SKRIPSI
Disusun Oleh:
Yosephin Anandati Pranoto
09/280161/KU/12999
sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang telah
saya lakukan dan bukan hasil meniru dari penelitian pihak lain.
iii
KATA PENGANTAR
penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “Status Gizi dan Hubungannya dengan
Lama Rawat Inap Dan Infeksi Pasca Operasi Pasien Lansia Di Bangsal Bedah
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta” ini dapat terselesaikan. Penyusunan karya tulis
ilimiah ini dilakukan sebagai pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh
Karya tulis ilmiah ini terselesaikan tidak lepas dari pihak-pihak yang telah
tulis ini.
3. Ibu Mutiara Tirta selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak
4. Pihak RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan
iv
5. Mbak Desty, Mbak Diba dan Nai yang selama kurang lebih tujuh bulan
Yogyakarta.
6. Kedua orang tua penulis Lorensius H. Pranoto dan Diah Utari BR. serta
Monica, Rini, Bella, Ayu, Yusuf yang selalu ada di setiap langkah penulis
9. Edwin, Uli, Dwi, Tiwi dan Windy yang bersedia meluangkan waktu secara
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis namun
wawasan bagi pembaca dan juga dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan karya tulis
ini yang mungkin masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu segala kritik dan
Penulis
v
Untuk RA. Soemartini,
vi
DAFTAR ISI
INTISARI ……………………………………………………………… xi
vii
6. Uji Validitas …………………………………….................. 19
D. Hipotesis .............................................................................. 23
E. Variabel …………….............................................................. 26
A. HASIL ………………………………………………………….. 35
viii
5. Hubungan Status Gizi dengan Infeksi Pasca Operasi …… 43
B. PEMBAHASAN ……………………………………………….. 44
A. KESIMPULAN …………………………………………………. 56
B. SARAN ………………………………………………………… 57
LAMPIRAN ....................................................................................... 62
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3. Tabel kontingensi 2x2 untuk uji validitas GNRI terhadap MNA 31
Tabel 10. Hubungan status gizi dengan infeksi pasca operasi ………… 43
x
Status Gizi dan Hubungannya dengan Lama Rawat Inap dan Infeksi Pasca
Operasi Pasien Lansia di Bangsal Bedah RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Yosephin Anandati Pranoto1, Susetyowati2, Yayuk Hartriyanti3
INTISARI
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara status gizi dengan lama rawat inap
dan infeksi pasca operasi pasien lansia di bangsal bedah baik dengan metode
pengukuran GNRI maupun MNA.
Kata Kunci: malnutrisi, lansia, infeksi pasca operasi, lama rawat inap
1
Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
2
Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
3
Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta
xi
Nutritional Status and its Association with Length of Stay and
Post Operative Infection in Geriatric Surgical Patients
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Yosephin Anandati Pranoto1, Susetyowati2, Yayuk Hartriyanti3
ABSTRACT
Method: This is an analytic cross sectional study that is held in Adult Surgery
Department of RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta along March-November 2012. 67
geriatric patients with surgical treatment are assessed their early nutritional status
with MNA and GNRI. Followed by record of their date of admission and
submission and also their incidence of post operative infection (taken from
medical record data). Validity test is done by calculating sensitivity, specificity and
MSS value of GNRI and bi-variate analyze with chi square.
Results: Based on its validity test GNRI sensitivity is 82,14% and specificity
63,64% (MSS 145,78%). Patients with nutritional risk status with longer length of
stay is 58,9% assessed with MNA and 54% with GNRI. Patients with no risk of
malnutrition assessed with MNA and having no post operative infection is 72,7%
and 70,6% while assessed with GNRI. Chi square analyze shows no association
between nutritional status with length of stay and post operative infection in
geriatric patients assessed with GNRI and MNA (p>0,05).
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hospital malnutrition atau keadaan malnutrisi pada pasien di rumah sakit dari
dulu hingga kini masih menjadi masalah di dunia kesehatan. Salah satu
penelitian terdahulu menunjukkan, dari total pasien yang menjalani rawat inap di
rumah sakit ditemukan sebanyak 78,3% mengalami status gizi yang rendah atau
malnutrisi (Pablo dkk., 2003). Menurut Westergen dkk. (2009), prevalensi gizi
buruk lebih tinggi ditemukan pada rumah sakit besar dibandingkan dengan
rumah sakit kecil dan sedang yaitu 34%, 26% dan 22%.
Pasien rawat inap di rumah sakit dengan angka morbiditas dan mortalitas
yang tinggi akibat malnutrisi adalah kelompok pasien di bangsal bedah. Rata-
rata dari keseluruhan pasien bedah, sebesar 52,5% berada dalam kondisi
malnutrisi di awal masa rawat inapnya (Sungurtekin dkk., 2004). Menurut Ija
(2009), kondisi malnutrisi ini dapat berakibat pada lamanya masa rawat inap dan
memperbesar kejadian komplikasi yang mengarah pada kematian hingga 5,5 kali
lipat jika dibandingkan dengan pasien bedah yang tidak malnutrisi. Pasien
dengan status gizi rendah yang dapat diketahui dengan skrining gizi pada awal
masa rawat inap di rumah sakit, biasanya memiliki resiko kematian yang tinggi
atau dengan kata lain, tingkat survival pasca operasi menjadi rendah
(Ambarukminingsih, 2012).
1
Menurut Pablo dkk. (2003), kondisi malnutrisi pada pasien lanjut usia (lansia)
lainnya. Kondisi seperti ini menyebabkan kebutuhan akan skrining status gizi
pada pasien lansia penting untuk dapat mendeteksi kejadian malnutrisi sedini
bahwa penilaian status gizi pada pasien sangat penting untuk dilakukan pada
pasien yang masuk ke rumah sakit terutama pasien dengan resiko malnutrisi
yang tinggi. Identifikasi dan skrining malnutrisi dini dapat mendukung intervensi
gizi oleh ahli gizi yang tepat dapat dilakukan terhadap pasien sehingga outcome
pasien yang lebih baik dan efektivitas biaya kesehatan secara keseluruhan dapat
diwujudkan.
metode skrining status gizi pada pasien lansia. Sejak divalidasi pada tahun 1994,
dan reliabilitas yang tinggi untuk menilai kejadian malnutrisi pada pasien lansia.
Ketepatan uji sensitivitas penggunaan MNA adalah sebesar 96% (Vellas dkk.,
2003). Hasil skrining status gizi pasien dengan sistem skoring MNA berkorelasi
erat dengan lama rawat inap dan status pulang pasien. Skor MNA juga sejalan
2
Bouillane dkk. (2005) melakukan suatu pengembangan baru untuk
mengukur status gizi lansia yang disebut dengan Geriatric Nutritional Risk Index
(GNRI). GNRI terbukti dapat menjadi alat sederhana dan akurat untuk
Pengembangan yang dilakukan dari metode Nutritional Risk Index (NRI) ini
mengalami beberapa modifikasi seperti berat badan ideal dan pengukuran tinggi
badan pasien lansia dari pengukuran tinggi lutut (knee height). Konversi tinggi
lutut menjadi tinggi badan yang didapat dari persamaan Chumlea lebih akurat
ideal dihitung dengan formula Lorentz (WLo) yang menggunakan data tinggi
Masa rawat inap pasien di rumah sakit terbukti memiliki hubungan erat
dengan status gizi mereka. Pada kelompok pasien lansia dengan resiko
malnutrisi yang dinilai dengan skor GNRI (<82) memiliki rata-rata lama rawat
inap yang lebih panjang dibandingkan dengan kelompok pasien tanpa resiko
(≥82) yaitu sebesar 14,32 hari dan 9,31 hari. Rata-rata durasi lama rawat inap
pasien lansia di rumah sakit yang memiliki status gizi buruk (skor MNA<17 )
meningkat 2,11 lipat dibandingkan dengan pasien dengan status gizi baik (skor
perbandingan metode GNRI dan MNA sebagai indikator penilaian status gizi dan
prediktor infeksi pasca operasi dan lama rawat inap pada pasien lansia yang
3
menjalani operasi. Penelitian akan dilakukan terhadap pasien lansia yang
menjalani operasi dan rawat inap di bangsal bedah RSUP Dr. Sardjito
menjalani rawat inap di rumah sakit ini adalah sebesar 40-65% (Susetyowati
dkk., 2009).
B. Rumusan masalah
and Specificity (MSS) pada uji validitas GNRI yang dibandingkan dengan
MNA untuk menentukan status gizi pada pasien lansia di bangsal bedah?
2. Apakah ada perbedaan antara metode GNRI dan MNA dalam menilai status
3. Apakah ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah
yang diukur dengan MNA dan GNRI dengan lama rawat inap?
4. Apakah ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah
yang diukur dengan MNA dan GNRI dengan infeksi pasca operasi?
