Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

HYGIENE PERUSAHAAN DAN KESEHATAN DI INDUSTRI KIMIA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hygiene Perusahaan dan
Kesehatan
Dosen Pengampuh : Putri Ayuningtias Mahdang, S.KM., M.KKK

OLEH :
LATAR BELAKANG

1
DAFTAR ISI

2
DAFTAR TABE

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah
Indonesia merdeka menimbulkan konsekuensi meningkatnya intensitas kerja yang
mengakibatkn pula meningkatnya resiko kecelakaan kerja di lingkungan kerja.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam
mencegah terjadinya kecelakaan yang beranekaragam bentuk maupun jenis
kecelakannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang telah
dilaksanakan tersebut maka disusunlah peraturan perundangan yang mengatur
tentang ketenagakerjaan sebagai upaya dalam perlindungan keselamatan kerja dan
peningkatan derajat kesehatan para tenaga kerja di lingkungan kerja.
Industri petrokimia dengan bahan baku kimia yang diproses dengan suhu
dan tekanan tinggi serta mesin-mesin yang berteknologi tinggi dengan metode
yang modem, tentunya memiliki potensi bahaya yang dapat mengakibatkan
kerugian terhadap orang, harta benda perusahaan dan lingkungan. Dengan melihat
potensi bahaya yang besar tersebut, peranan keselamatan kerja sangat diperlukan
untuk mencegah dan mengurangi angka kecelakaan kerja atau pun kejadian
hampir celaka yang sering mempunyai intensitas yang lebih tinggi.
Maksud untuk memperkecil permasalahan negatif yang ada, maka
berbagai upaya harus dilakukan agar tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dapat tercapai. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut menurut
Undang Undang Keselamatan Kerja No.01 tahun 1970 adalah:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan
untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

4
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Dengan adanya regulasi yang mengikat hukum pelaksanaan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja tersebut maka diharapkan dapat menjawab
kebutuhan akan pemenuhan hak dasar tenaga kerja untuk mendapatkan jaminan
keamanan dan kenyamanan di tempat kerja.

Perkembangan sektor industri saat ini merupakan salah satu andalan dalam
pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan
tenaga kerja, peningkatan pendapatan, dan pemerataan pembangunan, disisi lain
kegiatan industri dalam proses produksinya disertai dengan faktor - faktor yang
mengandung risiko kecelakaan akibat kerja maupun penyakit akibat kerja.
Pembangunan industri yang terdapat di Indonesia tidak lepas dari
penggunaan bahan kimia sebagai bahan baku dan bahan pembantu atau produk.
Bahan kimia di salah satu pihak adalah mutlak untuk pembangunan demi
kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, namun di pihak lain penggunaan dan
pengolahan bahan kimia sering membawa dampak negatif bagi keselamatan dan
kesehatan pekerja serta lingkungan hidup apabila cara penangannya dengan baik.
Industri kimia merujuk pada suatu industri yang terlibat dalam produksi
zat kimia. Industri ini mencakup petrokimia, agrokimia, farmasi, polimer, cat, dan
oleokimia. Industri ini menggunakan proses kimia, termasuk reaksi kimia untuk
membentuk zat baru,, pemisahan berdasarkan sifat seperti kelarutan, titik didih,
kesetimbangan, pengaruh panas, serta metode-metode lain. Industri kimia
berhubungan dengan pemrosesan bahan mentah yang diperoleh melalui
penambangan, pertanian, dan sumber-sumber lain, menjadi material, zat kimia,
serta senyawa kimia yang dapat berupa produk antara yang akan digunakan di
industri lain atau produk akhir yang siap dikonsumsi masyarakat Beberapa
industri kimia telah dibangun di berbagai tempat di Indonesia. Pabrik pupuk Urea,

