menerus :
• Seberapa jauh variasi data selama proses,semakin besar variasi frekuensi semakindekat
• Seberapa dekat antara nilai normal dengan CL, semakin dekat nilai normal dengan CL
semakin sering dilakukan monitoring
21
Tahap 11: Penetapan prosedur verifikasi (lihat prinsip 6)
Menetapkan prosedur verifikasi. Metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian,
mencakup pegambilan contoh secara acak dan menganalisa, dapat dipergunakan untuk
menentukan apakah system HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup
untuk mengkonfirmasikan bahwa system HACCP bekerja secara efektif.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu
yang mendasarkan kepada kesadaran atau penghayatan bahwa hazard (bahaya) dapat timbul
pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk
mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Atau dimanakah letak bahaya dari makanan atau
minuman yang dihailkan oleh suatu industri, serta melakukan evaluasi apakah seluruh proses
yang dilakukan adalah proses yang aman, dan bagaimana kita mengendalikan ancaman
bahaya yang mungkin timbul. keberadaan yang tidak dikehendaki dari pencemar
biologis, kimiawi, atau fisik pada bahan mentah. Pertumbuhan atau kelangsungan hidup
mikroorganisme dan hasil perubahan kimiawi yang tidak dikehendaki pada produk antara
atau jadi, atau pada lingkungan produksi. Kontaminasi atau kontaminasi ulang pada produk
antara atau jadi, atau pada lingkungan produksi.
Konsep ini pada permulaannya dikembangkan dengan misi untuk menghasilkan
produk pangan dengan kriteria yang bebas dari bakteri pathogen yang bisa menyebabkan
adanya keracunan maupun bebas dari bakteri-bakteri lain serta dikenal pula dengan program
«zero-defects» . Oleh karena hal tersebut maka diperlukan sistem/metode pendekatan lain
yang bisa menjamin bahwa faktorfaktor yang merugikan harus benar-benar dapat diawasi dan
dikendalikan. Dari hasil pengkajian, evaluasi dan penelitian yang lebih mendalam ternyata
sistem/metode HACCP merupakan satu-satunya konsep yang pas kinerjanya untuk program
«zero-defects» tersebut . Disamping itu, konsep ini menjadi dasar bagi peraturan untuk
menjamin keamanan mikrobiologis bagi produk makanan berasam rendah yang dikalengkan
dan makanan yang diasamkan dan diproses dengan menggunakan suhu tinggi
Terdapat tiga bahaya yang dapat menyebabkan makanan menjadi tidak aman untuk
dikonsum si, yaitu hazard fisik, kimia, dan biologi. Bahaya fisik termasuk benda -benda
seperti pecahan logam, gelas, batu, yang dapat menimbulkan luka di mulut, gigi
patah, tercekik ataupun perlukaan pada saluran pencernakan. Semua faktor ini harus
dipertimbangkan untuk menentukan risiko serta tingkat bahaya yang dikandungnya. Tiap -
tiap pengawasan/ studi harus memeriksa mikroorganisme tertentu, bahan kimia atau
pencemar fisik yang mungkin mempengaruhi keamanan produk tertentu.
23
3.2 Saran
Pembaca diharapkan dapat memperoleh pemahaman mengenai HACCP pada makalah
ini
24
DAFTAR PUSTAKA
Daulay, Sere Saghranie. “Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan
Implementasinya dalam Industri Pangan”. Dimuat dalam
https://www.kemenperin.go.id/download/6761/HACCP-dan-Implementasinya-
Dalam-Industri-Pangan diakses pada 7 Mei 2022.
http://repo.unsrat.ac.id/2032/1/PENGAWASAN_MUTU_DGN_COVER_MUKA_17-07-
18.pdf
Pudjirahaju, Astutik. 2017. Pengawasan Mutu Pangan. Bahan Ajar Gizi. Kemenkes RI
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/05/Pengawasan-
Mutu-Pangan_SC.pdf
SMESCO. 2022. “HACCP: Sistem Keamanan pangan yang Diakui Dunia”. Dimuat dalam
https://smesco.go.id/berita/haccp-sistem-keamanan-pangan-yang-diakui-dunia diakses
pada 7 Mei 2022.
25