C. Tujuan penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi pasien
lansia di bangsal bedah. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini antara lain
adalah:
4
1. Mengetahui nilai sensitivitas, spesifisitas dan MSS metode GNRI yang
dibandingkan dengan MNA untuk menentukan status gizi pada pasien lansia
di bangsal bedah.
2. Mengetahui perbedaan antara metode GNRI dan MNA dalam menilai status
3. Mengetahui hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang
4. Mengetahui hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
metode penilaian status gizi bagi pasien lansia yang menjalani rawat inap di
rumah sakit.
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat serta menjadi acuan dan sumber
5
E. Keaslian penelitian
6
Tabel 1. Keaslian Penelitian
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
keadaan yang dinamis, ada pembangunan dan ada perusakan. Pada tahap
Manusia lanjut usia atau yang biasa disebut sebagai lansia akan mengalami
perubahan seperti penurunan performa jaringan aktif tubuh misalnya otot dan
organ seperti jantung, otak, ginjal dan hati (Sunita, 2011). Menurut WHO
(2000), cut-off yang disepakati untuk elderly atau usia lanjut (usila) adalah
Seseorang dengan kondisi malnutrisi lebih mudah untuk terkena infeksi oleh
bakteri, virus dan mikrobia lain begitu juga sebaliknya bahwa kondisi infeksi
resiko infeksi karena turunnya daya tahan tubuh pasien (Sjamsuhidajat dkk.,
Aires untuk mendapatkan karakteristik data status gizi pada pasien yang
8
merupakan kelompok dengan resiko komplikasi yang paling besar pula jika
Menurut Ija (2009), kondisi malnutrisi ini dapat berakibat pada lamanya masa
kematian hingga 5,5 kali lipat jika dibandingkan dengan pasien bedah yang
tidak malnutrisi. Kesembuhan luka pasca operasi pasien juga erat kaitannya
dengan status gizi. Pasien dengan status gizi rendah yang dapat diketahui
dengan skrining gizi pada awal masa rawat inap di rumah sakit, biasanya
memiliki resiko kematian yang tinggi atau dengan kata lain, tingkat survival
2005).
prevalensi malnutrisi yang tinggi yaitu 44%-61% yang diukur dengan metode
Subjective Global Assesment (SGA) dan Nutritional Risk Index (NRI) dan
pada saat keluar dari rumah sakit prevalensi malnutrisi menjadi lebih tinggi
yaitu 67%-81%. Hal ini juga sejalan dengan ditemukannya tingginya angka
dengan pasien dengan status gizi baik. Komplikasi pasca operasi pada
pasien yang mengalami malnutrisi lebih besar hingga 9,9 kali lipat
dibandingkan dengan pasien dengan status gizi yang baik. Metode skrining
SGA dan NRI merupakan prediktor malnutrisi dan komplikasi pasca operasi
9
Kadar serum albumin pre-operasi pasien merupakan prediktor paling
dengan kadar albumin rendah (di bawah 21g/L) pada penelitian ini ditemukan
mengalami kenaikan resiko kematian dari 1% menjadi 29% dan 10% menjadi
terjadi komplikasi klinis dan panjangnya lama rawat inap pada pasien yang
yang menjadi faktor resiko terhadap lama rawat inap pasien adalah: jenis
(kehilangan berat badan > kenaikan berat badan > berat badan tetap), BMI
10
2. Status Gizi dan Lama Rawat Inap
Lama rawat inap pasien yang memiliki status gizi buruk (deplesi
massa otot) maupun gizi lebih (excess body fat) mengalami kenaikan yang
rawat inap pada pasien dengan status gizi normal (fat free mass/FFMI
normal) memiliki masa rawat inap rata-rata 4,8 hari yang berarti lebih pendek
dibandingkan dengan pasien dengan status gizi rendah (FFMI rendah) yang
lama rawat inap rata-ratanya adalah 8,5 hari (Kyle dkk., 2004).
status gizi dan lama rawat inap, morbiditas dan mortalitas serta biaya rumah
sakit dilakukan terhadap 709 pasien rumah sakit di Brazil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lama rawat inap pada pasien dengan status gizi baik
lebih pendek yaitu sembilan hari. Kejadian komplikasi terjadi pada 27%
dengan pasien yang memiliki status gizi normal (Correia dkk., 2003).
perubahan status gizi pada pasien. Menjaga status gizi pasien yang masuk
11
Risk Index) dan NRS (Nutritional Risk Screening Tool) merupakan metode
yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi pada pasien (Kyle dkk.,
2010).
bulan dengan 289 subjek penelitian dari bangsal syaraf dan bangsal penyakit
gizi awal pasien (dengan IMT dan kadar albumin serum) yang berada dalam
kondisi buruk (malnutrisi) adalah sebesar 33,5% (dengan IMT) dan 67,4%
(dengan kadar albumin serum). Status pulang pasien dengan status gizi tidak
kondisi tidak membaik. Status pulang pasien dipengaruhi oleh hasil skrining
dengan indikator status gizi awal pasien, pada indikator SNAQ (Short
malnutrisi memiliki kemungkinan 3,35 kali lipat untuk pulang dalam kondisi
tidak baik dibandingkan dengan pasien tanpa resiko malnutrisi. Lama rawat
pasien pada penelitian ini dikategorikan menjadi lama rawat inap pendek
(kurang dari tujuh hari) dan panjang (lebih dari sama dengan tujuh hari).
Lama rawat pasien memiliki perbedaan yang signifikan dengan hasil skrining
Questionaire) yang berarti lama rawat inap pasien dipengaruhi oleh status
gizi awal pasien masuk (yang didapat dari hasil skrining). Pasien dengan
resiko malnutrisi terbukti memiliki lama rawat inap yang panjang dan pasien
12
tanpa resiko malnutrisi memiliki lama rawat inap yang pendek. Dengan
kemungkinan 1,58 kali lipat untuk memiliki lama rawat inap yang panjang
2009).
mengenai pengaruh status gizi awal pasien bedah mayor yang dinilai dengan
indikator NRI terhadap lama rawat inap dan penyembuhan luka pasca
operasi. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa pasien bedah mayor yang
memiliki status gizi buruk berpeluang 5,5 kali mengalami masa rawat yang
panjang lebih dari tujuh hari dibandingkan pasien dengan status gizi baik.
Selain itu, pasien memiliki resiko 4,8 kali lebih besar mengalami
penyembuhan luka pasca operasi yang tidak baik dibandingkan mereka yang
menjalani rawat inap. Durasi rawat inap pasen lansia secara signifikan
berhubungan dengan status gizi. Status gizi pasien yang menjalani rawat
inap dapat diukur dengan menggunakan metode skrining seperti MNA dan
malnutrisi yang digambarkan dari hasil skrining dan indikator biologis seperti
13
(Ambarukminingsih, 2012 ; Ija, 2009; Kagansky dkk., 2005; Prasetiyo dkk.,
2010).
dengan maksimal jika skrining awal status gizi dilakukan pada setiap pasien.
dibutuhkan metode skrining yang efektif untuk menilai status gizi dan
kesehatan lansia. Penilaian status gizi pada pasien di rumah sakit memiliki
14
b. Menentukan karakteristik kondisi malnutrisi yang memiliki relevansi klinis
ditemukan pada pasien di rumah sakit sejak dulu hingga kini. Dengan adanya
peringatan dini maka dukungan gizi yang layak dapat diberikan pada pasien
(Gibson, 2005).
badan. Indikator biologis berupa albumin dan kondisi berat badan saat sakit
(Bouillane dkk, 2005). Menurut Ija (2009), penyembuhan luka pasca bedah
indikator tingkat albumin pasien untuk memprediksi lama rawat inap dan
kondisi output pasien bedah terbukti, makin baik kadar serum albumin
pasien, makin baik pula kondisi status gizi yang kemudian dapat
operasi (Gibbs dkk., 1999; Kurdanti, 2003). Cereda dkk. (2009) menyatakan
candida, infeksi saluran kemih dan kematian) yang lebih besar dibandingkan
dengan MNA. GNRI juga terbukti memiliki nilai sensitivitas yang baik yaitu
86%.
