Anda di halaman 1dari 92

STATUS GIZI DAN HUBUNGANNYA DENGAN LAMA RAWAT INAP DAN

INFEKSI PASCA OPERASI PASIEN LANSIA DI BANGSAL BEDAH


RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

SKRIPSI

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Memperoleh Derajat Sarjana Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada

Disusun Oleh:
Yosephin Anandati Pranoto
09/280161/KU/12999

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ii
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan

sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang telah

saya lakukan dan bukan hasil meniru dari penelitian pihak lain.

Yogyakarta, 30 Juni 2013

Yosephin Anandati Pranoto

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas segala bimbingan dan berkat-Nya

penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “Status Gizi dan Hubungannya dengan

Lama Rawat Inap Dan Infeksi Pasca Operasi Pasien Lansia Di Bangsal Bedah

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta” ini dapat terselesaikan. Penyusunan karya tulis

ilimiah ini dilakukan sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh

derajat sarjana di Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta.

Karya tulis ilmiah ini terselesaikan tidak lepas dari pihak-pihak yang telah

membantu penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih kepada:

1. Ibu Susetyowati selaku Ketua Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang juga merupakan dosen

pembimbing I yang telah memberikan waktu dan bimbingan berupa saran

dan arahan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.

2. Ibu Yayuk Hartriyanti selaku dosen pembimbing II yang juga telah

meluangkan waktu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan karya

tulis ini.

3. Ibu Mutiara Tirta selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak

masukan dan saran untuk karya tulis ilmiah ini.

4. Pihak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan

kerjasama selama proses pengumpulan data dalam penelitian yang

dilakukan oleh penulis.

iv
5. Mbak Desty, Mbak Diba dan Nai yang selama kurang lebih tujuh bulan

menjadi rekan penulis selama melaksanakan penelitian di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

6. Kedua orang tua penulis Lorensius H. Pranoto dan Diah Utari BR. serta

kedua saudara penulis, Maria Anindita P. dan Emanuel Hardanto P. yang

telah memberikan banyak cinta dan dukungan dalam hidup penulis.

7. Yohanes de Britto Indra Bhaskara yang telah memberikan dorongan dan

semangat sepanjang pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

8. Teman seperjuangan penulis seluruh keluarga besar GK 2009 terkhusus:

Monica, Rini, Bella, Ayu, Yusuf yang selalu ada di setiap langkah penulis

dalam menjalani proses pembelajaran di masa kuliah ini.

9. Edwin, Uli, Dwi, Tiwi dan Windy yang bersedia meluangkan waktu secara

khusus untuk memberikan berbagai bantuan dan saran kepada penulis

dalam proses penulisan karya tulis ilmiah ini.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis namun

secara nyata telah membantu penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Akhirnya, semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan tambahan

wawasan bagi pembaca dan juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang

membutuhkan. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan karya tulis

ini yang mungkin masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan

saran sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, Juni 2013

Penulis

v
Untuk RA. Soemartini,

Eyang putri dan sumber inspirasi abadi.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ….......................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ……………….…………………………… iii

KATA PENGANTAR ………………………………………………… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………… vi

DAFTAR ISI ...................................................................................... vii

DAFTAR TABEL …………………………………………………….. x

INTISARI ……………………………………………………………… xi

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................ 4

C. Tujuan Penelitian …………………………………………….. 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 5

E. Keaslian Penelitian ................................................................ 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 8

A. Telaah Pustaka ..................................................................... 8

1. Status Gizi Lansia dan Resiko Komplikasi Pasca Operasi 8

2. Status Gizi dan Lama Rawat Inap.................................... 11

3. Penilaian Status Gizi ………………………….................. 14

4. Mini Nutritional Assesment ……….................................. 16

5. Geriatric Nutritional Related Index ...……….…………… 17

vii
6. Uji Validitas …………………………………….................. 19

B. Kerangka Teoritis ................................................................. 22

C. Kerangka Konsep ................................................................ 23

D. Hipotesis .............................................................................. 23

BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................... 24

A. Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................... 24

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 24

C. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................... 24

D. Alat Penelitian ……................................................................ 26

E. Variabel …………….............................................................. 26

F. Definisi Operasional ............................................................. 26

G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...................................... 30

H. Manajemen dan Analisis Data .............................................. 30

I. Jalannya Penelitian ............................................................... 31

J. Etika Penelitian ..................................................................... 33

K. Kelemahan Penelitian ……………………………………….. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………… 35

A. HASIL ………………………………………………………….. 35

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian …………………….. 35

2. Karakteristik Subjek Penelitian …………………………… 36

3. Uji Validitas dan Analisis Hubungan Antara Metode GNRI

dengan MNA dalam Pengukuran Status Gizi Pasien ….. 40

4. Hubungan Status Gizi dengan Lama Rawat Inap ………. 42

viii
5. Hubungan Status Gizi dengan Infeksi Pasca Operasi …… 43

B. PEMBAHASAN ……………………………………………….. 44

1. Analisis Sensitivitas, Spesifisitas dan MSS GNRI sebagai

Metode Pengukuran Status Gizi yang Dibandingkan de-

ngan MNA ..…………………………………………………. 44

2. Perbandingan GNRI dan MNA dalam Menilai Status

Gizi dan Hubungannya dengan Lama Rawat Inap……….. 48

3. Hubungan antara Status Gizi yang Dinilai dengan GNRI

dan MNA terhadap Infeksi Pasca Operasi ……………… 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………….. 56

A. KESIMPULAN …………………………………………………. 56

B. SARAN ………………………………………………………… 57

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 58

LAMPIRAN ....................................................................................... 62

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian penelitian .................................................................... 7

Table 2. Tabel kontingensi 2x2 ................................................................ 20

Tabel 3. Tabel kontingensi 2x2 untuk uji validitas GNRI terhadap MNA 31

Tabel 4. Gambaran distribusi subjek penelitian …………………………. 37

Tabel 5. Hasil pengukuran status gizi subjek penelitian ………………… 38

Tabel 6. Lama rawat inap subjek penelitian ……………………………… 38

Tabel 7. Kejadian infeksi pasca operasi subjek penelitian ……………… 39

Tabel 8. Tabel kontingensi 2x2 untuk validitas GNRI terhadap MNA

sebagai metode pengukuran status gizi ………………………………… 40

Tabel 9. Perbandingan MNA dan GNRI dalam menilai status

gizi dan hubungannya dengan lama rawat inap ………………………… 41

Tabel 10. Hubungan status gizi dengan infeksi pasca operasi ………… 43

x
Status Gizi dan Hubungannya dengan Lama Rawat Inap dan Infeksi Pasca
Operasi Pasien Lansia di Bangsal Bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Yosephin Anandati Pranoto1, Susetyowati2, Yayuk Hartriyanti3

INTISARI

Latar Belakang: Sebesar 78,3% pasien di rumah sakit ditemukan mengalami


malnutrisi. Kelompok pasien dengan prevalensi malnutrisi terbesar merupakan
golongan pasien bedah (52,5%) dan pasien lansia (terbesar dibandingkan
kelompok usia lainnya). Banyak penelitian terdahulu yang membuktikan
malnutrisi pasien erat kaitannya terhadap lama rawat inap yang panjang dan
komplikasi pasca operasi (salah satunya adalah infeksi). MNA dan GNRI
merupakan dua metode pengukuran status gizi yang dapat digunakan untuk
menilai status gizi pada pasien lansia yang menjalani rawat inap di rumah sakit.

Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui validitas GNRI terhadap MNA (gold


standar) dan melihat hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah
dengan lama rawat inap dan infeksi pasca operasi.

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional analitik


yang dilaksanakan di Bangsal Bedah Pasien Dewasa RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta pada bulan Maret-November 2012. Sebanyak 67 pasien memenuhi
kriteria inklusi dan dinilai status gizinya menggunakan MNA dan GNRI kemudian
diikuti dengan pencatatan tanggal keluar masa rawat inap dan kejadian infeksi
pasca operasi. Uji validitasi dilakukan dengan menghitung nilai sensitivitas,
spesifisitas dan MSS GNRI dan uji hubungan bivariat menggunakan chi square.

Hasil Penelitian: Berdasarkan uji validitas diketahui nilai sensitivitas GNRI


adalah sebesar 82,14% dan spesifisitas 63,64% (MSS 145,78%). Diketahui
bahwa pasien dengan status gizi beresiko malnutrisi dengan pengukuran MNA
mengalami masa lama rawat inap yang panjang sebesar 58,9% sedangkan
dengan GNRI sebesar 54% pasien tergolong beresiko malnutrisi dan mengalami
masa lama rawat inap panjang. Pada pasien dengan status gizi tidak beresiko
malnutrisi dengan pengukuran MNA sebanyak 72,7% tidak mengalami infeksi
pasca operasi dan degan GNRI sebesar 70,6% pasien tidak mengalami infeksi
pasca operasi degan status gizi tidak beresiko malnutrisi. Hasil analisa chi
square untuk melihat hubungan antara status gizi yang diukur dengan GNRI
maupun MNA dengan lama rawat inap dan infeksi pasca operasi menunjukkan
hasil yang tidak bermakna (p>0,05).

Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara status gizi dengan lama rawat inap
dan infeksi pasca operasi pasien lansia di bangsal bedah baik dengan metode
pengukuran GNRI maupun MNA.

Kata Kunci: malnutrisi, lansia, infeksi pasca operasi, lama rawat inap
1
Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
2
Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
3
Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta

xi
Nutritional Status and its Association with Length of Stay and
Post Operative Infection in Geriatric Surgical Patients
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Yosephin Anandati Pranoto1, Susetyowati2, Yayuk Hartriyanti3

ABSTRACT

Background: Hospital malnutrition still become main problem in health area.


78,3% patients found to be malnourished in hospital care. Group of patients with
highest prevalence of malnutrition in surgical patients (52,5%) and geriatric
patients (among other age-groups). Many research proved that nutritional status
in patients significantly correlated with length of stay and post operative
complications (including post operative infection). MNA and GNRI are methods
that can be used for assessing nutritional status in geriatric patients.

Objective: To validate GNRI as a nutritional assessment tool compare with MNA


and to analyze the association between nutritional status of patients with length
of stay and post operative complication.

Method: This is an analytic cross sectional study that is held in Adult Surgery
Department of RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta along March-November 2012. 67
geriatric patients with surgical treatment are assessed their early nutritional status
with MNA and GNRI. Followed by record of their date of admission and
submission and also their incidence of post operative infection (taken from
medical record data). Validity test is done by calculating sensitivity, specificity and
MSS value of GNRI and bi-variate analyze with chi square.

Results: Based on its validity test GNRI sensitivity is 82,14% and specificity
63,64% (MSS 145,78%). Patients with nutritional risk status with longer length of
stay is 58,9% assessed with MNA and 54% with GNRI. Patients with no risk of
malnutrition assessed with MNA and having no post operative infection is 72,7%
and 70,6% while assessed with GNRI. Chi square analyze shows no association
between nutritional status with length of stay and post operative infection in
geriatric patients assessed with GNRI and MNA (p>0,05).

Conclusion: There are no association between nutritional status with length of


stay and post operative infection in geriatric patients assessed with GNRI and
MNA.

Key words: malnutrition, elderly, post operative infection, length of stay


1
Student of Health Nutrition Programme S1, Faculty of Medicine Gadjah Mada
University, Yogyakarta
2
Lecturer of Health Nutrition Programme S1, Faculty of Medicine Gadjah Mada
University, Yogyakarta
3
Lecturer of Health Nutrition Programme S1, Faculty of Medicine Gadjah Mada
University, Yogyakarta

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hospital malnutrition atau keadaan malnutrisi pada pasien di rumah sakit dari

dulu hingga kini masih menjadi masalah di dunia kesehatan. Salah satu

penelitian terdahulu menunjukkan, dari total pasien yang menjalani rawat inap di

rumah sakit ditemukan sebanyak 78,3% mengalami status gizi yang rendah atau

malnutrisi (Pablo dkk., 2003). Menurut Westergen dkk. (2009), prevalensi gizi

buruk lebih tinggi ditemukan pada rumah sakit besar dibandingkan dengan

rumah sakit kecil dan sedang yaitu 34%, 26% dan 22%.

Pasien rawat inap di rumah sakit dengan angka morbiditas dan mortalitas

yang tinggi akibat malnutrisi adalah kelompok pasien di bangsal bedah. Rata-

rata dari keseluruhan pasien bedah, sebesar 52,5% berada dalam kondisi

malnutrisi di awal masa rawat inapnya (Sungurtekin dkk., 2004). Menurut Ija

(2009), kondisi malnutrisi ini dapat berakibat pada lamanya masa rawat inap dan

memperbesar kejadian komplikasi yang mengarah pada kematian hingga 5,5 kali

lipat jika dibandingkan dengan pasien bedah yang tidak malnutrisi. Pasien

dengan status gizi rendah yang dapat diketahui dengan skrining gizi pada awal

masa rawat inap di rumah sakit, biasanya memiliki resiko kematian yang tinggi

atau dengan kata lain, tingkat survival pasca operasi menjadi rendah

(Ambarukminingsih, 2012).

1
Menurut Pablo dkk. (2003), kondisi malnutrisi pada pasien lanjut usia (lansia)

memiliki prevalensi malnutrisi yang paling tinggi dibandingkan kelompok usia

lainnya. Kondisi seperti ini menyebabkan kebutuhan akan skrining status gizi

pada pasien lansia penting untuk dapat mendeteksi kejadian malnutrisi sedini

mungkin dan memungkinkan ditekannya angka morbiditas dan mortalitas juga

menjadi salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

terhadap pasien lansia (Prasetiyo, 2010). Wyszynski dkk. (1998) menyatakan

bahwa penilaian status gizi pada pasien sangat penting untuk dilakukan pada

pasien yang masuk ke rumah sakit terutama pasien dengan resiko malnutrisi

yang tinggi. Identifikasi dan skrining malnutrisi dini dapat mendukung intervensi

gizi oleh ahli gizi yang tepat dapat dilakukan terhadap pasien sehingga outcome

pasien yang lebih baik dan efektivitas biaya kesehatan secara keseluruhan dapat

diwujudkan.

Mini Nutritional Assesment (MNA) banyak digunakan di rumah sakit sebagai

metode skrining status gizi pada pasien lansia. Sejak divalidasi pada tahun 1994,

MNA dibuktikan dalam banyak penelitian memiliki nilai sensitivitas, spesifisitas

dan reliabilitas yang tinggi untuk menilai kejadian malnutrisi pada pasien lansia.

Ketepatan uji sensitivitas penggunaan MNA adalah sebesar 96% (Vellas dkk.,

2003). Hasil skrining status gizi pasien dengan sistem skoring MNA berkorelasi

erat dengan lama rawat inap dan status pulang pasien. Skor MNA juga sejalan

dengan indikator biokimia yang digunakan untuk menggambarkan status gizi

(Kagansky dkk., 2005; Prasetiyo, 2010).

2
Bouillane dkk. (2005) melakukan suatu pengembangan baru untuk

mengukur status gizi lansia yang disebut dengan Geriatric Nutritional Risk Index

(GNRI). GNRI terbukti dapat menjadi alat sederhana dan akurat untuk

memprediksi kejadian sakit dan angka kematian pada pasien lansia.

