Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari waktu ke waktu kasus kecelakaan kerja diindustri boleh dikatakan tiada
hari tanpa kecelakaan yang terbukti dapat dilihat dari data kecelakaan kerja yang
ada baik yang bersifat gobal maupun lokal yang dicatat dan di laporkan oleh
instansi/lembaga/organisasi terkait, seperti : WHO/ILP, Depnaker, OSHA,
NIOSH. Selain data kasus kecelakaan yang hubungannya dengan pekerjaan juga
ada data kecelakaan kerja yang disebabkan oleh peledakan, kebekaran,
pencemaran udara lingkungan kerja, dll.
Akibat kecelakaan kerja menimbulkan penderitaan fisik bagi korban,
disamping kerugian ekonomis dan non ekonomis bagi korban dan keluarganya,
pengusaha dan masyarakat sekitarnya. Hingga saatr ini, kecelakaan kerja menjadi
beban bagi tenaga kerja, perusahaan dan pemerinntah yang sebenarnya siapapun
tidak menginginkannya. Oleh karena itu, masalah kecelakaan kerja perlu
ditanggulangi secara serius yaitu bagaimana upaya untuk menekan seminimal
mungkin bahkan kalau dapat meniadakan kasus kecelakaan kerja, sehinggs tenaga
kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan aman, sehat dan produktif yang
bermuara pada peningkatan kesejahteraan tenaga kerja.
Industri makanan dan minuman adalah salah satu industri yang berkembang
sangat pesat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berbagai jenis makanan dan
minuman dengan tampilan yang menarik terus diproduksi demi meningkatkan
nilai estetika dan daya tarik konsumen. Proses produksi makanan dan minuman
meliputi pemilihan bahan baku, proses pengolahan makanan dan minuman,
pengujian kualitas makanan dan minuman, pengemasan hingga proses distribusi
makanan dan minuman. Setiap proses yang berlangsung harus dikontrol agar
produk akhir yang dihasilkan aman dan layak untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementrian
Perindustrian (Menperin) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2013, jumlah industri besar dan menengah tercatat sebanyak 23.941,
sedangkan industri kecil sebanyak 531.351. Jumlah industri ini cenderung
meningkat setiap tahunnya. Keberadaan industri membuka lapangan pekerjaan

1
baru bagi masyarakat, yang menguntungkan dari segi ekonomi sebagai sumber
pendapatan, dan dapat memperbaiki ekonomi keluarga. Di sisi lain, Namun
kondisi lingkungan industri juga bisa membawa dampak negatif bagi kesehatan
pekerjanya. Interaksi antara pekerja dengan elemen-elemen yang ada di
lingkungan kerjanya dapat mempengaruhi kesehatan.

Makanan merupakan salah satu kebutuhan primer dari setiap manusia.


Setiap hari manusia makan sebanyak tiga kali, dalam setiap makan
manusiamempunyai banyak pilihan jenis dan menu makanan. Tujuan
manusiamakan bukan hanya sekedar untuk mengatasi rasa lapar namun juga
untukmemenuhi kebutuhan zat gizi yang terkandung dalam makanan tersebut.Jadi
untuk menjaga zat gizi dalam makanan tidak hilang perlu diperhatikanpada saat
mengolah bahan makanan menjadi suatu makanan yang sehat.Pengolahan bahan
makanan dimulai dari pembelian, persiapan, pengolahandan penyajian makanan.
Setiap tahap mempunyai peranan penting agardapat tersaji makanan yang enak
dan sehat.

Menurut Departemen Kesehatan (2003), higiene adalah upaya kesehatan


dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Sanitasi
makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan
makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan danpenyakit pada
manusia.Pengolahan makanan dilaksanakan di dapur, ditempat pengolahan
initerdapat banyak peralatan yang digunakan untuk membuat bahan
makananmenjadi matang. Pejamah makanan yang melakukan pengolahan
makananbekerja ditempat pengolahan dan menggunakan peralatan yang ada
dengansebaik mungkin. Banyak terjadi kecelakaan ditempat kerja karena
tenagakerja tidak memperhatikan prosedur kesehatan dan keselamatan kerja
yangterdapat pada tempat kerja tersebut. Terutama bekerja didapur
sangatlahbanyak resiko yang akan muncul, karena didapur terdapat api dan
minyakpanas yang dapat menjadi penyebab kecelakaan.
Penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di industri sangat penting
untuk meningkatkan kualitas hidup tenaga kerja. Ilmu kesehatan kerja adalah
bidang studi yang mempelajari cara pengukuran, evaluasi, dan penanggulangan
bahaya di tempat kerja. Sementara itu, ilmu keselamatan kerja adalah bidang studi

