Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KUNJUNGAN PERUSAHAAN

KESELAMATAN KERJA DAN PENANGGULANGAN


BAHAYA KEBAKARAN
PT. MEGA ANDALAN KALASAN

Disusun Oleh:
Kelompok 2

dr. Fenny Puspasari dr. Karsa Lugi Yuwono


dr. Ferdy Arif Fadhilah dr. Lonia Anggraini
dr. Fitri Mutiah Sappewalih dr. Lutfi Hendra Kusuma
dr. Hendrik Budy dr. Masriani
dr. I Made Pasek Budi A. dr. Muchlis Yusuf
dr. I Wayan Saisnu Supta dr. Muhammad Rizal S.

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


BAGI DOKTER PERUSAHAAN / INSTANSI BALAI
HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA JULI 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di


Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005
Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia,
Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan
sangat sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan
perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan
peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Tenaga kerja merupakan faktor strategis dalam mendukung melesatnya
perkembangan industri dan usaha serta pembangunan secara menyeluruh.
Interaksi antara tenaga kerja dengan pekerjaannya dan peralatan produksi yang
semakin canggih meningkatkan pemaparan terhadap risiko kecelakaan kerja serta
penyakit akibat kerja (PAK). Menurut International Labor Organization (ILO)
sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan kerja dan sisanya
adalah kematian akibat PAK. Diperkirakan juga terdapat 160 juta penyakit akibat
hubungan kerja (PAHK) baru setiap tahunnya.
Dalam suatu lingkungan kerja, pekeria akan menghadapi tekanan
lingkungan atau risiko bahaya (hazard) yang berasal dari faktor kimia, fisik,
ergonomi, biologis dan psikis dari setiap alur produksi. Oleh karena itu, upaya
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sangat penting dalam
meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan pekerja serta berdampak positif
atas keberlanjutan produktivitas kerja. Dengan kata lain, saat ini upaya penerapan
K3 bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi
setiap pekerja dan setiap bentuk kegiatan pekerjaan. K3 adalah instrument yang
memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari
bahaya akibat kecelakaan kerja. K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam
sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia (SDM) yang bertujuan
mencegah, mengurangi bahkan menghilangkan risiko kecelakaan kerja,
mencegah risiko PAK dan PHAK serta meningkatkan kesehatan kerja di suatu
perusahaan. Di era pasar bebas Asean Free Trade Agreement (AFTA) dan World
Trade Organization (WTO) serta Asia Pasific Economic Community (APEC)
yang akan berlaku tahun 2020, K3 juga menjadi salah satu persyaratan yang
harus dipenuhi oleh industri di Indonesia(http://www.google.co.idlkeselamatan
keria,2008).
Penerapan K3 merupakan salah satu upaya pembangunan kesehatan
dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. Upaya penerapan K3
dilakukan secara menyeluruh melalui usaha preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif UU No. 23/1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan
mengenai kesehatan kerja serta dalam Pasal 23 menyebutkan bahwa kesehatan
kerja dilaksanakan agar semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan
yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat serta mereka
dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program
perlindungan tenaga kerja
Disamping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar K3 di
Indonesia masih belum menjadi perhatian khusus oleh perusahaan. Sebagai
faktor penyebabnya antara lain karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat pelindung walaupun
sudah tersedia. Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, para
pekeria harus bekerja dengan cara dan dalam lingkungan yang memenuhi syarat
kesehatan. Penyusunan standar operasional prosedur (SOP) dari setiap kegiatan,
pengggunaan alat pelindung diri (APD) bagi setiap pekerja, pengadaan tim
pengawas pekerja, kerjasama dengan suatu asuransi atau jaminan kesehatan
lainnya serta pelayanan klinik kesehatan kerja merupakan salah satu upaya dalam
meningkatan kesehatan kerja, meminimalisasi risiko bahaya (hazard) serta
mengurangi risiko kecelakaan kerja. Setiap pekerja harus memiliki kesadaran dan
tanggung jawab serta menjalankan hak dan kewajiban sebagai pekerja dengan
baik guna mendukung upaya meningkatkan K3. Kualitas SDM pekerja yang baik
merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan produktivitas perusahaan.
Kecelakaan kerja dapat terjadi kapanpun, di lahan kerja apapun, dan
dengan mekanisme apapun. Salah satu jenis kecelakaan yang sering dijumpai
dan menimbulkan kerugian yang sangat besar adalah kebakaran (Disnaker,
2008). Kebakaran adalah terjadinya api yang tidak dikehendaki. Bagi tenaga
kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka
khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat
cacat fisik, trauma, bahkan kehilangan pekerjaan. Sedangkan bagi perusahaan
sendiri akan dapat menimbulkan banyak kerugian, seperti rusaknya dokumen,
musnahnya properti serta terhentinya proses produksi.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran
dapat dilakukan melalui pengertian dan pemahaman yang baik tentang sebab–
sebab terjadinya kebakaran, proses terjadinya kebakaran dan akibat yang dapat
ditimbulkan sebagai prinsip dasar dalam melakukan penanggulangan
kebakaran. Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah
timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan
energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta
pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran
(Pungky W, 2003).
Timbulnya bencana kebakaran di suatu perusahaan terjadi akibat
kesalahan yang dilakukan manusia (unsafe action) serta kondisi bahan atau
tempatnya (unsafe condition). Resiko kebakaran dan ledakan baik disebabkan
oleh manusia, peralatan atau alam tidak dapat dieliminasi secara total.
Kebakaran sering terjadi pada gedung yang diawali dari kebakaran kecil yang
kemudian menjadi besar..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Program Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja


Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofian sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan
pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat
kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembanguanan
setelah Indonesia merdeka konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang
mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan
kerjaMenurut Suma’mur (2001), Keselamatan Kerja merupakan rangkaian
usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para
karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur
(Mangkunegara, 2002)
Program K3 merupakan suatu rencana kerja dan pelaksanaan prosedur
yang memfasilitasi pelaksanaan keselamatan kerja dan proses pengendalian
resiko dan paparan bahaya termasuk kesalahan manusia dalam tindakan tidak
aman, meliputi:
1. Membuat program untuk mendeteksi, mengkoreksi, mengontrol
kondisi bahaya, lingkungan beracun, dan bahaya-bahaya kesehatan
2. Membuat prosedur keamanan
3. Menindak lanjuti program kesehatan untuk pembelian dan
pemasangan peralatan baru dan untuk pembelian dan penyimpanan
bahan berbahaya
4. Pemeliharaan sistem pencatatan kecelakaan agar tetap waspada
5. Pelatihan K3 untuk semua level manajemen
6. Rapat bulanan K3
7. Pembagian pernyataan kebijakan organisasi

Dalam K3, sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun


pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara
mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal
demikian.