5
Single Super Phosphate (5P), Triple Super Phospate (TSP), Zuur Ammonia (ZA),
dan pupuk NPK yang mendukung produksi pangan telah dibangun di Indonesia.
Pabrik tekstil, zat warna, karet, kulit dan plastik - polimer yang mendukung
terscukupinya kebutuhan pakaian. Pabrik semen, keramik, gelas- kaca, besi-baja
yang mendukung kebutuhan papan; Pabrik kertas, pulp, selulosa serta obat-obatan
yang mendukung komoditi pendidikan dan kesehatan; serta industri minyak dan
gas bumi, batubara, biodisel biogas, bioetanol yang mendukung komoditas
transportasi dan sumber energi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Di Industri Kimia?
2. Bagaimana Penerapan Hiperkes Di Industri Kimia?
3. Apa Saja Kasus Penyakit Akibat Kerja Di Industri Kimia?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Di Industri
Kimia
2. Untuk Mengetahui Penerapan Hiperkes Di Industri Kimia
3. Untuk Mengetahui Kasus Penyakit Akibat Kerja Di Industri Kimia

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hygiene
Higiene industri (disebut juga dengan higiene okupasi atau higiene
perusahaan) adalah langkah-langkah antisipasi, pengenalan, evaluasi,
pengendalian, dan konfirmasi untuk mewujudkan perlindungan dari bahaya di
tempat kerja yang dapat mengakibatkan cedera, penyakit, atau hal lain yang
memengaruhi kesejahteraan pekerja. Bahaya-bahaya atau stresor ini biasanya
dibagi menjadi bahaya biologis, kimia, fisik, ergonomis dan psikososial.[1] Risiko
kesehatan dari stresor tertentu adalah dampak dari bahaya yang dikalikan dengan
paparan terhadap individu atau kelompok.[2] Untuk bahan kimia, bahaya dapat
dipahami dengan gambaran respons dosis yang didasarkan pada studi atau model
toksikologi. Ahli higiene industri bekerja sama dengan ahli toksikologi untuk
memahami bahaya kimia, fisikawan untuk bahaya fisik, serta dokter dan ahli
mikrobiologi untuk bahaya biologis.
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) (1998),
higene industri adalah ilmu tentang antisipiasi, rekognisi/pengenalan, evaluasi dan
pengendalian kondisi tempat kerja yang dapat menyebabkan tenaga kerja
mengalami kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat kerja. Higene industri
menggunakan metode pemantauan dan analisis lingkungan untuk mendeteksi
luasnya tenaga kerja yang terpapar. Higene industri juga menggunakan
pendekatan teknik, pendekatan administratif dan metode lain seperti penggunaan
alat pelindung diri, desain cara kerja yang aman untuk mencegah paparan
berbagai bahaya di tempat kerja
Di Indonesia, Higene industri didefinisikan sebagai spesialisasi dalam
ilmu higene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada
7
faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja
dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar
tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar
pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat
kerja (Suma’mur, 1999).
Sedangkan menurut UU no. 14 tahun 1969 Higene perusahaan adalah
Lapangan kesehatan yang ditunjukan kepada pemeliharaan dan mempertinggi
derajat 3 kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur pemberian
pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara
dan syarat ntuk pencegahan penyakit baik akibat kerja maupun umum serta
menetapkan syaratsyarat kesehatan perumahan tenaga kerja.
Menurut National Safety Concil (2002) dalam Fundamental of Industrial
Hygiene 5th Edition, Hiegene industri adalah sains dan seni yang ditujukan untuk
mengantisipasi, mengenali, mengevaluasi, dan mengendalikan faktor lingkungan
atau stress yang timbul di atau dari tempat kerja yang dapat menyebabkan
penyakit, gangguan kesehatan dan kesegaran, atau ketidaknyamanan yang
signifikan di antara pekerja atau di antara warga masyarakat.
Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa higene
industri adalah disiplin ilmu kesehatan yang bertujuan untuk melindungi tenaga
kerja dan masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari penyakit akibat kerja
dan atau kecelakaan kerja melalui upaya pengenalan, berbagai pengukuran
lingkungan kerja serta manusianya dan serangkaian upaya pengendalian.
Menurut Ensiklopedia Indonesia, higiene adalah ilmu yang
berhubungandengan masalah kesehatan dan berbagai usaha mempertahankan
ataumemperbaiki kesehatan. Higiene perusahaan (higiene industri, higiene
okupasi,kebersihan kerja) (kebersihan industri-kerja) adalah spesialisasi dalam
ilmuhigiene beserta prakteknya yang cakupan dedikasinya adalah
mengenali,mengukur, dan melakukan penilaian (evaluasi) terhadap faktor