2
yang mempelajari cara untuk memodifikasi peralatan dan proses kerja guna
mencegah terjadinya kecelakaan di tempat kerja. Mengidentifikasi potensi bahaya
merupakan langkah awal dalam manajemen risiko dalam pelaksanaan higiene
perusahaan, kesehatan (hiperkes), dan keselamatan. Bahaya (hazard) adalah
sumber, situasi atau tindakan yang ada di tempat kerja/berhubungan dengan
pekerjaan yang berpotensi menjadi sumber kecelakaan/cidera/penyakit/kematian.
Sumber bahaya tersebut dapat berasal dari manusia, peralatan, bahan atau
material, dan lingkungan.
Penyebab bahaya (hazard) yang mengganggu kesehatan di tempat kerja
dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu hazard kimia, biologis, fisik, dan
ergonomi (Jeyaratnam, 2009). Masing-masing keempat hazard ini perlu
diindentifikasi di lingkungan kerja untuk menurunkan kejadian penyakit akibat
kerja maupun penyakit akibat hubungan kerja.
Menurut International Labour Office (ILO), setiap tahun ada lebih dari 250
juta kecelakaan di tempat kerja dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit
karena bahaya di tempat kerja. Terlebih lagi, 1,2 juta pekerja meninggal akibat
kecelakaan dan sakit di tempat kerja (ILO, 2013). Data diatas memperlihatkan
betapa pentingnya untuk menjaga tempat kerja agar aman dan sehat. Jika tempat
kerja aman dan sehat, pekerja dapat melanjutkan pekerjaan secara efektif dan
efisien. Sebaliknya, jika tempat kerja tidak aman dan sehat, gangguan kesehatan,
dan absen dan penurunan kualitas hidup tidak dapat dihindarkan sehingga
mengakibatkan hilangnya pendapatan pekerja dan menurunkan produktivitas
industri itu sendiri.

2.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan kesehatan dan keselamatan kerja ?
2. Bagaimana kesehatan dan keselamatan kerja di industri makanan ?
3. Apa saja jenis kecelakaan yang sering terjadi di industri makanan ?
4. Apa saja faktor penyebabkan terjadinya kecelakaan kerja di industri
makanan ?

5. Apa saja penyakit yang disebabkan bekerja di industri makanan ?

2.3 Tujuan

3
1. dapat mengetahui menganai kesehatan dan keselamatan kerja secara
umum

2. dapat mengetahui kesehatan dan keselamatan kerja di industri makanan

3. dapat mengetahui jenis kecelakaan yang sring terjadi di industri makanan

4. dapat mengggetahui faktor penyebab kecelakaan kerja diindustri makanan

5. dapat mengggetahui penyakit yang disbabkan bekerja di industri makanan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

4
2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kesehatan adalah suatu kondisi dimana diri (manusia) dalam keadaan
sehat, barang dalam keadaan baik tidak cacat, alat-alat kerjadalam keadaan tidak
ada kekuarangan/ kerusakaan, lingkungan atau kondisi disekitar dalam keadaan
sehat, tidak kurang suatu apapun.
Kesehatan kerja adalah suatu keadaan para pekerja/masyarakat pekerja
dimana kondisi jasmani dan rohani dalam keadaan bebas dari berbagai macam
penyakit yang diakibatkan oleh berbagai macam faktor pekerjaan dan lingkungan
kerja. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Keselamatan
kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan
dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-
cara melakukan pekerjaan (Kurnia, 2010: 61). Keselamatan dan kesehatan kerja
secara umum mencakup suasana dan lingkungan kerja yang menjamin kesehatan
dan keselamatan karyawan agar tugas pekerjaan perusahaan dapat berjalan lancar.
Agar tujuan kesehatan dan keselamatan kerja dapat tercapai sesuai dengan yang
diharapkan perlu dipahami unsur-unsur dan prinsip prinsip kesehatan dan
keselamatan kerja oleh semua orang yang berada ditempat kerja. Adapun unsur–
unsur keselamatan dan kesehatan kerja menurut Sutrisno dan Kusmawan
Ruswandi (2007: 5) antara lain adalah:
1. Adanya APD (Alat Pelindung Diri) ditempat kerja
2. Adanya buku petunjuk penggunaan alat dan atau isyarat bahaya
3. Adanya peraturan pembagiaan tugas dan tanggungjawab
4. Adanya tempat kerja yang aman sesuai standar SSLK (syarat–syarat
lingkungan kerja) antara lain tempat kerja steril dari debu,kotoran, asap
rokok, uap gas, radiasi, getaran mesin dan peralatan, kebisingan, tempat
kerja aman dari arus listrik, lampu penerangan cukup memedai, ventilasi
dan sirkulasi udara seimbang, adanya aturan kerja atau aturan
keprilakuan.
5. Adanya penunjang kesehatan jasmani dan rohani ditempat kerja
6. Adanya sarana dan prasarana yang lengkap ditempat kerja