B. Undang-Undang K3

UU Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya


kecelakaan kerja, menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai
rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai
rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak.
Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam
melakukan pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional.
Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan
tersebut maka disusunlah UU no.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok
mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU
no.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.
Dalam pasal 86 UU no.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap
pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral, dan kesusilaan dan perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan
dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan keria yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja,
baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang
berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan
kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran,
perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi yang
mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena
terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang
ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan
lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan
kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan
norma K3 agar terjalan dengan baik.

C. Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan


merupakan resutante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja,
beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada
pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat
kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila
terdaat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa
penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.

Pada hakekatnya ilmu kesehatan kerja mempelajari dinamika, akibat


dan problematika yang ditimbulkan akibat hubungan interaktif tiga
komponen utama yang mempengaruhi seseorang bila bekerja yaitu:
1. Kapasitas kerja: Status kesehatan kerja, gizi kerja, dan lain-lain.
2. Beban kerja: fisik maupun mental.
3. Beban tambahan yang berasal dari lingkungan kerja antara
lain:bising, panas, debu, parasit, dan lain-lain.

Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu


kesehatan kerja yang optimal. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan
akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktifitas kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera.

D. Tujuan dan Sasaran Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Adapun beberapa maksud dan tujuan dibentuknya program keselamatan dan


kesehatan kerja adalah:

a. Agar setiap pegawai memperoleh jaminan keselamatan dan


kesehatan kerja baik dengan cara fisik, sosial, dan psikologis.
b. Agar setiap peralatan dan perlengkapan kerja dipakai sebaik-
baiknya selektif mungkin.
c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
d. Agar ada jaminan atas pemeliharaan dan penambahan kesehatan
gizi pegawai.
e. Agar tingkatkan kegairahan, kecocokan kerja, dan partisipasi kerja.
f. Agar terlepas dari masalah kesehatan yang dikarenakan oleh
lingkungan atau keadaan kerja.
g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terproteksi dalam bekerja

Kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja bertujuan untuk


menjamin kesempurnaan atau kesehatan jasmani dan rohani tenaga kerja
serta hasil karya dan budayanya.
Adapun yang menjadi tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada ditempat
kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan
efisien.

E. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


1. Definisi Pelatihan K3
Pelatihan K3 adalah pengertian yang seksama tentang prosedur
pelaksanaan tugas dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang
menyertai kinerja akan mengeliminasi berbagai kecelakaan. Program
pelatihan diwajibkan bagi sebuah industri perusahaan bila menghendaki
hasil yang lebih maksimal dari kinerja para pekerjanya. Pelatihan akan
menghasilkan pekerja yang efektif, efisien, serta mengurangi kerugian dari
perusahaan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan baik perusahaan
maupun tenaga kerjanya. Kerugian dapat dihindari karena para tenaga
kerja dapat terhindar dari kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja terjadi pada
pekerja yang belum terbiasa bekerja secara selamat. Hal ini sering
diakibatkan oleh ketidaktahuan tentang bahaya atau cara mencegahnya
meskipun tahu tentang adanya suatu resiko
Menurut Nitisemito (1996:35), mendefinisikan pelatihan atau
training sebagai suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku ketrampilan, dan pengetahuan dari
karyawannya sesuai dengan keinginan perusahaan. Dengan demikian,
pelatihan yang dimaksudkan adalah pelatihan dalam pengertian yang luas,
tidak terbatas hanya untuk mengembangkan ketrampilan semata-mata.
Pelatihan dicapai melalui pengembangan kebiasaan tentang
pikiran, tindakan, kecakapan. pengetahuan dan sikap yang layak. Pelatihan
ini juga diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan,
dan mengembangkan kemakmuran, produktifitas, dan kesejahteraan
tenaga kerja. Kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja antara
satu perusahaan dengan perusahaan lain berbeda sesuai dengan tipe
bahayanya dan kondisi pekerja.
Menurut Soehatman Ramli, pengembangan pelatihan K3 yang baik
dan edukatif melalui beberapa tahapan antara lain:
a. Analisa jabatan atau pekerjaan: dilakukan identifikasi dan analisa
semua pekerjaan atau jabatan yang ada dalam perusahaan
kemudian dibuat daftar pekerjaan yang dilakukan oleh setiap
pekerja.
b. Identifikasi pekerjaan atau tugas kritis: melakukan identifikasi
tentang pekerjaan yang tergolong berbahaya dan beresiko tinggi.
c. Mengkaji data-data kecelakaan yang pernah terjadi merupakan
masukan penting dalam merancang pelatihan K3. Kecelakaan
mengindikasikan adanya penyimpangan atau kelemahan dalam
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
misalnya diakibatkan oleh kurangnya kompetensi atau kepedulian
mengenai K3 sehingga harus dilakukan perbaikan.
d. Survei kebutuhan pclatihan: Dilakukan untuk meningkatkan
keterampilan pekerja sehingga pekerja dapat menguasai pekerjaan
serta melakukan pekerjaan dengan aman dan selamat
e. Analisa kebutuhan pelatihan yaitu melakukan analisa keselamatan
kerja untuk mengetahui apa saja potensi bahaya yang ada dalam
suatu pekerjaan.
f. Menentukan sasaran dan target pelatihan K3
g. Mengembangkan objektif pembelajaran Pelatihan K3 harus dapat
menjangkau semua tingkat dan perbedaan pekerja yang ada dalam
suatu perusahaan.
h. Melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat
dilakukan secara eksternal melalui lembaga pelatihan atau secara
internal yang dirancang sesuai dengan kebutuhan.
i. Melakukan evaluasi: Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk
menentukan efektifitasnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh
aspek pelatihan seperti materi pelatihan dan dampak terhadap
pekerja setelah kembali ke tempat kerja masing-masing.
j. Melakukan perbaikan merupakan terakhir dalam proses pelatihan
adalah melakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi yang telah
dilakukan.
k. Dalam melaksanakan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja
terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan antara lain :
- Perkulihan dan percakapan
- Video dan film
- Peran yang langsung dimainkan oleh peserta pelatihan
- Studi kasus
- Diskusi kelompok
- Latihan dan praktek di luar kelas
- Pelatihan langsung di tempat kerja
2. Jenis Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Induksi K3
Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai
bekerja atau memasuki tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk
pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di
tempat kerja.
b. Pelatihan khusus K3
Pelatihan ini berkaitan dengan tugas dan pekerjaan masing-masing
pekerja. Misalnya pekerja di lingkungan pabrik kimia harus diberi
pelatihan mengenai bahan-bahan kimia dan pengendaliannya.
c. Pelatihan K3 Umum
Pelatihan K3 umum mempakan program pelatihan yang bersifat
umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah
sampai manejemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat
awareness yaitu untuk menanamkan budaya atau kultur K3 di
kalangan pekerja. Misalnya pelatihan mengenai dasar K3 dan
petunjuk keselamatan seperti keadaan damrat dan pemadam
kebakaran.
3. Manfaat Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Widuri (1992) setiap program pelatihan kerja ada
manfaatnya, demikian juga dengan pelatihan K3. Manfaat pelatihan K3
yaitu :
a. Meningkatkan ilmu dan keterampilan pekerja
b. Mengurangi kecelakaan kerja
c. Mengurangi absensi, pengrjantian pekerja, beban pengawasan,
waktu yang terbuang, biaya lembur, biaya pemeliharaan mesin,
keluhan-keluhan.
d. Menigkatkan kepuasan kerja dan produksi
e. Komunikasi dan kerjasama yang baik