8
penyebabgangguan kesehatan atau penyakit dalam lingkungan kerja dan
perusahaan.
Higine perusahaan adalah ilmu dan seni yang berperan dalam melakukan
upaya pengenalan, pengukuran, pemntauan, evaluasi dan pengontrolan bahay
dilingkungan kerja, yang dapat muncul dari kegiatan operasi industri, yang mana
bahaya tersebut dapat menganggu kesehatan, keselamata, kenyaman, efisiensi,
dikalangan pekerja dan atau masyrakat di sekitar daerah kegiatan operasi tersebut
( Tata Sumitra, 2008 )
Menurut administrasi keselamatn dan kesehatan kerja (OSHA)
(19998),higine industri adalag ilmu tentang antisipasi,rekognisi/pengenalan,
evaluasi dan pengendalian kondisi tempat kerja yang dapat menyebabkan tenaga
kerja mengalami kecelakan kerja dan atau penyakit akibat kerja. Industri
kebersihan menggunakan metode pematauan dan analisis lingkungan untuk
mendeteksi luasnya tenanga kerja yang terpapar. Higine industri juga
menggunakan pendekatan teknik, pendekatan administrasi dan metode lain
misalnya penggunaan alat pelindung diri (APD), desain cara kerja yang seorang
pria untuk mencegah paparan berbagai bahaya di tempat kerja.
2.2 Industri Kimia
Industri kimia merujuk pada suatu industri yang terlibat dalam produksi
Zat Kimia. Industri ini mencakup Petrokimia, agrokimia, farmasi, polimer,cat, dan
olekimia. Industri ini menggunakan proses kimia termasuk reaksi kimia untuk
membentuk zat baru, pemisahan berdasarkan sifat seperti kelarutan, atau muatan
Ion, distilasi, transformasi oleh panas, serta metoode-metode lain.
Industri kimia terlibat dalam pemrosesan bahan mentah yang di peroleh
melalui penambangan, pertanian, dan sumber-sumber lain, menjadi material zat
kimia, serta senyawa kimia yang dapat berupa produk akhir atau produk antara
yang akan digunakan di industri lain.
2.3 Klasifikasi Industri Kimia
Industri kimia adalah suatu bagian dari kimia terapan yang berhubungan
dengan optimasi, pengembangan dan pengetahuan kimia dasar proses yang
digunakan dalam industri untuk memproduksi bahan kimia atau produk kimia.
9
Industri kimia telah menunjukan pertumbuhan yang fenomenal selama lebih dari
50 tahun. industri dalam pembuatan polimer organik sintesis yang digunakan
sebagai plastik, serat dan elastomer dimana sebagian besar pertumbuhan berasal.
Polimer sintesis menbentuk 80% dari output industri kimia seluruh dunia. Pada
tahun 1999 industri kimia dihitung menjadi hampir $1,5 triliun sebuah perusahaan
global. Secara historis dan saat ini industri kimia masi terkonsentrasi di 3 wilayah
dunia yaitu eropa barat, amerika utara dan jepang. Pengembangan industri kimia
nasional telah dimulai sejak awal pembangunan nasional yang memanfaatkan
sumber minyak dan gas bumi serta peluang pengembangan yang sangat potensial.
Industri Kimia dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis bahan baku