5
7. Adanya kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
Adapun prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja menurut Enny Zuhni
(2010) yaitu:
1. Setiap pekerja berhak memperoleh jaminan atas keselamatan kerja, agar
terhindar dari kecelakaan
2. Setiap orang yang berada ditempat kerja harus dijamin keselamatannya
3. Tempat pekerjaan dijamin selalu dalam keadaan aman
2.2 Industri makanan
2.2.1 Hygiene
a. Pengertian
Di dalam buku The Theory of Cathering yang dikutip oleh Suwantini
(2004) disebut bahwa ”hygiene is the study of health and thepreventation of the
deases” ini berarti hygiene adalah ilmu kesehatan dan pencegahan timbulnya
penyakit. Hygiene sangat erat hubungannya dengan makanan dan minuman serta
individu. Makanan dan minuman yang di masak oleh penjamah makanan/individu
yang sehat maka akan mempengaruhi hasil makanan dan minuman dapat terhindar
dari penyakit. Kesehatan penjamah makanan saat pengolahan makanan sangat
perlu diperhatikan, bila terjadi sakit akibatnya adalah makanan yang diolah
memungkinkan terdapat suatu penyakit.
b. Peranan Hygiene di Bidang Makanan
Pengertian hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan individu. Misalnya :
1) Mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan,
2) Cuci piring untuk melindungi kebersihan piring,
3) Membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan
secara keseluruhan.
Sedangkan sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang
menitikberatkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau merusak kesehatan,
mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsi masyarakat atau konsumen.

6
c. Ruang lingkup hygiene di Bidang Makanan
Ruang lingkup hygiene makanan tidak dapat dilepaskan dari sanitasi karena
hygiene dan sanitasi dilaksanakan secara bersamaan. Menurut Suwantini (2004)
ruang lingkup hygiene yaitu:
1) Hygiene perorangan
Hygiene perorangan mencakup semua segi kebersihan dan pribadi karyawan
(penjamah makanan). Hygiene perorangan dapat dilihatdari kebiasaan-kebiasaan
penjamah makanan seperti cara makan, mandi, pakaian yang digunakan setiap
hari, dan lain sebagainya.
Kesehatan perorangan meliputi:
a) Rambut
Rambut penjamah makanan hendaknya selalu rapi dan tidak panjang,
biasakan selalu mencuci secara teratur agar selalu bersih, dan gunakan topi
cook/penutup kepala pada waktu bekerja. Sehelai rambut yang terdapat pada
makanan sangat mengerikan bagi pelanggan karena dapat diartikan betapa
joroknya para penjamah makanan dan makanan tersebut tidak sehat.
b) Wajah
Wajah dirias seperlunya dan untuk menjada kesehatan makanan maka
jangan menggunakan kosmetik secara berlebihan dan jangan menyeka wajah
dengan tangan pada waktu mengolah makanan gunakan sapu tangan atau tissue.
c) Hidung
Penjamah makanan hendaknya jangan memegang lubang hidung saat
bekerja sebab pada lubang hidung terdapat kotoran yang dapat menimbulkan
penyakit, gunakan sapu tangan atau tissue untuk menutup hidung pada waktu
bersin, dan jika sedang sakit batuk pilek gunakan masker untuk menutup hidung.
d) Mulut
Kesehatan mulut dan gigi dijaga dengan baik, biasakan menyikat gigi
sehabis makan secara teratur. Penjamah makanan dilarang merokok saat bekerja
untuk mencegah perpindahan bakteri. Jika mencicipi makanan harusmenggunakan
alat yang bersih seperti sendok dan piring kecil.
e) Telinga

7
Telinga dibersihkan secara teratur agar selalu dalam keadaan bersih dan
jangan memegang telinga sewaktu bekerja.
f) Kuku Tangan dan Kaki
Tangan adalah anggota tubuh yang paling sering menyentuh makanan
dalam pengolahan makanan, dengan demikian tangan memegang peranan penting
sebagai perantara dalam perpindahan bakteri dari suatu tempat kepada makanan.
Kaki menjadi tumpuan waktu penjamah makanan bekerja, maka kebersihan dan
kesehatan kaki sangat penting, gunakan sepatu yang bertumit pendek dan tidak
licin. Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam
mempertahankan perawatan diri karena kuman dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kuku. Perawatan memotong kuku jari tangan dan jari kaki dapat
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam kuku yang panjang.
g) Kesegaran jasmani
Manusia mempunyai keterbatasan dalam bekerja secara efektif dan efisien.
Jika jasmani penjamah makanan dijaga agar tetap segar maka akan mempunyai
semangat kerja yang tinggi. Untuk itu perlu menjaga kesegaran jasmani dengan
cara minum air putih yang cukup, istirahat yang cukup teratur, berolahraga secara
teratur, dan hindari rasa cemas dalam diri.
2) Hygiene makanan
Hygiene makanan (food hygiene) juga dikenal dengan istilah sanitasi
makanan (food sanitation), kedua istilah ini memiliki arti dan bidang yang
berbeda namun saling berkaitan. Ruang lingkup hygiene makanan meliputi
macam-macam bahan makanan, kerusakan bahan makanan, dan keracunan
makanan (food poisoning) (Bagus, 1997: 39). Ada 3 faktor yang dianggap menjadi
sumber pencemaran makanan yaitu penjamah makanan, area lingkungan dimana
makanan diolah lalu disajikan, dan bahan makanan itu sendiri.
3) Hygiene Lingkungan
Kebersihan area, lingkungan, bangunan serta peralatan didapur adalah
menunjang untuk menghasilkan makanan yang baik, bersih juga aman untuk
dimakan. Dapur adalah suatu ruangan khusus yang dipergunakan sebagai tempat
mengolah makanan. Ruangan khusus ini terdiri dari bagian fisik dan perlengkapan