Manfaat yang diperoleh dari adanya suatu pelatihan yang


diadakan oleh perusahaan seperti yang dinyatakan oleh Flippo (1988:215)
berikut ini yaitu :
Program-program pengembangan yang direncanakan akan
memberikan manfaat kepada orang berupa peningkatan produktifitas,
peningkatan moral, pengurangan biaya , dan stabilitas serta keluwesan
(fleksibilitas) orang yang makin besar untuk menyesuaikan diri dengan
persyaratan-persyararatan eksternal yang berubah. Program-program yang
semacam itu juga akan membantu memenuhi kebutuhan perorangan dalam
mencari pekerjaan yang bermakna bagi karir seumur hidup. Pelatihan
berdampak luas terhadap pengolahan SDM karena adanya pengelolaan SDM
yang baik akan lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak, baik bagi
karyawan maupun bagi perusahaan.
4. Indikator Keberhasilan Pelatihan K3
Untuk mengetahui efektifitas dari suatu pelatihan K3 dapat diukur
dengan memperhatikan indikator keberhasilan pelatihan, yaitu:
a. Prestasi kerja karyawan
b. Kedisplinan karyawan
c. Absensi karyawan
d. Tingkat kerusakan produksi, alat-alat dan mesin
e. Tingkat kecelakaan karyawan
f. Tingkat pemborosan bahan baku, tenaga dan waktu
g. Tingkat kerja sama karyawan
h. Tingkat upah karyawan
i. Prakarsa karyawan
j. Kepemimpinan dan kepuasan manajerial.

Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen


menurut As'ad(1987: 73);
1. Sasaran pelatihan atau pengembangan : setiap pelatihan harus
mempunyai sasaran yang jelas yang bisa diuraikan kedalam perilaku-
perilaku yang dapat diamati dan diukur supaya bisa diketahui
efektivitas dari pelatihan itu sendiri.
2. Pelatih (TrainerJ: pelatih harus bisa mengajarkan bahan-bahan
pelatihan dengan metode tertentu sehingga peserta akan memperoleh
pengetahuanketrampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan
sasaian yang ditetapkan.
3. Bahan-bahan latihan: bahan-bahan latihan harus disusun berdasarkan
sasaran pelatihan yang telah ditetapkan
4. Metode latihan (termasuk alat bantu): Setelah bahan dari latihan
ditetapkan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan
yang tepat.
5. Peserta (Trainee): Peserta merupakan komponen vang cukup penting,
sebab keberhasilan suatu program pelatihan tergantung juga pada
pesertanya.
F. Organisasi P2K3
1. Definisi P2K3
Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) menurut Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan
pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.

2. Dasar Hukum P2K3


Dasar hukum pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (P2K3) ialah Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987
tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara
Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
Disebutkan pada pasal 2 (dua) bahwa tempat kerja dimana
pengusaha/pengurus memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih, atau
tempat kerja dimana pengusaha/pengurus memperkerjakan kurang dari
100 (seratus) tenaga kerja namun menggunakan bahan, proses dan instalasi
yang memiliki resiko besar akan terjadinya peledakan, kebakaran,
keracunan dan penyinaran radioaktif pengusaha/pengurus wajib
membentuk P2K3.
Pada pasal 3 (tiga) disebutkan bahwa unsur keanggotaan P2K3
terdiri dari pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari ketua,
sekretaris dan anggota serta sekretaris P2K3 ialah ahli keselamatan kerja
dari perusahaan yang bersangkutan
.
3. Tugas P2K3
Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
ialah memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak
kepada pengusaha mengenai masalah K3 (berdasarkan pasal 4 (empat)
Permenaker RI Nomor PER 04/MEN/1987).
4. Fungsi P2K3

1. Menghimpun dan mengolah data mengenai Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) di tempat kerja.
2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja
mengenai :
a. Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan
gangguan K3 termasuk bahaya kebakaran dan peledakan serta cara
menanggulanginya.
b. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja.
c. Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
3. Membantu Pengusaha/Pengurus dalam :
˗ Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
˗ Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
˗ Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat
kerja (PAK) serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
˗ Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan
kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi.
˗ Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan
menyelenggarakan makanan di perusahaan.
˗ Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
˗ Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
˗ Mengembangkan laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan
interpretasi hasil pemeriksaan.
˗ Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene
perusahaan dan kesehatan kerja.
˗ Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan
manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan
keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi
dan gizi kerja. (berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor
PER.04/MEN/1987).

5. Jumlah dan susunan P2K3


Perusahaan yang memiliki tenaga kerja 100 (seratus) orang atau
lebih, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya ialah 12 (dua belas)
orang yang terdiri dari 6 (enam) orang mewakili pengusaha/pimpinan
Perusahaan dan 6 (enam) orang mewakili tenaga kerja.
Perusahaan yang memiliki tenaga kerja 50 (lima puluh) orang
sampai dengan 100 (seratus) orang, maka jumlah anggota sekurang-
kurangnya ialah 6 (enam) orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang mewakili
pengusaha/pimpinan Perusahaan dan 3 (tiga) orang mewakili tenaga kerja.
Perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 (lima puluh)
orang dengan tingkat resiko bahaya sangat besar, maka jumlah anggota
sesuai dengan ketentuan nomor 2 (dua) di atas.
Kelompok Perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50
(lima puluh) orang untuk anggota kelompok, maka jumlah anggota sesuai
dengan ketentuan nomor 2 (dua) di atas dimana masing-masing anggota
mewakili Perusahaannya.

6. Langkah Pembentukan P2K3


Langkah-langkah pembentukan P2K3 di Perusahaan ialah pertama-
tama Perusahaan wajib menyatakan Kebijakan K3 dan dituangkan secara
tertulis. Kemudian Pimpinan Perusahaan menginventarisasi daftar anggota
P2K3 serta memberikan pengarahan singkat terhadap daftar anggota
mengenai Kebijakan K3 Perusahaan.
Setelah itu Perusahaan mengonsultasikan mengenai pembentukan
P2K3 kepada Disnakertrans setempat untuk dikaji dan disahkan melalui
surat keputusan pengesahan P2K3. Kepala Disnakertrans setempat
melaksanakan pelantikan anggota P2K3 secara resmi. Selanjutnya
Perusahaan melaporkan mengenai pelaksanaan program-program P2K3 ke
Disnakertrans setempat secara rutin.