utama yang digunakan dan/atau jenis produk utama yang dibuat. Oleh karena itu
indstri kimia dapat dikelompokan menjadi industri kimia anorganikdan industri
kimia organik.
 Industri kimia anorganik mengelola bahan kimia anorganik, membuat
campuran yang sama dan juga mensintesis bahan kimia anorganik.
 Industri kimia organik berat menghasilkan bahan bakar minyak bumi,
polimer, petrokimia, dan bahan sintesis lainnya sebagian besar dari minyak
bumi. Industri kimia organik ringan menghasilkan bahan kimia khusunya
meliputi obat-obatan, pewarna, pigmen dan cat, sabun dan detergen,
produk kosmetik dan produk lainnya.
Pembagian lain dengan industri kimia dengan melihat seberapa besar
produk tersebut dibuat dan seberapa besar perubahan nilai tambahnya. Beberapa
produk yang harganya murah diproduksi dalam jumlah besar agar mendapatkan
keuntungan yang signifikan, biaya pengolah rendah, disebut komoditi . hal ini
berarti bahwa bahan baku murah dan mudah diperoleh. Ada juga teknologi
proses yang ada relatif sederhana, dan mudah diperoleh.
a) Komuditas kimia
Industri kimia umumnya didasarkan pada bahan kimia anorganik
dasar dan bahan kimia organik dasar dan produk antara. Karena mereka
10
diproduksi langsung dari sumber daya alam atau turunan langsung dari
sumber daya alam, mereka diproduksi dalam jumlah besar.
Dalam sepuluh bahan kimia anorganik dasar yang mendominasi
hampir sepanjang waktu adalah asam sulfat, nitrogen, oksigen, amonia,
kapur, natrium hidroksida, asam fosfat, dan klorin. Alasan asam sulfat
menjadi nomor satu adalah karena digunakan dalam pembuatan pupu,
polimer, obat-obatan, cat, detergen, dan kertas. Hal ini juga digunakan
dalam penyulingan minyak bumi, metalurgi dan dalam proses lainnya.
Peringkat atas oksigen karena banyak penggunaanya dalam indstri baja.
Ethylene dan propylene biasanya antara sepuluh produk kimia
dasar. Produk kimia dasar ini digunakan dalam produksi bahan kimia
organik, termasuk polimer. Bahan kimia dan produk kimia dasar ini yang
disebut sebagai komuditas atau bahan kimia industri.
Oleh karena itu bahan kimia komuditas didefinisikan sebagai
produk bernilai rendah yang diproduksi dalam jumlah besar terutama
dalam proses kontinyu.
b) Bahan kimia khusus
Produk atau bahan kimia yang memiliki nilai tambah yang tinggi,
melibatkan produksi dalam jumlah kecil untuk keperluan akhir tertentu.
Produk ini disebut bahan kimia khusus.
Dalam kategori ini adalah bahan kimia yang disebut kinerja yang
merupakan produk bernilai tinggi diproduksi dalam volume rendah dan
digunakan dalam jumlah yang sangat rendah. Mereka dihakimi oleh
kinerja dan efisiensi. Enzim dan pewarna adalah bahan kimia kinerja.
Bahan kimia khusus terutama digunakan dalam bentuk formulasi.
c) Bahan kimia halus
Bahan kimia halus adalah bahan kimia dengan nilai tambah
tinggizat kimia murni organik yang dihasilkan dalam volume yang relatif