8
yang dipergunakan sehingga ruangan ini dapat berfungsi dengan baik sebagai
tempat makanan (Bagus, 1997: 81). Kesehatan saran pisik dapur meliputi:
a) Lantai dapur
b) Dinding
c) Ventilasi
d) Langit-langit (plafon)
e) Lampu penerangan
f) Tempat mencuci tangan
g) Ruangan pegawai
h) Toilet
i) Ruangan pena
d. Persyaratan hygiene di bidang makanan
Syarat utama pengolah makanan adalah memiliki kesehatan yang baik.
Untuk itu disarankan pekerja melakukan tes kesehatan, terutama tes darah dan
pemotretan rontgen pada dada untuk melihat kesehatan paru-paru dan saluran
pernapasannya. Tes kesehatan tersebut sebaiknya diulang setiap 6 bulan sekali,
terutama bagi pengolah makanan di dapur. Tenaga kerja yang dipekerjakan pada
usaha jasa boga harus berbadan sehat, tidak mengidap penyakit menular seperti
tifus, kolera dan tuberkulosa. Setiap karyawan harus memiliki buku pemeriksaan
kesehatan.
Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor.715/MENKES/SK/V/2003, beberapa perilaku tenaga/karyawan yang
seharusnya selama bekerja antara lain :
1) Tidak merokok.
2) Tidak makan atau mengunyah.
3) Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias
(polos).
4) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk
keperluannya.
5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar
kecil.
6) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar.

9
7) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar
tempat jasaboga (Depkes RI, 2003).
Selain hal-hal tersebut diatas, berikut ini ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh pekerja yang terlibat dalam pengolahan makanan, sebagai
berikut:
1) Tidak merokok, makan atau mengunyah selama melakukan aktivitas
penanganan makanan.
2) Tidak meludah atau membuang ingus di dalam daerah pengolahan.
3) Selalu menutup mulut dan hidung pada waktu batuk atau bersin. Sedapat
mungkin batuk dan bersin tidak di dekat makanan.
4) Tidak mencicipi atau menyentuh makanan dengan tangan atau jari. Tetapi
menggunakan sendok bersih, spatula, penjepit atau peralatan lain yang
sesuai.
5) Sedapat mungkin tidak sering menyentuh bagian tubuh misalnya mulut,
hidung, telinga atau menggaruk bagian-bagian tubuh pada waktu
menangani makanan.
6) Pada waktu memegang gelas minum pun dilarang untuk menyentuh bibir
gelas.
7) Jangan sekali-kali duduk diatas meja kerja (Purnawijayanti, 2001).

BAB III
PEMBAHASAN

10
Industri dan sebagainya merupakan salah satu kawasan yang paling pesat
dalam pembangunan perekonomiannya, salah satu industri yang berkembang
pesat yaitu industri pengolahan makanan mengingat makanan adalah sumber
pokok utama energi pada tubuh manusia agar dapat ber-aktivitas sehari-hari.
Berkaitan dengan usaha pengolahan makanan tidak lepas dari peran tenaga
pengolah makanan atau penjamah makanan dan juga dapur sebagai tempat
pengolahan makanan tersebut. Penjamah makanan menurut KEPMENKES
No.1908 tentang hygiene rumah makan dan restoran : “adalah orang yang secara
langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan,
pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai dengan penyajian”. Menurut
Nurlaela (2011), penjamah makanan adalah orang yang menangani langsung
makanan sejak makanan itu dibuat sampai makanan itu siap disajikan atau
dihidangkan. Untuk mendapatkan kualitas makanan yang baik perlu diperhatikan
tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku tenaga pengolah makanan tersebut.
Kebiasaan pribadi para penjamah makanan dalam mengelola bahan makanan
dapat menjadi sumber dari pencemaran. Maka sanitasi hygiene menjadi syarat
penting bagi perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan makanan.
Pengolahan makanan yang tepat akan mencegah terjadinya kontaminasi makanan
atau penularan penyakit melalui makanan. Proses kontaminasi makanan terbagi
menjadi dua yaitu kontaminasi langsung yang berasal dari bahan mentah dan
kontaminasi silang yang terjadi selama proses pengolahan. Proses terjadinya
kontaminasi makanan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain masih
rendahnya pengetahuan penjamah makanan, personal hygiene karyawan dapur,
kebersihan peralatan serta sanitasi lingkungan dapur.
Jika air yang digunakan tidak baik maka dapat dipastikan alat dan bahan
yang digunakan akan terkontaminasi. Sesuai dengan Kepmenkes RI No.
907/Menkes/SK.VII/2002/ kualitas air yang memenuhi persyaratan air minum
digolongkan dengan empat syarat menurut syarat fisik, kimia, bakteorologis dan
zat radioaktif. Pada proses pengolahan makanan peran seorang juru masak atau
chef sangat penting, karena tidak sekedar mampu mengolah makanan yang enak
rasanya, menyajikan makanan dengan penampilan yang menarik, namun juga
harus memastikan makanan layak untuk dimakan. Makanan yang layak dimakan