7. Job Safety Analysis


Job safety analysis yang dikenal juga dengan Job Hazard Analysis
adalah suatu pendekatan structural dengan mempelajari dan pencatatan
urutan langkah kerja dilanjutkan dengan untuk identifikasi potensi bahaya
dalam suatu pekerjaan dan memberikan langkah-langkah perbaikan.. JSA
merupakan alat penting untuk membantu pekerja dalam melakukan
pekerjaan secara aman dan efisien. JSA tidak hanya membantu mencegah
pekerja dari kecelakaan kerja, tetapi juga melindungi peralatan kerja dari
kerusakan.
Job safety analysis merupakan uraian setiap operasi dalam
pekerjaan, menelaah bahaya-bahaya dari tiap-tiap kegiatan dan
menunjukkan tindakan pencegahannya. Analisa keselamatan kerja
berhubungan dengan penelaahan izin kerja, rencana peralatan, kualifikasi
tenaga yang melakukan pekerjaan dan pedoman kerja serta latihan yang
diperlukan. Job safety analysis merupakan identifikasi sistematik dari
bahaya potensial ditempat kerja dan mencari cari untuk menanggulangi
risiko bahaya. Dalam analisa keselamatan kerja dilakukan peninjauan
terhadap metode kerja dan menemukan bahaya yang mungkin diabaikan
dalam proses design peralatan, pemasangan mesin dan proses kerja.
Melalui penerapan analisa keselamatan kerja dapat dilakukan perubahan
prosedur kerja menjadi lebih aman. Baik supervisor maupun pekerja,
mereka harus saling bekerha sama untuk menerapkan JSA. Pada umumnya
supervisor akan bertanggung jawab membuat JSA, mendokumentasikan
berkas JSA, memberikan pelatihan kepada seluruh pekerja yang tercantum
di JSA, dan menegakkan prosedur kerja yang aman dan efisien.
Proses job safety analysis terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
a. Menentukan jenis pekerjaan
Pekerjaan dengan kecelakaan yang besar akan menjadi prioritas
dan dianalisa terlebih dahulu. Dalam memilih pekerjaa yang akan
dianalisa, terdapat beberapa faktor yang harus dipenuhi antara lain:

Frekuensi kecelakaan

˗ Pekerjaan dengan frekuensi kecelakaan tinggi


menjadi prioritas utama dalam job safety analysis.

Tingkat cedera yang menyebabkan cacat
˗ Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus
dimasukkan ke dalam job safety analysis.

Kekuatan Potensi
˗ Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai
sejarah kecelakaan

Pekerjaan baru
˗ Job safety analysis untuk setiap pekerjaan baru
harus dibuat segera mungkin. Job safety analysis
untuk pekerjaan baru tidak boleh ditunda hingga
dapat terjadi kecelakaan atau hampir terjadi
kecelakaan.

Mendekati bahaya
˗ Pekerjaan dengan tingkat bahaya yang besar harus
menjadi prioritas job safety analysis.
b. Membagi Pekerjaan
Untuk membagi pekerjaan diperlukan seorang pekerja yang mampu
melakukan observasi. Pekerja yang mampu melakukan observasi
adalah pekerja yang berpengalaman dan kooperatif sehingga
mampu berbagi ide.

c. Identifikasi Bahaya dan Potensi Kecelakaan Kerja


Tahap berikutnya untuk mengembangkan job safety analysis adalah
melakukan identifikasi semua bahaya. Identitikasi
dilakukan terhadap bahaya yang disebabkan oleh lingkungan dan
yang berhuhungan dengan prosedur kerja.

d. Menentukan langkah pengendalian terhadap bahaya


Langkah terakhir dalam job safety analysis adalah mengembangkan
prosedur kerja yang aman untuk mencegah kejadian atau potensi
kecelakaan. Beberapa solusi yang dapat diterapkan antara lain:
i. Menemukan cara baru untuk suatu pekerjaan
ii. Mengubah prosedur kerja
iii. Mengurangi frekuensi pekerjaan.

G. Unit Tanggap Darurat Kebakaran


Kebakaran adalah suatu insiden akibat dari api yang bekerja tidak
pada tempatnya, yang terjadi antara panas, bahan bakar, dan oksigen. Jika
salah satu dari ketiga unsur tersebut dihilangkan maka tidak akan terjadi
kebakaran. Tanpa oksigen pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang
mudah terbakar tidak mungkin terjadi kebakaran, dan tanpa panas
kebakaran tidak akan timbul.

Peristiwa terbakar adalah suatu reaksi yang hebat dari zat yang mudah
terbakar dengan zat asam. Beberapa industri seperti industri kimia, minyak
bumi dan cat sangat rawan dipandang dari sudut kebakaran.

Penyebab kebakaran dan peledakan bersumber pada 3 faktor yaitu :



Faktor manusia
Manusia sebagai faktor penyebab kebakaran dan peledakan
antara lain dilihat dari dua faktor yaitu pekerjanya dan pengelola
yang tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar
pencegahan kebakaran atau peledakan. Terkadang manusia
sembrono dan kurang hati-hati sehingga menimbulkan
kebakaran

Faktor teknis
Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan antara
lain adalah :
1) Melalui proses fisik atau mekanis di mana dua faktor penting
yang menjadi peranan dalam proses ini ialah timbulnya panas
akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat dari
pengetesan benda-benda maupun adanya api terbuka.
2) Melalui proses kimia yaitu terjadi sewaktu-waktu pengangkutan
bahan-bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan
(handling) tanpa memperhatikan petunjuk-petunjuk yang ada.
3) Melalui tenaga listrik, pada umumnya terjadi karena hubungan
pendek sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat
menyalakan atau membakar komponen lain.


Faktor alam
Faktor alam sebagai penyebab kebakaran dan peledakan seperti
petir, gunung meletus dan lain-lain.

1. Identifikasi Bahaya Kebakaran

Identifikasi bahaya adalah proses pencarian terhadap semua


jenis kegiatan, situasi, produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi
cidera atau sakit. Identifikasi potensi bahaya adalah merupakan suatu
proses aktivitas yang dilakukan untuk mengenali seluruh situasi atau
kejadian yang perpotensi sebagai penyebab terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang mungkin timbul di tempat kerja.