Pengembangan yang dilakukan dari metode Nutritional Risk Index (NRI) ini

mengalami beberapa modifikasi seperti berat badan ideal dan pengukuran tinggi

badan pasien lansia dari pengukuran tinggi lutut (knee height). Konversi tinggi

lutut menjadi tinggi badan yang didapat dari persamaan Chumlea lebih akurat

hasilnya dibandingkan dengan pengukuran tinggi badan secara langsung

dikarenakan perubahan struktur tulang (lansia cenderung bungkuk). Berat badan

ideal dihitung dengan formula Lorentz (WLo) yang menggunakan data tinggi

badan dan jenis kelamin pasien.

Masa rawat inap pasien di rumah sakit terbukti memiliki hubungan erat

dengan status gizi mereka. Pada kelompok pasien lansia dengan resiko

malnutrisi yang dinilai dengan skor GNRI (<82) memiliki rata-rata lama rawat

inap yang lebih panjang dibandingkan dengan kelompok pasien tanpa resiko

(≥82) yaitu sebesar 14,32 hari dan 9,31 hari. Rata-rata durasi lama rawat inap

pasien lansia di rumah sakit yang memiliki status gizi buruk (skor MNA<17 )

meningkat 2,11 lipat dibandingkan dengan pasien dengan status gizi baik (skor

MNA ≥24). (Ambarukminingsih, 2012;Kagansky dkk., 2005).

Berdasarkan pertimbangan yang diuraikan di atas, peneliti ingin melihat

perbandingan metode GNRI dan MNA sebagai indikator penilaian status gizi dan

prediktor infeksi pasca operasi dan lama rawat inap pada pasien lansia yang

3
menjalani operasi. Penelitian akan dilakukan terhadap pasien lansia yang

menjalani operasi dan rawat inap di bangsal bedah RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta dengan pertimbangan prevalensi malnutrisi pada pasien yang

menjalani rawat inap di rumah sakit ini adalah sebesar 40-65% (Susetyowati

dkk., 2009).

B. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah nilai sensitivitas, spesifisitas dan Maximum Sum of Sensitivity

and Specificity (MSS) pada uji validitas GNRI yang dibandingkan dengan

MNA untuk menentukan status gizi pada pasien lansia di bangsal bedah?

2. Apakah ada perbedaan antara metode GNRI dan MNA dalam menilai status

gizi pasien lansia di bangsal bedah?

3. Apakah ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah

yang diukur dengan MNA dan GNRI dengan lama rawat inap?

4. Apakah ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah

yang diukur dengan MNA dan GNRI dengan infeksi pasca operasi?

C. Tujuan penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi pasien

lansia di bangsal bedah. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini antara lain

adalah:

4
1. Mengetahui nilai sensitivitas, spesifisitas dan MSS metode GNRI yang

dibandingkan dengan MNA untuk menentukan status gizi pada pasien lansia

di bangsal bedah.

2. Mengetahui perbedaan antara metode GNRI dan MNA dalam menilai status

gizi pasien lansia di bangsal bedah.

3. Mengetahui hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang

diukur dengan MNA dan GNRI dengan lama rawat inap.

4. Mengetahui hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang

diukur dengan MNA dan GNRI dengan infeksi pasca operasi.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi peneliti

Diharapkan melalui penelitian ini peneliti dapat memperkaya wawasan

seputar ilmu kesehatan pada umumnya dan geriatri khususnya.

2. Bagi institusi kesehatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan penggunaan

metode penilaian status gizi bagi pasien lansia yang menjalani rawat inap di

rumah sakit.

3. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat serta menjadi acuan dan sumber

informasi bagi penelitian selanjutnya.

5
E. Keaslian penelitian

Penelitian ini dilakukan mengacu pada beberapa penelitian pendahulu.

Berikut tabel keaslian penelitian dan perbandingannya dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis:

6
Tabel 1. Keaslian Penelitian

Judul Geriatric The ability of Pengaruh Hubungan Penelitian


Nutritional The Geriatric skrining Indeks Resiko sekarang
Risk Index: a Nutritional Risk berdasarkan Nutrisi
new index for Index to assess metode MNA Geriatri
evaluating at- the nutritional (Mini Nutritional dengan angka
risk eldery status and Assessment) mortalitas dan
medical predict the terhadap lama lama rawat
patients outcome of rawat inap dan inap pada
(2005) homecare status pulang pasien usia
resident pasien lanjut lanjut di
elderly: a usia di RSUP bangsal
comparisson Dr. Sardjito penyakit
with the Mini Yogyakarta dalam RSUP
Nutritional (2010) Dr. Sardjito
Assessment Yogyakarta
(2012)
Tujuan Menciptakan Mengetahui Mengetahui Menilai angka Membandingkan
indeks baru kemampuan pengaruh hasil mortalitas dan metode GNRI
sebagai GNRI sebagai skrining MNA lama rawat dan MNA dalam
prediktor alat ukur status dengan lama inap pasien menilai status gizi
kejadian gizi dan rawat inap dan usia lanjut dan hubungannya
morbiditas prediktor out- status pulang dengan dengan lama
dan mortalitas come penghuni pasien lansia skrining GNRI rawat inap dan
pasien lanjut home care infeksi pasca
usia (lansia) lanjut usia operasi pasien
dibandingkan lansia
dengan metode
MNA
Indikator GNRI GNRI dan MNA MNA GNRI GNRI dan MNA
Variabel Skor GNRI Skor GNRI, Skor MNA, lama Skor GNRI Skor GNRI, skor
dan skor skor MNA, rawat inap dan dan lama MNA , komplikasi
keparahan kematian, status pulang rawat inap pasca operasi
(severity infeksi dan pasien dan lama rawat
score) bedsores (luka inap
tekan)
Disain Studi Studi kohort Studi kohort Studi kohort Studi cross
prospektif dan prospektif dan prospektif prospektif sectional dan
diagnostik diagnostik diagnostik
Subjek Pasien lansia Pasien lansia Pasien lansia Pasien lansia Pasien lansia
(usia ≥ 65 (usia ≥ 65 bangsal bangsal bangsal bedah
tahun) tahun) penyakit dalam penyakit (usia ≥ 60 tahun)
dan saraf (usia dalam (usia ≥
≥ 60 tahun) 60 tahun)

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Status Gizi Lansia dan Resiko Komplikasi Pasca Bedah

Manusia semenjak dari pembuahan hingga kematian mengalami

keadaan yang dinamis, ada pembangunan dan ada perusakan. Pada tahap

kedewasaan, secara faali perusakan akan cenderung lebih dominan dari

proses pembangunan. Saat tersebut disebut sebagai ageing atau penuaan.

Manusia lanjut usia atau yang biasa disebut sebagai lansia akan mengalami

perubahan seperti penurunan performa jaringan aktif tubuh misalnya otot dan

organ seperti jantung, otak, ginjal dan hati (Sunita, 2011). Menurut WHO

(2000), cut-off yang disepakati untuk elderly atau usia lanjut (usila) adalah

mereka yang berusia di atas 60 tahun.

Status gizi manusia bersifat sinergis terhadap kejadian infeksi.

Seseorang dengan kondisi malnutrisi lebih mudah untuk terkena infeksi oleh

bakteri, virus dan mikrobia lain begitu juga sebaliknya bahwa kondisi infeksi

dapat menyebabkan status gizi seseorang menjadi turun (Supariasa, 2002).

Malnutrisi pada pasien yang akan menjalani operasi dapat meningkatkan

resiko infeksi karena turunnya daya tahan tubuh pasien (Sjamsuhidajat dkk.,

2007). Berdasarkan penelitian cross sectional yang dilakukan di Buenos

Aires untuk mendapatkan karakteristik data status gizi pada pasien yang

menjalani rawat inap di rumah sakit, kelompok pasien di bangsal bedah

8
merupakan kelompok dengan resiko komplikasi yang paling besar pula jika

dibandingkan dengan kelompok pasien lainnya (Wyszynski dkk.,1998).

Menurut Ija (2009), kondisi malnutrisi ini dapat berakibat pada lamanya masa

rawat inap dan memperbesar kejadian komplikasi yang mengarah pada

kematian hingga 5,5 kali lipat jika dibandingkan dengan pasien bedah yang

tidak malnutrisi. Kesembuhan luka pasca operasi pasien juga erat kaitannya

dengan status gizi. Pasien dengan status gizi rendah yang dapat diketahui

dengan skrining gizi pada awal masa rawat inap di rumah sakit, biasanya

memiliki resiko kematian yang tinggi atau dengan kata lain, tingkat survival

pasca operasi menjadi rendah (Ambarukminingsih, 2012; Kagansky dkk.,

2005).

Pasien bedah pada penelitian yang dilakukan di Turki, memiliki

prevalensi malnutrisi yang tinggi yaitu 44%-61% yang diukur dengan metode

Subjective Global Assesment (SGA) dan Nutritional Risk Index (NRI) dan

pada saat keluar dari rumah sakit prevalensi malnutrisi menjadi lebih tinggi

yaitu 67%-81%. Hal ini juga sejalan dengan ditemukannya tingginya angka

mortalitas pada pasien bedah yang mengalami malnutrisi dibandingkan

dengan pasien dengan status gizi baik. Komplikasi pasca operasi pada

pasien yang mengalami malnutrisi lebih besar hingga 9,9 kali lipat

dibandingkan dengan pasien dengan status gizi yang baik. Metode skrining

SGA dan NRI merupakan prediktor malnutrisi dan komplikasi pasca operasi

yang baik bagi pasien bedah mayor (Sungurtekin dkk., 2004).

9
Kadar serum albumin pre-operasi pasien merupakan prediktor paling

kuat untuk morbiditas dan mortalitas pasien bedah dibandingkan dengan

indikator lainnya. Albumin secara spesifik juga sangat baik untuk

memprediksi komplikasi pasca operasi seperti sepsis dan infeksi. Pasien

dengan kadar albumin rendah (di bawah 21g/L) pada penelitian ini ditemukan

mengalami kenaikan resiko kematian dari 1% menjadi 29% dan 10% menjadi

65% untuk kejadian morbiditas (Gibbs dkk., 1999).

Status gizi pasien rawat inap di rumah sakit menunjukkan

hubungannya dengan keadaan klinis. Diketahui bahwa resiko lebih besar

terjadi komplikasi klinis dan panjangnya lama rawat inap pada pasien yang

mengalami malnutrisi. Penelitian ini membuktikan bahwa status gizi pada

pasien bedah berpengaruh terhadap lama rawat inap dan hubungannya

dengan periode preoperatif dan indikator gizi lainnya. Beberapa variabel

yang menjadi faktor resiko terhadap lama rawat inap pasien adalah: jenis

kelamin (laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan perempuan), usia (di

atas 60 tahun lebih beresiko dibandingkan dengan di bawah 60 tahun), jenis

penyakit (penyakit neoplasmik yang tertinggi), perubahan berat badan

(kehilangan berat badan > kenaikan berat badan > berat badan tetap), BMI

(underweight adalah kelompok yang paling beresiko dibandingkan dengan

overweight dan normal weight), status gizi (malnutrisi lebih beresiko

dibandingkan dengan kelompok beresiko dan tanpa resiko) (Leandro-Merhi

dan Aquino de Braga 2010).

10
2. Status Gizi dan Lama Rawat Inap

Lama rawat inap pasien yang memiliki status gizi buruk (deplesi

massa otot) maupun gizi lebih (excess body fat) mengalami kenaikan yang

signifikan dibandingkan dengan pasien dengan status gizi normal. Lama

rawat inap pada pasien dengan status gizi normal (fat free mass/FFMI

normal) memiliki masa rawat inap rata-rata 4,8 hari yang berarti lebih pendek

dibandingkan dengan pasien dengan status gizi rendah (FFMI rendah) yang

lama rawat inap rata-ratanya adalah 8,5 hari (Kyle dkk., 2004).

Sebuah penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara

status gizi dan lama rawat inap, morbiditas dan mortalitas serta biaya rumah

sakit dilakukan terhadap 709 pasien rumah sakit di Brazil. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa lama rawat inap pada pasien dengan status gizi baik

lebih pendek yaitu sembilan hari. Kejadian komplikasi terjadi pada 27%

pasien yang mengalami malnutrisi. Selain beresiko mengalami komplikasi

dan lama rawat yang panjang, pasien dengan malnutrisi memiliki

kemungkinan 2.63 kali lebih besar untuk mengalami kematian dibandingkan

dengan pasien yang memiliki status gizi normal (Correia dkk., 2003).

Penilaian status gizi bertujuan untuk menentukan status gizi pasien,

mengidentifikasi relasi klinis yang mungkin dengan malnutrisi dan memonitor

perubahan status gizi pada pasien. Menjaga status gizi pasien yang masuk

ke rumah sakit dapat meningkatkan outcome pasien dan menjaga efektifitas

biaya pelayanan kesehatan. Metode skrining SGA (Subjective Global

Assessment), MUST (Malnutrition Universal Screening Tool), NRI (Nutritional

11
Risk Index) dan NRS (Nutritional Risk Screening Tool) merupakan metode

yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi pada pasien (Kyle dkk.,

2010).

Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama lima

bulan dengan 289 subjek penelitian dari bangsal syaraf dan bangsal penyakit

dalam, sebanyak 109 (37,7%) pasien memiliki komplikasi penyakit; status

gizi awal pasien (dengan IMT dan kadar albumin serum) yang berada dalam

kondisi buruk (malnutrisi) adalah sebesar 33,5% (dengan IMT) dan 67,4%

(dengan kadar albumin serum). Status pulang pasien dengan status gizi tidak

beresiko sebagian besar pulang dalam keadaan membaik dan sebaliknya,

pada kelompok beresiko malnutrisi, pasien sebagian besar pulang dengan

kondisi tidak membaik. Status pulang pasien dipengaruhi oleh hasil skrining

dengan indikator status gizi awal pasien, pada indikator SNAQ (Short

Nutritional Assessment Questionnaire) misalnya, pasien dengan resiko

malnutrisi memiliki kemungkinan 3,35 kali lipat untuk pulang dalam kondisi

tidak baik dibandingkan dengan pasien tanpa resiko malnutrisi. Lama rawat

pasien pada penelitian ini dikategorikan menjadi lama rawat inap pendek

(kurang dari tujuh hari) dan panjang (lebih dari sama dengan tujuh hari).

Lama rawat pasien memiliki perbedaan yang signifikan dengan hasil skrining

MST (Malnutrition Screening Tool) dan SNAQ (Short Nutritional Assessment

Questionaire) yang berarti lama rawat inap pasien dipengaruhi oleh status

gizi awal pasien masuk (yang didapat dari hasil skrining). Pasien dengan

resiko malnutrisi terbukti memiliki lama rawat inap yang panjang dan pasien

12
tanpa resiko malnutrisi memiliki lama rawat inap yang pendek. Dengan

menggunakan indikator SGA, pasien dengan resiko malnutrisi memiliki

kemungkinan 1,58 kali lipat untuk memiliki lama rawat inap yang panjang

dibandingkan dengan pasien tanpa resiko malnutrisi (Susetyowati dkk.,

2009).

Susetyowati dkk. (2010), melakukan penelitian di RSUP Dr. Sardjito

mengenai pengaruh status gizi awal pasien bedah mayor yang dinilai dengan

indikator NRI terhadap lama rawat inap dan penyembuhan luka pasca

operasi. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa pasien bedah mayor yang

memiliki status gizi buruk berpeluang 5,5 kali mengalami masa rawat yang

panjang lebih dari tujuh hari dibandingkan pasien dengan status gizi baik.

Selain itu, pasien memiliki resiko 4,8 kali lebih besar mengalami

penyembuhan luka pasca operasi yang tidak baik dibandingkan mereka yang

memiliki status gizi yang baik.