11
yaitu makanan sehat dan aman untuk dikonsumsi. Seorang juru masak atau
penjamah makanan haruslah selalu menjaga kesehatan dan kebersihan diri serta
menjaga perilakunya selamanya proses produksi makanan. Perilaku yang
dimaksud ialah perilaku hygiene yang merupakan tindakan seseorang untuk
memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai kesehatan
serta mencegah timbulnya penyakit. Karena pada dasarnya higiene adalah
mengembangkan kebiasaan baik untuk menjaga kesehatan, maka seharusnya hal
ini dapat diketahui sejak calon pekerja akan direkrut sebagai tenaga pengolah
makanan melalui wawancara.
Dapur sebagai tempat produksi makanan merupakan tempat kerja dengan
intensitas resiko kerja yang cukup tinggi. Dapur adalah suatu ruang atau bukan
ruang khusus yang berfungsi untuk membuat suatu bahan makanan menjadi suatu
sajian siap dihidangkan. Suatu ruangan dapat disebut sebagai ruang dapur apabila
didalamnya dilengkapi dengan sarana dan prasarana untuk kepentingan
pengolahan bahan makanan hingga menjadi sajian siap hidang. Dapur sebagai
tempat produksi makanan bertanggung jawab atas sanitasi hygiene makanan yang
akan disajikan kepada tamu.
Keadaan suatu ruang dapur yang di dalamnya dilengkapi dengan sarana
dan prasarana pengolahan bahan makanan, perlu adanya standar operasional
peralatan (SOP) yang tepat, fasilitas-fasilitas pendukung, tata letak dapur yang
berkaitan dengan arus kerja sehingga pekerjaan berjalan secara efisien dan akan
menghindari resiko kecelakaan kerja. Oleh karena itu, salah satu upaya dalam
mengoptimalkannya adalah dengan memperbaiki dan meningkatkan kondisi
sanitasi hygiene dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dapur hotel.
Kesehatan dan keselamatan kerja wajib dilaksanakan disetiap tempat kerja yang
mana telah dijabarkan pada UU Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970, UU
Kesehatan Kerja Nomor 23 Tahun 1992 dan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Pelayanan kesehatan karyawan diadakan pemeriksaan berkala
minimal satu kali dalam setahun dan bagi karyawan pengolah makanan (food
handler) harus dilakukan pemeriksaan berkala enam bulan sekali khusus untuk
pemeriksaan gejala pembawa penyakit atau carrier. Selain itu setiap perusahaan
berkewajiban membina tenaga kerja dalam pemberian P3K (Pertolongan Pertama

12
Pada Kecelakaan) sesuai dengan Undang-undang No.1 tahun 1970 pasal 9. P3K
merupakan upaya pertolongan dan perawatan sementara dengan cepat dan tepat
sebelum ditangani oleh para medis dengan tujuan mencegah maut atau kejaidan
yang lebih buruk dapat terhindar. Dengan terjaminnya K3 oleh perusahaan, akan
menyebabkan karyawan merasa nyaman dan memiliki rasa tanggung jawab maka
dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.