15
4. Mini Nutritional Assesment (MNA)
digunakan sebagai skrining gizi pada lansia. Aspek yang digunakan dalam
kebiasaan makan, dan penilaian gizi subjektif. Rata-rata durasi lama rawat
inap pasien lansia di rumah sakit yang memiliki status gizi buruk (skor
gizi baik (skor MNA ≥24). Faktor resiko malnutrisi pasien lansia dengan
serum albumin yang rendah adalah 4,76 kali lipat dibandingkan dengan
pada lansia karena parameter lain memiliki performa yang buruk terhadap
golongan usia ini. MNA dapat digunakan untuk kebutuhan pasien lansia di
rumah sakit, praktek umum, panti wredha maupun rawat jalan dan home
care. Penggunaan MNA paling baik jika dilakukan pada lansia yang beresiko
malnutrisi dan lansia dengan gangguan kesehatan yang terkait status gizi.
reliabilitas yang tinggi untuk menilai kejadian malnutrisi pada pasien lansia
16
Formulir MNA terdiri atas 18 item pertanyaan yang digolongkan
secara umum, penilaian asupan diet dan penilaian subjketif. MNA dapat
digunakan oleh siapa saja (sekalipun tenaga tak terlatih) dan pengisian
formulir MNA memakan waktu tidak lebih dari 20 menit. Skor maksimum
MNA adalah 30, dengan definisi tidak beresiko malnutrisi pada skor >23,5,
beresiko pada skor 23,5-17 dan mengalami malnutrisi pada skor <17
untuk lansia yang paling terpercaya akurasinya hingga saat ini berdasarkan
nilai spesifisitas dan sensititvitasnya yang tinggi dan telah dibuktikan oleh
2009). Hasil skrining status gizi pasien yang tercermin dalam skor MNA
berkorelasi erat dengan lama rawat inap dan status pulang pasien serta
mengukur status gizi lansia yang disebut dengan Geriatric Nutritional Risk
Index (GNRI). Dalam penelitian tersebut GNRI terbuktikan dapat menjadi alat
sederhana dan akurat untuk memprediksi kejadian sakit dan angka kematian
17
berat badan ideal dan penguruan tinggi lutut (knee height) untuk
kelompok lansia kurang tepat jika dilakukan pengukuran tinggi badan secara
Dengan kategori :
malnutrisi yang dinilai dengan skor GNRI (<82) memiliki rata-rata lama rawat
inap yang lebih panjang dibandingkan dengan kelompok pasien tanpa resiko
18
pneumonia, infeksi saluran kemih dan candida) dan bedsores setelah
resiko malnutrisi dan malnutrisi memiliki nilai nutritional indices yang lebih
status gizi tinggi resiko malnutrisi yang memiliki nilai nutritional indices
rendah. Resiko komplikasi pada pasien dengan skor GNRI <98 lebih tinggi
memiliki nilai prediksi tunggal yang paling baik untuk kejadian komplikasi
GNRI dan MNA untuk mengukur status gizi pada lansia menunjukkan
kedua metode ini menjadi lebih baik ketika digunakan bersamaan (Cereda
dkk., 2009).
6. Uji Validitas
Metode uji/ prediktor yang ideal adalah metode yang secara akurat dapat
untuk menilai status gizi pada pasien di rumah sakit maupun status gizi
19
manusia pada umumnya, membutuhkan kepastian kualitas performa
pengujian dalam penelitian yang sesuai besar sampel, desain dan analisa
menentukan subyek yang tidak sakit. Sebagai indikator performa alat uji
digunakan pula nila MSS (Maximum Sum of Sensitivity and Specificity) yang
20
Penggolongan kualitas indikator berdasarkan nilai SE dan SP menurut
b. Baik: >70%-90%
21
B. Kerangka Teoritis
JENIS KELAMIN
USIA
PENYAKIT
LAMA RAWAT INAP
PERUBAHAN BERAT
BADAN KOMPLIKASI-INFEKSI
PASCA OPERASI
BODY MASS INDEX
STATUS GIZI
Bagan modifikasi kerangka teori dari Leandro-Merhi dkk. (2010) dan Kyle dkk.
(2010)
22
C. Kerangka Konseptual
D. Hipotesis
spesifisitas dan MSS yang tergolong baik dalam menilai status gizi pasien
2. Ada perbedaan antara metode GNRI dan MNA dalam menilai status gizi
3. Ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang diukur
4. Ada hubungan antara status gizi pasien lansia di bangsal bedah yang diukur
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
penelitian ini adalah cross sectional analitik yang ingin melihat validitas GNRI
dalam menilai status gizi yang dibandingkan dengan MNA serta hubungan status
gizi yang dinilai dengan GNRI dan MNA dengan lama rawat inap dan infeksi
Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien lanjut usia yang menjalani
dengan metode purposive sampling yaitu yang menjadi sampel dalam penelitian
24
a. Kriteria inklusi: pasien berusia ≥ 60 tahun yang menjalani operasi dan rawat
inap di bangsal bedah instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan
b. Kriteria eksklusi: pasien pulang atas permintaan sendiri (APS) dan berpindah
N = (Z£2 . P . Q) / d2
Dengan:
Q= 1-P
pasien)
pasca operasi:
menjadi 74 pasien).
25
b. Untuk menghitung besar sampel untuk nilai prediksi lama rawat inap
Proporsi lama rawat pasien yang panjang pada pasien malnutrisi sebesar
terbesar, maka besar sampel minimal yang ditentukan dalam penelitian ini adalah
74 pasien.
D. Alat Penelitian
a. Kuesioner yang berisi: informed consent, data pasien, form MNA dan form
GNRI (terlampir)
d. Alat tulis
E. Variabel
dengan skoring dari asesmen gizi dengan metode GNRI dan MNA)
b. Variabel tergantung
26
F. Definisi Operasional
a. Sensitivitas
Baik: >70%-90%
b. Spesifisitas
Baik: >70%-90%
27
d. Lama rawat inap/hari rawat merupakan lamanya pasien dirawat yang dengan
138 Th. 2009). Menurut Depkes (2007), indikator lama rawat inap/length of
stay (LOS) yang ideal adalah 6-9 hari, maka dengan pertimbangan lamanya
masa rawat pasien yang menjalani operasi angka sembilan hari diambil
menjadi standar pada penelitian ini. Kategori lama rawat inap total:
e. Infeksi pasca bedah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi
komplikasi infeksi yang tidak diinginkan pasca operasi yang dilihat dari
Infeksi: pasca operasi kondisi pasien demam tinggi (>38⁰C) dan/atau angka
Tidak infeksi: pasca operasi kondisi pasien afebris dan angka leukosit di
batas normal
28
f. Status Gizi Pasien merupakan status kesehatan yang dipengaruhi oleh
utilisasi dari zat gizi yang dikonsumsi oleh seseorang (Almatsier dkk.,2011).
Status gizi pasien pada penelitian ini ditentukan dengan dengan metode
penelitian dalam waktu 2x24 jam pasien masuk bangsal bedah. Kategori
ii. Skor GNRI adalah skor yang didapatkan berdasarkan hasil perhitungan
pengisian form GNRI setelah pengukuran data berat badan, tinggi lutut
dan pencatatatan hasil tes albumin awal subjek penelitian dalam waktu
29
G. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Seluruh data dalam penelitian ini yang didapatkan sebelum bulan September
2012 merupakan data sekunder. Data yang digunakan merupakan bagian dari
4. Perhitungan GNRI
Data sekunder yang diperoleh dengan pencatatan dari rekam medis terhadap:
1. Diagnosa pasien
3. Nilai hasil tes laboratorium serum albumin awal dan angka leukosit pasca
operasi
Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabulasi dan selanjutnya
30
1. Untuk menilai kualitas metode skrining GNRI akan dilakukan analisa
Berikut tabel kontingensi 2x2 yang digunakan untuk analisa diagnostik MNA
dan GNRI:
Tabel 3. Tabel kontingensi 2x2 untuk uji validitas GNRI terhadap MNA
I. Jalannya Penelitian
a. Tahap Persiapan
31
2. Melakukan peninjauan ke ruang perawatan dan menginformasikan ke
b. Tahap Pelaksanaan
Menghitung skor
2. Melakukan interview dan MNA dan GNRI
asesmen gizi untuk
pengisian form MNA dan
GNRI
Lama rawat inap
total
Memonitor infeksi
3. Mencatat tanggal dan
pasca bedah dari
jenis operasi yang dilakukan
RM
terhadap pasien
4. Mencatat tanggal
berakhirnya hari rawat
pasien dan keterangan
pulang (pulang dengan
kondisi
sembuh/membaik/keinginan
sendiri/meninggal)
32
c. Tahap Pelaporan
mendapatkan:
Mada (terlampir).
2. Surat permohonan ijin dari institusi untuk melakukan penelitian di RSUP Dr.
Sardjito.
3. Kesediaan pasien untuk diskrining dalam waktu 2x24 jam sejak dirawat inap
K. Kelemahan Penelitian
1. Jumlah pasien yang drop out sebanyak 7 dari 74 total sampel yang
dibutuhkan (9,5%) oleh karena pasien yang tadinya telah bersedia mengikuti
33
2. Jenis penyakit, jenis operasi, kelompok usia lansia (elderly, old, very old) dan
kelas perawatan (I, II, III) pasien dalam penelitian kurang beragam sehingga
34
BAB IV
A. HASIL
ini merupakan rumah sakit pendidikan kelas A bagi Universitas Gadjah Mada
sakit ini juga menjadi rujukan bagi berbagai puskesmas maupun rumah sakit
Sardjito memiliki 23 SMF (Staf Medis Fungsional), 29 instalasi dan total 750
tempat tidur dengan kelas VVIP, VIP, utama, I, II dan III. Rumah sakit ini juga
Salah satu instalasi dan pelayanan yang diberikan dalam rumah sakit
ini adalah intalasi gizi dan juga pelayanan asuhan gizi klinik (rawat jalan
maupun rawat inap). Di setiap bangsal rawat inap terhadap ahli gizi yang
bertugas untuk melakukan asuhan gizi klinik pada tiap pasien yang dinilai
beresiko. Di poliklinik juga dilayani konsultasi gizi bagi pasien rawat jalan.