Kejadian malnutrisi tinggi prevalensinya pada pasien lansia yang

menjalani rawat inap. Durasi rawat inap pasen lansia secara signifikan

berhubungan dengan status gizi. Status gizi pasien yang menjalani rawat

inap dapat diukur dengan menggunakan metode skrining seperti MNA dan

GNRI. Beberapa penelitian membuktikan bahwa malnutrisi dan resiko

malnutrisi yang digambarkan dari hasil skrining dan indikator biologis seperti

rendahnya serum albumin dan penurunan berat badan merupakan prediktor

lama rawat inap dan kejadian komplikasi/infeksi hingga kematian

13
(Ambarukminingsih, 2012 ; Ija, 2009; Kagansky dkk., 2005; Prasetiyo dkk.,

2010).

3. Penilaian Status Gizi

Menurut Wyszynski dkk. (1998), malnutrisi yang biasa ditemukan

pada pasien rawat inap di rumah sakit seharusnya dapat ditanggulangi

dengan pengukuran status gizi awal (sedini mungkin). Pengaplikasian

intervensi gizi dapat dilakukan untuk meningkatkan outcome klinis pasien

dengan maksimal jika skrining awal status gizi dilakukan pada setiap pasien.

Menurut Susetyowati dkk. (2009), dengan skrining gizi menggunakan MST,

SNAQ, NRS, MUST dan SGA, didapatkan 38,4%-65,4% (terkecil dengan

indikator NRS, terbesar dengan indikator MUST) pasien memiliki resiko

masalah gizi/malnutrisi. Indikator MST, SNAQ, NRS, MUST memiliki

hubungan signifikan dengan SGA.

Penyebab kematian pada lansia ternyata banyak ditemukan

dikarenakan oleh masalah kesehatan yang terkait dengan kecukupan gizi.

Sebagian masalah semacam ini dapat ditanggulangi dengan melakukan

pencegahan melalui pemberian asupan gizi yang seimbang. Untuk mengukur

seberapa besar fokus pencegahan dan perhatian yang harus diberikan

dibutuhkan metode skrining yang efektif untuk menilai status gizi dan

kesehatan lansia. Penilaian status gizi pada pasien di rumah sakit memiliki

tiga tujuan utama:

a. Menentukan secara tepat (precise) status gizi pasien

14
b. Menentukan karakteristik kondisi malnutrisi yang memiliki relevansi klinis

c. Memonitor perubahan status gizi selama masa perawatan/ asuhan gizi

Kekurangan energi protein adalah jenis malnutrisi yang paling banyak

ditemukan pada pasien di rumah sakit sejak dulu hingga kini. Dengan adanya

peringatan dini maka dukungan gizi yang layak dapat diberikan pada pasien

(Gibson, 2005).

Metode MNA menggunakan indikator kuesioner dan metode GNRI

menggunakan indikator biologis yang melibatkan serum albumin dan berat

badan. Indikator biologis berupa albumin dan kondisi berat badan saat sakit

lebih sesuai untuk memprediksi resiko malnutrisi pasien dan kemungkinan

yang dapat terjadi karena malnutrisi seperti komplikasi infeksi pasca-bedah

(Bouillane dkk, 2005). Menurut Ija (2009), penyembuhan luka pasca bedah

ada hubungannya dengan skor NRI/status gizi pasien bedah. Sensitivitas

indikator tingkat albumin pasien untuk memprediksi lama rawat inap dan

kondisi output pasien bedah terbukti, makin baik kadar serum albumin

pasien, makin baik pula kondisi status gizi yang kemudian dapat

memperpendek lama rawat inap dan menurunkan resiko komplikasi pasca

operasi (Gibbs dkk., 1999; Kurdanti, 2003). Cereda dkk. (2009) menyatakan

dalam penelitiannya bahwa metode skrining GNRI memiliki kesesuaian

dengan outcome pasien (komplikasi infeksi seperti sepsis, pneumonia,

candida, infeksi saluran kemih dan kematian) yang lebih besar dibandingkan

dengan MNA. GNRI juga terbukti memiliki nilai sensitivitas yang baik yaitu

86%.

15
4. Mini Nutritional Assesment (MNA)

Mini Nutritional Assesment (MNA) merupakan suatu alat yang dapat

digunakan sebagai skrining gizi pada lansia. Aspek yang digunakan dalam

pengukuran MNA ini adalah pengukuran antropometri, komorbiditas,

kebiasaan makan, dan penilaian gizi subjektif. Rata-rata durasi lama rawat

inap pasien lansia di rumah sakit yang memiliki status gizi buruk (skor

MNA<17 ) meningkat 2,11 lipat dibandingkan dengan pasien dengan status

gizi baik (skor MNA ≥24). Faktor resiko malnutrisi pasien lansia dengan

serum albumin yang rendah adalah 4,76 kali lipat dibandingkan dengan

pasien dengan kadar serum albumin normal. (Kagansky, 2005).

Menurut Gibson (2005), MNA dibuat khusus untuk deteksi malnutrisi

pada lansia karena parameter lain memiliki performa yang buruk terhadap

golongan usia ini. MNA dapat digunakan untuk kebutuhan pasien lansia di

rumah sakit, praktek umum, panti wredha maupun rawat jalan dan home

care. Penggunaan MNA paling baik jika dilakukan pada lansia yang beresiko

malnutrisi dan lansia dengan gangguan kesehatan yang terkait status gizi.

Sejak tahun 1994 dimana MNA divalidasi, banyak penelitian yang

membuktikan penggunaan metode ini memiliki sensitivitas, spesifisitas dan

reliabilitas yang tinggi untuk menilai kejadian malnutrisi pada pasien lansia

(Vellas dkk., 2003). Ketepatan uji sensitivitas dan spesifisitas penggunaan

MNA adalah sebesar 81% dan 86% (Kuzuya, dkk., 2005).

16
Formulir MNA terdiri atas 18 item pertanyaan yang digolongkan

dalam empat kelompok: pengukuran antropometri, pengukuran kondisi

secara umum, penilaian asupan diet dan penilaian subjketif. MNA dapat

digunakan oleh siapa saja (sekalipun tenaga tak terlatih) dan pengisian

formulir MNA memakan waktu tidak lebih dari 20 menit. Skor maksimum

MNA adalah 30, dengan definisi tidak beresiko malnutrisi pada skor >23,5,

beresiko pada skor 23,5-17 dan mengalami malnutrisi pada skor <17

(Gibson, 2005). MNA dinyatakan sebagai instrumen pengukuran status gizi

untuk lansia yang paling terpercaya akurasinya hingga saat ini berdasarkan

nilai spesifisitas dan sensititvitasnya yang tinggi dan telah dibuktikan oleh

penelitian yang menggunakan penggabungan database internasional (Bauer,

2009). Hasil skrining status gizi pasien yang tercermin dalam skor MNA

berkorelasi erat dengan lama rawat inap dan status pulang pasien serta

sejalan dengan indikator biokimia yang digunakan untuk menggambarkan

status gizi (Kagansky dkk., 2005; Prasetiyo, 2010)

5. Geriatric Nutritional Risk Index (GNRI)

Bouillane dkk. (2005) melakukan suatu pengembangan baru untuk

mengukur status gizi lansia yang disebut dengan Geriatric Nutritional Risk

Index (GNRI). Dalam penelitian tersebut GNRI terbuktikan dapat menjadi alat

sederhana dan akurat untuk memprediksi kejadian sakit dan angka kematian

pada pasien lansia. Pengembangan yang dilakukan dari metode Nutritional

Risk Index (NRI) ini mengalami beberapa penyesuaian seperti modifikasi

17
berat badan ideal dan penguruan tinggi lutut (knee height) untuk

memperkirakan tinggi pasien lansia. Konversi tinggi lutut menjadi tinggi

badan yang didapat dari persamaan Chumlea lebih akurat hasilnya

dibandingkan dengan pengukuran tinggi badan secara langsung. Pada

kelompok lansia kurang tepat jika dilakukan pengukuran tinggi badan secara

langsung yang dikarenakan perubahan struktur tulang (bungkuk). Berat

badan ideal dihitung dengan menggunakan formula Lorentz (WLo) yang

menggunakan pertimbangan tinggi badan dan jenis kelamin pasien.

Formula GNRI yang digunakan untuk perhitungan adalah:

(1,489 x albumin g/l) + (41,7 x Berat badan/ Berat badan ideal)

Dengan kategori :

a. Beresiko tinggi: GNRI <82

b. Beresiko sedang: GNRI 82-<92

c. Beresiko rendah: GNRI 92 - ≤ 98

d. Tidak beresiko: GNRI >98

Menurut Ambarukminingsih (2012), berdasarkan penelitiannya yang

dilakukan di RSUP Dr. Sardjito kelompok pasien lansia dengan resiko

malnutrisi yang dinilai dengan skor GNRI (<82) memiliki rata-rata lama rawat

inap yang lebih panjang dibandingkan dengan kelompok pasien tanpa resiko

(≥82) yaitu sebesar 14,32 hari dan 9,31 hari.

Pasien home-care diikuti selama enam bulan untuk melihat adanya

masalah kesehatan mayor seperti: kematian, infeksi (sepsis/demam >38⁰C,

18
pneumonia, infeksi saluran kemih dan candida) dan bedsores setelah

sebelumnya dilakukan skrining menggunakan MNA dan GNRI. Pada akhir

penelitian ditemukan bahwa dengan menggunakan MNA, pasien dengan

resiko malnutrisi dan malnutrisi memiliki nilai nutritional indices yang lebih

rendah. Sedangkan dengan menggunakan GNRI, hanya pasien dengan

status gizi tinggi resiko malnutrisi yang memiliki nilai nutritional indices

rendah. Resiko komplikasi pada pasien dengan skor GNRI <98 lebih tinggi

dibandingkan pasien yang tidak beresiko, sedangkan dengan MNA hanya

pasien dengan status malnutrisi yang mengalami kejadian komplikasi

(infeksi, sepsis hingga kematian). Analisa diagnostik dengan menghitung nilai

sensitivitas, spesifisitas dan predictive value dan didapatkan bahwa GNRI

memiliki nilai prediksi tunggal yang paling baik untuk kejadian komplikasi

pasien dengan resiko malnutrisi (skor<98). Secara keseluruhan, penggunaan

GNRI dan MNA untuk mengukur status gizi pada lansia menunjukkan

kesesuaian/kesamaan nilai yang rendah namun sebagai prediktor outcome,

kedua metode ini menjadi lebih baik ketika digunakan bersamaan (Cereda

dkk., 2009).

6. Uji Validitas

Metode uji/ prediktor yang ideal adalah metode yang secara akurat dapat

menandai status nutrisi, melakukan prediksi keluaran dengan akurat dan

mudah dilakukan pemantauan (monitoring). Nilai prognosis suatu parameter

untuk menilai status gizi pada pasien di rumah sakit maupun status gizi

19
manusia pada umumnya, membutuhkan kepastian kualitas performa

metode/alat tersebut. Beberapa hal yang harus diusahakan misalnya:

validitas sistem penilaian, penggunaan metode yang sesuai dengan protokol,

pengujian dalam penelitian yang sesuai besar sampel, desain dan analisa

statistiknya, jika memungkinkan digunakan pula gold standar (Gibson, 2005).

Menurut Pusponegoro (2011), validitas terdiri atas dua unsur yaitu

sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas merupakan kemampuan suatu alat

memperlihatkan kemampuannya dalam mendeteksi suatu penyakit.

Sedangkan spesifisitas merupakan kemampuan alat tersebut dalam

menentukan subyek yang tidak sakit. Sebagai indikator performa alat uji

digunakan pula nila MSS (Maximum Sum of Sensitivity and Specificity) yang

didapat dari penjumlahan nilai sensitivitas dan spesifisitas alat tersebut.

Penyajian data dalam uji diagnostik untuk menilai sensitivitas dan

spesifisitasnya diberikan dalam tabel 2x2 seperti di bawah ini:

Tabel 2. Tabel Kontingensi 2x2

Baku standar Jumlah


YA TIDAK
Asal uji YA A B A+B
TIDAK C D C+D
A+C B+D A+B+C+D

Perhitungan terhadap nilai:

a. Sensitivitas (SE): A/(A+C)

b. Spesifisitas (SP): D/(B+D)

c. MSS: penjumlahan nilai SE dan SP

20
Penggolongan kualitas indikator berdasarkan nilai SE dan SP menurut

Waspadji (2003) adalah masing-masing sebagai berikut:

a. Amat baik: >90%

b. Baik: >70%-90%

c. Cukup baik: 60%-70%

d. Kurang baik: < 60%

21
B. Kerangka Teoritis

JENIS KELAMIN

USIA

PENYAKIT
LAMA RAWAT INAP

PERUBAHAN BERAT
BADAN KOMPLIKASI-INFEKSI
PASCA OPERASI
BODY MASS INDEX

STATUS GIZI

SGA NRS MUST MNA GNRI

Bagan modifikasi kerangka teori dari Leandro-Merhi dkk. (2010) dan Kyle dkk.

(2010)

22
C. Kerangka Konseptual

STATUS GIZI LANSIA LAMA RAWAT INAP

INFEKSI PASCA OPERASI


GNRI MNA

D. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini antara lain adalah:

1. Jika dibandingkan dengan MNA metode GNRI memiliki nilai sensitivitas,

spesifisitas dan MSS yang tergolong baik dalam menilai status gizi pasien

lansia di bangsal bedah.

2. Ada perbedaan antara metode GNRI dan MNA dalam menilai status gizi

pasien lansia di bangsal bedah.

3. Ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang diukur

dengan MNA dan GNRI dengan lama rawat inap.

4. Ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang diukur

dengan MNA dan GNRI dengan infeksi pasca operasi.

23
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang berjudul

“Pengaruh Proses Asuhan Gizi Terstandar Berbasis Skrining Gizi terhadap

Outcome Pasien di Rumah sakit” di mana peneliti sendiri merupakan enumerator

dalam penelitian tersebut pada periode waktu Maret-November 2012. Jenis

penelitian ini adalah cross sectional analitik yang ingin melihat validitas GNRI

dalam menilai status gizi yang dibandingkan dengan MNA serta hubungan status

gizi yang dinilai dengan GNRI dan MNA dengan lama rawat inap dan infeksi

pasca operasi pasien pada pasien lansia di bangsal bedah.

B. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian adalah bangsal bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan Agustus-November 2012.

C. Populasi dan Subjek

Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien lanjut usia yang menjalani

rawat inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan

dengan metode purposive sampling yaitu yang menjadi sampel dalam penelitian

adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi, sebagai berikut:

24
a. Kriteria inklusi: pasien berusia ≥ 60 tahun yang menjalani operasi dan rawat

inap di bangsal bedah instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan

bersedia menjadi bagian dari penelitian

b. Kriteria eksklusi: pasien pulang atas permintaan sendiri (APS) dan berpindah

ruang perawatan dari bangsal bedah.

Besar sampel dihitung dengan mengunakan rumus sampel proporsi tunggal

untuk penelitian jenis cross sectional dan diagnostik (Pusponegoro, 2011),

adalah sebagai berikut:

N = (Z£2 . P . Q) / d2

Dengan:

Z£= 1,96 (£= 0,05)

P= sensitivitas GNRI sebesar 86% (Cereda, 2009)

Q= 1-P

d= penyimpangan yang diterima ±10%

 didapatkan besar sampel total adalah 23, 598 (dibulatkan menjadi 24

pasien)

a. Untuk menghitung besar sampel untuk nilai prediksi kejadian komplikasi

pasca operasi:

Proporsi kejadian komplikasi pasien malnutrisi sebesar 32,6% (Bouillane,

2005), maka sampel yang dibutuhkan adalah: 73, 620 (dibulatkan

menjadi 74 pasien).