3.1 Hazard pada pekerja yang bekerja di pengolahan makanan


Menurt penelitian yang dilakuakan oleh Budiman, dkk tahun 2017 Potensi
bahaya (hazard) ergonomi merupakan hazard yang paling banyak dialami pekerja
yaitu sebanyak 75 orang (92,6%). Hazard fisik dialami sebanyak 54,3% pekerja.
Dua hazard lainnya yaitu biologis dan kimia dialami pekerja masing-masing 37
orang (45,7%) dan 31 orang (38,3%). Pada industri makanan berskala kecil yang
diamati, hazard ergonomi yang dialami pekerja diakibatkan posisi kerja yang tidak
ergonomis seperti duduk di lantai terlalu lama, mengangkat beban berat,
punggung yang terlalu membungkuk, kepala terlalu menunduk, dan gerakan-
gerakan berulang yang lama. Hazard fisik dikarenakan risiko menggunakan alat-
alat tajam, memegang benda panas, bersentuhan dengan air panas dan garam.
Keadaan ini diperburuk oleh pekerja yang tidak mempergunakan alat pelindung
diri. Selain hal diatas, hazard fisik lainnya adalah lingkungan kerja yang bising
dan panas. Hazard biologis yang mempengaruhi kesehatan pekerja adalah
mikroorganisme yang terdapat pada bahan-bahan makanan. Yang mana
mikroorganisme ini dapat masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan,
pencernaan atau pun kontak langsung dengan kulit pekerja. Paparan hazard kimia
pada industri makanan skala kecil yang diamati akibat kontak dengan bumbu
penyedap rasa yang ditaburkan ke makanan. Kontak ini dapat langsung ke kulit
mau pun ke saluran pernafasanan. Selain itu Asap dari pembakaran juga
mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi kesehatan, apalagi dengan
ventilasi ruangan kerja yang tidak baik.

3.2 Penyakit Pekerja yang Bekerja di Pengolahan Makanan

13
Setiap pekerjaan yang dilakukan akan ada banyak resiko ataupun dampak
yang akan diterima, baik itu untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Yang
paling utama harus diperhatikan adalah penyakit yang akan dialami oleh diri
sendiri baik setelah melakukan pekerjaan maupun saat pekerjaan tersebut
berlangsung.
Disamping itu beberapa kasus penyakit atau gangguan kesehatan yang
biasa dialami oleh pekerja yang berkerja di bagian pengolahan makanan
diantaranya batuk, sakit kepala, demam tinggi, epilepsi, cramps, radang selaput
otak, tekanan darah tinggi, jantung, diabetes, obesitas, hernia, wasir, asma,
gangguan syaraf, ketulian, jamuran, panu dan lain lain. Setiap penyakit tersebut
bisa bergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukannya pada tempat pengolahan
makanan.
Karakteristik pendidikan dapat mempengaruhi sikap pekerja. Semakin
tinggi pendidikan dapat meningkatkan kepatuhan dalam upaya mengurangi dan
mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja, menggunakan
alat pelindung diri, menjaga kebersihan dalam proses kerja dan lain sebagainya.
Kepatuhan ini tentunya membawa dampak positif bagi pekerja karena terhindar
dari penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja. Dampak bagi industri
adalah mengurangi waktu absensi dan penurunan produktivitas pekerja akibat
gangguan kesehatan. Dampak bagi masyarakat, khususnya pada industri makanan,
adalah keamanan dalam mengkonsumsi produk makanan yang dihasilkan. Posisi
statis bekerja dalam waktu yang lama dapat menimbulkan gangguan terhadap
aliran darah. Pada posisi tubuh yang tidak fisiologis menyebabkan aliran darah
terjepit dan terhambat sehingga distribusi oksigen ke otot. Bila berlangsung dalam
waktu lama, keadaan ini dapat menyebabkan keluhan berupa rasa sakit, nyeri,
kaku bahkan mati rasa pada otot. Pengaturan rotasi merupakan langkah
administratif yang dapat ditempuh untuk mengendalikan kesehatan dan
keselamatan pekerja. Pengaturan rotasi memberikan kesempatan kepada pekerja
untuk tidak setiap hari terus menerus terpapar oleh hazard yang sama. Kelelahan
fisik dan psikologis otot dan fikiran menjadi berkurang dengan diberlakukannya
program rotasi ini. Penelitian Maria Luiza dkk pada perusahaan tekstil di Brazil

14
menyebutkan terdapat perbedaan keluhan sendi tangan antara pekerja pabrik yang
diberlakukan rotasi kerja dengan yang tidak diberlakukan rotasi
Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pekerja mempergunakan alat
pelindung diri salah satunya adalah adanya kejelasan aturan kewajiban
menggunakan APD dari pemilik industri itu sendiri. Dengan kejelasan aturan dan
pengawasan yang ketat didalam pelaksanaannya secara langsung akan
meningkatkan kepatuhan pekerja untuk selalu menggunakan APD yang
seharusnya. Pengawasan yang dilakukan puskesmas terhadap industri dapat
memberikan manfaat besar bagi industri itu sendiri maupun masyarakat. Masukan
bagi perusahaan dapat diberikan terhadap kesehatan pekerja sehingga dapat
meningkatkan produktifitas hasil industri. Manfaat bagi masyarakat tentunya
dengan menjamin kebersihan dan kesehatan hasil produksi untuk dikonsumsi
secara luas.