Instalasi gizi di RSUP Dr. Sardjito juga dikelola secara mandiri oleh unit
Dari data indikator pelayanan RSUP Dr. Sardjito pada tahun 2009
diketahui total pasien yang masuk pada tahun 2009 di instalasi rawat inap ini
35
adalah sebanyak 11.750 pasien. BOR (Bed Occupancy Rate) adalah
sebesar 73,04%. Average Length of Stay atau ALOS (lama rawat pasien inap
rata-rata) adalah 7,05 hari. Rata-rata pasien baru di instalasi rawat inap 1
bedah (Ruang Cendana I, II, III dan V) yang dikhususkan untuk pasien
dan 3). Pasien yang kemudian menjadi subjek penelitian ini adalah pasien
lansia (lebih dari sama dengan 60 tahun) yang akan menjalani operasi dalam
pasien drop out karena APS atau tidak dilakukan dioperasi (menolak terapi).
36
Tabel 4. Gambaran distribusi subjek penelitian (N=67)
pasien masuk dalam golongan usia elderly atau kurang dari 75 tahun. Hanya
sebesar 17,91% pasien memiliki usia lebih dari atau sama dengan 75 tahun.
Pasien laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebesar 74,63% dari
total pasien. Jenis operasi pasien paling banyak adalah operasi non digestif
Pengukuran status gizi dilakukan dalam 2x24 jam sejak pasien masuk
rawat inap. Pasien dinilai status gizinya menggunakan GNRI dan MNA. Hasil
pengukuran status gizi pada pasien yang didapatkan adalah sebagai berikut:
37
Tabel 5. Hasil pengukuran status gizi subjek penelitian
Jumlah
n %
MNA
Tidak beresiko malnutrisi 11 16,42
Beresiko malnutrisi 34 50,75
Malnutrisi 22 32,83
GNRI
Tidak beresiko malnutrisi 16 23,88
Beresiko rendah 9 13,43
Beresiko sedang 29 43,29
Beresiko tinggi 13 19,40
Keterangan: (n=67 pasien)
mengalami status gizi yang buruk karena lebih dari 50% pasien masuk dalam
Lama rawat inap pasien dihitung dari pencatatan tanggal keluar dan
tanggal masuk pasien yang kemudian dihitung selisihnya dalam hari. Berikut
Jumlah
N %
Lama rawat inap
Panjang 36 53,73
Pendek 31 46,27
Keterangan: (n=67 pasien)
38
Dapat diketahui dari data di tabel 6 tersebut bahwa pasien dalam penelitian
ini yang memiliki lama rawat panjang (>9 hari) adalah sebesar 53,73% dari total
67 pasien. Maka pasien lainnya sebanyak 31 orang memiliki lama rawat inap
Distribusi pasien dengan status gizi beresiko dan tidak beresiko terhadap
Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa pada pengukuran status gizi pasien
dengan menggunakan MNA, mereka yang memiliki status gizi tidak beresiko
menjalani rawat inap rata-rata selama 8,27 hari, sedangkan mereka yang
tergolong beresiko malnutrisi menjalani rawat inap rata-rata selama 12,09 hari.
Dengan metode GNRI, pasien dengan status gizi yang tergolong beresiko
memiliki hari rata-rata lama rawat inap 11,52 sedangkan yang tergolong tidak
39
Infeksi pasca operasi pada pasien dilihat dari kondisi setelah menjalani
operasi. Data ini didapatkan melalui rekam medis pasien dengan pencatatan
nilai leukosit yang diambil pada hari operasi pasien dan suhu pasca operasi
pada maksimal 2x24 jam pasca pasien menjalani operasi. Apabila pasien
mengalami infeksi yang dapat dilihat dari suhu tubuh yang tinggi/febris di atas
38⁰C dan/atau Angka Leukosit (AL) darah yang di atas batas normal maka
Jumlah
n %
Infeksi pasca operasi
Ya 22 32,84
Tidak 45 67,16
Keterangan: (n=67 pasien)
3. Uji Validitas dan Analisis Hubungan Antara Metode GNRI Dengan MNA Dalam
Dalam penelitian ini, digunakan GNRI dan MNA dalam mengukur status gizi
pasien. Kedua metode merupakan alat pengukuran status gizi yang diciptakan
bagi lansia. GNRI merupakan metode yang baru dalam dunia kesehatan
40
sedangkan MNA sudah sejak dulu digunakan untuk menilai status gizi pada
lansia. Untuk melihat nilai Se dan Sp GNRI yang dibandingkan dengan MNA
sebagai gold standar. Digunakan cut off point untuk skor MNA dan GNRI agar
kategori yang didapatkan sejajar. Data yang didapatkan dianalisa dan disajikan
Tabel 8. Tabel kontingensi 2x2 untuk validitas GNRI terhadap MNA sebagai
MNA
GNRI Tidak
Beresiko
beresiko
Beresiko 46 4
Tidak Beresiko 10 7
Keterangan: (n=67 pasien)
tergolong memiliki sensitivitas yang baik dan spesifisitas yang cukup baik.
nilai Positive Predictive Value (PPV) dan Negative Predictive Value (NPV)
sebagai berikut:
41
b. NPV: D/(C+D) = 10/17 = 58,82%
suatu instrumen uji yang sangat baik dalam menilai adanya kejadian resiko
malnutrisi pada pasien lansia di bangsal bedah. Nilai NPV GNRI 58,82%
mengalami adanya resiko malnutrisi ketika hasil tes negatif (skor GNRI).
Dalam penelitian ini dilihat hubungan antara status gizi pasien lansia di
bangsal bedah dengan lama rawat inap. Status gizi pasien ditentukan dengan
metode MNA dan GNRI. Kemudian untuk melihat hubungan status gizi dengan
lama rawat ini digunakan analisis statistik digunakan dengan chi square dengan
Tabel 9. Perbandingan MNA dan GNRI dalam menilai status gizi dan
42
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dengan pengukuran GNRI, pasien
dengan status gizi beresiko malnutrisi yang mengalami lama rawat panjang
adalah sebesar 54%. Dengan MNA, 58,9% pasien mengalami lama rawat yang
panjang dan beresiko malnutrisi. Didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara
status gizi yang diukur baik menggunakan MNA maupun GNRI dengan lama
rawat inap dibuktikan dengan nilai p>0,05. Lama rawat inap adalah banyaknya
hari yang didapatkan dari pengurangan tanggal keluar dengan tanggal masuk
pasien.
Terlihat pula bahwa ada perbedaan antara MNA dan GNRI dalam
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan infeksi pasca operasi adalah
kondisi komplikasi infeksi yang tidak diinginkan pasca operasi pada pasien yang
dilihat dari terjadinya demam tinggi (>38⁰C) dan/atau angka leukosit yang
meningkat di atas nilai normal (5,2-12,4 (103/µL)). Status gizi pasien diukur
menggunakan MNA dan GNRI. Berikut adalah tabel hasil analisa chi square
untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel status gizi dan infeksi
pasca operasi:
43
Tabel 10. Hubungan status gizi dengan infeksi pasca operasi
dengan status gizi tidak beresiko yang dinilai menggunakan MNA tidak
menggunakan GNRI, sebanyak 70,6% pasien dengan status gizi tidak beresiko
malnutrisi tidak mengalami infeksi pasca operasi. Hubungan antara status gizi
dan infeksi pasca operasi tidak terbukti dengan uji statistik karena nilai p>0,05.
