Disusun Oleh:
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah Kejadian Luar Biasa ini
tepat pada waktunya. Kami berharap Makalah Kejadian Luar Biasa ini dapat
menjadi referensi bagi masyarakat dan juga mahasiswa. Selain itu, saya juga
berharap agar pembaca mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Serta isi Makalah
Kejadian Luar Biasa ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan. Kritik yang terbuka dan membangun bagi kami sangat nantikan demi
kesempurnaan Makalah Kejadian Luar Biasa ini. Demikian kata pengantar ini
kami sampaikan. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.........................................................................................2
C. Manfaat Penulisan.......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)..........................................................4
B. Kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)...........................................................4
C. Penyakit-Penyakit Yang Berpotensi Menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
.....................................................................................................................5
D. Klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)......................................................6
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kejadian Luar Biasa
(KLB)..........................................................................................................7
F. Langkah-Langkah Penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB)....................8
G. Kejadian/Kasus (KLB)..............................................................................14
H. Penanganan Pada Kejadian Luar Biasa (KLB).........................................16
I. Peran Perawat Pada Kejadian Luar Biasa (KLB).....................................21
BAB III PENUTUP...............................................................................................25
A. Kesimpulan................................................................................................25
B. Saran..........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar
biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi
ini menyebabkan perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan
respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-langkah yang terprogram
dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat dan
akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan
bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang
diterjunkan ke lapangan. Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para
petugas di lapangan untuk memiliki pedoman penyelidikan dan
penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja
para petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon
KLB.
Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global,
sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan
masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (foodborne disease) dan
kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai negara
berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi
juga di negara-negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi
berupaya menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan
dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab timbulnya masalah
dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun
penanggulangannya.
Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh
suatu penyakit di wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan
kejadian yang mengejutkan dan membuat panik masyarakat di wilayah itu.
Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB),
sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit
menular yang dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh
keracunan makanan dan keracunan lainnya. Penderita atau yang beresiko
1
penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika dilakukan
pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara
teratur, teliti dan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan,
analisa/interpretasi, penyajian data dan pelaporan. Apabila hasil
pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk
mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan
penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan epidemiologis
mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya
penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan
penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan
pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB yang
direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak yang
terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi
penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)
2. Untuk mengetahui kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB)
3. Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi
Kejadian Luar Biasa (KLB)
4. Untuk mengetahui klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB)
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
Kejadian Luar Biasa (KLB)
6. Untuk mengetahui langkah-langkah penyelidikan Kejadian Luar Biasa
(KLB)
7. Untuk mengetahui kejadian/kasus (KLB)
8. Untuk mengetahui Penanganan pada Kejadian Luar Biasa (KLB)
9. Untuk mengetahui Peran Perawat pada Kejadian Luar Biasa (KLB)
2
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi diri sendiri:
Manfaat makalah bagi diri sendiri yaitu mengasah kemampuan
menulis dan belajar berfikir sistematis serta menambah wawasan ilmu
pengetahuan.
2. Bagi orang lain:
Menambah wawasan bagi pembaca, dan pembaca dapat memahami,
mengetahui dan menguasai tentang pembuatan makalah, terutama
tentag Kejadian Luar Biasa (KLB)
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu
periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
5
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting:
malaria, frambosia, influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis,
meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah/KLB, tetapi
masuk program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe,
filariasis, dan lain-lain.
6
2) Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2. Berdasarkan sumber
a. Sumber dari manusia Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni,
muntahan seperti: Salmonella, Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia Misalnya: toxin dari pembuatan
tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran lingkungan.
c. Bersumber dari binatang Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan
binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak) Misalnya: Salmonella,
Staphylococcus, Streptococcus.
e. Bersumber dari udara Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus
virus.
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat Misalnya:
Salmonella.
g. Bersumber dari makanan dan minuman Misalnya: keracunan
singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
7
suprastruktur (penyelenggaraan rutin, keterlibatan masyarakat, rasa
gotong royong).
Penelitian ini menghasilkan setidaknya empat rekomendasi utama:
a. Perbaikan infrastruktur sistem informasi epidemiologi.
b. Penataan kawasan padat penduduk dan kumuh.
c. Mitigasi dan adaptasi terhadap risiko bencana alam.
d. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan
lingkungan, terutama sanitasi dan sampah.