Kegunaan identifikasi bahaya adalah sebagai berikut :


a. Mengetahui bahaya- bahaya yang ada
b. Mengetahui potensi bahaya, baik akibat maupun frekuensi
terjadinya.
c. Mengetahui lokasi bahaya.
d. Menunjukkan bahwa bahaya tertentu telah atau belum dilengkapi
alat pelindung keselamatan kerja.
e. Menganalisa lebih lanjut

2. Sistem Penanggulangan Bahaya Kebakaran


Macam-macam sistem proteksi kebakaran menurut Instruksi
Menteri Tenaga Kerja No.: Ins.11/M/BW/1997 antara lain adalah
sebagai berikut:

1. Fire Extinguisher atau Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


APAR adalah alat pemadam api yang mudah dibawa dan
dipindahkan serta dapat dipakai oleh satu orang. Alat tersebut hanya
digunakan untuk memedamkan api pada awal terjadinya kebakaran
dan pada saat api belum membesar. Menurut Permenaker No. Per-
04/MEN/1980 pasal 1 ayat 1, alat pemadam api ringan ialah alat
yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada mula terjadinya kebakaran.

Menurut Depnaker 1999, adanya pemeriksaan, pengujian dan


penandaan APAR harus meliputi :

a) Setiap APAR diperiksa dua kali dalam setahun. Pemeriksaan


dalam jangka 6 bulan dan jangka 12 bulan.
b) Isi tabung harus sesuai dengan berat yang tertera pada plat.
c) Pipa saringan dan penyalur tidak boleh tersumbat.
d) Ulir tutup kepala tidak rusak.
e) Peralatan yang bergerak tidak boleh dalam rusak, harus dapat
bergerak bebas, mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan tuas
penekan harus dalam keadaan baik.
f) Gelang tutup kepala harus masih dalam keadaan baik.
g) Lapisan pelindung dari tabung gas harus dalam keadaan baik.
h) Terdapat keterangan jenis isi APAR dan tipe APAR (tipe tabung
gas atau tabung bertekanan tetap)
2. Sistem Sprinkler
Menurut Depnakertrans 1999, sistem sprinkler adalah sistem
yang bekerja secara otomatis dengan memancarkan air bertekanan ke
segala arah untuk memadamkan kebakaran atau setidak-tidaknya
mencegah meluasnya kebakaran.

Springkler akan bekerja bila suhu ruangan mencapai derajat


tertentu menyebabkan pecahnya taung atau tutup kepala sprinkler,
sehingga bahan pemadam api memancar keluar.

3. Emergency Response Preparadness (ERP)


Berdasarkan Kepmenaker No. Kep-186//MEN/1999 tentang
Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja, pasal 1 huruf d, yang
dimaksud unit penanggulangan kebakaran adalah unit kerja yang
dibentuk dan ditugasi untuk menangani masalah penanggulangan
kebakaran di tempat kerja yang meliputi kegiatan administrasi,
identifikasi sumber-sumber bahaya, pemeriksaan, pemeliharaan dan
perbaikan sistem proteksi kebakaran.

Unit penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud dalam


pasal 3 terdiri dari:

a. Petugas peran kebakaran ialah petugas yang ditunjuk dan


diserahi tugas tambahan untuk mengidentifikasi sumber-sumber
bahaya dan melaksanakan upaya-upaya penanggulangan
kebakaran.
b. Regu penanggulangan kebakaran ialah Satuan tugas yang
mempunyai tugas khusus fungsional di bidang penanggulangan
kebakaran.
c. Koordinator unit penanggulangan kebakaran.
d. Ahli K3 spesialis penaggulangan kebakaran sebagai
penaggungjawab teknis.

H. Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
digunakan oleh personil apabila berada pada suatu tempat kerja yang
berbahaya. APD merupakan opsi terakhir yang bias diberikan pada personil
apabila pengendalian terhadap potensi bahaya tidak dapat diselesaikan melaui
engineering control maupun administrative control.
A. Jenis-jenis APD
l. Alat Pelindung Diri Kepala (Head Cover)
Tujuan pemakaian alat pelindung kepala adalah untuk melindungi
kepala dari bahaya terbentur benda tajam atau keras, baik yang
berasal dari benda yang jatuh, melayang, atau meluncur, serta dapat
melindrungi diri dati panas radiasi bahan-bahan kimia korosif. Jenis
pekerjaan yang memerlukan alat pelindung kepala misalnya
pekerjaan di bawah mesin-mesin maupun pekerjaan di sekitar
konduktor energi yang terbuka. Pelindung kepala terdiri dari alat
pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan,
contohnya adalah topi plastik, topi plastik berlapis asbes, topi
alumunium, dan topi logam.
2. Alat Pelindung Mata (Eye Protection)
Alat ini digunakan untuk melindungi mata dari kontak dengan
percikan atau kemasukan debu-debu, gas, uap, cairan korosif,
partikel-partikel melayang atau radiasi gelombang elektromagnetik.
Alat pelindung mata terdiri dari 3 macam, yaitu:
1) Kacamata biasa
2) Kaca mata goggles: yaitu kaca mata yang tertutup semua, tetapi
terdapat lubang-lubang kecil sebagai ventilasi
3) Tameng muka.
3. Alat Pelindung Telinga (Hearing Protection)
Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara bising dan
telinga dalam. Alat ini diperlukan apabila tingkat kebisingan di
tempat kerja sudah mencapai 85 dB di atas 8 jam sehari. Alat
pelindung telinga terdiri dari 4 macam, yaitu:
1) Kapas
2) Sumbat telinga (ear plug), daya atenuasi suara besar 25-30 dB.
3) Tutup telinga (ear muffs), daya atenuasi suara sebesar 10-15 dB
(lebih besar dari sumbat telinga).
4) Canal caps
4. Alat pelindung pemapasan (respiratory Protection)
Alat pelindung pemapasan diperlukan di tempat kerja di mana udara
di dalamnya tercemar. Terdapat dua alat pelindung pemapasan, yaitu:
1) Respirator atau purifying respirator
Alat ini berfungsi untuk membersihkan udara yang akan dihirup
oleh pekerja. Alat ini digunakan untuk melindungi pekerja dari
bahaya pemapasan, debu, kabut asap, gas, dan uap.
2) Breathing Apparatus atau Air Supply Respirator
Alat ini berfungsi untuk memberikan udara bersih atau oksigen
kepada pekerja yang menggunakannya
5. Alat Pelindung Tangan dan Jari (Hand Gloves)
Alat pelindung tangan ini paling banyak digunakan, karena
kecelakaan yang paling banyak terjadi pada tangan dari keseluruhan
kecelakaan yang ada. Menurut bentuknya, sarung tangan dapat
dibedakan menjadi:
a. Sarung tangan biasa (gloves)
b. Sarung tangan yang dilapisi dengan plat logam (grantlet) yang
digunakan di lengan
c. Mitt, sarung tangan untuk 4 jari yang terbungkus.
6. Alat Pelindung Kaki (foot cover)
Alat ini dipakai untuk melindungi kaki dari bahaya terkena benturan
benda berat, percikan asam dan basa yang korosif, cairan panas dan
terinjak benda tajam. Contoh alat pelindung kaki seperti sepatu kulit,
sepatu karet, sepatu boot karet, sepatu anti slip, sepatu dilapis baja,
sepatu plastik, sepatu dengan sol kayu/gabus, pelindung betis,
tungkai dan mata kaki.
7. Alat Pelindung Tubuh
Alat pelindung tubuh berupa pakaian dapat berbentuk apron
(menutupi sebagian tubuh mulai dari dada sampai lutut), dan
berbentuk overalls (menutupi seluruh bagian tubuh).

Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat


yang digunakan tenaga kerja seluruh atau sebagian tubuh dari adanya
kemungkinan potensi bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. PER.
08/MEN/VII/2010).
1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia
terhadap pengaruh yang kurang sehat atau yang melukai badan.
2. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki.
Setiap pekerja perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya
bebas berjalan dan terlindung dan terlindung dari barang- barang
berbahaya.
3. Kacamata Kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk melindungi mata dari debu,
serpih besi yang berterbangan dan tertiup angin. Mengingat partikel-
partikel debu yang berukuran sangat kecil terkadang tidak terlihat oleh
mata. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan. Biasanya
pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah mengelas.
4. Sarung Tangan
Sarung Tangan sangat dibutuhkan untuk beberapa jenis pekerjaan.
Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan
dari benda-benda keras, tajam, dan cairan kimia berbahaya selama
menjalankan tugas.

5. Helm
Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelingdung kepala
dan sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja untuk
menggunakannya dengan benar sesuai aturan. Helm ini digunakan
untuk melindungi kepala dari bahaya benda jatuh.
6. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang
dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras
dan bising. Terkadang efeknya untuk jangka panjang, bila setiap hari
mendengar suara bisisng tanpa penutup telinga.
7. Masker
Pelindung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja mengingat
lokasi itu sendiri.

B. Tujuan Penggunaan APD


Pemakaian APD bertujuan untuk melindungi tenaga kerja dan
juga merupakan salah satu upaya mencegah terjadinya kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja oleh karena bahaya potensial pada suatu
perusahaan yang tidak dapat dikendalikan.

I. Kecelakaan Kerja
1. Definisi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak
diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda, korban
jiwa/luka/cacat maupun pencemaran. Kecelakaan ini adalah kecelakaan
yang terjadi akibat adanya hubungan kerja atau terjadi karena suatu
pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan.
Sehingga menurut definisi tersebut terdapat 3 hal pokok yang perlu
diperhatikan:
1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki
2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta
benda
3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber
energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur.
Adapun teori-teori penyebab kecelakaan kerja antara lain :

a. Teori Heinrich (Teori Domino)


Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu
rangkaian kejadian. Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian
kejadian tersebut yaitu: lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan
atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian
(Ridley, 1986).
b. Teori Multiple Causation
Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada
lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini
mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman.
Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja
tersebut perlu diteliti.
c. Teori Gordon
Kecelakaan merupakan akibat dan interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang
kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan
mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh
karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan,
perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung
harus dapat diketahui secara detail (Gordon, 1949).
2. Jenis-Jenis Kecelakaan Kerja
Menurut Suma'mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua
golongan, yaitu :
a. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang
terjadi karena adanya karena adanya sumber bahaya atau bahaya
kerja di tempat kerja.
b. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu
kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan
adanya hubungan kerja.
Menurut Organisasi Perburuhan Intemasional (ILO), terdapat 4 macam
penggolongan kecelakaan akibat kerja:
Klasifikasi menurut jenis kecelakaan: terjatuh, tertimpa benda,
tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda, gerakan-
gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus
listrik, kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
Klasifikasi menurut penyebab :
a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
b. Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air.
c. Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi
pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas,
zat-zat kimia, dan sebagainya.
e. Lingkungan kerja (diluar bangunan, di dalam bangunan dan di
bawah tanah)
Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan: patah tulang, dislokasi
(keseleo), regang otot (urat), memar dan luka dalam yang lain, amputasi.

3. Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja


Sebab terjadinya kecelakaan kerja dapat diterangkan melalui
beberapa teori. Teori yang pertama adalah teori pure chance atau teori
peluang murni. Teori ini menyatakan bahwa terjadinya kecelakaan kerja
disebabkan oleh murni peluang semata. Teori ini sudah tidak digunakan
lagi saat ini dalam menjelaskan bagaimana kecelakaan kerja dapat
berlangsung.
Teori yang saat ini lebih banyak digunakan untuk menjelaskan
penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah teori kombinasi antara dua
faktor yaitu unsafe act dan unsafe condition.
Unsafe act atau perilaku tidak aman adalah pelanggaran prosedur
kerja yang dilakukan dengan sadar. Contoh unsafe act adalah bekerja
sambil makan atau bekerja sambil menelepon, atau membaca, bekerja
tanpa memilki surat ijin, bekerja tanpa melakukan evaluasi keamanan alat
– alat bekerja tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri.
Unsafe condition adalah faktor lingkungan yang tidak aman.
Sebagai contoh adalah faktor fisik, hujan deras dan banjir bandang, gempa
bumi dan tsunami, angin badai; faktor kimia seperti semburan gas beracun,
air tanah yang mengandung kapur, dan tambang yang mengandung debu;
faktor biologi seperti penyakit yang terdapat pada hewan dapat menular ke
manusia, nyamuk, lalat dan larva cacing tambang. Selain itu juga terdapat
faktor psikososial, ergonomi dan finansial.
Selain itu dapat juga digolongkan sebagai berikut. Dua golongan
penyebab kecelakaan kerja:
(1) Faktor mekanis dan lingkungan
(2) Faktor manusia. Manusia itu sendiri yang merupakan penyebab
kecelakaan.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Identitas Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Mega Andalan Kalasan
: Hospital Equipment, Manufacturing Hospital
Jenis Perusahaan
Furniture
Alamat Perusahaan
: Jl. Tanjung Tirto 34, Tirtomartani km 13, Kalasan,
Jumlah Tenaga Kerja Tirtomartani, Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta 55571
Tanggal Kunjungan
: 879 orang
: 29 Juni 2018

B. Proses Produksi
1. Bahan yang Diperlukan
a. Bahan Baku
Baja lunak (lembaran pipa, pejal), stainless steel, alumunium, biji
plastik, titanium
b. Bahan Tambahan
Papan kayu, standar baut (baut, mur, ring, karet), gas argan, TCA
c. Mesin/Peralatan Kerja yang Digunakan
Cutting manual, molding, grinding cutter, CNC punching manual,
paint oven, shearing machine, bending (press break machine), press,
pipe bending machine, Piano Miller machine, MIG wellding, TIG
wellding.
2. Proses Produksi