25
b. Untuk menghitung besar sampel untuk nilai prediksi lama rawat inap

Proporsi lama rawat pasien yang panjang pada pasien malnutrisi sebesar

90% (Ija, 2009), maka sampel yang dibutuhkan adalah: 26,667

(dibulatkan menjadi 27 pasien).

Besar sampel yang digunakan berdasarkan perhitungan di atas adalah yang

terbesar, maka besar sampel minimal yang ditentukan dalam penelitian ini adalah

74 pasien.

D. Alat Penelitian

a. Kuesioner yang berisi: informed consent, data pasien, form MNA dan form

GNRI (terlampir)

b. Alat ukur: timbangan, metline

c. Data rekam medis

d. Alat tulis

E. Variabel

Variabel penelitian yang diujikan adalah:

a. Variabel bebas: status gizi pasien lansia di bangsal bedah (ditentukan

dengan skoring dari asesmen gizi dengan metode GNRI dan MNA)

b. Variabel tergantung

1. Lama rawat inap

2. Infeksi pasca operasi

26
F. Definisi Operasional

a. Sensitivitas

Sensitivitas merupakan kemampuan suatu alat memperlihatkan

kemampuannya dalam mendeteksi suatu penyakit (Pusponegoro, 2011).

Kategori sensitivitas menurut Waspadji (2003) adalah sebagai berikut:

Amat baik: >90%

Baik: >70%-90%

Cukup baik: 60%-70%

Kurang baik: < 60%

b. Spesifisitas

Spesifisitas merupakan kemampuan alat tersebut dalam menentukan subyek

yang tidak sakit (Pusponegoro, 2011). Kategori sensitivitas menurut

Waspadji (2003) adalah sebagai berikut:

Amat baik: >90%

Baik: >70%-90%

Cukup baik: 60%-70%

Kurang baik: < 60%

c. MSS atau Maximum Sum of Sensitivity and Specificity merupakan hasil

penjumlahan nilai sensitivitas dan spesifisitas dalam uji validitas suatu

instrumen uji. Semakin besar nilai MSS maka performa/kemampuan

prediksinya semakin baik (Pusponegoro, 2011).

27
d. Lama rawat inap/hari rawat merupakan lamanya pasien dirawat yang dengan

memperhitungkan tanggal keluar dikurang tanggal masuk (Permenkes No.

138 Th. 2009). Menurut Depkes (2007), indikator lama rawat inap/length of

stay (LOS) yang ideal adalah 6-9 hari, maka dengan pertimbangan lamanya

masa rawat pasien yang menjalani operasi angka sembilan hari diambil

menjadi standar pada penelitian ini. Kategori lama rawat inap total:

Lama rawat inap total panjang: > 9 hari

Lama rawat inap total pendek: ≤ 9 hari

Skala pengukuran: ordinal

e. Infeksi pasca bedah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi

komplikasi infeksi yang tidak diinginkan pasca operasi yang dilihat dari

terjadinya demam tinggi (>38⁰C) dan/atau angka leukosit yang meningkat di

atas nilai normal (5,2-12,4 (103/µL)). Kejadian infeksi pasca bedah

dikategorikan menjadi dua golongan yaitu:

Infeksi: pasca operasi kondisi pasien demam tinggi (>38⁰C) dan/atau angka

leukosit yang meningkat di atas nilai normal (5,2-12,4 (103/µL))

Tidak infeksi: pasca operasi kondisi pasien afebris dan angka leukosit di

batas normal

Skala pengukuran: ordinal

28
f. Status Gizi Pasien merupakan status kesehatan yang dipengaruhi oleh

utilisasi dari zat gizi yang dikonsumsi oleh seseorang (Almatsier dkk.,2011).

Status gizi pasien pada penelitian ini ditentukan dengan dengan metode

asesmen MNA dan GNRI dengan ketentuan sebagai berikut:

i. Skor MNA adalah skor yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan

pengisian form MNA dalam interview dan pengukuran terhadap subjek

penelitian dalam waktu 2x24 jam pasien masuk bangsal bedah. Kategori

resiko malnutrisi dapat dibagi menjadi dua golongan (cut-off point)

menurut Gibson (2005):

Beresiko: skor ≤ 23,5

Tidak beresiko: skor > 23,5

Skala pengukuran: ordinal

ii. Skor GNRI adalah skor yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan

pengisian form GNRI setelah pengukuran data berat badan, tinggi lutut

dan pencatatatan hasil tes albumin awal subjek penelitian dalam waktu

2x24 jam. Formula GNRI yang digunakan untuk perhitungan adalah:

(1,489 x albumin g/l) + (41,7 x Berat badan/ Berat badan ideal)

Kategori resiko malnutrisi dapat dibagi menjadi dua golongan (cut-off

point) menurut Bouillane dkk. (2005):

Tidak beresiko: >98

Beresiko: skor ≤98

Skala pengukuran: ordinal

29
G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Seluruh data dalam penelitian ini yang didapatkan sebelum bulan September

2012 merupakan data sekunder. Data yang digunakan merupakan bagian dari

penelitian besar yang berjudul “Pengaruh Proses Asuhan Gizi Terstandar

Berbasis Skrining Gizi terhadap Outcome Pasien di Rumah sakit” di mana

peneliti merupakan enumerator dalam penelitian tersebut.

Data primer yang didapatkan dengan interview dan pengukuran terhadap:

1. Berat badan pasien

2. Tinggi lutut pasien

3. Data pengisian form MNA

4. Perhitungan GNRI

Data sekunder yang diperoleh dengan pencatatan dari rekam medis terhadap:

1. Diagnosa pasien

2. Tanggal masuk dan tanggal keluar pasien

3. Nilai hasil tes laboratorium serum albumin awal dan angka leukosit pasca

operasi

4. Suhu badan pasien pasca operasi

5. Tanggal dan jenis operasi pasien

H. Manajemen dan analisis data

Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan selanjutnya

akan dianalisa secara statistik terhadap beberapa hal antara lain:

30
1. Untuk menilai kualitas metode skrining GNRI akan dilakukan analisa

diagnostik/uji validitas (dari tabel kontingensi) untuk mengetahui nilai:

a. Sensitivitas (SE): A/(A+C)

b. Spesifisitas (SP): D/(B+D)

c. MSS: penjumlahan nilai SE dan SP

Berikut tabel kontingensi 2x2 yang digunakan untuk analisa diagnostik MNA

dan GNRI:

Tabel 3. Tabel kontingensi 2x2 untuk uji validitas GNRI terhadap MNA

Skor MNA Jumlah


Beresiko Tidak beresiko
Skor Beresiko A B A+B
GNRI Tidak C D C+D
beresiko
A+C B+D A+B+C+D

2. Untuk kebermaknaan hubungan antar variabel dengan uji chi square

(bermakna p<0,05), digunakan formula sebagai berikut:

I. Jalannya Penelitian

a. Tahap Persiapan

1. Mengurus ijin penelitian di lokasi penelitian (bangsal bedah instalasi

rawat inap RSUP dr. Sardjito)

31
2. Melakukan peninjauan ke ruang perawatan dan menginformasikan ke

kepala ruangan bahwa peneliti akan melakukan penelitian di ruang rawat

inap bangsal bedah

3. Mempersiapkan bahan dan alat penelitian seperti: alat tulis, formulir

MNA, timbangan dan metlin.

b. Tahap Pelaksanaan

1. Mencatat seluruh pasien


lansia yang masuk bangsal
bedah dari buku register
dan mencatat diagnosa, nilai
albumin awal dari RM

Menghitung skor
2. Melakukan interview dan MNA dan GNRI
asesmen gizi untuk
pengisian form MNA dan
GNRI
Lama rawat inap

total
Memonitor infeksi
3. Mencatat tanggal dan
pasca bedah dari
jenis operasi yang dilakukan
RM
terhadap pasien

4. Mencatat tanggal
berakhirnya hari rawat
pasien dan keterangan
pulang (pulang dengan
kondisi
sembuh/membaik/keinginan
sendiri/meninggal)

32
c. Tahap Pelaporan

Data yang didapatkan akan melalui proses: editing  coding  entry 

analisa dan pelaporan hasil penelitian secara tertulis.

J. Etika dan Izin

Penelitian mengikuti etika penelitian dan memperhatikan perijinan dalam

pengikutsertaan segala pihak yang terkait dalam penelitian dan telah

mendapatkan:

1. Ethical clearance dari komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah

Mada (terlampir).

2. Surat permohonan ijin dari institusi untuk melakukan penelitian di RSUP Dr.

Sardjito.

3. Kesediaan pasien untuk diskrining dalam waktu 2x24 jam sejak dirawat inap

melalui informed consent.

4. Perlakuan yang sama dan memastikan kerahasiaan informasi dan data

seluruh pasien hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.

K. Kelemahan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, didapati beberapa kekurangan antara lain:

1. Jumlah pasien yang drop out sebanyak 7 dari 74 total sampel yang

dibutuhkan (9,5%) oleh karena pasien yang tadinya telah bersedia mengikuti

penelitian memiliki kriteria eksklusi karena pulang atas permintaan sendiri

atau menolak terapi (tidak dilakukan operasi).

33
2. Jenis penyakit, jenis operasi, kelompok usia lansia (elderly, old, very old) dan

kelas perawatan (I, II, III) pasien dalam penelitian kurang beragam sehingga

representasinya kurang baik.

34
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Rumah sakit

ini merupakan rumah sakit pendidikan kelas A bagi Universitas Gadjah Mada

maupun universitas lainnya dari dalam maupun luar Yogyakarta. Rumah

sakit ini juga menjadi rujukan bagi berbagai puskesmas maupun rumah sakit

lainnya di seputar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah

karena merupakan rumah sakit terbesar di wilayah tersebut. RSUP Dr.

Sardjito memiliki 23 SMF (Staf Medis Fungsional), 29 instalasi dan total 750

tempat tidur dengan kelas VVIP, VIP, utama, I, II dan III. Rumah sakit ini juga

telah tersertifikasi ISO 9001:2006.

Salah satu instalasi dan pelayanan yang diberikan dalam rumah sakit

ini adalah intalasi gizi dan juga pelayanan asuhan gizi klinik (rawat jalan

maupun rawat inap). Di setiap bangsal rawat inap terhadap ahli gizi yang

bertugas untuk melakukan asuhan gizi klinik pada tiap pasien yang dinilai

beresiko. Di poliklinik juga dilayani konsultasi gizi bagi pasien rawat jalan.

Instalasi gizi di RSUP Dr. Sardjito juga dikelola secara mandiri oleh unit

organisasi tersendiri yang dikepalai oleh seorang ahli gizi.

Dari data indikator pelayanan RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2009

diketahui total pasien yang masuk pada tahun 2009 di instalasi rawat inap ini

35
adalah sebanyak 11.750 pasien. BOR (Bed Occupancy Rate) adalah

sebesar 73,04%. Average Length of Stay atau ALOS (lama rawat pasien inap

rata-rata) adalah 7,05 hari. Rata-rata pasien baru di instalasi rawat inap 1

(kelas I, II dan III) adalah 35,17 orang per harinya.

Dalam penelitian ini pengambilan data pasien dilakukan di bangsal

bedah (Ruang Cendana I, II, III dan V) yang dikhususkan untuk pasien

dewasa. Dalam bangsal tersebut terdapat tiga kelas perawatan (kelas 1, 2

dan 3). Pasien yang kemudian menjadi subjek penelitian ini adalah pasien

lansia (lebih dari sama dengan 60 tahun) yang akan menjalani operasi dalam

masa rawat inapnya. Penelitian berlangsung dari Maret-Oktober 2012.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Maret-November 2012 di bangsal bedah

pasien dewasa RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Sebanyak 74 pasien diukur

status gizinya menggunakan GNRI dan MNA kemudian sebanyak tujuh

pasien drop out karena APS atau tidak dilakukan dioperasi (menolak terapi).

Distribusi subjek penelitian adalah sebagai berikut:

36
Tabel 4. Gambaran distribusi subjek penelitian (N=67)

Karakteristik Jumlah Presentase


(n) (%)
1. Usia
Elderly (60-74 tahun) 55 82,09
Old/ very old (≥ 75 tahun) 12 17,91
2. Jenis kelamin
Laki-laki 50 74,63
Perempuan 17 25,37
3. Jenis operasi
Digestif 13 24,07%
Non digestif 54 75,93%

Berdasarkan data pada tabel 4 dapat diketahui bahwa mayoritas

pasien masuk dalam golongan usia elderly atau kurang dari 75 tahun. Hanya

sebesar 17,91% pasien memiliki usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun.

Pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebesar 74,63% dari

total pasien. Jenis operasi pasien paling banyak adalah operasi non digestif

yaitu sebesar 75,93%.

Pengukuran status gizi dilakukan dalam 2x24 jam sejak pasien masuk

rawat inap. Pasien dinilai status gizinya menggunakan GNRI dan MNA. Hasil

pengukuran status gizi pada pasien yang didapatkan adalah sebagai berikut:

37
Tabel 5. Hasil pengukuran status gizi subjek penelitian

Jumlah
n %
MNA
Tidak beresiko malnutrisi 11 16,42
Beresiko malnutrisi 34 50,75
Malnutrisi 22 32,83
GNRI
Tidak beresiko malnutrisi 16 23,88
Beresiko rendah 9 13,43
Beresiko sedang 29 43,29
Beresiko tinggi 13 19,40
Keterangan: (n=67 pasien)

Data di atas menunjukkan bahwa pada penelitian ini mayoritas pasien

mengalami status gizi yang buruk karena lebih dari 50% pasien masuk dalam

golongan beresiko malnutrisi baik dengan pengukuran MNA maupun GNRI.

Pengukuran status gizi dengan MNA menunjukkan bahwa hanya 16,42%

pasien yang tidak beresiko malnutrisi sedangkan dengan pengukuran GNRI

sebesar 23,88% pasien yang tidak beresiko malnutrisi.

Lama rawat inap pasien dihitung dari pencatatan tanggal keluar dan

tanggal masuk pasien yang kemudian dihitung selisihnya dalam hari. Berikut

adalah data lama rawat inap subjek penelitian yang didapatkan:

Tabel 6. Lama rawat inap subjek penelitian

Jumlah
N %
Lama rawat inap
Panjang 36 53,73
Pendek 31 46,27
Keterangan: (n=67 pasien)

38
Dapat diketahui dari data di tabel 6 tersebut bahwa pasien dalam penelitian

ini yang memiliki lama rawat panjang (>9 hari) adalah sebesar 53,73% dari total

67 pasien. Maka pasien lainnya sebanyak 31 orang memiliki lama rawat inap

yang tergolong pendek (kurang dari sama dengan sembilan hari).

Distribusi pasien dengan status gizi beresiko dan tidak beresiko terhadap

lama rawat inap rata-ratanya dapat dilihat pada gambar berikut:

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada pengukuran status gizi pasien

dengan menggunakan MNA, mereka yang memiliki status gizi tidak beresiko

menjalani rawat inap rata-rata selama 8,27 hari, sedangkan mereka yang

tergolong beresiko malnutrisi menjalani rawat inap rata-rata selama 12,09 hari.

Dengan metode GNRI, pasien dengan status gizi yang tergolong beresiko

memiliki hari rata-rata lama rawat inap 11,52 sedangkan yang tergolong tidak

beresiko malnutrisi selama 11,29 hari.