8
c. Pertama, catat nama pelapor, tempat tugas dan telepon, email dan
komunikasi lain yang bisa digunakan. Catat tanggal dan jam
komunikasi dengan pelapor.
d. Kedua, tanyakan pada pelapor dan catat:
1) Lokasi dan waktu kejadian. Sedapat mungkin memperoleh
tanggal mulai sakit setiap penderita yang dicurigai, sehingga
diperoleh tanggal mulai sakit kasus pertama dan terakhir dari
data yang diperoleh.
2) Jumlah kasus, jumlah kasus meninggal. Cermati gejala yang
selalau ada pada setiap kasus, gejala-gejala yang jarang, dan
jumlah kasus-kasus yang dirawat inap atau meninggal.
3) Perkirakan jenis penyakit penyebab KLB (etiologi KLB),
tempat dan luas lokasi kejadian, dan kecenderungannya.
9
Pada dasarnya, adanya KLB penyakit ditetapkan jika benar terjadi
peningkatan jumlah kasus yang bermakna secara epidemiologi.
Kondisi KLB penyakit merupakan keadaan darurat kesehatan, yaitu
keadaan gawat (ancaman jiwa) dan mendesak (butuh pertolongan
segera), yang dapat dicirikan sebagai berikut:
a. Adanya perkembangan penyakit pada suatu wilayah tertentu yang
jumlah penderitanya meningkat dengan cepat dan setiap penderita
berisiko fatal.
b. Munculnya penderita pada lingkungan yang mendukung terjadinya
penularan, sehingga dalam waktu singkat akan terjadi peningkatan
jumlah penderita.
Keadaan tersebut diatas, memang membutuhkan keahlian sebagai
seorang yang berkemampuan epidemiologis dan medis untuk
memutuskan sebagai keadaan KLB penyakit atau bukan. Secara teknis,
penetapan KLB penyakit berdasarkan pada kriteria teknis KLB
penyakit menular, tetapi bagaimanapun juga, ketetapan final
tergantung keputusan lapangan berdasarkan analisis epidemiologis.
10
Proposal yang baik, akan memudahkan penyelidikan di lapangan yang
sistematis dan infromasi yang diperlukan dapat diperoleh lebih baik.
11
setelah berada di lapangan, terutama karena menemukan keadaan yang
berbeda dengan perkiraan semula. Variabel-variabel yang dimaksud
dimasukkan secara sistematis kedalam “Instrumen Wawancara Dan
Pemeriksaan Kasus”. Misal pada KLB campak. Kasus campak adalah
seseorang menderita sakit antara tanggal 1 januari 2013 sampai saat
penyelidikan, dengan gejala demam, ruam dan salah satu gejala batuk,
pilek, mata merah. Cara menemukan kasus di rumah sakit dan
Puskesmas (lihat pada Penemuan dan Perekaman Data Kasus KLB).
12
Analisis epidemiologi deskriptif dapat diartikan “menyiapkan” tabel,
grafik dan peta sebagai bahan analisis , dan juga
“menginterpretasikan” tabel, grafik dan peta yang telah disiapkan
tersebut.
Analisis epidemiologi deskriptif dibuat sesuai “karakteristik
epidemiologi menurut waktu, tempat dan orang” dan
menghubungkannya dengan kondisi tertentu sebagai “faktor risiko
seseorang menjadi kasus”. Misal pada KLB campak, kasus
dideskripsikan berdasarkan kurva epidemi (waktu), umur, jenis
kelamin, desa dan status imunisasi.
13
d. Upaya pencegahan melalui imunisasi, perilaku atau manipulasi
lingkungan.
Penanggulangan dapat diperluas dengan tindakan isolasi, karantina,
penanganan spesimen kasus, penanganan jenazah dan sebainya.
Penanggulangan juga memerlukan penyuluhan dan penggerakan
partisipasi masyarakat.
Setiap temuan hasil penyelidikan epidemiologi dan surveilans, segera
disampaikan pada tim penanggulangan, disamping itu, setiap tindakan
penanggulangan perlu dimonitor dan evaluasi berdasarkan kerja
surveilans atau penyelidikan untuk itu.
G. Kejadian/Kasus (KLB)
14
Berikut ini merupakan beberapa kasus/kejadian yang pernah dianggap
sebagai KLB di Indonesia:
1. Flu burung
Pada tahun 2003 virus flu burung (H5N1) dideteksi pada hewan ternak
di Indonesia. Tahun 2005 untuk pertama kalinya virus ini menginfeksi
manusia. Sejak saat itu, Indonesia merupakan negara dengan jumlah
kasus flu burung pada manusia tertinggi. Sejak 2003, ada 186 kasus
penularan flu burung terhadap manusia di Indonesia dan hampir 80 %
berakhir dengan kematian. Menurut WHO, dari 349 kematian akibat
flu burung di seluruh dunia sejak 2003, 155 diantaranya terjadi di
Indonesia. Pemerintah sampai saat ini belum mencabut status KLB
untuk flu burung. Artinya bisa sewaktu-waktu muncul lagi.