11
rendah dan dijual atas dasar spesifikasi yang tepat kemurnian karakteristik
fungsional.

2.2 Penerapan Hygiene di Industri Kimia


Proses industri yang menggunakan tenaga kerja, terutama yang
berhubungan dengan peleburan besi dan zat kimia, mempunyai potensi bahaya
yang berisiko tinggi. Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan
urtikaria. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK (Penyakit
Akibat Kerja), terbanyak bersifat nonalergi atau iritan. Dikenal dua jenis
dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon
nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme
imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Bahan
penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan kimia yang
terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang berhubungan
dengan pekerjaan/hobi, atau oleh bahan yang berada di sekitarnya.
Disamping bahan penyebab tersebut, ada faktor penunjang yang
mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara,
kelembaban, gesekan, dan oklusi. Sekitar 90.000 jenis bahan sudah diketahui
dapat menimbulkan dermatitis termasuk di perusahaan industri otomotif ini,
yaitu serpihan-serpihan besi/baja. Dermatitis kontak alergi dapat terjadi bila
bahan zat kimia, sebagai hapten berikatan dengan protein pembawa di kulit
dan menimbulkan dermatitis kontak alergi tipe IV. Urtikaria dapat terjadi
akibat kontak dengan bahan dalam lingkungan kerja yang menimbulkan
urtikaria alergi Tipe I (zat kimia) atau urtikaria nonalergi. Faktor fisik
lingkungan kerja seperti tekanan, panas, dingin, dan lainnya dapat juga
menimbulkan urtikaria nonalergi (urtikaria fisik). Pada perusahaan industri
otomotif ini terdapat salah satu risiko bahaya beserta penyakit yang sering
12
ditimbulkan terutama pada buruh-buruh yang sebagian besar wanita yaitu
penyakit dermatitis kontak pada pekerja yang timbul akibat kontak pekerja
dengan campuran zat kimia untuk merekatkan, mencuci, serta melicinkan suku
cadang hasil produksi. Oleh karena ini merupakan industri otomotif, maka
pekerja secara langsung juga akan kontak dengan logam yang merupakan suku
cadang motor.
Pekerja pada bagian yang mengalami kontak dengan bahan kimia non-
logam yaitu bagian starting dan stator. Bagian starting adalah bagian yang
merakit kabel panjang berbahan dasar tembaga dengan menggunakan bahan
perekat/lem dari resin dalam jumlah yang besar. APD yang digunakan adalah
sarung tangan dari kain. Bagian stator merupakan lanjutan dari bagian starting,
dimana pekerja menambahkan suatu komponen dengan menggunakan perekat
berbahan dasar resin, lalu mencucinya dengan suatu larutan bahan kimia, yaitu
trichloroethylene (trikloroetilen) dan centro.
Pekerja yang mengalami kontak dengan logam berada pada bagian
armature, ignition coil, rotor, dan CDI. Pada bagian armature pekerja
melilitkan kabel panjang berbahan dasar tembaga pada core (besi besar untuk
suku cadang) untuk selanjutnya diserahkan ke bagian starting untuk dirakit.
Pada bagian rotor, pekerja mencetak suatu lempengan baja menjadi berbentuk
bulat yang nantinya akan dimodifikasi menjadi rotor (penggerak). Pada bagian
CDI, pekerja merakit elektroda ke suatu lempengan PCB (Printed Circuit
Board) dengan rumus-rumus yang nantinya akan disolder kesuatu PCB
tersebut.
Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis
kontak akibat kerja. Namun demikian, jika standar dan prosedur kerja
dilaksanakan dengan baik, misalnya memakai sarung tangan yang tepat, maka
pencegahan dermatitis kontak dapat dilakukan.
Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan
13
kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan
kelainan kulit. Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan
lama kontak yang terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya
pengendalian lama kontak dengan bahan kimia dengan menggunakan
terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits (OELs)
atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang
melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per hari.
Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat
sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang
mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang
berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional. Oleh karena itu
upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja adalah dengan
menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia. Kontak yang berulang
untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya
dermatitis kontak jenis alergi.