39
Infeksi pasca operasi pada pasien dilihat dari kondisi setelah menjalani

operasi. Data ini didapatkan melalui rekam medis pasien dengan pencatatan

nilai leukosit yang diambil pada hari operasi pasien dan suhu pasca operasi

pada maksimal 2x24 jam pasca pasien menjalani operasi. Apabila pasien

mengalami infeksi yang dapat dilihat dari suhu tubuh yang tinggi/febris di atas

38⁰C dan/atau Angka Leukosit (AL) darah yang di atas batas normal maka

pasien dinyatakan mengalami infeksi pasca operasi. Berikut adalah data

kejadian infeksi pasca operasi pada subjek penelitian:

Tabel 7. Kejadian infeksi pasca operasi subjek penelitian

Jumlah
n %
Infeksi pasca operasi
Ya 22 32,84
Tidak 45 67,16
Keterangan: (n=67 pasien)

Pada tabel di atas didapat kesimpulan bahwa mayoritas pasien (67,16%)

tidak mengalami infeksi pasca operasi. Sedangkan sebanyak 32,84% pasien

mengalami infeksi pasca operasi.

3. Uji Validitas dan Analisis Hubungan Antara Metode GNRI Dengan MNA Dalam

Pengukuran Status Gizi Pasien

Dalam penelitian ini, digunakan GNRI dan MNA dalam mengukur status gizi

pasien. Kedua metode merupakan alat pengukuran status gizi yang diciptakan

bagi lansia. GNRI merupakan metode yang baru dalam dunia kesehatan

40
sedangkan MNA sudah sejak dulu digunakan untuk menilai status gizi pada

lansia. Untuk melihat nilai Se dan Sp GNRI yang dibandingkan dengan MNA

sebagai gold standar. Digunakan cut off point untuk skor MNA dan GNRI agar

kategori yang didapatkan sejajar. Data yang didapatkan dianalisa dan disajikan

dalam tabel berikut:

Tabel 8. Tabel kontingensi 2x2 untuk validitas GNRI terhadap MNA sebagai

metode pengukuran status gizi

MNA
GNRI Tidak
Beresiko
beresiko
Beresiko 46 4
Tidak Beresiko 10 7
Keterangan: (n=67 pasien)

Melalui data pada tabel 8 tersebut didapatkan nilai:

a. Sensitivitas (Se): A/(A+C) = 82,14 %

b. Spesifisitas (Sp): D/(B+D) = 63,64 %

c. MSS: penjumlahan nilai Se dan Sp = 145,78 %

Maka dapat dikatakan berdasarkan data di atas, GNRI sebagai suatu

instrumen yang diciptakan untuk mengukur status gizi pasien lansia

tergolong memiliki sensitivitas yang baik dan spesifisitas yang cukup baik.

Dapat dihitung juga untuk menilai kekuatan diagnostik GNRI menggunakan

nilai Positive Predictive Value (PPV) dan Negative Predictive Value (NPV)

sebagai berikut:

a. PPV: A/(A+B) = 46/50 = 92%

41
b. NPV: D/(C+D) = 10/17 = 58,82%

Dengan nilai PPV 92% dapat dikatakan bahwa GNRI merupakan

suatu instrumen uji yang sangat baik dalam menilai adanya kejadian resiko

malnutrisi pada pasien lansia di bangsal bedah. Nilai NPV GNRI 58,82%

menunjukkan bahwa GNRI kurang baik dalam menilai seseorang tidak

mengalami adanya resiko malnutrisi ketika hasil tes negatif (skor GNRI).

4. Hubungan Status Gizi dengan Lama Rawat Inap

Dalam penelitian ini dilihat hubungan antara status gizi pasien lansia di

bangsal bedah dengan lama rawat inap. Status gizi pasien ditentukan dengan

metode MNA dan GNRI. Kemudian untuk melihat hubungan status gizi dengan

lama rawat ini digunakan analisis statistik digunakan dengan chi square dengan

nilai p bermakna jika p<0,05.

Tabel 9. Perbandingan MNA dan GNRI dalam menilai status gizi dan

hubungannya dengan lama rawat inap

Variabel Lama rawat inap


Panjang Pendek
P
n (%) n (%)
MNA
Beresiko 33 (58,9%) 23 (41,1%)
0.054**
Tidak beresiko 3 (27,3%) 8 (72,7%)
GNRI
Beresiko 27 (54%) 23 (46%)
0.940**
Tidak Beresiko 9 (52,9%) (47,1%)
Keterangan: (n=67 pasien) **Uji chi square (p <0,05)

42
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dengan pengukuran GNRI, pasien

dengan status gizi beresiko malnutrisi yang mengalami lama rawat panjang

adalah sebesar 54%. Dengan MNA, 58,9% pasien mengalami lama rawat yang

panjang dan beresiko malnutrisi. Didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara

status gizi yang diukur baik menggunakan MNA maupun GNRI dengan lama

rawat inap dibuktikan dengan nilai p>0,05. Lama rawat inap adalah banyaknya

hari yang didapatkan dari pengurangan tanggal keluar dengan tanggal masuk

pasien.

Terlihat pula bahwa ada perbedaan antara MNA dan GNRI dalam

menggolongkan status gizi pasien lansia di bangsal bedah. Dengan pengukuran

menggunakan MNA terlihat bahwa sebesar 58,9% pasien tergolong beresiko

malnutrisi, sedangkan dengan pengukuran menggunakan GNRI sebanyak 54%

pasien tergolong beresiko malnutrisi. Terdapat selisih jumlah pasien yang

tergolong dalam kelompok beresiko dengan pengukuran GNRI dan MNA.

5. Hubungan Status Gizi dengan Infeksi Pasca Operasi

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan infeksi pasca operasi adalah

kondisi komplikasi infeksi yang tidak diinginkan pasca operasi pada pasien yang

dilihat dari terjadinya demam tinggi (>38⁰C) dan/atau angka leukosit yang

meningkat di atas nilai normal (5,2-12,4 (103/µL)). Status gizi pasien diukur

menggunakan MNA dan GNRI. Berikut adalah tabel hasil analisa chi square

untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel status gizi dan infeksi

pasca operasi:

43
Tabel 10. Hubungan status gizi dengan infeksi pasca operasi

Variabel Infeksi pasca operasi


Ya Tidak
P
n (%) n (%)
MNA
Beresiko 19 (34,5%) 36 (65,5%)
0.739*
Tidak beresiko 3 (27,3%) 8 (72,7%)
GNRI
Beresiko 17 (34,7%) 32 (65,3%)
0.691**
Tidak Beresiko 5 (29,4%) 12 (70,6%)
Keterangan: (n=67 pasien) *Uji Fisher’s exact test
**Uji chi square (p <0,05)

Diketahui berdasarkan data pada tabel 10 bahwa sebesar 72,7% pasien

dengan status gizi tidak beresiko yang dinilai menggunakan MNA tidak

mengalami infeksi pasca operasi. Begitu juga dengan pengukuran dengan

menggunakan GNRI, sebanyak 70,6% pasien dengan status gizi tidak beresiko

malnutrisi tidak mengalami infeksi pasca operasi. Hubungan antara status gizi

dan infeksi pasca operasi tidak terbukti dengan uji statistik karena nilai p>0,05.

Status gizi baik yang diukur menggunakan metode GNRI maupun MNA tidak

bermakna secara statistik hubungannya dengan infeksi pasca operasi.

B. PEMBAHASAN

1. Analisis Sensitivitas, Spesifisitas dan MSS GNRI sebagai Metode

Pengukuran Status Gizi yang dibandingkan dengan MNA

Uji validitas atau studi validasi merupakan uji di mana dua metode

pengukuran status gizi dibandingkan. Pengukuran baru dibandingkan dengan

pengukuran yang sudah diakui akurasinya (gold standar). Dalam penelitian

44
ini GNRI sebagai salah satu metode pengukuran status gizi khusus untuk

lansia yang baru ditemukan dibandingkan dengan MNA yang hingga saat ini

diakui sebagai metode pengukuran status gizi bagi lansia yang paling baik

(gold standar).

Dengan cut off yang mengelompokkan interpretasi GNRI dan MNA

menjadi dua kelompok yang sejajar yaitu beresiko malnutrisi dan tidak

beresiko malnutrisi. Pengelompokkan status gizi pasien adalah sebagai

berikut:

a. MNA

Tidak beresiko malnutrisi: >23,5

Beresiko malnutrisi: ≤23,5

b. GNRI

Tidak beresiko malnutrisi: >98

Beresiko malnutrisi: ≤98

(Bouillane dkk., 2005; Gibson, 2005 )

Pada tabel 8 dapat diketahui nilai Se, Sp dan MSS metode GNRI

yang dibandingkan dengan MNA sebagai Gold Standard dalam uji validitas

ini. Dengan nilai Se 82,14% dan Sp 63,64% maka dapat dikatakan bahwa

baik sensitivitas maupun spesifisitas GNRI tergolong baik. Menurut Waspadji

(2003), kategori nilai Se adalah baik jika memiliki nilai sebesar >70%-90%

sedangkan untuk nilai Sp suatu metode uji yang tergolong cukup baik adalah

sebesar 60%-70%. Sensitivitas adalah jumlah individu yang terkena

malnutrisi yang dideteksi positif oleh suatu instrumen uji. Spesifisitas adalah

45
jumlah individu yang tidak mengalami malnutrisi dan dideteksi negatif oleh

suatu instrumen pengukuran status gizi (Gibson, 2005). Nilai MSS GNRI

dalam penelitian ini adalah sebesar 145,78%. MSS merupakan indikator

performa alat uji yang didapatkan dari penjumlahan nilai Se dan Sp

(Pusponegoro, 2011).

Menurut Pusponegoro (2011), Positive Predictive Value (PPV)

merupakan nilai yang menunjukkan probabilitas seseorang benar menderita

penyakit ketika hasil uji positif. Negative Predictive Value (NPV) adalah

probabilitas seseorang benar tidak mengalami penyakit bila hasil ujinya

negatif. PPV merupakan nilai statistik yang paling penting dalam uji

diagnostik. Dalam hal ini maka GNRI sebagai metode pengukuran status gizi

yang baru dinilai kemampuan dan realibilitasnya untuk digunakan bagi

pasien lansia di bangsal bedah. Diketahui nilai PPV dan NPV metode GNRI

adalah sebesar 92% dan 58,82%. Dari nilai PPV dan NPV tersebut dapat

dikatakan bahwa nilai duga GNRI secara statistik dapat dipecaya dengan

baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu

yang juga membuktikan bahwa penggunaan GNRI sebagai metode

pengukuran status gizi pada pasien lansia dapat dilakukan. Bouillane dkk.

(2005) menyatakan bahwa GNRI diciptakan untuk menyempurnakan metode

pengukuran status gizi pada lansia yang selama ini baru digunakan dengan

sejumlah kecil metode salah satunya MNA. MNA yang tidak menggunkan

indikator biologis melainkan menggunakan kuesioner diasumsikan kurang

46
maksimal. Maka GNRI yang dirancang dari modifikasi NRI ini dalam

penelitian ini dinyatakan sebagai alat/prediktor resiko morbiditas dan

mortalitas pada pasien lansia yang menjalani rawat inap. GNRI yang

menggunakan albumin dan penurunan berat badan terbukti berkaitan dengan

kematian pada lansia (berkorelasi). Penelitian lain juga menyatakan bahwa

penggunaan GNRI pada pasien lansia terbukti dapat digunakan oleh karena

memiliki korelasi dengan lama rawat inap (Ambarukminingsih, 2012). Cereda

(2009), dalam penelitiannya menyatakan bahwa GNRI memiliki sensitivitas

yang baik yaitu sebesar 89% dan spesifisitas sebesar 47%.

Vellas dkk. (2003) menyatakan bahwa penggunaan MNA

direkomendasikan oleh organisasi medis ilmiah baik nasional maupun

internasional. Salah satu keunggulan dari MNA adalah dapat dilakukan oleh

segala profesi kesehatan. Selama ini MNA merupakan metode pengukuran

status gizi yang sering digunakan dan dipercaya sebagai Gold Standar pada

berbagai penelitian. Kuzuya (2005), dalam penelitiannya menemukan bahwa

ketepatan uji sensitivitas dan spesifisitas penggunaan MNA adalah sebesar

81% dan 86%. MNA dalam berbagai penelitian internasional diakui dan

dinyatakan sebagai instrumen pengukuran status gizi untuk lansia yang

paling terpercaya akurasinya hingga saat ini (Bauer, 2009).

Terdapat pengaturan yang berbeda dalam penciptaan metode GNRI

dan MNA. GNRI merupakan modifikasi dari NRI yang merupakan suatu

metode penilaian status gizi yang dikhususkan untuk pasien bedah pada

mulanya. Modifikasi dan penciptaan GNRI pun dilakukan terhadap pasien

47
lansia di pusat rehabilitasi medis dengan pengendalian terhadap resiko-

resiko komplikasi terkait malnutrisi. Sedangkan MNA diciptakan untuk

digunakan secara luas terhadap seluruh populasi lansia baik dalam

perawatan maupun di luar perawatan medis (sebagai pasien rumah sakit).

MNA dengan dasar kuesioner dapat dilakukan dengan mudah oleh tenaga

medis maupun tenaga terlatih lainnya sedangkan GNRI membutuhkan

analisa laboratorium terhadap nilai albumin darah pasien (tida semua bisa

melakukan). Secara efisiensi waktu, dengan mengetahui nilai albumin maka

status gizi dengan GNRI dapat diketahui dengan cepat sedangkan dengan

MNA membutuhkan waktu cukup lama untuk mengisi formulir/kuesioner yang

dibutuhkan sekitar 15 menit (Vellas dkk., 2003 ; Bouillane dkk., 2005).

2. Perbandingan GNRI dan MNA dalam Menilai Status Gizi dan Hubungannya

dengan Lama Rawat Inap

Pengukuran status gizi adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk

dapat menilai dan menetapkan status kesehatan seseorang yang

dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi. Upaya yang dilakukan

seperti misalnya pengukuran antropometri, konsumsi makan, biokimia dan

klinik ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang kemudian dapat

diinterpretasikan (Gibson, 2005). Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah GNRI dan MNA yang keduanya merupakan metode pengukuran

status gizi yang ditujukan untuk pasien lansia. Kategori yang didapatkan

melalui interpretasi skor GNRI dan MNA adalah sebagai berikut:

48
a. MNA

Tidak beresiko malnutrisi: >23,5

Beresiko malnutrisi: 17-23,5

Malnutrisi: <17

b. GNRI

Tidak beresiko malnutrisi: >98

Beresiko rendah: 92-≤98

Beresiko sedang: 82-<92

Beresiko tinggi: <82

(Bouillane dkk., 2005; Gibson, 2005 )

Pada tabel 9 dibandingkan antara MNA dan GNRI sebagai metode

pengukuran status gizi yang kemudian dihubungkan dengan lama rawat inap

pasien. Didapatkan hasil yang secara statistik tidak bermakna pada

keduanya. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

menyatakan bahwa ada korelasi antara status gizi yang dinilai dengan GNRI

dengan lama rawat inap yang lebih panjang (Ambarukminingsih, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Correia (2003) juga menunjukkan bahwa lama

rawat inap pada pasien dengan status gizi baik menjadi lebih singkat

daripada pasien dengan status gizi yang buruk yaitu memiliki selisih sembilan

hari. Perbedaan dalam segi desain penelitian dan sampel dapat

menimbulkan perbedaan yang muncul dalam penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya. Jumlah sampel minimum yang kurang terpenuhi karena tujuh

49
pasien drop out juga dapat menimbulkan kesalahan perhitungan statistik

dalam penelitian ini.