Status gizi baik yang diukur menggunakan metode GNRI maupun MNA tidak
B. PEMBAHASAN
Uji validitas atau studi validasi merupakan uji di mana dua metode
44
ini GNRI sebagai salah satu metode pengukuran status gizi khusus untuk
lansia yang baru ditemukan dibandingkan dengan MNA yang hingga saat ini
diakui sebagai metode pengukuran status gizi bagi lansia yang paling baik
(gold standar).
menjadi dua kelompok yang sejajar yaitu beresiko malnutrisi dan tidak
berikut:
a. MNA
b. GNRI
Pada tabel 8 dapat diketahui nilai Se, Sp dan MSS metode GNRI
yang dibandingkan dengan MNA sebagai Gold Standard dalam uji validitas
ini. Dengan nilai Se 82,14% dan Sp 63,64% maka dapat dikatakan bahwa
(2003), kategori nilai Se adalah baik jika memiliki nilai sebesar >70%-90%
sedangkan untuk nilai Sp suatu metode uji yang tergolong cukup baik adalah
malnutrisi yang dideteksi positif oleh suatu instrumen uji. Spesifisitas adalah
45
jumlah individu yang tidak mengalami malnutrisi dan dideteksi negatif oleh
suatu instrumen pengukuran status gizi (Gibson, 2005). Nilai MSS GNRI
(Pusponegoro, 2011).
penyakit ketika hasil uji positif. Negative Predictive Value (NPV) adalah
negatif. PPV merupakan nilai statistik yang paling penting dalam uji
diagnostik. Dalam hal ini maka GNRI sebagai metode pengukuran status gizi
pasien lansia di bangsal bedah. Diketahui nilai PPV dan NPV metode GNRI
adalah sebesar 92% dan 58,82%. Dari nilai PPV dan NPV tersebut dapat
dikatakan bahwa nilai duga GNRI secara statistik dapat dipecaya dengan
baik.
pengukuran status gizi pada pasien lansia dapat dilakukan. Bouillane dkk.
pengukuran status gizi pada lansia yang selama ini baru digunakan dengan
sejumlah kecil metode salah satunya MNA. MNA yang tidak menggunkan
46
maksimal. Maka GNRI yang dirancang dari modifikasi NRI ini dalam
mortalitas pada pasien lansia yang menjalani rawat inap. GNRI yang
penggunaan GNRI pada pasien lansia terbukti dapat digunakan oleh karena
internasional. Salah satu keunggulan dari MNA adalah dapat dilakukan oleh
status gizi yang sering digunakan dan dipercaya sebagai Gold Standar pada
81% dan 86%. MNA dalam berbagai penelitian internasional diakui dan
dan MNA. GNRI merupakan modifikasi dari NRI yang merupakan suatu
metode penilaian status gizi yang dikhususkan untuk pasien bedah pada
47
lansia di pusat rehabilitasi medis dengan pengendalian terhadap resiko-
MNA dengan dasar kuesioner dapat dilakukan dengan mudah oleh tenaga
analisa laboratorium terhadap nilai albumin darah pasien (tida semua bisa
status gizi dengan GNRI dapat diketahui dengan cepat sedangkan dengan
2. Perbandingan GNRI dan MNA dalam Menilai Status Gizi dan Hubungannya
dipengaruhi oleh konsumsi dan utilisasi zat gizi. Upaya yang dilakukan
status gizi yang ditujukan untuk pasien lansia. Kategori yang didapatkan
48
a. MNA
Malnutrisi: <17
b. GNRI
pengukuran status gizi yang kemudian dihubungkan dengan lama rawat inap
menyatakan bahwa ada korelasi antara status gizi yang dinilai dengan GNRI
Penelitian yang dilakukan oleh Correia (2003) juga menunjukkan bahwa lama
rawat inap pada pasien dengan status gizi baik menjadi lebih singkat
daripada pasien dengan status gizi yang buruk yaitu memiliki selisih sembilan
49
pasien drop out juga dapat menimbulkan kesalahan perhitungan statistik
menegaskan bahwa status gizi buruk pada pasien lansia berusia ≥75 tahun
merupakan prediktor terhadap outcome yang buruk seperti lama rawat inap
dan kematian. Dalam penelitian ini status gizi yang dinilai dengan MNA dapat
menjadi prediktor lama rawat yang panjang dan kematian. Resiko kematian
pada pasien dengan gizi buruk (skor MNA <7,5) meningkat sebanyak 2,05
kali lipat. Lama rawat pasien dengan skor MNA <17 lebih lama dua kali lipat
dibandingkan dengan mereka yang memiliki status gizi baik. Penelitian lain
juga menemukan bahwa lama rawat inap pasien memiliki hubungan dengan
berhubungan dengan mortalitasi dan angka kesakitan pasien saat keluar dari
MNA adalah 18,4 dan prevalensi malnutrisi pada pasien geriatri adalah
malnutrisi yang diketahui pada saat awal masuk rawat inap memiliki
hubungan yang erat terhadap lama rawa inap yang panjang pada pasien
lansia. Hasil yang tidak sejalan berdasarkan penelitian ini dapat terjadi
karena sampel yang digunakan berbeda yaitu pasien dari kelompok umur
50
status gizi pasien yang dinilai menggunakan SGA (untuk pasien dewasa) dan
MNA (untuk pasien lansia) berhubungan dengan lama rawat inap dengan
perbedaan 10,1 hari, 7,5 hari dan 5,7 hari pada pasien malnutrisi, beresiko
malnutrisi dan status gizi baik (Leandro-Merhi dkk., 2010). Perbedaan yang
dapat menimbulkan hasil yang berbeda seperti pada penelitian ini juga
IMT, nilai albumin, GNRI dan MNA pernah juga dibandingkan dalam
penelitian yang dilakukan di Bali. Pada penelitian ini ditemukan bahwa GNRI
memiliki korelasi yang paling erat dibandingkan metode uji lainnya dalam
dalam yang berada dalam perawatan kelas III (Andriyasa dkk., 2011). Pada
berasal dari bangsal bedah dengan kelas perawatan I, II dan III serta desain
3. Hubungan antara Status Gizi yang dinilai dengan GNRI dan MNA terhadap
infeksi (Cereda dkk., 2009). Dalam penelitian ini dilihat ada tidaknya kejadian
infeksi pasca operasi pada lansia dengan melihat kondisi suhu tubuh > 38⁰C
dan/atau angka leukosit (AL) yang di atas ambang normal (>12,4 (10 3/µL)).
51
Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status
gizi baik yang dinilai dengan GNRI maupun MNA dengan lama rawat inap
pasien lansia di bangsal bedah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p>0,05.
Pencatatan suhu dan nilai leukosit darah pasca operasi pada pasien dilihat
dilihat oleh peneliti dalam rekam medis pada hari ke-0 hingga hari ke-2 pasca
operasi pasien. Oleh karena kondisi yang berbeda-beda pada data suhu
pada sampel penelitian ini dapat terjadi bias oleh karena munculnya infeksi
pasca operasi pada pasien dapat disebabkan oleh banyak hal dan tidak
(1992) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi pre
operasi dengan kejadian komplikasi pasca operasi. Namun hasil penelitian ini
bahwa penggunaan MNA dan GNRI untuk menilai status gizi pasien lansia
malnutrisi dan malnutrisi memiliki nilai nutritional indices yang lebih rendah.
tinggi resiko malnutrisi yang memiliki nilai nutritional indices rendah. Resiko
komplikasi pada pasien dengan skor GNRI <98 lebih tinggi dibandingkan
pasien yang tidak beresiko, sedangkan dengan MNA hanya pasien dengan
52
status malnutrisi yang mengalami kejadian komplikasi (infeksi, sepsis hingga
kematian). Ditemukan pula bahwa GNRI memiliki nilai prediksi tunggal yang
outcome, kedua metode ini menjadi lebih baik ketika digunakan bersamaan
dapat terjadi karena rancangan yang berbeda seperti sampel yang didapat
hanya dari rumah sakit dan bukan dikombinasi dengan pasien pada home
care dan juga desain studi yang sebatas cross sectional sehingga kurang
prediktor).
yang memiliki status gizi buruk berpeluang 5,5 kali mengalami masa rawat
yang panjang lebih dari tujuh hari dibandingkan pasien dengan status gizi
baik. Perbedaan yang membuat hasil penelitian menjadi tidak sejalan dengan
ini mayoritas adalah jenis operasi adalah jenis bedah non digestif yang juga
komplikasi pasca bedah yang tidak diinginkan (Almatsier, 2008). Selain itu
53
pada pencatatan kejadian infeksi pasca operasi masing-masing operasi
didaptkan data yang diukur dalam rentang 0-2 hari pasca operasi dengan
kata lain dapat terjadi perubahan kondisi infeksi pada tubuh pasien. Infeksi
pada pasien yang menjalani rawa inap di rumah sakit disebabkan oleh
banyak hal (tidak hanya satu faktor resiko saja). Infeksi terjadi karena
steril, perawatan luka pasca operasi yang kurang baik atau oleh karena
adalah nilai albumin pre operasi. Kadar serum albumin pre-operasi ini adalah
prediktor paling kuat untuk morbiditas dan mortalitas pasien bedah jika
baik untuk memprediksi komplikasi pasca operasi seperti sepsis dan infeksi.
Pasien dengan kadar albumin rendah (di bawah 21g/L) pada penelitian ini
Maka dapat dilihat dari hasil penelitian ini bahwa GNRI memiliki Se,
Sp yang baik dan cukup baik untuk digunakan dalam menilai status gizi
54
pasien lansia di bangsal bedah. Namun tidak terdapat hubungan signifikan
secara statistik (p>0,05) antara status gizi dengan lama rawat inap dan
MNA. Maka dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini GNRI dan MNA tidak
outcome perawatan berupa lama rawat inap dan infeksi pasca operasi.