2. Flu babi
Setelah kemunculan virus flu burung, pada 2009 muncul virus baru di
Indonesia dengan virus baru yaitu H1N1 atau flu babi. Pada tahun
2009, Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa terdapat 239 orang
terinfeksi virus ini, terdiri dari 132 laki-laki dan 107 perempuan.
Indonesia sudah KLB flu babi sejak 11 Juni 2009. Badan Kesehatan
Dunia WHO telah mengumumkan flu babi pandemi level 6 di seluruh
dunia. Meski virus flu babi penyebarannya sangat cepat, namun angka
kematiannya sangat rendah yakni 0,4 %.
3. Difteri
Sebenarnya wabah difteri pernah berhasil ditanggulangi pada tahun
1990-an. Namun, penyakit akibat infeksi virus ini muncul kembali di
Jawa Timur pada 2009. Difteri menjadi perbincangan hangat karena
hampir mewabah di seluruh Indonesia. Ikatan Dokter Anak Indonesia
menyebut KLB difteri di Indonesia paling tinggi di dunia. Laporan
Kementerian Kesehatan menunjukkan sejak tahun 2015, jumlah
kematian akibat difteri meningkat hingga 502 kasus. Sejak Januari-
November 2017 tercatat lebih dari 590 kasus dengan kemungkinan
kematian sekitar 6%. Secara keseluruhan terdapat 622 kasus, 32
diantaranya meninggal dunia.
15
4. Gizi buruk
Problem gizi buruk masih menghantui Indonesia hingga kini karena
belum teratasi, bahkan di kota-kota besar sekalipun. Masalah gizi ini
meliputi stunting (kerdil), gizi buruk, dan obesitas. Pada 2018, di
Papua tercatat, 76 anak meninggal dunia akibat gizi buruk dan juga
campak. Pemerintah bahkan langsung mengkategorikan kasus ini
dalam KLB dan membentuk tim khusus yang turun langsung ke
Asmat.
Kondisi lingkungan masyarakat Asmat yang serba terbatas,
diindikasikan menjadi penyebab utama dari tertimpanya warga di
Kabupaten Asmat dengan Kejadian Luar Biasa Campak dan Gizi
Buruk, yang rupanya khusus untuk KLB Campak telah terjadi sejak
2015 hingga sekarang.
5. Demam Berdarah (DBD)
Penyakit musiman yang satu ini pernah menjadi KLB hampir di
seluruh wilayah Indonesia pada berbagai kurun waktu. Terdapat 134
kasus tahun 1999, 45.904 kasus tahun 2001, 50.131 kasus tahun 2003
dengan jumlah kematian 743 orang. Penyakit ini pun memiliki
kecenderungan meningkat setiap tahunnya, terlebih terkait musim yang
sulit diprediksi.
16
d. Pengendalian.
e. Surveillance (penelusuran dan pengamatan).
f. Public awarennes (Sosialisasi Peningkatan Kepercayaan
Masyarakat).
g. Re-stocking (pengisian kandang kembali).
h. Stamping out untuk daerah tertular berat.
i. Monitoring dan evaluasi.
Pada bidang kesehatan. Melakukan secara terpadu dengan
menggunakan 8 strategi yaitu:
a. Pengendalian flu burung pada hewan.
b. Restrukturisasi sistem perunggasan.
c. Penatalaksanaan kasus manusia.
d. Perlindungan kelompok risiko tinggi.
2. Flu babi
Cara utama untuk menghindari flu babi adalah dengan mendapatkan
vaksin influenza. Vaksin yang umumnya dianjurkan satu kali dalam 1
tahun ini bisa membantu membangun pertahanan tubuh terhadap virus
H1N1. Selain vaksin, ada beberapa cara sederhana yang bisa
diterapkan untuk mencegah penularan dan penyebaran flu babi,
diantaranya:
a. Tetap tinggal di rumah jika sedang sakit.
b. Tidak bepergian ke daerah yang sedang memiliki kasus flu babi.
c. Rutin cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang
memiliki kandungan alkohol 70%.
d. Tutup mulut dan hidung dengan tisu ketika bersin atau batuk,
kemudian buanglah tisu ke tempat sampah usai digunakan.
e. Jangan berbagi barang milik pribadi, seperti handuk, dengan orang
lain.
f. Bersihkan permukaan benda yang sering disentuh, seperti gagang
pintu.