Penelitian di Israel yang dilakukan oleh Kagansky dkk. (2005)

menegaskan bahwa status gizi buruk pada pasien lansia berusia ≥75 tahun

merupakan prediktor terhadap outcome yang buruk seperti lama rawat inap

dan kematian. Dalam penelitian ini status gizi yang dinilai dengan MNA dapat

menjadi prediktor lama rawat yang panjang dan kematian. Resiko kematian

pada pasien dengan gizi buruk (skor MNA <7,5) meningkat sebanyak 2,05

kali lipat. Lama rawat pasien dengan skor MNA <17 lebih lama dua kali lipat

dibandingkan dengan mereka yang memiliki status gizi baik. Penelitian lain

juga menemukan bahwa lama rawat inap pasien memiliki hubungan dengan

status gizi yang dinilai menggunakan MNA sedangkan tidak terbukti

berhubungan dengan mortalitasi dan angka kesakitan pasien saat keluar dari

perawatan (outcome). Pada penelitian tersebut didapatkan rata-rata skor

MNA adalah 18,4 dan prevalensi malnutrisi pada pasien geriatri adalah

sebesar 30,5% (Hardini, 2005).

Penelitian oleh Caccialanza dkk. (2010) menemukan bahwa resiko

malnutrisi yang diketahui pada saat awal masuk rawat inap memiliki

hubungan yang erat terhadap lama rawa inap yang panjang pada pasien

lansia. Hasil yang tidak sejalan berdasarkan penelitian ini dapat terjadi

karena sampel yang digunakan berbeda yaitu pasien dari kelompok umur

dewasa hingga lansia sedangkan pada penelitian ini dikhususkan untuk

pasien lansia. Sedangkan pada penelitian lainnya yang menyatakan bahwa

50
status gizi pasien yang dinilai menggunakan SGA (untuk pasien dewasa) dan

MNA (untuk pasien lansia) berhubungan dengan lama rawat inap dengan

perbedaan 10,1 hari, 7,5 hari dan 5,7 hari pada pasien malnutrisi, beresiko

malnutrisi dan status gizi baik (Leandro-Merhi dkk., 2010). Perbedaan yang

dapat menimbulkan hasil yang berbeda seperti pada penelitian ini juga

terdapat pada golongan usia pasien yang digunakan dalam penelitian.

IMT, nilai albumin, GNRI dan MNA pernah juga dibandingkan dalam

penelitian yang dilakukan di Bali. Pada penelitian ini ditemukan bahwa GNRI

memiliki korelasi yang paling erat dibandingkan metode uji lainnya dalam

hubungannya dengan lama rawat inap pasien lansia di bangsal penyakit

dalam yang berada dalam perawatan kelas III (Andriyasa dkk., 2011). Pada

penelitian ini didapatkan hasil yang berlawanan diduga karena sampel

berasal dari bangsal bedah dengan kelas perawatan I, II dan III serta desain

studi yang digunakan berbeda yaitu tidak menggunakan cohort.

3. Hubungan antara Status Gizi yang dinilai dengan GNRI dan MNA terhadap

Infeksi Pasca Operasi

Infeksi pasca operasi merupakan hal yang dihindari pada setiap

penanganan pasien. Status malnutrisi pasien yang diketahui sebelum

menjalani operasi dapat menimbulkan komplikasi, salah satunya adalah

infeksi (Cereda dkk., 2009). Dalam penelitian ini dilihat ada tidaknya kejadian

infeksi pasca operasi pada lansia dengan melihat kondisi suhu tubuh > 38⁰C

dan/atau angka leukosit (AL) yang di atas ambang normal (>12,4 (10 3/µL)).

51
Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status

gizi baik yang dinilai dengan GNRI maupun MNA dengan lama rawat inap

pasien lansia di bangsal bedah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p>0,05.

Pencatatan suhu dan nilai leukosit darah pasca operasi pada pasien dilihat

dalam rentang yang bervariasi dari masing-masing pasien. Pencatatan suhu

dilihat oleh peneliti dalam rekam medis pada hari ke-0 hingga hari ke-2 pasca

operasi pasien. Oleh karena kondisi yang berbeda-beda pada data suhu

pada sampel penelitian ini dapat terjadi bias oleh karena munculnya infeksi

pasca operasi pada pasien dapat disebabkan oleh banyak hal dan tidak

hanya disebabkan oleh status gizi pasien saja.

Penelitian dengan hasil yang sejalan dilakukan oleh Hirsch dkk.

(1992) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi pre

operasi dengan kejadian komplikasi pasca operasi. Namun hasil penelitian ini

lebih banyak tidak sejalan dengan penelitian-penelitian yang menyebutkan

bahwa penggunaan MNA dan GNRI untuk menilai status gizi pasien lansia

dan sebagai prediktor outcome dapat dilakukan. Kedua metode tersebut

dibandingkan dalam penelitian di Provinsi Como. Pada penelitian ini

ditemukan bahwa dengan menggunakan MNA, pasien dengan resiko

malnutrisi dan malnutrisi memiliki nilai nutritional indices yang lebih rendah.

Sedangkan dengan menggunakan GNRI, hanya pasien dengan status gizi

tinggi resiko malnutrisi yang memiliki nilai nutritional indices rendah. Resiko

komplikasi pada pasien dengan skor GNRI <98 lebih tinggi dibandingkan

pasien yang tidak beresiko, sedangkan dengan MNA hanya pasien dengan

52
status malnutrisi yang mengalami kejadian komplikasi (infeksi, sepsis hingga

kematian). Ditemukan pula bahwa GNRI memiliki nilai prediksi tunggal yang

paling baik untuk kejadian komplikasi pasien dengan resiko malnutrisi

(skor<98). Disimpulkan bahwa metode GNRI dan MNA sebagai prediktor

outcome, kedua metode ini menjadi lebih baik ketika digunakan bersamaan

(Cereda, 2009). Perbedaan hasil penelitian tersebut dengan penelitian ini

dapat terjadi karena rancangan yang berbeda seperti sampel yang didapat

hanya dari rumah sakit dan bukan dikombinasi dengan pasien pada home

care dan juga desain studi yang sebatas cross sectional sehingga kurang

dapat memberikan gambaran terhadap paparan dan nilai resiko (sebagai

prediktor).

Susetyowati dkk. (2010), menemukan bahwa pasien bedah mayor

yang memiliki status gizi buruk berpeluang 5,5 kali mengalami masa rawat

yang panjang lebih dari tujuh hari dibandingkan pasien dengan status gizi

baik. Perbedaan yang membuat hasil penelitian menjadi tidak sejalan dengan

penelitian sebelumnya dapat dikarenakan oleh jenis operasi pada penelitian

ini mayoritas adalah jenis operasi adalah jenis bedah non digestif yang juga

dapat menyebabkan kecil kemungkinan berpengaruh langsung terhadap baik

status gizi maupun infeksi pasca operasi. Ada pengaruh pembedahan

terhadap kemampuan cerna dan absorpsi pasien. Saluran cerna yang

mengalami proses pembedahan (operasi digestif) tentu saja dapat

berpengaruh terhadap status gizi pasien secara langsung dan menimbulkan

komplikasi pasca bedah yang tidak diinginkan (Almatsier, 2008). Selain itu

53
pada pencatatan kejadian infeksi pasca operasi masing-masing operasi

didaptkan data yang diukur dalam rentang 0-2 hari pasca operasi dengan

kata lain dapat terjadi perubahan kondisi infeksi pada tubuh pasien. Infeksi

pada pasien yang menjalani rawa inap di rumah sakit disebabkan oleh

banyak hal (tidak hanya satu faktor resiko saja). Infeksi terjadi karena

kontaminasi oleh bakteri nosokomial, penanganan saat operasi yang kurang

steril, perawatan luka pasca operasi yang kurang baik atau oleh karena

status malnutrisi pasien (Sjamsuhidajat, 2007).

. Salah satu data yang digunakan dalam perhitungan skor GNRI

adalah nilai albumin pre operasi. Kadar serum albumin pre-operasi ini adalah

prediktor paling kuat untuk morbiditas dan mortalitas pasien bedah jika

dibandingkan dengan indikator lainnya. Albumin secara spesifik juga sangat

baik untuk memprediksi komplikasi pasca operasi seperti sepsis dan infeksi.

Pasien dengan kadar albumin rendah (di bawah 21g/L) pada penelitian ini

ditemukan mengalami kenaikan resiko kematian dari 1% menjadi 29% dan

10% menjadi 65% untuk kejadian morbiditas (Gibbs dkk., 1999).

Menurut Gibson (2005), penilaian status gizi pada pasien di rumah

sakit memiliki tiga tujuan utama seperti berikut ini:

a. Menentukan secara tepat (precise) status gizi pasien

b. Menentukan karakteristik kondisi malnutrisi yang memiliki relevansi klinis

c. Memonitor perubahan status gizi selama masa perawatan/ asuhan gizi

Maka dapat dilihat dari hasil penelitian ini bahwa GNRI memiliki Se,

Sp yang baik dan cukup baik untuk digunakan dalam menilai status gizi

54
pasien lansia di bangsal bedah. Namun tidak terdapat hubungan signifikan

secara statistik (p>0,05) antara status gizi dengan lama rawat inap dan

infeksi pasca operasi baik dengan pengukuran menggunakan GNRI maupun

MNA. Maka dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini GNRI dan MNA tidak

dapat memberikan relevansi klinis antara status gizi pasien terhadap

outcome perawatan berupa lama rawat inap dan infeksi pasca operasi.

Namun tentu saja mungkin terjadi kesalahan terhadap hasil penelitian yang

disebabkan oleh beberapa kelemahan dan perbedaan dengan penelitian

yang terdahul dengan hasil yang berbeda dengan penelitian ini seperti yang

telah dibahas di atas.

Tenaga medis dikatakan dalam penelitian oleh Caccialanza dkk.

(2010) untuk harus waspada terhadap dampak malnutrisi dan potensi

memburuknya status gizi terhadap lama rawat inap yang panjang tidak hanya

pada pasien yang dalam kondisi kritis namun seluruh pasien yang masuk

untuk rawat inap di rumah sakit yang membutuhkan support nutrisi. Dewasa

ini kebutuhan akan skrining status gizi pada pasien lansia dianggap penting

untuk dapat mendeteksi kejadian malnutrisi sedini mungkin sehingga

memungkinkan ditekannya angka morbiditas dan mortalitas pasien lansia.

Hal ini merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan

terhadap pasien lansia (Prasetiyo, 2010).

55
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dalam karya tulis ilmiah ini, kesimpulan yang

didapatkan antara lain adalah:

1. Berdasarkan uji validitas yang dibandingkan dengan MNA, metode

GNRI memiliki nilai sensitivitas yang baik (Se 82,14%) dan nilai

spesifisitas yang cukup baik (Sp 63,64%) dalam menentukan status

gizi pada pasien lansia di bangsal bedah. Nilai MSS metode GNRI

sebesar 145,78%.

2. Terdapat perbedaan hasil pengukuran status gizi antara metode

GNRI dan MNA. Sebanyak 54% pasien dalam penelitian tergolong

beresiko malnutrisi berdasarkan GNRI. Sedangkan berdasarkan MNA

pasien yang tergolong beresiko adalah sebesar 58,9%.

3. Tidak ada hubungan antara status gizi yang dinilai menggunakan

GNRI maupun MNA dengan lama rawat inap pasien lansia di bangsal

bedah (p>0.05).

4. Tidak ada hubungan antara status gizi yang dinilai menggunakan

GNRI maupun MNA dengan infeksi pasca operasi pasien lansia di

bangsal bedah (p>0.05).

56
B. SARAN

Saran yang dapat penulis berikan setelah melakukan penelitian ini

adalah:

1. Pengukuran status gizi baik skrining maupun yang dilanjutkan dengan

assesmen terhadap pasien di Rumah sakit perlu untuk dilakukan

sebagai penentuan prioritas asuhan gizi yang dilakukan terhadap

sekelompok pasien, terutama mereka yang berada pada kelompok

rentan seperti lansia. GNRI dan MNA patut dipertimbangkan untuk

menjadi alat dalam menentukan status gizi pada pasien lansia yang

menjalani rawat inap. Hal ini dapat mencegah terjadinya out come

yang buruk seperti lama rawat inap yang panjang dan kejadian

komplikasi seperti infeksi pasca operasi.

2. Perlu untuk dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode

GNRI yang merupakan metode baru yang belum banyak diteliti di

dunia kesehatan terutama dalam ilmu medis geriatri. Dalam penelitian

yang selanjutnya disarankan untuk menggunakan metode cohort agar

dapat melihat lebih jelas kemampuan GNRI sebagai prediktor lama

rawat maupun infeksi pasca operasi pada pasien lansia.

57
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S, Soetardo S, Soekatri M,. (2011). Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Almatsier Sunita. (2008) Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ambarukminingsih Retno Rr. (2012) Hubungan Indeks Risiko Nutrisi Geriatri dengan
Angka Mortalitas dan Lama Rawat Inap pada Pasien Usia Lanjut di Bangsal
Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Thesis, Yogyakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Andriyasa (2011) Korelasi Geriatric Nutritional Risk Indexad dengan lama rawat inap
pasien geriatri di RS Sanglah, Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, 12 (2): 115-
120

Bauer M. Juergen. (Agustus, 2009). The MNA-New Insight from an Internationally


Pooled Database. Makalah yang dipresentasikan pada 31st ESPEN Congress
, Vienna, Austria.

Bouillanne Olivier, Morineau Gilles, Dupont Claire, Coulombele Isabelle, Vincent


Jean-Pierre, Nicolis Ioannis, Benazeth Simone, Cynober Luc, Aussel
Christian. (2005) Geriatric Nutritional Risk Index: a new index for evaluating
at-risk eldery medical patients. American Journal of Clinical Nutrition, 82:777-
83.

Caccialanza Riccardo et al. (2010) Nutritional parameters associated with prolonged


hospital stay among ambulatory patients. CMAJ, 182 (17): 1843-1849.

Cereda Emanuela, Pusani Chiara, Limonta Daniela, Varotti Alfredo. (2009) The
ability of the Geriatric Nutritional Risk Index to assess the nutritional status
and predict the outcome of home care resident elderly: a comparison with the
Mini Nutritional Assessment. British Journal of Nutrition, 102(4):563-570.

Correia T.D. Isabel M., Witzberg L. Dan. (2003) The impact of malnutrition in
morbidity, mortality, length of hospital stay and cost evaluated through a
multivariate model analysis. Clinical Nutrition, 22(3):235-239.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Pedoman tarif pelayanan kesehatan


bagi peserta PT ASKES (PERSERO). Permenkes
no.138/menkes/PB/II/2009.

Depkes RI. (2003). Pelayanan Gizi Rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.

58
Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Gibbs James, Cull William, Henderson William, Daley Jennifer, Hur Kwan, Khuri F
Shukri. (1999) Preoperative serum albumin level as a predictor of operative
mortality and morbidity. American Medical Asociation Journal, January 1999.

Gibson S. Rosalind. (2005) Principle of Nutritional Assessment. New York: Oxford


University Press.

Hardini Sri. (2005) Hubungan status gizi (Mini Nutritional Assessment) dengan
outcome hasil perawatan penderita di divisi geriatri Rumah Sakit Dokter
Kariadi Semarang. Thesis, Semarang: SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.

Hirsch S et. Al. (1992) Nutritional status of surgical patients and the relationship of
nutrition to postoperative outcome. J Am Coll Nutr, 11(1):21-4.

Ija Maya. (2009) Pengaruh Status Gizi Pasien Bedah Mayor Pre Operasi Terhadap
Penyembuhan Luka dan Lama Rawat Inap Pasca Operasi di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Thesis, Yogyakarta: Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.