Bahan

Reparasi (dipotong)

Pembentukan

Perakitan/Pengelasan

Pengecatan (oven painting)

Finishing

Packaging

3. Barang yang Dihasilkan


a. Produk Utama
Hospital furniture
b. Produk Sampingan
Metal furniture, tools (molds), plastic, parts, injection, original
equipment manufacture, sepeda motor Vpros 125cc, LPG.
4. Limbah
a. Padat : Poongan logam, debu, limbah plastik
b. Gas : Panas
c. Cair : Oli bekas, limbah cat, air sisa pengolahan
C. Identifikasi Potensi Bahaya Kecelakaan

1. Bahaya Mekanik

Jenis Potensi Pengendalian yg


Potensi Bahaya Sumber Bahaya
Bahaya Sudah Dilakukan
Benda yang dapat Tersayat,  Pisau Tidak ada pengendalian
melukai tergores,  Pecahan plastik yang dilakukan. Ada
tertusuk, teriris  Kipas angin yang pekerja yang belum
tidak terpasang memakai sarung tangan
penutup dan penutup kipas
angin.
Benda yang dapat Terjepit  Mesin press Tidak ada pengendalian
memperangkap  Mesin cetak yang dilakukan
plastik
Benda dapat Tertabrak,  Trolley Terdapat jalur warna
membentur terbentur  Forklift merah untuk
membedakan jalur yang
akan dilaui forklift
Jatuh dari Tersandung  Untaian kabel di Tidak ada pengendalian
ketinggian yang area merah yang dilakukan
sama
Jatuh dari Terjatuh  Terdapat papan Tidak ada pengendalian
ketinggian berbeda yang digunakan yang dilakukan
untuk jalur
mengangkut
barang
(menggunakan
alat angkut) tetapi
papan tidak stabil
(bila jalur tersebut
dilalui perkerja,
pekerja bias jatuh)

2. Bahaya Listrik

Jenis Potensi Pengendalian yang


Potensi Bahaya Sumber Bahaya
Bahaya sudah dilakukan

Bahaya Sentuh

- Sentuh Kabel yang dapat Kabel-kabel yang Kabel diikat secara


Langsung menyebabkan menggantung berkelompok dan
pekerja tersetrum diletakkan di rak kabel,
rak label diletakkan
beberapa meter di atas
kepala agar tidak
tersentuh-sentuh oleh
pekerja

- Sentuh Tidak Kondisi mesin/alat - Mesin moulding Mesin-mesin dilakukan


Langsung kerja yang dapat pengecekan (termasuk
menyebabkan - Mesin pemotong kabel-kabel yang
pekerja tersetrum - Computer terdapat pada mesin)
secara berkala dan
- dll terdaftar sesuai standar
yang harus dipenuhi

Bahaya - Instalasi listrik - Panel Listrik pada Pada panel listrik sudah
Hubungan berpotensi masing-masing terdapat indikator
Pendek menyebabkan gedung pemakaian listrik.
korsleting Kabel terutama yang
berdaya besar terlapisi
isolator dan
dikelompokkan agar
tidak bercecer. Pada
masing-masing bagian
terdapat Tim until
mengecek kabel listrik
secara berkala

- Kabel-kabel listrik Belum dilakukan


belum pernah
dilakukan
perawatan/pengganti
an secara rutin untuk
mencegah korsleting

- Menempatkan Belum dilakukan


minuman di dekat
mesin produksi
3. Bahaya Bahan Kimia

Jenis potensi Pengendalian yang


Potensi bahaya Sumber bahaya
bahaya sudah dilakukan
Bahan explosive Kimia Tabung berisi gas Menempatkan tabung
tidak ditempatkan secara aman, seperti
dengan aman ( tidak diberi ranta, pagari
ada rantai pelindung) atau tempat tersendiri
Bahan flammable Kimia Thinner dan solar Menyimpan thinner di
yang tidak disimpan tempat tersendiri
dengan baik yaang jauh dari
(berdekatan dengan sumber api dan ruang
sumber api) dapat bersuhu normal
beresiko menimbulkan
kebakaran

Plastik panas dapat


menimbulkan
kebakaran jika terjadi
kebocoran
Bahan iritatif - - -
Bahan korosif - - -
Bahan kimia Kimia TCE Diletakkkan di tempat
berbahaya lainnya (trichloroethylene/lem khusus dengan
plastik) menggunakan APD (
sarung karet, masker,
baju)

4. Bahaya Kebakaran dan Peledakkan

Potensi bahaya Jenis potensi Sumber bahaya Pengendalian yang


bahaya sudah dilakukan
Bahan mudah Kimia Tabung CO Diletakkan di area
terbakar yang dari sumber api.
Diberi area khusus
untuk penyimpanan
tabung CO
Fisik Plastik Penempatan sumber
panas yang jauh dari
plastik
Kimia Thinner Penempatan sumber
panas jauh dari kaleng
cat
Kimia Bahan bakar Belum ada
diletakkan tanpa pengendalian yang
pengaman dan tanpa dilakukan
tanda bahaya
Source energi Fisik Percikan api dari Belum ada
kabel listrik yang pengendalian yang
terbuka, di dekat kabel dilakukan
listrik terdapat drum
bahan bakar
Bahan mudah Kimia Tabung CO Diletakkan di area
meledak jauh dari sumber api

Diberi area khusus


untuk penyimpanan
tabung CO
Alat atau mesin Fisik Arus pendek pada Menggunakan sistem
dengan tekanan mesin perusahaan sekring agar otomatis
tinggi mati bila terjadi
konslet