2.3 Kasus Kesehatan Pekerja di Industri Kimia
 Hubungan Pemakaian Apd, Hygiene Perorangan Dan Riwayat
Penyakitdengan Penyakit Dermatitis Alergi Akibat Kerja Di Pt. Psut Jambi
Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2016
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan
oleh bangsa indonesia, untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Agar berwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang (Kemenkes RI, 2011).
Perlindungan tenaga kerja termasuk perlindungan atas hak-hak dasar
pekerja untuk berorganisasi dan perundingan dengan pengusaha,
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan khusus tenaga
kerja wanita, anak, orang muda dan penyandangan cacat serta perlindungan
upah dan jaminan sosial tenaga kerja (Budiono, 2003).
14
Perkembangan pesat industri mendorong penggunaan mesin, peralatan
kerja dan bahan-bahan kimia dalam proses produksi semakin meningkat.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan kemudahan
dalam proses produksi, meningkatnya produktivitas kerja, dan meningkatnya
jumlah tenaga kerja. Dengan demikian banyak pula masalah-masalah
kesehatan dan keselamatan kerja (Notoatmodjo, 2007).
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan/kedokteran yang
mempelajari bagaimna melakukan usaha preventif dan kuratif serta
rehabilitatif, penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-
faktor pekerja lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar
pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik,
mental maupun sosial (Tarwaka, 2008
Berbagai risiko dalam kesehatan dan keselamatan kerja adalah
kemungkinan terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK), penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan dan kecelakaan kerja yang dapat
menyebabkan kecacatan dan kematian. Salah satu penyakit akibat kerja yang
paling banyak dijumpai yaitu dermatitis akibat kerja. Kelainan kulit ini dapat
ditemukan sekitar 85% sampai 98% dari seluruh penyakit kulit akibat kerja.
Insiden dermatitis kontak akibat kerja diperkirakan sebanyak 0,5 sampai 0,7
kasus per 1000 pekerja per tahun. Penyakit kulit diperkirakan menempati 9%
sampai 34% dari penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Dermatitis
kontak akibat kerja biasanya terjadi di tangan dan angka insiden untuk
dermatitis bervariasi antara 2% sampai 10%. Diperkirakan sebanyak 5%
sampai 7% penderita dermatitis akan berkembang menjadi kronik dan 2%
sampai 4% di antaranya sulit untuk disembuhkan dengan pengobatan topikal
(Garmini, 2014).
Dermatitis adalah salah satu Penyakit kulit akibat kerja (occupational
dermatoses) yang merupakan suatu peradangan kulit (epidermis dan dermis)
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan
15
kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan keluhan gatal. Terdapat
berbagai macam dermatitis, dua diantaranya adalah dermatitis kontak dan
dermatitis okupasi (Dailli, 2005).
Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit
kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak. kontak, Dermatitis kontak iritan
menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi
menduduki urutan kedua dengan 14%-20% (Taylor et al, 2008). Menurut
Djunaedi dan Lokananta dalam Suryani (2011) Data dari United Stases
Bureau ofLabor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and
Illnesses pada tahun 1988, didapatkan 24% kasus penyakit akibat kerja adalah
kelainan atau penyakit kulit. Data di Inggris menunjukan bahwa dari 1,29
kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari
jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis
kontak (Suryani, 2011).
Dermatitis akibat kerja selalu dapat dicegah dengan memakai cara-
cara pencegahan yang telah diuraikan. Selain cara-cara umum itu, perlu
diperhatikan masalah kebersihan perorangan (higiene pribadi) dan sanitasi
lingkungan kerja serta pemeliharaan ketatarumahtanggaan perusahaan yang
baik. Kebersihan perorangan misalnya mencuci tangan, mandi sebelum
pulang kerja, pakaian bersih, berganti pakaian tiap hari, dan alat perlindung
diri yang bersih (Suma'mur, 2009).
Dari hasil observasi dan wawancara kepada pekerja di PT. PSUT
Jambi, diperoleh informasi bahwa pekerja merasa susah berkomunikasi dan
telah terbiasa tidak menggunakan APD dan pada saat selesai bekerja mereka
jarang sekali mencuci tangan saat makan siang dan sampai dirumah pun
terkadang pekerja tidak mandi ada yang langsung tidur karena kecapean.
Riwayat penyakit mereka sebelum bekerja mereka belum pernah terkena
dermatitis.