Kagansky Nadya, Berner Yitshal, Koren-Morag Nira, Perelman Luiza, Knobler Hilla,
Levy Shmuel. (2005) Poor nutritional habits are predictors of poor outcome
ini very old hospitalized patients. American Journal of Clinical
Nutrition, 82:784-91.

Kurdanti Weni. (2003) Hubungan Antara Kadar Serum Albumin Awal dengan Lama
Rawat Inap dan Status Pulang Pasien Dewasa di Rumah sakit . Thesis,
Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.

Kuzuya Masafumi, Kanda Shigeru, Koike Teruhiko, Suzuki Yusuke, Satake


Shosuke, Iguchi Akihisa. (2005) Evauation of Mini-Nutritional Assessment for
Japanese frail elderly. Nutrition 21 (2005): 498-503.

Kyle G. Ursula, Coss-Bu A. Jorge. (2010) Nutritional assessment and length of


hospital stay. CMAJ,182(17).

Kyle G. Ursula, Pirlich Matthias, Lochs Herbert, Schuetz Tatjana, Pichard Claude.
(2004) Increased length of hospital stay in underweight and overweight
patients at hospital admission: a controlled population study. Clinical
Nutrition, 24:133-142.

59
Leandro-Merhi V. A. & Aquino de Braga J. L. (2010) Nutritional status and length of
hospital stay for surgical patients. Nutr Hosp., 25(3):468-470.

Nestle Nutritional Institute. MNA Elderly. Dikutip dari : http://www.mna.com.

Pablo Rocandio A. M., Izzaga Aroyo M., Alday Ansotegui L. (2003) Assessment of
nutritional status on hospital admission: nutritional scores. European Journal
of Clinical Nutrition, 57:824-831.

Prasetiyo Hardi Wahyu. (2010) Pengaruh Hasil Skrining Berdasarkan Metode MNA
(Mini Nutritional Assessment) terhadap Lama Rawat Inap dan Status Pulang
Pasien Lanjut Usia di Rumah sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.
Thesis, Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada.

Pusponegoro D Hardiono, Wirya Wila I G N, Pudjhiadi H Anton, Bisanto Julfina,


Zulkarnain Z Siti (2011). Uji Diagnostik. Dalam Sastroasmoro Sudigdi, Ismael
Sofyan. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Sagung Seto.

RSUP DR. SARDJITO. Profil Rumah sakit. Dikutip dari: http://sardjitohospital.co.id/

Sjamsuhidajat R, Karnadihardja Warko, Prasetyono O. H. Theddeus, Rudiman


Retno. (2007) Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Sungurtekin H., Sungurtekin U., Balci Canan, Zencir Mehmet, Erdem E. (2004) The
influence of nutritional status on complication after major intraabdominal
surgery. Journal of the American College of Nutrition, 23(3):227-232.

Supariasa Nyoman I Dewa, Bakri Bachyar, Fajar Ibnu. (2002) Penilaian Status Gizi.
Jakarta: Penerbitan Buku Kedokteran EGC.

Susetyowati, Hadi Hamam, Budiningsari Dwi R., Pramantara Putu Dewa I. (2009)
Malnutrisi di rumah sakit dan alternative intervensi untuk meningkatkan status
gizi pasien di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada.

Susetyowati, Ija Maya, Mahmudi Akhmad. (2010) Status gizi pasien bedah mayor
preoperasi berpengaruh terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap
pascaoperasi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 7
(1):1-7

Vellas B, Villars H, Abellan G, Soto EM, Rollan Y, Guigoz Y, Morley EJ, Chumlea W,
Salva A, Rubenstein ZL, Garry P. Overview of the MNA – its history and
challenges. The Journal of Nutrition, Health & Aging, 10:6.

60
Westergren Albert, Wann-Hansosn Christine, Borgdal Berg Elisabeth, Sjolander
Jeanette, Stromblad Rosemarie, Klevsgard Rosemarie, Axelsson Carolina,
Lindholm Christina, Ulander Kerstin. (2009) Malnutrition prevalence and
precision in nutritional care differed inrelation to hospital volume – a cross
sectional survey. Nutrition Journal, 8:20

Wyszynski F. Diego, Crivelli Adriana, Ezquerro Silvia, Rodriguez Adriana. (1998)


Assessment of nutritional status in a population of recently hospitalized
patient. Medicina, 58:51-57.

61
LAMPIRAN

62
63
64
PERNYATAAN KESEDIAAN

Yang bertandatangan di bawah ini


Nama :…………………………………………………….
Umur :……..tahun
Ruang rawat inap :…………………………………………………….
Bersedia dan mau berpartisipasi menjadi responden pada pemantauan/
penelitian yang akan dilakukan oleh Yosephin Anandati Pranoto dari Program
Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
dalam penelitian yang berjudul:

STATUS GIZI DAN HUBUNGANNYA DENGAN LAMA RAWAT INAP DAN


INFEKSI PASCA OPERASI PASIEN LANSIA DI BANGSAL BEDAH RSUP DR.
SARDJITO YOGYAKARTA

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan
dari siapapun.

Yogyakarta, ………………….2012
Responden

(……………..)

65
KUESIONER PENELITIAN

Nomor responden:………

- Kuesioner ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang “Status Gizi dan
Hubungannya dengan Lama Rawat Inap Dan Infeksi Pasca Operasi Pasien
Lansia Di Bangsal Bedah Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta”.
- Penelitian ini dimaksudkan untuk penyusunan skripsi atas nama Yosephin
Anandati Pranoto dari Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada dan menjadi masukan bagi pengembangan
pelayanan kesehatan pasien lansia khususnya yang menjalani operasi dan
rawat inap di bangsal bedah.
- Semua keterangan dan jawaban yang kami peroleh semata-mata untuk
kepentingan penelitian dan dirahasiakan.
- Keterangan dan jawaban Bapak/ Ibu berikan akan memberikan arti yang
besar dalam kelancaran penelitian ini.
Yogyakarta, ……………….…. 2012

Peneliti

66
FORMULIR IDENTITAS RESPONDEN

Nama lengkap :…………………………………………………………


Usia :……. tahun
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Nomor rekam medis :………………………………………………………….
Ruang rawat inap :…………………………………………………………..
Tanggal masuk :….-….-….
Diagnosa :………………………………………………………….
Tanggal operasi :….-….-….
Jenis operasi :……………………………………………………..
Suhu pasca operasi :……⁰C
Nilai WBC pasca operasi :…….103/µL
Komplikasi pasca operasi : ya/ tidak
Tanggal keluar :….-….-….
Status keluar :…………………………………………………….

67
FORMULIR MNA (MINI NUTRITIONAL ASSESMENT)

1. Adakah penolakan makanan karena berkurangnya nafsu makan, masalah


pencernaan, kesulitan menelan dan mengunyah selama 3 bulan terakhir?
0 = penurunan intake makanan berat
1 = penurunan intake makanan sedang
2 = tidak ada penurunan intake makanan
2. Adakah penurunan berat badan selama 3 bulan terakhir?
0 = penurunan lebih dari 3 kg
1 = tidak tahu
2 = penurunan berat badan diantara 1- 3 kg
3 = tidak ada penurunan berat badan
3. Mobilitas/ruang gerak
0 = selalu di tempat tidur/kursi
1 = dapat turun dari tempat tidur tanpa ke luar ruangan
2 = ke luar ruangan
4. Apakah pasien menderita stres psikis atau penyakit akut selama 3 bulan
terakhir?
0 = ya
2 = tidak
5. Adakah masalah neuropsikologis?
0 = dementia berat atau depresi
1 = dementia sedang
2 = tidak ada masalah psikologis
6. BMI (dalam kg/m2)
0 = kurang dari 19
1 = 19-21
2 = 21-23
3 = di atas 23
7. Hidup di rumah sendiri
1 = ya
0 = tidak

68
8. Mengkonsumsi lebih dari tiga jenis obat resep dokter setiap hari
0 = ya
1 = tidak
9. Terdapat luka tekan atau luka pada permukaan kulit
0 = ya
1 = tidak
10. Berapa banyak makan utama yang diterima setiap hari
0 = satu kali makan
1 = dua kali makan
2 = tiga kali makan
11. Intake protein yang biasa dikonsumsi
 1 porsi produk susu per hari (susu, keju, yoghurt) ya/tidak
 2 porsi/lebih kacang-kacangan atau telur per minggu ya/tidak
 Daging ikan/sapi/unggas/lain-lain setiap hari ya/tidak
0.0 = jika 0 atau 1 ya
0.5 = jika 2 ya
1.0 = jika 3 ya
12. Mengkonsumsi dua porsi atau lebih buah/sayuran per hari
0 = tidak
1 = ya
13. Berapa banyak cairan (air putih, jus, kopi, teh, susu, dll) yang dikonsumsi
per hari?
0.0 = kurang dari 3 cangkir
0.5 = 3-5 cangkir
1.0 = lebih dari 5 cangkir
14. Cara makan
0 = tidak dapat makan tanpa bantuan
1 = makan sendiri dengan beberapa kesulitan
2 = makan sendiri tanpa masalah
15. Penilaian pribadi terhadap status gizi
0 = menilai diri malnutrisi
1 = tidak yakin
2 = menilai diri tidak memiliki masalah gizi

69
16. Dibandingkan dengan orang lain dalam usia yang sama, bagaimana
pasien menilai kondisi kesehatannya?
0.0 = tidak sehat
0.5 = tidak tahu
1.0 = sama sehatnya
2.0 = lebih sehat
17. Ukuran lingkar lengan atas (LILA) dalam cm
0.0 = di bawah 21
0.5 = di antara 21-22
1.0 = lebih dari sama dengan 22
18. Lingkar betis dalam cm
0 = kurang dari 31
1 = lebih dari sama dengan 31

TOTAL SKOR: ……
Skor indikator malnutrisi: <17  malnutrisi
17-23,5  beresiko malnutrisi
24-40  normal

70
FORMULIR SKOR GNRI (GERIATRIC NUTRITIONAL RISK INDEX)

Formula GNRI:

(1,489 x albumin g/l) + (41,7 x Berat badan/ Berat badan ideal)

Kadar serum albumin awal :………g/L


Berat badan/ berat badan ideal :………kg
SKOR GNRI:…………….

Kategori: <92  beresiko sedang-tinggi


92-98  beresiko rendah
>98  tidak beresiko

71
ANALISA STATISTIK

CROSS TABS

1. Hubungan GNRI dan MNA dalam menilai status gizi

GNRI * MNA Crosstabulation

Count

MNA

beresiko tidak beresiko Total

GNRI beresiko 46 4 50

tidak beresiko 10 7 17
Total 56 11 67

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.176a 1 .001


Continuity Correctionb 7.902 1 .005

Likelihood Ratio 8.924 1 .003


Fisher's Exact Test .004 .004
Linear-by-Linear
10.024 1 .002
Association
N of Valid Casesb 67

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.79.
b. Computed only for a 2x2 table

72
2. Hubungan status gizi (GNRI) dengan lama rawat inap
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status_GNRI * LOS1 67 100.0% 0 .0% 67 100.0%

status_GNRI * LOS1 Crosstabulation

LOS1

Panjang pendek Total

status_GNRI Beresiko Count 27 23 50

% within status_GNRI 54.0% 46.0% 100.0%

% within LOS1 75.0% 74.2% 74.6%

% of Total 40.3% 34.3% 74.6%

tidak beresiko Count 9 8 17

% within status_GNRI 52.9% 47.1% 100.0%

% within LOS1 25.0% 25.8% 25.4%

% of Total 13.4% 11.9% 25.4%

Total Count 36 31 67

% within status_GNRI 53.7% 46.3% 100.0%

% within LOS1 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.7% 46.3% 100.0%

73
Chi Square

Value Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .006a 1 .940

Continuity Correctionb .000 1 1.000


Likelihood Ratio .006 1 .940

Fisher's Exact Test 1.000 .580


Linear-by-Linear
.006 1 .940
Association

N of Valid Casesb 67

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.87.
b. Computed only for a 2x2 table

3. Hubungan status gizi (MNA) dengan lama rawat inap


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status_MNA * LOS1 67 100.0% 0 .0% 67 100.0%

74
status_MNA * LOS1 Crosstabulation

LOS1

panjang pendek Total

status_MNA Beresiko Count 33 23 56

% within status_MNA 58.9% 41.1% 100.0%

% within LOS1 91.7% 74.2% 83.6%

% of Total 49.3% 34.3% 83.6%

tidak beresiko Count 3 8 11

% within status_MNA 27.3% 72.7% 100.0%

% within LOS1 8.3% 25.8% 16.4%

% of Total 4.5% 11.9% 16.4%

Total Count 36 31 67

% within status_MNA 53.7% 46.3% 100.0%

% within LOS1 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 53.7% 46.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 3.706a 1 .054


Continuity Correctionb 2.542 1 .111

Likelihood Ratio 3.780 1 .052


Fisher's Exact Test .096 .055
Linear-by-Linear
3.651 1 .056
Association
N of Valid Casesb 67

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.09.
b. Computed only for a 2x2 table

75
4. Hubungan status gizi (GNRI) dengan infeksi pasca operasi
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status_GNRI *
66 98.5% 1 1.5% 67 100.0%
infeksi_postop

status_GNRI * infeksi_postop Crosstabulation

infeksi_postop

ya tidak Total

status_GNRI beresiko Count 17 32 49

% within status_GNRI 34.7% 65.3% 100.0%

% within infeksi_postop 77.3% 72.7% 74.2%

% of Total 25.8% 48.5% 74.2%

tidak beresiko Count 5 12 17

% within status_GNRI 29.4% 70.6% 100.0%

% within infeksi_postop 22.7% 27.3% 25.8%

% of Total 7.6% 18.2% 25.8%

Total Count 22 44 66

% within status_GNRI 33.3% 66.7% 100.0%

% within infeksi_postop 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 33.3% 66.7% 100.0%

76
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .158a 1 .691


Continuity Correctionb .010 1 .921
Likelihood Ratio .161 1 .688
Fisher's Exact Test .773 .467
Linear-by-Linear
.156 1 .693
Association

N of Valid Casesb 66

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.67.
b. Computed only for a 2x2 table

5. Hubungan status gizi (MNA) dengan infeksi pasca operasi


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

status_MNA *
66 98.5% 1 1.5% 67 100.0%
infeksi_postop

77
status_MNA * infeksi_postop Crosstabulation

infeksi_postop

ya tidak Total

status_MNA beresiko Count 19 36 55

% within status_MNA 34.5% 65.5% 100.0%

% within infeksi_postop 86.4% 81.8% 83.3%

% of Total 28.8% 54.5% 83.3%

tidak beresiko Count 3 8 11

% within status_MNA 27.3% 72.7% 100.0%

% within infeksi_postop 13.6% 18.2% 16.7%

% of Total 4.5% 12.1% 16.7%

Total Count 22 44 66

% within status_MNA 33.3% 66.7% 100.0%

% within infeksi_postop 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 33.3% 66.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df (2-sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .218a 1 .640

Continuity Correctionb .014 1 .907


Likelihood Ratio .224 1 .636
Fisher's Exact Test .739 .465
Linear-by-Linear
.215 1 .643
Association

N of Valid Casesb 66

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67.
b. Computed only for a 2x2 table