Namun tentu saja mungkin terjadi kesalahan terhadap hasil penelitian yang
yang terdahul dengan hasil yang berbeda dengan penelitian ini seperti yang
memburuknya status gizi terhadap lama rawat inap yang panjang tidak hanya
pada pasien yang dalam kondisi kritis namun seluruh pasien yang masuk
untuk rawat inap di rumah sakit yang membutuhkan support nutrisi. Dewasa
ini kebutuhan akan skrining status gizi pada pasien lansia dianggap penting
55
BAB V
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dalam karya tulis ilmiah ini, kesimpulan yang
GNRI memiliki nilai sensitivitas yang baik (Se 82,14%) dan nilai
gizi pada pasien lansia di bangsal bedah. Nilai MSS metode GNRI
sebesar 145,78%.
GNRI maupun MNA dengan lama rawat inap pasien lansia di bangsal
bedah (p>0.05).
56
B. SARAN
adalah:
menjadi alat dalam menentukan status gizi pada pasien lansia yang
menjalani rawat inap. Hal ini dapat mencegah terjadinya out come
yang buruk seperti lama rawat inap yang panjang dan kejadian
57
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S, Soetardo S, Soekatri M,. (2011). Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Ambarukminingsih Retno Rr. (2012) Hubungan Indeks Risiko Nutrisi Geriatri dengan
Angka Mortalitas dan Lama Rawat Inap pada Pasien Usia Lanjut di Bangsal
Penyakit Dalam RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Thesis, Yogyakarta: Program
Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Andriyasa (2011) Korelasi Geriatric Nutritional Risk Indexad dengan lama rawat inap
pasien geriatri di RS Sanglah, Denpasar. Jurnal Penyakit Dalam, 12 (2): 115-
120
Cereda Emanuela, Pusani Chiara, Limonta Daniela, Varotti Alfredo. (2009) The
ability of the Geriatric Nutritional Risk Index to assess the nutritional status
and predict the outcome of home care resident elderly: a comparison with the
Mini Nutritional Assessment. British Journal of Nutrition, 102(4):563-570.
Correia T.D. Isabel M., Witzberg L. Dan. (2003) The impact of malnutrition in
morbidity, mortality, length of hospital stay and cost evaluated through a
multivariate model analysis. Clinical Nutrition, 22(3):235-239.
Depkes RI. (2003). Pelayanan Gizi Rumah sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.
58
Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Gibbs James, Cull William, Henderson William, Daley Jennifer, Hur Kwan, Khuri F
Shukri. (1999) Preoperative serum albumin level as a predictor of operative
mortality and morbidity. American Medical Asociation Journal, January 1999.
Hardini Sri. (2005) Hubungan status gizi (Mini Nutritional Assessment) dengan
outcome hasil perawatan penderita di divisi geriatri Rumah Sakit Dokter
Kariadi Semarang. Thesis, Semarang: SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Hirsch S et. Al. (1992) Nutritional status of surgical patients and the relationship of
nutrition to postoperative outcome. J Am Coll Nutr, 11(1):21-4.
Ija Maya. (2009) Pengaruh Status Gizi Pasien Bedah Mayor Pre Operasi Terhadap
Penyembuhan Luka dan Lama Rawat Inap Pasca Operasi di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta. Thesis, Yogyakarta: Pascasarjana Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
Kagansky Nadya, Berner Yitshal, Koren-Morag Nira, Perelman Luiza, Knobler Hilla,
Levy Shmuel. (2005) Poor nutritional habits are predictors of poor outcome
ini very old hospitalized patients. American Journal of Clinical
Nutrition, 82:784-91.
Kurdanti Weni. (2003) Hubungan Antara Kadar Serum Albumin Awal dengan Lama
Rawat Inap dan Status Pulang Pasien Dewasa di Rumah sakit . Thesis,
Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
Kyle G. Ursula, Pirlich Matthias, Lochs Herbert, Schuetz Tatjana, Pichard Claude.
(2004) Increased length of hospital stay in underweight and overweight
patients at hospital admission: a controlled population study. Clinical
Nutrition, 24:133-142.
59
Leandro-Merhi V. A. & Aquino de Braga J. L. (2010) Nutritional status and length of
hospital stay for surgical patients. Nutr Hosp., 25(3):468-470.
Pablo Rocandio A. M., Izzaga Aroyo M., Alday Ansotegui L. (2003) Assessment of
nutritional status on hospital admission: nutritional scores. European Journal
of Clinical Nutrition, 57:824-831.
Prasetiyo Hardi Wahyu. (2010) Pengaruh Hasil Skrining Berdasarkan Metode MNA
(Mini Nutritional Assessment) terhadap Lama Rawat Inap dan Status Pulang
Pasien Lanjut Usia di Rumah sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.
Thesis, Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada.
Sungurtekin H., Sungurtekin U., Balci Canan, Zencir Mehmet, Erdem E. (2004) The
influence of nutritional status on complication after major intraabdominal
surgery. Journal of the American College of Nutrition, 23(3):227-232.
Supariasa Nyoman I Dewa, Bakri Bachyar, Fajar Ibnu. (2002) Penilaian Status Gizi.
Jakarta: Penerbitan Buku Kedokteran EGC.
Susetyowati, Hadi Hamam, Budiningsari Dwi R., Pramantara Putu Dewa I. (2009)
Malnutrisi di rumah sakit dan alternative intervensi untuk meningkatkan status
gizi pasien di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gadjah Mada.
Susetyowati, Ija Maya, Mahmudi Akhmad. (2010) Status gizi pasien bedah mayor
preoperasi berpengaruh terhadap penyembuhan luka dan lama rawat inap
pascaoperasi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 7
(1):1-7
Vellas B, Villars H, Abellan G, Soto EM, Rollan Y, Guigoz Y, Morley EJ, Chumlea W,
Salva A, Rubenstein ZL, Garry P. Overview of the MNA – its history and
challenges. The Journal of Nutrition, Health & Aging, 10:6.
60
Westergren Albert, Wann-Hansosn Christine, Borgdal Berg Elisabeth, Sjolander
Jeanette, Stromblad Rosemarie, Klevsgard Rosemarie, Axelsson Carolina,
Lindholm Christina, Ulander Kerstin. (2009) Malnutrition prevalence and
precision in nutritional care differed inrelation to hospital volume – a cross
sectional survey. Nutrition Journal, 8:20
61
LAMPIRAN
62
63
64
PERNYATAAN KESEDIAAN
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan
dari siapapun.
Yogyakarta, ………………….2012
Responden
(……………..)
65
KUESIONER PENELITIAN
Nomor responden:………
- Kuesioner ini bertujuan untuk mengumpulkan data tentang “Status Gizi dan
Hubungannya dengan Lama Rawat Inap Dan Infeksi Pasca Operasi Pasien
Lansia Di Bangsal Bedah Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta”.
- Penelitian ini dimaksudkan untuk penyusunan skripsi atas nama Yosephin
Anandati Pranoto dari Program Studi Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada dan menjadi masukan bagi pengembangan
pelayanan kesehatan pasien lansia khususnya yang menjalani operasi dan
rawat inap di bangsal bedah.
- Semua keterangan dan jawaban yang kami peroleh semata-mata untuk
kepentingan penelitian dan dirahasiakan.
- Keterangan dan jawaban Bapak/ Ibu berikan akan memberikan arti yang
besar dalam kelancaran penelitian ini.
Yogyakarta, ……………….…. 2012
Peneliti
66
FORMULIR IDENTITAS RESPONDEN
67
FORMULIR MNA (MINI NUTRITIONAL ASSESMENT)
68
8. Mengkonsumsi lebih dari tiga jenis obat resep dokter setiap hari
0 = ya
1 = tidak
9. Terdapat luka tekan atau luka pada permukaan kulit
0 = ya
1 = tidak
10. Berapa banyak makan utama yang diterima setiap hari
0 = satu kali makan
1 = dua kali makan
2 = tiga kali makan
11. Intake protein yang biasa dikonsumsi
1 porsi produk susu per hari (susu, keju, yoghurt) ya/tidak
2 porsi/lebih kacang-kacangan atau telur per minggu ya/tidak
Daging ikan/sapi/unggas/lain-lain setiap hari ya/tidak
0.0 = jika 0 atau 1 ya
0.5 = jika 2 ya
1.0 = jika 3 ya
12. Mengkonsumsi dua porsi atau lebih buah/sayuran per hari
0 = tidak
1 = ya
13. Berapa banyak cairan (air putih, jus, kopi, teh, susu, dll) yang dikonsumsi
per hari?
0.0 = kurang dari 3 cangkir
0.5 = 3-5 cangkir
1.0 = lebih dari 5 cangkir
14. Cara makan
0 = tidak dapat makan tanpa bantuan
1 = makan sendiri dengan beberapa kesulitan
2 = makan sendiri tanpa masalah
15. Penilaian pribadi terhadap status gizi
0 = menilai diri malnutrisi
1 = tidak yakin
2 = menilai diri tidak memiliki masalah gizi
69
16. Dibandingkan dengan orang lain dalam usia yang sama, bagaimana
pasien menilai kondisi kesehatannya?