17
g. Hindari menyentuh area mata, hidung, dan mulut dengan tangan
yang belum dibersihkan.
h. Hindari kontak langsung dengan penderita flu babi.
3. Difteri
KLB Difteri bisa di cegah. Sesuai dengan kalimat yang sering kita
dengan “Lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Begitu pun
dengan KLB Difteri. Lebih baik lakukan tindakan pencegahan
terjadinya KLB Difteri dari awal, dari pada melakukan tindakan
penanggulangan. Karena dampak dari KLB Difteri, begitu luar biasa.
Baik dari segi dampak Difteri pada penderita, mau pun dari segi
pembiayaan yang di keluarkan oleh Pemerintah.
Satu-satunya pencegahan agar tidak terserang Difteri adalah dengan
Imunisasi. Untuk itu, bagi yang memiliki bayi/balita, dapat membawa
anaknya ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan Imunisasi
Rutin Lengkap (IRL), dengan jadwal pemberian sesuai usia. Saat ini
vaksin untuk imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan yang diberikan
guna mencegah penyakit Difteri ada 3 macam, yaitu: DPT-HB-Hib
(vaksin kombinasi mencegah Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B
dan Meningitis serta Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophylus
infuenzae tipe B), DT (vaksin kombinasi Difteri Tetanus) serta Td
(vaksin kombinasi Tetanus Difteri).
Imunisasi tersebut diberikan dengan jadwal, sebagai berikut Imunisasi
dasar diberikan pada Bayi usia 2, 3 dan 4 bulan diberikan vaksin DPT-
HB-Hib dengan interval/jarak 1 bulan dan Imunisasi Lanjutan yang
diberikan pada:
a. Anak usia 18 bulan diberikan vaksin DPT-HB-Hib 1 kali.
b. Anak Sekolah Dasar/Madrasah/sederajat kelas 1 diberikan vaksin
DT pada BulanImunisasi Anak Sekolah (BIAS).
c. Anak Sekolah Dasar/Madrasah/sederajat kelas 2 dan 5 diberikan
vaksin Td padaBulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
18
d. Wanita Usia Subur (termasuk wanita hamil) diberikan vaksin Td,
melalui skrining status imunisasi tetanusnya terlebih dahulu.
4. Gizi buruk
Prinsip umum pencegahan gizi buruk:
a. Penyiapan kesehatan dan status gizi ibu hamil dilakukan sejak
masa remaja dan selanjutnya saat usia subur.
1) Menerapkan pola hidup sehat bergizi seimbang untuk
memenuhi kebutuhan gizi dan mencegah terjadinya
Kekurangan Energi Kronis (KEK).
2) Konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD).
3) Mendapatkan konseling pranikah.
4) Mencegah pernikahan dini dan kehamilan pada remaja.
5) Meningkatkan kepesertaan Keluarga Berencana (KB).
6) Menerapkan praktik higiene dan sanitasi personal serta
lingkungan.
b. Ibu hamil mendapat pelayanan antenatal care (ANC) terpadu
berkualitas sesuai standar, penerapan standar pelayanan minimal,
deteksi dini dan penanganan adekuat, pola hidup sehat dan gizi
seimbang termasuk konseling.
c. Peningkatan status gizi dan kesehatan, tumbuh kembang serta
kelangsungan hidup anak melalui strategi Pemberian Makan Bayi
dan Anak (PMBA) yang dilakukan dengan praktik “Standar Emas
Makanan Bayi dan Anak”.
1) Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
2) ASI Eksklusif (0-6 Bulan).
3) Pemberian MP ASI mulai usia 6 bulan.