16
 HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi frekuensi dermatitis alergi pada pekerja bagian
pengeleman di PT. PSUT, dari 54 responden, yang terkena
dermatitis alergi karena pekerjaan sebanyak 27 orang (50%).
Sedangkan responden yang tidak terkena dermatitis alergi sebanyak
27 orang (50%). Pekerja yang tidak memenuhi syarat pemakaian APD
sebanyak 28 orang (51,9%), sedangkan sebanyak 26 orang (48,1%)
memenuhi syarat pemakaian APD. Pekerja yang hygiene
perorangannya kurang baik sebanyak 28 orang (51,9%), sedangkan
sebanyak 26 orang (48,1%) hygiene perorangannya baik. Pekerja yang
belum terkena penyakit dermatitis alergi sebanyak 29 orang (53,7%),
sedangkan sebanyak 25 orang (32,7%) sudah terkena penyakit
dermatitis alergi.

Tabel 1. Hubungan Pemakaian APD Dengan Penyakit Dermatitis


Alergi di Bagian Pengeleman PT. PSUT Jambi Kabupaten Muaro
Jambi Tahun 2016

Pemakaian APD
Dermatitis Alergi
Ya Tidak Total p-Value OR CI

n % n % n %
Tidak 19 70,4 9 33,3 28 51,9
Memenuhi 0,014 4,750
Syarat
Memenuhi 8 29,6 18 66,7 26 48,1
Syarat

Total 27 100 27 100 54 100

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 27 terkena


dematitis alergi yang APD tidak memenuhi syarat sebanyak 19
(70,4%) dan memenuhi syarat 8 (29,6%) sedangkan 27 tidak terkena
dermatitis alergi yang APD tidak memenuhi syarat 9 (33,3%)
dan memenuhi syarat 18 (66,7%).
Dari hasil uji statistik menunjukan bahwa ada hubungan
Pemakaian APD dengan penyakit dermatitis alergi dibagian
pengeleman PT. PSUT Jambi Kabupaten Muaro Jambi dengan p-
17
Value=0,014.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Saftarina dkk (2015) tentang Prevalensi Dermatitis Kontak
Akibat Kerja dan Faktor yang Mempengaruhinya pada Pekerja
Cleaning Service di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek, hasil
penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara pemakaian APD
terhadap penyakit dermatitis alergi, dengan nilai p-value = 0,02.
Alat pelindung diri adalah seperangkat alat keselamatan yang
digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian
tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya
lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Secara teknis alat pelindung diri tidak dapat melindungi tubuh secara
sempurna terhadap paparan potensi bahaya (Tarwaka, 2008).
Alat pelindung diri adalah suatu kewajiban dimana biasanya
para pekerja atau buruh bangunan yang bekerja di sebuah proyek
atau pembangunan sebuahgedung diwajibkan
menggunakannya (Anizar, 2012).
Dari hasil penelitian di lapangan, masih banyak pekerja yang
tidak memakai alat pelindung diri saat bekerja sehingga risiko
terkenanya penyakit dermatitis alergi lebih besar. Kepada para
pekerja di
PT.PSUT untuk selalu menggunakan alat pelindung diri saat
bekerja untuk meminimalkan risiko dan menghindarkan diri dari kontak
langsung dengan agen- agen fisik, kimia maupun biologi yang dapat
menimbulkan penyakit dermatitis alergi.