78
Tabel Hasil Pengumpulan Dara Pasien Maret-Oktober 2012
no usia jk ruang rawat tanggal masuk alb awal diagnosa tanggal op jenis op tanggal keluar status keluar suhu post-op WBC post-op komplikasi LOS 1 skor MNA skor GNRI
1 66 L C2/K10 14/03/12 4.06 adenoma ca prostat 28/03/12 TURP, OSB 5/4/2012 diijinkan afebris 15.952 yes 21 21 100.5
2 73 L C2/K7 13/03/12 3.19 bph, retensi urine 20/03/12 sitoskopi, TURP, ev.batu 26/03/12 sembuh, diijinkan afebris 15.04 yes 13 12.5 84.8
3 72 L C2/K11 13/03/12 2.86 bph, retensi urine 29/03/12 sitoskopi, TURP, biopsi prostat
4/4/2012 membaik, diijinkan afebris 14.3 yes 21 13.5 79.8
4 69 L C1/K10 11/3/2012 3.56 bph, retensi berulang 16/03/12 TURP 20/03/12 sembuh, diijinkan afebris 7.1 no 9 19.5 88.6
5 66 P C2/K10 20/03/12 3.69 close fraktur ins (s) femur26/03/12 ORIF 30/03/12 diijinkan, membaik 36 13.41 yes 10 19 96.6
6 67 P C2/K1 20/03/12 2.74 tcc buli 20/03/12 sitoskopi TURB tumor 9/4/2012 membaik, aps afebris 9.13 no 19 19.5 77.4
7 78 L C2/K12 21/03/12 3.52 pneumothorax spontan 29/03/12 thorax PA 30/03/12 membaik, diijinkan afebris 7.59 no 9 15.5 81.7
8 66 L C2/K9 21/03/12 2.75 tumor maxila 16/04/12 maxilectomy sinistra 23/04/12 diijinkan afebris 21.66 yes 32 7.5 82.7
9 83 L C1/K10 21/03/12 2.91 adenoma ca prostat 3/4/2012 orchidectomi sub kapsular9/4/2012 bilateral diijinkan afebris no 18 15 70.78
10 68 P C2/K8 23/03/12 3.56 collum femur 2/4/2012 hemiarthroplasty 4/4/2012 diijinkan 36 15.06 yes 11 22 116.1
11 69 L C1/K7 26/03/12 2.98 susp ca prostat, retensi urine
3/4/2012 TURP, biopsi prostat 9/4/2012 sembuh, diijinkan afebris 8.53 no 13 26 86.1
12 67 P C2/K8 29/03/12 3.08 post herniarthroplasty 16/04/12 wound closure 19/04/12 membaik, diijinkan 36 22.1 yes 20 17.5 87.6
14 73 L C2/K12 23/04/12 4.21 ca prostat 5/4/2012 TURP, SOB 9/5/2012 diijinkan afebris 2.05 no 15 18.5 102.9
15 74 L C1/K7 22/04/12 1.7 peritonitis akut ec perforasi22/04/12
gastritis laparoskopi eksplorasi 26/04/12 meninggal 38 4.33 no 4 10 67
16 65 L C2/K7 23/04/12 3.55 susp ca prostat, retensi urine
1/5/2012 sistoskopi, biopsi prostat, 4/5/2012
TURP membaik, diijinkan febris 8.24 no 10 19.5 94.6
19 85 L C2/K7 26/04/12 3.26 susp ca prostat 30/04/12 TURP, biopsi prostat 5/5/2012 diijinkan febris 18.02 yes 8 15 90.2
20 69 L C2/K7 26/04/12 3.02 cholelithiasis dgn cholesistitis
7/5/2012 op kolesistektomy 12/5/2012 membaik, APS 36 24.94 yes 15 11 84.1
21 68 L C1/K10 1/5/2012 3.51 bph dengan luts 10/5/2012 TURP 15/05/12 diijinkan afebris 10.9 no 14 12 91.4
22 75 L C1/K7 30/04/12 2.13 fournier gangren, post appendix
30/04/12 debridemen LE apendiktomi 4/5/2012 meninggal 39 9.5 yes 4 13.5 73.42
24 72 L C2/K7 3/5/2012 3.1 HIL residu inconserats 2/5/2012 HIL repair 9/5/2012 membaik, APS 37.5 10.72 no 7 17.5 87.86
26 75 P C1/K4 6/5/2012 3.73 FF gangren 11/5/2012 orif 14/05/12 sembuh, diijinkan afebris 5.7 no 16 15 97.24
27 81 P C2/K8 11/5/2012 3.42 interforcarter femur (d) 18/05/12 orif 22/05/12 membaik, diijinkan afebris 13.59 yes 11 22 92.6
28 71 P C2/K10 10/5/2012 2.8 PAPO pedis (d) 21/05/12 amputasi below knee 24/05/12 diijinkan 36 18.95 yes 14 13.5 83.4
29 68 L C2/K7 7/5/2012 3.02 ileus obs post LE ileustomi8/5/2012 LE, bop ileostomi 14/05/12 diijinkan 37.1 10.06 no 3 23 91.9
30 63 L C2/K4 14/05/12 2.29 DJ Stent 16/05/12 removal dj stent 18/05/12 membaik, diijinkan afebris 7.5 no 4 24 82.7
31 60 L C2/K3 14/05/12 4.51 tcc buli 18/05/12 sitoskopi ev. VII sampai tur21/05/12
bt membaik, diijinkan afebris 9.92 no 7 28 111.0
32 76 L C2/K7 14/05/12 3.82 adenoma ca prostat 21/05/12 uretrosi sitoskopi tur bt, osb28/05/12 diijinkan afebris 10.9 no 14 18 98.6
35 64 L C2/K7 16/05/12 4.52 BPH dg ret.urin 25/05/12 tur p prostat 31/05/12 membaik afebris 12.5 no 15 20.5 109.0
36 69 L C1/K7 15/05/12 3.65 susp. Ca prostat 23/05/12 tur p biopsi prostat 28/05/12 sembuh.diijinkan afebris 5.07 no 3 23.5 86.4
37 63 L C3/K1 21/05/12 2.77 gros hematuria pos tur p ,21/05/12
bph dg 1 et.pasang
Urine dc irigasi nall 24/05/12 membaik, diijinkan 7.7 no 3 14.5 83.0
38 62 L C1/K7 21/05/12 3.55 hil (d) 25/05/12 operasi laparoskopi herno29/05/12
repair diijinkan afebris 8.97 no 8 25.5 106.0
41 73 P c2/k11 22/05/12 2.8 close fraktur colom femur25/05/12 hermiartoplasti 22/05/12 diijinkan, membaik 10.31 no 5 23.5 83.4
43 71 L c3/k11 25/05/12 3.38 adenoma ca prostat 30/05/12 osb 31/05/12 membaik, diijinkan demam no 6 20.5 87.9
44 71 L c2/k7 28/05/12 3.2 nhc 5/6/2012 debulking tumor disepsi leher06-Jun-12 meninggal 8.57 no 8 15 89.4
45 72 L c2/K7 28/05/12 3.7 tcc buli 1/6/2012 tur bt 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 9.66 no 8 27 116.5
46 70 L c2/k7 29/05/12 3.05 striptur uretra 4/6/2012 uretroskopi 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris no 7 25 106.3
49 70 p c3/k8 30/05/12 3.25 ca collon sigmoid 8/6/2012 laparostomi tumor collon 15/06/12 membaik, diijinkan demam 8.83 no 15 20 90.1
50 77 l ck/k9 30/05/12 2.2 hanp cervikal 5/6/2012 laminektomi 13/06/12 membaik, diijinkan afebris no 13 18 74.5
52 73 l c1/k5 31/06/12 3.46 tcc buli t1 nx mo 7/6/2012 sitoskopi tur79 bt 11-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 6.12 no 7 3.46 97.9
55 65 p c2/k7 5/6/2012 3.38 app kronis 8/6/2012 apendiktomi 13/06/12 membaik, diijinkan 7.8 8 18.5 86.8
56 65 l c2/k10 6/6/2012 4.21 bcc buli 14/6/2012 eksisi luas + FZ 27/06/12 membaik, diijinkan afebris 7.03 no 21 23.5 104.4
57 60 l c3/k2 5/6/2012 3.2 costa 6/6/2012 dp 07-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 1.42 yes 2 26.5 118.6
58 63 l c2/k11 6/6/2012 3.67 hil (d) 8/6/2012 hil repair 12-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 7.6 no 6 25 96.0
36 69 L C1/K7 15/05/12 3.65 susp. Ca prostat 23/05/12 tur p biopsi prostat 28/05/12 sembuh.diijinkan afebris 5.07 no 3 23.5 86.4
37 63 L C3/K1 21/05/12 2.77 gros hematuria pos tur p ,21/05/12
bph dg 1 et.pasang
Urine dc irigasi nall 24/05/12 membaik, diijinkan 7.7 no 3 14.5 83.0
38 62 L C1/K7 21/05/12 3.55 hil (d) 25/05/12 operasi laparoskopi herno29/05/12
repair diijinkan afebris 8.97 no 8 25.5 106.0
41 73 P c2/k11 22/05/12 2.8 close fraktur colom femur25/05/12 hermiartoplasti 22/05/12 diijinkan, membaik 10.31 no 5 23.5 83.4
43 71 L c3/k11 25/05/12 3.38 adenoma ca prostat 30/05/12 osb 31/05/12 membaik, diijinkan demam no 6 20.5 87.9
44 71 L c2/k7 28/05/12 3.2 nhc 5/6/2012 debulking tumor disepsi leher
06-Jun-12 meninggal 8.57 no 8 15 89.4
45 72 L c2/K7 28/05/12 3.7 tcc buli 1/6/2012 tur bt 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 9.66 no 8 27 116.5
46 70 L c2/k7 29/05/12 3.05 striptur uretra 4/6/2012 uretroskopi 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris no 7 25 106.3
49 70 p c3/k8 30/05/12 3.25 ca collon sigmoid 8/6/2012 laparostomi tumor collon 15/06/12 membaik, diijinkan demam 8.83 no 15 20 90.1
50 77 l ck/k9 30/05/12 2.2 hanp cervikal 5/6/2012 laminektomi 13/06/12 membaik, diijinkan afebris no 13 18 74.5
52 73 l c1/k5 31/06/12 3.46 tcc buli t1 nx mo 7/6/2012 sitoskopi tur bt 11-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 6.12 no 7 3.46 97.9
55 65 p c2/k7 5/6/2012 3.38 app kronis 8/6/2012 apendiktomi 13/06/12 membaik, diijinkan 7.8 8 18.5 86.8
56 65 l c2/k10 6/6/2012 4.21 bcc buli 14/6/2012 eksisi luas + FZ 27/06/12 membaik, diijinkan afebris 7.03 no 21 23.5 104.4
57 60 l c3/k2 5/6/2012 3.2 costa 6/6/2012 dp 07-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 1.42 yes 2 26.5 118.6
58 63 l c2/k11 6/6/2012 3.67 hil (d) 8/6/2012 hil repair 12-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 7.6 no 6 25 96.0
59 69 l c/k7 8/6/2012 3.18 ret. Urine striktur uretra 8/6/2012 op en sistomi 14/06/12 belum sembuh, diijinkan afebris 6.95 no 6 21 89.0
60 67 l c1/k7 10/6/2012 3.58 hil dex cep tereduksi spontan 13/06/12 hernio repair laparoskopi 15/06/12 sembuh.diijinkan afebris 8.12 no 5 22 95.0
62 66 l c2/k12 11/6/2012 3.96 susp ca buli dgn gross hematuri
13/06/12 sitoskopi tur bt 16/06/12 diijinkan, membaik afebris 9.1 no 5 20.5 99.8
63 91 l c1/k7 12/6/2012 3.15 susp. Ca prostat dg iet urine 15/06/12
berulangturp biopsi prostat 19/06/12 membaik, diijinkan afebris 9.59 no 7 2.5 88.6
64 76 p c1/k8 12/6/2012 1.79 vistula entero vesiva 7/7/2012 laparostomi eksplorasi 13/07/12 meninggal 38 14.8 yes 30 17 68.0
65 68 p c2/k8 12/6/2012 3.71 ca pankreas 19/06/12 laparoskopi konversi, lap eksplorasi
28/06/12 reseksi,
membaik,
tumor pankreas
diijinkan simple suture
38 jejunum sp lemeli
14.71 yes 16 27 105.0
70 68 l c1/k4 5/7/2012 1.74 BPH 18/07/12 sisitokopi biopsi prostat tur26-Jul-12
biopsi tumor evaluasi.
meninggal
Laparotomi eksplorasi
afebris
repair buli 7.9 no 21 15.5 63.8
72 70 L C5/K1 10/7/2012 3.44 susp ca prostat, retensi urine13/07/12 turp 24/07/12 diijinkan afebris 15.63 yes 14 23 92.9
73 90 P C3/K7 11/7/2012 3.23 commotio cerebri 16/07/12 diijinkan 19.73 yes 5 7.5 89.7
74 61 P C3/K8 11/7/2012 1.73 cf femur, dm2no 23/07/12 orif 26/07/12 membaik, diijinkan afebris 10 no 15 21 79
75 62 L C1/K9 11/7/2012 3.23 snnt post ismolohektomi 13/07/12 total tiroidektomi, ismolobektomi 18/07/12 membaik, diijinkan afebris 14.25 yes 7 28.5 89.8
77 78 L C3/K5 17/07/12 3.25 bph, retensi urine 23/07/12 turp 27/07/12 membaik, diijinkan afebris 8.26 no 10 15.5 90.1
78 72 P C3/K7 18/07/12 2.98 fraktur inter femur (s) 1/8/2012 orif-abp 6/8/2012 diijinkan afebris 17.65 yes 28 18 86.1
79 68 P C2/K8 19/07/12 3.47 cf of middle ulna 19/07/12 orif 23/07/12 diijinkan afebris 1.97 yes 4 23 91.5
80 70 L C1/K6 23/07/12 3.96 bph, luts 30/07/12 turp 6/8/2012 membaik, diijinkan no 13 24 109
81 72 L C5/K2 7/24/2012 3.1 cf collufemur 1/8/2012 herniarthroplasty 8/4/2012 membaik, dijinkn afebris 10.47 no 10 15.5 94
82 61 L C3/K2 7/24/2012 3.75 cf of the right titral plate 26/07/12 orif, iliac bone graft 7/30/2012 diijinkan afebris 10.4 no 6 23 101.4
83 71 L C1/K3 7/26/2012 3.3.7 susp ca postat 1/8/2012 turp, biopsi prostat 8/9/2012 membaik, diijinkan afebris 14.32 yes 13 21.5 89.5
84 73 L C5/K2 7/25/2012 4.22 bph 7/8/2012 turp, biopsi, sitoskopi 8/15/2012 diijinkan afebris 13.71 yes 20 21.5 104.5
86 62 L C5/K1 7/26/2001 2.09 oa hip gad iv (d) 1/8/2012 resection arthroplaty 8/8/2012 membaik, diijinkan afebris 8.16 no 12 12.5 72.8
87 71 P C5/K2 7/29/2012 3.15 cf 1/3 distal 6/8/2012 orif, kso femur 8/9/2012 membaik, diijinkan afebris 7.6 no 10 13 88.6
88 60 L C2/K7 7/31/2012 2.7 ckd st v post av shunt 8/8/2012 av shunt 8/9/2012 membaik, diijinkan afebris 7.3 no 9 19 73.5
89 63 P C1/K8 8/1/2012 2.54 abses peritonium dm 2/8/2012 insisi drainase 8/8/2012 sembuh, diijinkan afebris 10.18 no 7 23 79.5
90 73 L C3/K6 7/10/2001 3.76 susp bph, retensi urine 23/07/12 turp, biopsi 2807/12 diijjinkan, membaik afebris 8.1 no 18 21.5 97.7

80

Anda mungkin juga menyukai