4) Pemberian ASI diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Selain itu, dilanjutkan dengan pemberian makan anak usia 24–
59 bulan yang bergizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan
gizi bagi tumbuh dan kembang anak. Balita harus dipantau
pertumbuhan dan perkembangannya secara rutin serta
19
diberikan pola asuh yang tepat. Balita juga harus mendapatkan
stimulasi perkembangan dan imunisasi lengkap sesuai dengan
usianya seperti yang tercantum dalam buku Kesehatan Ibu dan
Anak (KIA). Pemantauan perkembangan balita oleh keluarga
mengacu pada Buku KIA sedangkan pemantauan
perkembangan balita oleh tenaga kesehatan mengacu pada
Pedoman Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK).
d. Penapisan massal untuk menemukan hambatan pertumbuhan dan
perkembangan pada balita di tingkat masyarakat, dilakukan secara
berkala melalui bulan penimbangan dengan target cakupan
penapisan 100%. Bila ditemukan adanya masalah pertumbuhan
seperti kenaikan BB tidak memadai, maka balita perlu dirujuk ke
tenaga kesehatan.
e. Perhatian khusus diberikan kepada bayi dan balita dengan faktor
risiko akan mengalami kekurangan gizi, misalnya:
1) Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kurang energi kronis
(KEK) dan/ atau ibu usia remaja, bayi yang lahir prematur, bayi
berat lahir rendah (BBLR), kembar, lahir dengan kelainan
bawaan.
2) Balita dengan infeksi kronis atau infeksi akut berulang dan
adanya sumber penularan penyakit dari dalam/ luar rumah atau
gangguan kekebalan tubuh.
3) Balita yang berasal dari keluarga dengan status sosio-ekonomi
kurang.
4) Balita berkebutuhan khusus.
5) Balita yang berada di lingkungan yang terkendala akses air
bersih, dan/ atau higiene dan sanitasi yang buruk.
Semua balita dipantau pertumbuhannya secara berkala, terutama
balita dengan faktor risiko. Orangtua atau pengasuh diberi
konseling tentang pemberian makan balita dan pelayanan lainnya
20
serta tindak lanjut sedini mungkin untuk mengatasi masalah yang
ditemukan.
f. Dukungan program terkait Dukungan program terkait diperlukan
dalam upaya pemenuhan total cakupan pelayanan, menghindarkan
bayi/ balita dari berbagai risiko kesehatan, konseling pemberian
makan sesuai umur dan penanganan balita sakit secara
komprehensif, serta advokasi dan komunikasi perubahan perilaku
melalui komunikasi antar pribadi/ komunikasi interpersonal
menuju pola hidup bersih dan sehat.
g. Dukungan lintas sektor Dukungan lintas sektor seperti dalam
pemenuhan kebutuhan air bersih dan /atau pengadaan jamban
keluarga, serta lingkungan sehat dalam upaya pencegahan penyakit
infeksi berulang seperti diare yang dapat mengakibatkan gizi buruk
pada balita.
5. Demam berdarah
Pencegahan demam berdarah yang paling efektif dan efisien sampai
saat ini adalah kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan
cara 3M Plus, yaitu:
a. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan
tempat penampungan air seperti: bak mandi, ember air, tempat
penampungan air minum, penampung air lemari es dan lain-lain.
b. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan
air seperti: drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan
c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang
memiliki potensi untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk
penular Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan lainnya seperti:
a. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang
sulit dibersihkan, misalnya water toren, gentong/tempayan
penampung air hujan, dll.
21
b. Menggunakan kelambu saat tidur.
c. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk.
d. Menanam tanaman pengusir nyamuk.
e. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah
yang bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain.
f. Menggunakan anti nyamuk semprot maupun oles bila diperlukan.
22
yang pasti terjadi seperti kurangnya kesadaran masyarakat untuk
menjaga kesehatannya.
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan:
1) Penyuluhan kesehatan.
2) Peningkatan gizi.
3) Pemeliharaan kesehatan perorangan.
4) Pemeliharaan kesehatan lingkungan.
5) PHBS.
6) Rekreasi.
7) Pendidikan seks.
2. Preventif
Tindakan preventif dalam bidang kesehatan biasanya didefinisikan
sebagai tindak pencegahan terhadap suatu penyakit yang dapat
membahayakan di masa mendatang. Hal ini memang akan membatasi
seseorang dalam melakukan sesuatu, namun ini demi kebaikan di masa
depan. Preventif adalah tindak pencegahan agar tidak terjadi hal yang
buruk. Di bidang sosial, preventif adalah tindak pencegahan agar tidak
terjadi sesuatu terkait segala pelanggaran normal sosial. Tindakan
preventif dilakukan agar masyarakat lebih taat aturan dan paham risiko
tindakannya.
Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan
kesehatan terhadap individu, keluarga kelompok dan masyarakat
melalui kegiatan:
1) Imunisasi dan vaksinasi.
2) Pemeriksaan kesehatan berkala melalui posyandu, puskesmas dan
kunjungan rumah.
3) Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui.