3.3 Kejelakaan Kerja


Dari waktu ke waktu kasus kecelakaan kerja di industry boleh dikatakan
tiada hari tanpa kecelakaan yang terbukti dapat dilihat dari data kecelakaan kerja
yang ada baik yang bersifat global maupun local (di ekspos oleh
instans/Lembaga/organisasi terkait seperti WHO/ILO, Depnaker, OSHA, NIOSH.
Salain data kasus kecelakaan yang hubungannya dengan pekerjaan juga ada data
kecelakaan kerja yang disebabkan oleh peledakan, kebakaran, pencemaran
lingkungan kerja, kebocoran reactor nuklir, kecelakaan lalu lintas dan bencana
alam.
Akibat kecelakaan kerja menimbulkan penderitaan fisik (luka, cacat dan
kematian) bagi korban, disamping kerugian ekonomis dan nonekonomis bagi
korban dan keluarganya, pengusaha dan masyarakat sekitarnya. Hingga saat ini,
kecelakaan kerja menjadi beban bagi tenaga kerja, perusahaan dan pemerintah
yang sebenarnya siapapun tidak menginginkannya. Oleh karena itu masalah
kecelakaan kerja perl ditanggulangi secara serius yaiu bagaimana upaya untuk
menekan seminimal mungkin (mereduksi) bahkan kalo dapat menidakan kasus
kecelakaan kerja sehingga tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan
aman, sehat dan produktif yg bermuara pada penignkatan kesehatan tenaga kerja.

15
Kecelakaan kerja di Indonesia menurut :
a. Data perum astek antara tahun 1978 sampai 1982 terjadi sebanyak 65.067
kasus (Silalahi, 1991)
b. Survey depnaker RI tahun 1983 sampe 1989 dilaporkan kecelakaan kerja
terjadi sebanyak 124.808 kasus
c. C data depnaker :
- Tahun 1990 sampai Tahun 1992 masing-masing sebanyak 10.267.
9.583 dan 9.685 kasus (Simanjutak, 2000)
- Tahun 1995 sebanyak 18.312 asus kecelaaan yang mengakibatkan 464
orang meninggal dunia, 268 orang cacat, 17.587 orang yg sementara
tidak masuk bekerja
- Tahun 1997 terjadi 20.328 kasus yg mengakibatkan 1.089 orang
meninggal dunia, kecelakaan kerja tersebut 58,46% terjadi pada sektor
industri manfaktur dan 41,54% pada sektor pertanian, pertambangan,
bangunan, listrik dan gas, dan sektor lainnya.
- Tahun 1999 terjadi 27.297 kasus dengan jumlah korban sebanyak
60.975 orang yg terdiri dari 54.103 orang semntara tidak mampu
bekerja, 54.560 orang cidera, 5.290 cacat dan 1.125 orang meninggal
dunia.
- Tahun 2000 terjadi 66.367 kasus kecelakaan kerja yg mengakibatkan
4.142 meninggal dunia 20.970 cacat menetap, 87.390 orang sementara
wakt tidak mampu bekerja dan 71.170.780.00 hari hilang waktu kerja.
- Dalam jumlah kasus kerja perusahaan jamsostek cabang kota madya
medan diaporkan bahwa tahun 1991 sebanyak 2023 kasus, tahun 1992
sebanyak 3.225 kasus, tahun 1993 sebanyak 3.967 kasus, tahun 1994
sebanyak 3.804 kasus, tahun 1995 2.217 kasus, tahun 1996 sebanyak
8.992 kasus dan sampai dengan oktober tahun 1997 sebanyak 7.466
kasus.
Data kecelakaan kerja di Indonesia sebagaimana tersebut di atas masih
dipertanyakan keakuratannya sehingga data kecelakaan kerja yang terkumpul baik
secara nasional maupun regional tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Keadaan ini dimungkinkan penyebabnya dapat dilihat dari berbagai pihak yang
terkait yaitu:
1. Pemerintah, dalam hal ini instansi terkait (depnaker), system pencatatan
dan pelaporan data kecelakaan kerja yang belum memadai dapatterjadi