0.0 = tidak sehat
0.5 = tidak tahu
1.0 = sama sehatnya
2.0 = lebih sehat
17. Ukuran lingkar lengan atas (LILA) dalam cm
0.0 = di bawah 21
0.5 = di antara 21-22
1.0 = lebih dari sama dengan 22
18. Lingkar betis dalam cm
0 = kurang dari 31
1 = lebih dari sama dengan 31
TOTAL SKOR: ……
Skor indikator malnutrisi: <17 malnutrisi
17-23,5 beresiko malnutrisi
24-40 normal
70
FORMULIR SKOR GNRI (GERIATRIC NUTRITIONAL RISK INDEX)
Formula GNRI:
71
ANALISA STATISTIK
CROSS TABS
Count
MNA
GNRI beresiko 46 4 50
tidak beresiko 10 7 17
Total 56 11 67
Chi-Square Tests
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.79.
b. Computed only for a 2x2 table
72
2. Hubungan status gizi (GNRI) dengan lama rawat inap
Case Processing Summary
Cases
LOS1
Total Count 36 31 67
73
Chi Square
N of Valid Casesb 67
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.87.
b. Computed only for a 2x2 table
Cases
74
status_MNA * LOS1 Crosstabulation
LOS1
Total Count 36 31 67
Chi-Square Tests
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.09.
b. Computed only for a 2x2 table
75
4. Hubungan status gizi (GNRI) dengan infeksi pasca operasi
Case Processing Summary
Cases
status_GNRI *
66 98.5% 1 1.5% 67 100.0%
infeksi_postop
infeksi_postop
ya tidak Total
Total Count 22 44 66
76
Case Processing Summary
Cases
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.67.
b. Computed only for a 2x2 table
Cases
status_MNA *
66 98.5% 1 1.5% 67 100.0%
infeksi_postop
77
status_MNA * infeksi_postop Crosstabulation
infeksi_postop
ya tidak Total
Total Count 22 44 66
Chi-Square Tests
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67.
b. Computed only for a 2x2 table
78
Tabel Hasil Pengumpulan Dara Pasien Maret-Oktober 2012
no usia jk ruang rawat tanggal masuk alb awal diagnosa tanggal op jenis op tanggal keluar status keluar suhu post-op WBC post-op komplikasi LOS 1 skor MNA skor GNRI
1 66 L C2/K10 14/03/12 4.06 adenoma ca prostat 28/03/12 TURP, OSB 5/4/2012 diijinkan afebris 15.952 yes 21 21 100.5
2 73 L C2/K7 13/03/12 3.19 bph, retensi urine 20/03/12 sitoskopi, TURP, ev.batu 26/03/12 sembuh, diijinkan afebris 15.04 yes 13 12.5 84.8
3 72 L C2/K11 13/03/12 2.86 bph, retensi urine 29/03/12 sitoskopi, TURP, biopsi prostat
4/4/2012 membaik, diijinkan afebris 14.3 yes 21 13.5 79.8
4 69 L C1/K10 11/3/2012 3.56 bph, retensi berulang 16/03/12 TURP 20/03/12 sembuh, diijinkan afebris 7.1 no 9 19.5 88.6
5 66 P C2/K10 20/03/12 3.69 close fraktur ins (s) femur26/03/12 ORIF 30/03/12 diijinkan, membaik 36 13.41 yes 10 19 96.6
6 67 P C2/K1 20/03/12 2.74 tcc buli 20/03/12 sitoskopi TURB tumor 9/4/2012 membaik, aps afebris 9.13 no 19 19.5 77.4
7 78 L C2/K12 21/03/12 3.52 pneumothorax spontan 29/03/12 thorax PA 30/03/12 membaik, diijinkan afebris 7.59 no 9 15.5 81.7
8 66 L C2/K9 21/03/12 2.75 tumor maxila 16/04/12 maxilectomy sinistra 23/04/12 diijinkan afebris 21.66 yes 32 7.5 82.7
9 83 L C1/K10 21/03/12 2.91 adenoma ca prostat 3/4/2012 orchidectomi sub kapsular9/4/2012 bilateral diijinkan afebris no 18 15 70.78
10 68 P C2/K8 23/03/12 3.56 collum femur 2/4/2012 hemiarthroplasty 4/4/2012 diijinkan 36 15.06 yes 11 22 116.1
11 69 L C1/K7 26/03/12 2.98 susp ca prostat, retensi urine
3/4/2012 TURP, biopsi prostat 9/4/2012 sembuh, diijinkan afebris 8.53 no 13 26 86.1
12 67 P C2/K8 29/03/12 3.08 post herniarthroplasty 16/04/12 wound closure 19/04/12 membaik, diijinkan 36 22.1 yes 20 17.5 87.6
14 73 L C2/K12 23/04/12 4.21 ca prostat 5/4/2012 TURP, SOB 9/5/2012 diijinkan afebris 2.05 no 15 18.5 102.9
15 74 L C1/K7 22/04/12 1.7 peritonitis akut ec perforasi22/04/12
gastritis laparoskopi eksplorasi 26/04/12 meninggal 38 4.33 no 4 10 67
16 65 L C2/K7 23/04/12 3.55 susp ca prostat, retensi urine
1/5/2012 sistoskopi, biopsi prostat, 4/5/2012
TURP membaik, diijinkan febris 8.24 no 10 19.5 94.6
19 85 L C2/K7 26/04/12 3.26 susp ca prostat 30/04/12 TURP, biopsi prostat 5/5/2012 diijinkan febris 18.02 yes 8 15 90.2
20 69 L C2/K7 26/04/12 3.02 cholelithiasis dgn cholesistitis
7/5/2012 op kolesistektomy 12/5/2012 membaik, APS 36 24.94 yes 15 11 84.1
21 68 L C1/K10 1/5/2012 3.51 bph dengan luts 10/5/2012 TURP 15/05/12 diijinkan afebris 10.9 no 14 12 91.4
22 75 L C1/K7 30/04/12 2.13 fournier gangren, post appendix
30/04/12 debridemen LE apendiktomi 4/5/2012 meninggal 39 9.5 yes 4 13.5 73.42
24 72 L C2/K7 3/5/2012 3.1 HIL residu inconserats 2/5/2012 HIL repair 9/5/2012 membaik, APS 37.5 10.72 no 7 17.5 87.86
26 75 P C1/K4 6/5/2012 3.73 FF gangren 11/5/2012 orif 14/05/12 sembuh, diijinkan afebris 5.7 no 16 15 97.24
27 81 P C2/K8 11/5/2012 3.42 interforcarter femur (d) 18/05/12 orif 22/05/12 membaik, diijinkan afebris 13.59 yes 11 22 92.6
28 71 P C2/K10 10/5/2012 2.8 PAPO pedis (d) 21/05/12 amputasi below knee 24/05/12 diijinkan 36 18.95 yes 14 13.5 83.4
29 68 L C2/K7 7/5/2012 3.02 ileus obs post LE ileustomi8/5/2012 LE, bop ileostomi 14/05/12 diijinkan 37.1 10.06 no 3 23 91.9
30 63 L C2/K4 14/05/12 2.29 DJ Stent 16/05/12 removal dj stent 18/05/12 membaik, diijinkan afebris 7.5 no 4 24 82.7
31 60 L C2/K3 14/05/12 4.51 tcc buli 18/05/12 sitoskopi ev. VII sampai tur21/05/12
bt membaik, diijinkan afebris 9.92 no 7 28 111.0
32 76 L C2/K7 14/05/12 3.82 adenoma ca prostat 21/05/12 uretrosi sitoskopi tur bt, osb28/05/12 diijinkan afebris 10.9 no 14 18 98.6
35 64 L C2/K7 16/05/12 4.52 BPH dg ret.urin 25/05/12 tur p prostat 31/05/12 membaik afebris 12.5 no 15 20.5 109.0
36 69 L C1/K7 15/05/12 3.65 susp. Ca prostat 23/05/12 tur p biopsi prostat 28/05/12 sembuh.diijinkan afebris 5.07 no 3 23.5 86.4
37 63 L C3/K1 21/05/12 2.77 gros hematuria pos tur p ,21/05/12
bph dg 1 et.pasang
Urine dc irigasi nall 24/05/12 membaik, diijinkan 7.7 no 3 14.5 83.0
38 62 L C1/K7 21/05/12 3.55 hil (d) 25/05/12 operasi laparoskopi herno29/05/12
repair diijinkan afebris 8.97 no 8 25.5 106.0
41 73 P c2/k11 22/05/12 2.8 close fraktur colom femur25/05/12 hermiartoplasti 22/05/12 diijinkan, membaik 10.31 no 5 23.5 83.4
43 71 L c3/k11 25/05/12 3.38 adenoma ca prostat 30/05/12 osb 31/05/12 membaik, diijinkan demam no 6 20.5 87.9
44 71 L c2/k7 28/05/12 3.2 nhc 5/6/2012 debulking tumor disepsi leher06-Jun-12 meninggal 8.57 no 8 15 89.4