3. Kuratif
23
Upaya Kesehatan Kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit,
pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau
pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal
mungkin.
Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit
atau masalah kesehatan melalui kegiatan:
1) Perawatan orang sakit dirumah.
2) Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut dari pukesmas atau
rumah sakit.
3) Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis.
4) Perawatan tali pusat bayi baru lahir.
4. Rehabilitatif
Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan dan/ atau
serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam
masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuannya.
Upaya pemulihan terhadap pasien yang dirawat dirumah atau
kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu seperti TBC,
kusta dan cacat fisik lainnya melalui kegiatan:
1) Latihan fisik pada penderita kusta, patah tulang dan lain
sebagainya.
2) Fisioterapi pada penderita stroke, batuk efektif pada penderita TBC
dan sebagainya.
3) Edukasi menfokuskan pada perilaku dan pola hidup.
4) Pada penderita demam berdarah dianjurkan untuk minum air
mineral yang banyak.
5) Untuk penderita yang sudah sembuh diberi edukasi untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan tempat tinggalnya seperti menguras
bak mandi minimal dua kali dalam satu minggu supaya tidak
24
digunakan sebagai media perkembangan jentik-jentik nyamuk
vektor demam berdarah.
5. Resosialitatif
Adalah upaya untuk mengembalikan penderita ke masyarakat yang
karena penyakitnya dikucilkan oleh masyarakat seperti, penderita
penyaki menular, penyakit AIDS, kusta dan wanita tuna susila.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar
biasa (KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kejadian
Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus
pada terjadinya wabah.
Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka
perlu dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang
dilakukan untuk mengenal sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan KLB tersebut di
samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan
epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi
pencegahan penyebaran KLB, termasuk pengawasan usaha pencegahan
tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya penanggulangan KLB
yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak
yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi
penyebarluasan KLB sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah.
B. Saran
Untuk mengatasi KLB ini secara efektif diperlukan sejumlah langkah
konkret. Penting untuk memperkuat sistem pemantauan dan pengawasan
penyakit terkait KLB dengan memperluas jaringan pemantauan dan
meningkatkan kerjasama antara berbagai pihak terkait, termasuk pusat
kesehatan, rumah sakit, laboratorium, dan pihak berwenang. Dalam hal ini,
penerapan teknologi informasi juga dapat memainkan peran penting dalam
mendeteksi gejala awal dan melacak penyebaran penyakit. Selain itu,
diperlukan sistem peringatan dini yang responsif. Ini akan membantu
dalam mendeteksi KLB lebih awal dan mengambil tindakan pencegahan
yang cepat.
26
Untuk memastikan penanganan KLB yang efisien, kapasitas sumber daya
manusia harus ditingkatkan. Ini melibatkan pelatihan reguler bagi petugas
kesehatan dalam mengenali gejala-gejala KLB dan menerapkan protokol
penanganan yang tepat. Selain itu, perlu meningkatkan jumlah petugas
kesehatan yang siap siaga dalam menghadapi situasi KLB.
Selain upaya di tingkat petugas kesehatan, edukasi masyarakat juga sangat
penting. Kampanye edukasi yang menyeluruh harus diluncurkan untuk
memberikan informasi tentang gejala, penyebaran, dan pencegahan
penyakit terkait KLB. Masyarakat harus didorong untuk melaporkan kasus
mencurigakan dan mengikuti tindakan pencegahan yang disarankan oleh
otoritas kesehatan.
Kolaborasi erat antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, LSM, dan
organisasi kesehatan internasional, akan menjadi kunci untuk mengatasi
KLB ini. Data dan pengalaman yang dapat dibagikan dengan negara-
negara lain yang pernah menghadapi KLB serupa juga akan memberikan
pandangan berharga dalam menangani situasi ini dengan lebih efektif.
Semua langkah-langkah ini harus diambil dengan kebijakan dan protokol
yang direvisi secara berkala untuk memastikan respons yang sesuai dan
efisien dalam mengatasi KLB.
27
DAFTAR PUSTAKA
1
Dr. Pittara. 2022. Flu babi. Online. https://www.alodokter.com/flu-babi . Diakses
5 September 2023
http://p2p.kemkes.go.id/kesiapsiagaan-menghadapi-peningkatan-kejadian-demam-
berdarah-dengue-tahun-2019/#:~:text=Kementerian%20Kesehatan
%20menghimbau%20seluruh%20lapisan,kerja%2C%20sekolah%20dan
%20tempat%20ibadah. Diakses 5 September 2023.