16
mulai dari tingkat Kandepnaker, Kanwil, dan bahkan Departemen yang
disebabkan masih minimnya pengawasan dan pengendalian, keterbatasan
sumber daya manusia yang terampil, sarana dan fasilitas pengolahan data
yang kurang memadai.
2. Di tingkat perusahaan:
a. Perusahaan di sektor formal masih banyak pengusaha manajemen yang
belum membeerikan yang belum memberikan perhatian yang besar
dan keseriusan terhadap system pencatatan dan pelaporan data
kecelakaan kerja. Ketidakakurat data dari perusahaan yang dilaporkan
Depnaker dapat terjadi karena:
- Masih ada perusahaan yang sebagian saja tenaga kerjanya ikut dalam
kepersertaan Program Jamsostek, sehinga bila terjadi kecelakaan kerja
tersebut tidak termasuk didalam laporan
- Keterbatasan sumber daya manusia (tenaga kerja) terampil untuk
pekerjaan pelaporan dan pencatatan data kecelakaan kerja
- Minimnya sarana dan fasilitas pengolahan data kecelakaan kerja
- Keterlambatan pelaporan kasus kecelakaan kerja ke Depnaker dan
Badan Penyelenggara Program Jamsostek.. ketentuan pelaporan kasus
kecelakaan telah diatur dalam Permenaker No.03/MEN/1998 tetntang
Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksa Kecelakaan
b. Perusahaan sektor informal (perusahaan kecil) umunya perusahaan
kecil belum mempunyai system pencatatan dan pelaporan kecelakaan
kerja, sehingga data kecelakaan tidak ada dilaporkan. Sampai sat ini
masih banyak pengusaha yang mengira bahwa sektor informal tidak
terjangkau oleh peratura perundangan ketenagakerjaan untuk
kepentinganperlindungan tenaga kerjanya, walaupun kebanyakan
kerjanya Lerstatus tenaga kerja harian lepas/borongan/kontrak. Sebagai
salah satu contoh upayya perlindungan tenga kerja di sektor informal
yaitu adanya jaminan sosisal tenaga kerja bagi tenaga kerja harian
lepas borongan dan kontak yang diatur didalam kepnaker No.Kep
150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja Bagi Tenaga KERJA Harian Lepas dan BOrongan dan
Perjanjian Kerja Waktu tertentu. Oleh karena itu system pelaporan dan
pencatatan kecelakaan kerja sangat diperlukan tidak hanya untuk

17
kepentingan perusahaan didalam meningkatkan upaya keselamatan
kerja bagi tenaga kerjanya/
3. Di kalangan tenaga kerja, masih banyak kasus kecelakaan ringan (minor
injuries) walaupun hanya memerlukan tindakan P3K atau hampir
kecelakaan (near miss injuries) dianggap tidak termasuk didalam
pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja di tingkat perusahaan.
Dari bebrapa data (angka) kecelakaan yang disajikan tersebut diatas secara
global hingga tingkat local terlihat bahwa angka kecelakaan kerja masih tinggi
dan ada kecenderungan menignkat dari tahun ke tahun terumtama di negara
berkembang. Penignkatan ini dimungkiknakan seiring dengan meningkatnya
resiko bahaya potensi akibat penggunaan mesin, alat dan peralatan, bahan baku
dan kondisi lingkungan kerja. Selain itu yang tak kalah penting adalah :
1. Masalah faktor manusia/tenaga kerja (human factors/human error) dimana
tenaga kerja berperilaku tidak aman (unsafe behavior/unsafe actions) yang
disebabkan oleh kondisi latar belakang tenaga kerja itu sendiri ditambah
dengan kondsi lingkungan kerja yang tidak aman (unsafe conditions)
2. Masih kurangnya kesadraan fan perhatian pengusaha/manager dan tenaga
kerja terhadap upaya pencegahan kecelakaan kerja yang sebenarnya
merupakan bagian integral dari manajemen keseluruhan, sehingga tidak
ada komitmen dan dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan keselamatan
kerja yang pada akhirnya tidak tercipta safety culture di tempat kerja.
3. Masih terbatasnya pengawasan yang dilakukan dan kendala dalam law
enforcement (penegakan hukum) yang dihadapi oleh Depnaker

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Industri makanan atau industri pengolahan makanan merupakan industri
yang tempat kerjanya harus selalu dalam keadaan bersih dan terawat, dengan
tingkat kontaminasi yang harus di but sekecil mungkin atau bahkan tidak ada
sama sekai, hal ini bertujuan agar makanan hasil olahan tersebut dapat dikonsumsi
secara aman. Meski demikian dengan tempat kerja yang bersih bukan berarti tidak

18
bisa menimulkan penyakt agi pekerjanya. Penyakit yang dapat dialami oleh
pekerja yang bekerja di bagian ini diantaranya batuk, sakit kepala, demam tinggi,
epilepsi, cramps, radang selaput otak, tekanan darah tinggi, jantung, diabetes,
obesitas, hernia, wasir, asma, gangguan syaraf, ketulian, jamuran, panu dan lain
lain. Setiap penyakit tersebut bisa bergantung dari jenis pekerjaan yang
dilakukannya pada tempat pengolahan makanan.

4.2 Saran
Berhati hatilah dalam melakukan setiap pekerjaan, karena kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan hal yang paling utama dalam emlakukan pekerjaan.
Untuk yang berkerja di industri pengolahan makanan atau industri makanan
kebersihan merupakan hal yang paling utama karena dapat berpengaruh terhadap
produk atau makanan yang dihasilkan. Setiap pekerjaan yang dilakukan agar tetap
menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan kegunaan dan tempatnya, serta
diperlukannya istirahat yang cukup bagii setiap pekerja.

19

Anda mungkin juga menyukai