Penggunaan alat
sesuai standart

5. Alat Pemadam Api Ringan


Jenis Jumlah Penempatan Pemerik Keterangan
saan
Apar Halon 2 (gedung Penempatan kurang Setiap Pemeriksaan terakhir
Free kastor dari 15 meter di bulan bulan Juni 2018 (sesuai
kimah) tembok atau titik standar)
ruangan
4 (gedung Tiap 15 meter di Setiap Pemeriksaan terakhir
perakitan) tembok atau titik bulan bulan Juni 2018 (sesuai
ruangan standar)
6 (gedung Tiap 15 meter di Setiap Pemeriksaan terakhir
assymbling tembok atau titik bulan bulan Juni 2018 (sesuai
and ruangan standar)
packing)
2 (gedung Tiap 15 meter di Tidak Pemeriksaan terakhir
showroom) tembok atau titik setiap bulan Mei 2018 (tidak
ruangan bulan sesuai standar)
6. Alat Pelindung Diri
Potensi Bahaya APD yang APD yang Pemakaian oleh Tenaga Kerja
Diperlukan Disediakan
Luka bakar Sarung Sarung tangan Sudah sesuai standar
tangan welding
welding
Pelindung Pelindung Pemakaian tidak merata oleh tenaga
wajah wajah kerja
Sepatu Sepatu welding Pemakaian tidak merata oleh tenaga
pelindung kerja
Apron Apron Pemakaian tidak merata oleh tenaga
kerja
Google Google Sudah sesuai standar
Sarung Sarung tangan Mesin pres menghasilkan panas
tangan mesin press ketika digunakan, pekerja telah
mesin press mengenakan gloves tetapi gloves
yang tersediahanya sampai
pergelangan tangan
Kebisingan Earmuff, Earmuff, kapas Pemakaian tidak merata oleh tenaga
earplug kerja
Pemakaian kapas seharusnya
diganti dengan penggunaan earplug
Asap Masker Masker Pemakaian tidak merata oleh tenaga
kerja, tidak sesuai standar
Trauma fisik Alat bantu Alat bantu Sudah sesuai standar
manual, alat
bantu otomatis

7. Organisasi K3
Organisasi Program Keterangan
P2K3 Job Safety Analysis JSA sudah dilaksanakan dan sudah
didokumentasikan.

Evaluasi SOP SOP sudah dibuat di setiap unit produksi dan


ditempel pada papan di dekat area produksi.
Evaluasi SOP dilakukan melalui audit internal
(1 tahun 2x) dan audit eksternal (2 tahun 1x)

Identifikasi potensi Sudah dilaksanakan. Hasilnya berupa peta


bahaya zonasi area-area yang berpotensi
menimbulkan bahaya kerja
Pengujian lingkungan Sudah dilaksanakan setiap bulan secara
kerja internal dengan berkerjasama dengan lembaga
yang berwenang. Pengujian yang dilakukan
adalah suhu, kebisingan, cahaya, dan
ambiens.

Pengujian keselamatan Sudah dilakukan pengujian secara berkala


kerja
Unit Tanggap Penanggulangan Setiap shift kerja terdapat ketua tim yang
Darurat kebakaran menjadi koordinator tim penanangan
kebakaran. Jika terjadi kebakaran ketua tim
akan berkoordinasi dengan sekuriti dan
mendatangkan PMK bila diperlukan.

Identifikasi potensi Sudah dilaksanakan


bahaya kebakaran

Regu pemadam Tidak ada


kebakaran

APAR Sudah terdapat di sejumlah tempat. Letak


beragam, beberapa mengumpul di satu
tempat, beberapa sudah tersebar dengan
benar. Pengecekan telah dilakukan rutin.

Alat pemadam kebakaran Hydrant tidak tersedia


- Hydrant system Sprinkler hanya ada pada gedung pertemuan,
- sprinkler tidak ada pada gedung pekerja, diakibatkan
pekerjaan banyak menimbulkan asap
sehingga ditakutan sprinkler akan teraktifasi
otomatis secara terus menerus.

Sistem Alarm kebakaran: Belum tersedia


- alarm otomatis
- Alat deteksi api
dini
- Ruang panel
kebakaran

Jalur Evakuasi Terdapat jalur evakuasi dan papan penunjuk


jalan di sejumlah tempat, terutama ruang kerja
bila terjadi bencana

Assembly Point Terdapat titik kumpul (lapangan bola) bila


terjadi bahaya ataupun bencana
8. Data Kecelakaan Kerja

Berdasarkan wawancara dengan pihak manajemen, pada bulan Juni 2018


terdapat 1 kecelakaan kerja dan 3 kecelakaan kerja saat dalam perjalanan.
Kecelakaan kerja berupa kaki pekerja kejatuhan tabung gas bahan mengelas
ketika ia tidak mengenakan safety boots. Pada bulan April 2018 terdapat 1
kecelakaan kerja, berupa pekerja terpotong jempolnya saat melakukan pekerjaan
press pada jam lembur. Kecelakaan kerja yang paling sering terjadi adalah terjepit
mesin press.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Secara keseluruhan, PT MAK sudah baik dalam menerapkan system
keselamatan dan kesehatan kerja, namun dalam beberapa aspek masih
diperlukan perbaikan, yaitu:
1. Terdapat potensi bahaya mekanik pada kipas angin yang tidak
terpasang penutup, papan jalur barang yang tidak stabil, dan untaian
kabel di zona merah.
2. Terdapat potensi bahaya listrik dari belum adanya
perawatan/penggantian secara rutin untuk kabel listrik, kabel yang
menjuntai dan dekat dengan bahan bakar, dan belum tertibnya pekerja
yang meletakkan minuman dekat mesin produksi.
3. Tedapat potensi bahaya kebakaran akibat bahan kimia, seperti bahan
bakar yang ditempatkan dekat dengan panel listrik.
4. Belum meratanya ketertiban penggunaan APD pada pekerja, terdapat
APD gloves yang belum seutuhnya dapat memproteksi tangan.
5. Unit penanggulangan kebakaran belum ada, hanya ada coordinator dari
tiap unit produksi saja.
6. APAR belum benar-benar merata dalam penempatannya.
7. Tidak adanya hydrant dan sprinkler pada area kerja.
8. Tidak adanya sistem alarm kebakaran yang otomatis.

B. Rekomendasi
1. Diperlukan tim asesmen dan penindaklanutan terhadap potensi-potensi
bahaya yang masih ada, terutama untuk hal-hal yang sifatnya dapat
segera diperbaiki (misalkan kipas angin, stabilisasi papan jalur
angkutan, dll).
2. Dibentuknya unit penanggulangan kebakaran yang sifatnya resmi agar
penanggulangan bahaya kebakaran lebih sistematis
3. Penambahan infrastruktur seperti hydrant, sprinkler, dan system alarm
kebakaran, serta APD yang lebih protektif.
4. Dilakukan sosialisasi dan system reward & punishment untuk
meningkatkan kesadaran terhadap penggunaan APD yang benar.
LAMPIRAN

1. APAR
Apar Halon Free
Jenis apar, label, dan formulir

2. Pengelasan dan perakitan


Petugas mengenakan APD lengkap
)Assembly point (lapangan sepakbola SOP tertulis dan ditempelkan di dinding area kerja

Kipas angina tanpa penutup di


belakang pekerja Mesin press, pekerja mengenakan
gloves pendek
Bahan Bakar belum diberi pengaman, Kabel menjuntai keluar, Minuman di dekat alat
tidak ada hazard sign di dekatnya terdapat bahan bakar produksi

Tabung Gas ditempatkan di tempatnya dan diberi pengaman Tanda APAR tetapi tidak ada APAR
KELOMPOK 2

Anda mungkin juga menyukai