Tabel 2. Hubungan Hygiene Perorangan dengan Penyakit Dermatitis


Alergi Di Bagian Pengeleman PT. PSUT Jambi Kabupaten Muaro Jambi
Tahun 2016

Hygiene Perorangan
Dermatitis Alergi
Ya Tidak Total p-Value OR CI

n % n % n %

Kurang Baik 21 77,8 7 25,9 28 51,9


18 0,000 10,00
Baik 6 22,2 20 74,1 26 48,1
Total 27 100 27 100 54 100
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 27 responden terkena
dematitis alergi yang hygiene perorang kurang baik sebanyak 21 (77,8%)
dan baik 6 (29,6%) sedangkan 27 tidak terkena dermatitis alergi yang
hygiene perorangan kurang baik 7 (25,9%) dan baik 20 (74,1%). Hasil uji
statistik menunjukan bahwa ada hubungan hygiene perorangan
dengan penyakit dermatitis alergi dibagian pengeleman PT. PSUT Jambi
Kabupaten Muaro Jambi dengan p- Value=0,000.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suryani (2011) tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bagian Processing Dan Filling PT.
Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011, hasil penelitian
menunjukan bahwa ada hubungan antara hygiene perorangan terhadap
penyakit dermatitis alergi dengan nilai p-value = 0,028.
Menurut Perry dalam Sajidah (2012) Hygiene Perorangan adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Hygiene Perorangan merupakan salah
satu faktor yang dapat mencegahvterjadinya penyakit dermatitis. Salah
satu hal yang menjadi penilaian adalah masalah mencuci tangan.
Kesalahan dalam melakukan cuci tangan dapat menjadi salah satu
penyebabnya. Misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan, sehingga
masih terdapat sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit.
Pemilihan jenis sabun cuci tangan juga dapat berpengaruh terhadap
kebersihan sekaligus kesehatan kulit. Usaha mengeringkan tangan setelah
dicuci juga dapat berperan dalam mencegah semakin parahnya kondisi
kulit karena tangan yang lembap (Lestari dkk, 2007).
Dari hasil penelitian, masih banyak pekerja yang tidak mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir dan tidak tersedianya penyedian
sabun yang digunakan untuk mencuci tangan dari perusahaan. Kepada
para pekerja di PT. PSUT untuk selalu mencuci tangan baik dan benar
1
seperti mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir saat sesudah
bekerja. Bagi perusahaan hendaknya menyediakan tempat mencuci tangan
dan sabun sehingga kesehatan pekerja terjaga terutama terhindar dari
penyakit dermatitis.

Tabel 3. Hubungan Riwayat Penyakit Dengan Dermatitis Alergi Di Bagian


Pengeleman PT. PSUT Jambi Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2016

Riwayat Penyakit
Dermatitis Alergi
Ya Tidak Total p-Value OR CI

N % N % n %

Belum 20 74,1 9 33,3 29 53,7 0,006 5,714


Terkena
Sudah 7 25,9 18 66,7 25 46,3
Terkena
Total 27 100 27 100 54 100

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 27 responden terkena


dematitis alergi yang riwayat penyakit belum terkena sebanyak 20 (74,1%)
dan sudah terkena 7 (25,9%) sedangkan 27 tidak terkena dermatitis alergi
yang belum terkena 9 (33,3%) dan sudah terkena 18 (66,7%). Hasil uji
statistik menunjukan bahwa menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara riwayat penyakit dengan penyakit dermatitis alergi
dibagian pengeleman PT. PSUT Jambi Kabupaten Muaro Jambi dengan
diperoleh nilai p-Value=0,006
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Lestari dan Suryo (2007) tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di PT Inti Pantja Press Industri,
hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara riwayat penyakit
dengan penyakit dermatitis dengan nilai p-Value = 0,042.
2
Menurut Putra dalam Suryani (2011) dalam melakukan diagnosis
dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah
dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat keluarga, aspek
pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-
obatan tertentu), dan riwayat penyakit sebelumnya.
Menurut Djuanda dalam Suryani (2011). Pekerja yang sebelumnya
atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja lebih mudah mendapat
dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah
berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi
perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan
kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta
perubahan pH kulit.
Dari hasil penelitian banyak pekerja yang belum terkena penyakit
dermatitis, ini disebabkan karena bahan kimia yang digunakan pekerja
sangat berbahaya jika terkena kulit pekerja. Kepada para pekerja untuk
selalu memakai APD seperti sarung tangan dan masker. Bagi perusahaan
untuk selalu menyediakan APD, sarung tangan terbuat dari bahan karet
dan panjang sarung tangan sampai lengan, dan masker yang terbuat dari
kain yang dilengkapi material penghisap zat kimia.

3
4
5
6
7

Anda mungkin juga menyukai