45 72 L c2/K7 28/05/12 3.7 tcc buli 1/6/2012 tur bt 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 9.66 no 8 27 116.5
46 70 L c2/k7 29/05/12 3.05 striptur uretra 4/6/2012 uretroskopi 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris no 7 25 106.3
49 70 p c3/k8 30/05/12 3.25 ca collon sigmoid 8/6/2012 laparostomi tumor collon 15/06/12 membaik, diijinkan demam 8.83 no 15 20 90.1
50 77 l ck/k9 30/05/12 2.2 hanp cervikal 5/6/2012 laminektomi 13/06/12 membaik, diijinkan afebris no 13 18 74.5
52 73 l c1/k5 31/06/12 3.46 tcc buli t1 nx mo 7/6/2012 sitoskopi tur79 bt 11-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 6.12 no 7 3.46 97.9
55 65 p c2/k7 5/6/2012 3.38 app kronis 8/6/2012 apendiktomi 13/06/12 membaik, diijinkan 7.8 8 18.5 86.8
56 65 l c2/k10 6/6/2012 4.21 bcc buli 14/6/2012 eksisi luas + FZ 27/06/12 membaik, diijinkan afebris 7.03 no 21 23.5 104.4
57 60 l c3/k2 5/6/2012 3.2 costa 6/6/2012 dp 07-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 1.42 yes 2 26.5 118.6
58 63 l c2/k11 6/6/2012 3.67 hil (d) 8/6/2012 hil repair 12-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 7.6 no 6 25 96.0
36 69 L C1/K7 15/05/12 3.65 susp. Ca prostat 23/05/12 tur p biopsi prostat 28/05/12 sembuh.diijinkan afebris 5.07 no 3 23.5 86.4
37 63 L C3/K1 21/05/12 2.77 gros hematuria pos tur p ,21/05/12
bph dg 1 et.pasang
Urine dc irigasi nall 24/05/12 membaik, diijinkan 7.7 no 3 14.5 83.0
38 62 L C1/K7 21/05/12 3.55 hil (d) 25/05/12 operasi laparoskopi herno29/05/12
repair diijinkan afebris 8.97 no 8 25.5 106.0
41 73 P c2/k11 22/05/12 2.8 close fraktur colom femur25/05/12 hermiartoplasti 22/05/12 diijinkan, membaik 10.31 no 5 23.5 83.4
43 71 L c3/k11 25/05/12 3.38 adenoma ca prostat 30/05/12 osb 31/05/12 membaik, diijinkan demam no 6 20.5 87.9
44 71 L c2/k7 28/05/12 3.2 nhc 5/6/2012 debulking tumor disepsi leher
06-Jun-12 meninggal 8.57 no 8 15 89.4
45 72 L c2/K7 28/05/12 3.7 tcc buli 1/6/2012 tur bt 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 9.66 no 8 27 116.5
46 70 L c2/k7 29/05/12 3.05 striptur uretra 4/6/2012 uretroskopi 06-Jun-12 membaik, diijinkan afebris no 7 25 106.3
49 70 p c3/k8 30/05/12 3.25 ca collon sigmoid 8/6/2012 laparostomi tumor collon 15/06/12 membaik, diijinkan demam 8.83 no 15 20 90.1
50 77 l ck/k9 30/05/12 2.2 hanp cervikal 5/6/2012 laminektomi 13/06/12 membaik, diijinkan afebris no 13 18 74.5
52 73 l c1/k5 31/06/12 3.46 tcc buli t1 nx mo 7/6/2012 sitoskopi tur bt 11-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 6.12 no 7 3.46 97.9
55 65 p c2/k7 5/6/2012 3.38 app kronis 8/6/2012 apendiktomi 13/06/12 membaik, diijinkan 7.8 8 18.5 86.8
56 65 l c2/k10 6/6/2012 4.21 bcc buli 14/6/2012 eksisi luas + FZ 27/06/12 membaik, diijinkan afebris 7.03 no 21 23.5 104.4
57 60 l c3/k2 5/6/2012 3.2 costa 6/6/2012 dp 07-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 1.42 yes 2 26.5 118.6
58 63 l c2/k11 6/6/2012 3.67 hil (d) 8/6/2012 hil repair 12-Jun-12 membaik, diijinkan afebris 7.6 no 6 25 96.0
59 69 l c/k7 8/6/2012 3.18 ret. Urine striktur uretra 8/6/2012 op en sistomi 14/06/12 belum sembuh, diijinkan afebris 6.95 no 6 21 89.0
60 67 l c1/k7 10/6/2012 3.58 hil dex cep tereduksi spontan 13/06/12 hernio repair laparoskopi 15/06/12 sembuh.diijinkan afebris 8.12 no 5 22 95.0
62 66 l c2/k12 11/6/2012 3.96 susp ca buli dgn gross hematuri
13/06/12 sitoskopi tur bt 16/06/12 diijinkan, membaik afebris 9.1 no 5 20.5 99.8
63 91 l c1/k7 12/6/2012 3.15 susp. Ca prostat dg iet urine 15/06/12
berulangturp biopsi prostat 19/06/12 membaik, diijinkan afebris 9.59 no 7 2.5 88.6
64 76 p c1/k8 12/6/2012 1.79 vistula entero vesiva 7/7/2012 laparostomi eksplorasi 13/07/12 meninggal 38 14.8 yes 30 17 68.0
65 68 p c2/k8 12/6/2012 3.71 ca pankreas 19/06/12 laparoskopi konversi, lap eksplorasi
28/06/12 reseksi,
membaik,
tumor pankreas
diijinkan simple suture
38 jejunum sp lemeli
14.71 yes 16 27 105.0
70 68 l c1/k4 5/7/2012 1.74 BPH 18/07/12 sisitokopi biopsi prostat tur26-Jul-12
biopsi tumor evaluasi.
meninggal
Laparotomi eksplorasi
afebris
repair buli 7.9 no 21 15.5 63.8
72 70 L C5/K1 10/7/2012 3.44 susp ca prostat, retensi urine13/07/12 turp 24/07/12 diijinkan afebris 15.63 yes 14 23 92.9
73 90 P C3/K7 11/7/2012 3.23 commotio cerebri 16/07/12 diijinkan 19.73 yes 5 7.5 89.7
74 61 P C3/K8 11/7/2012 1.73 cf femur, dm2no 23/07/12 orif 26/07/12 membaik, diijinkan afebris 10 no 15 21 79
75 62 L C1/K9 11/7/2012 3.23 snnt post ismolohektomi 13/07/12 total tiroidektomi, ismolobektomi 18/07/12 membaik, diijinkan afebris 14.25 yes 7 28.5 89.8
77 78 L C3/K5 17/07/12 3.25 bph, retensi urine 23/07/12 turp 27/07/12 membaik, diijinkan afebris 8.26 no 10 15.5 90.1
78 72 P C3/K7 18/07/12 2.98 fraktur inter femur (s) 1/8/2012 orif-abp 6/8/2012 diijinkan afebris 17.65 yes 28 18 86.1
79 68 P C2/K8 19/07/12 3.47 cf of middle ulna 19/07/12 orif 23/07/12 diijinkan afebris 1.97 yes 4 23 91.5
80 70 L C1/K6 23/07/12 3.96 bph, luts 30/07/12 turp 6/8/2012 membaik, diijinkan no 13 24 109
81 72 L C5/K2 7/24/2012 3.1 cf collufemur 1/8/2012 herniarthroplasty 8/4/2012 membaik, dijinkn afebris 10.47 no 10 15.5 94
82 61 L C3/K2 7/24/2012 3.75 cf of the right titral plate 26/07/12 orif, iliac bone graft 7/30/2012 diijinkan afebris 10.4 no 6 23 101.4
83 71 L C1/K3 7/26/2012 3.3.7 susp ca postat 1/8/2012 turp, biopsi prostat 8/9/2012 membaik, diijinkan afebris 14.32 yes 13 21.5 89.5
84 73 L C5/K2 7/25/2012 4.22 bph 7/8/2012 turp, biopsi, sitoskopi 8/15/2012 diijinkan afebris 13.71 yes 20 21.5 104.5
86 62 L C5/K1 7/26/2001 2.09 oa hip gad iv (d) 1/8/2012 resection arthroplaty 8/8/2012 membaik, diijinkan afebris 8.16 no 12 12.5 72.8
87 71 P C5/K2 7/29/2012 3.15 cf 1/3 distal 6/8/2012 orif, kso femur 8/9/2012 membaik, diijinkan afebris 7.6 no 10 13 88.6
88 60 L C2/K7 7/31/2012 2.7 ckd st v post av shunt 8/8/2012 av shunt 8/9/2012 membaik, diijinkan afebris 7.3 no 9 19 73.5
89 63 P C1/K8 8/1/2012 2.54 abses peritonium dm 2/8/2012 insisi drainase 8/8/2012 sembuh, diijinkan afebris 10.18 no 7 23 79.5
90 73 L C3/K6 7/10/2001 3.76 susp bph, retensi urine 23/07/12 turp, biopsi 2807/12 diijjinkan, membaik afebris 8.1 no 18 21.5 97.7
80