PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan kembar atau kehamilan multipel ialah suatu kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Morbiditas dan mortalitas mengalami
peningkatan yang nyata pada kehamilan dengan janin ganda, oleh karena
itu mempertimbangkan kehamilan ganda sebagai kehamilan dengan
komplikasi bukanlah hal yang berlebihan. Komplikasi baik pada ibu
maupun pada bayi lebih sering terjadi pada kehamilan multipel.
Terbatasnya ukuran uterus ibu menyebabkan usia kehamilan pada
kehamilan multipel umumnya lebih singkat daripada kehamilan tunggal,
yaitu rata-rata berusia 37 minggu (3 minggu lebih singkat daripada
kehamilan tunggal). Kenaikan tingkat kelahiran preterm meningkatkan
mortalitas dan morbiditas perinatal dan juga risiko kecacatan pada masa
yang akan datang. Mortalitas perinatal meningkat sampai 10 kali lipat pada
kehamilan ganda dan meningkat lagi 2 kali lipatnya untuk kehamilan
triplet. Selain itu fetus pada gestasi multipel lebih rentan mengalami
komplikasi seperti malformasi dan twin to twin tranfusion syndrome.
Begitu pula komplikasi maternal meningkat dengan adanya gestasi
multipel. Pada penelitian menurut cunningham F, terhadap lebih dari
15000 kehamilan ganda ditemukan peningkatan risiko preeklamsi,
perdarahan postpartum dan kematian ibu sampai dua kali lipat
(Cunningham, 2006).
1
Insidensi kehamilan kembar monozigot di seluruh dunia sebesar
3,5 per 1000 kehamilan. Bangsa Negro di Amerika Serikat mempunyai
frekuensi kehamilan kembar yang lebih tinggi daripada bangsa kulit putih.
Juga frekuensi kehamilan kembar berbeda pada tiap negara. Angka yang
tertinggi ditemukan di Finlandia dan yang terendah di Jepang.Umur
tampaknya mempunyai pengaruh terhadap frekuensi kehamilan kembar,
makin tinggi umur, makin tinggi frekuensinya. Setelah umur 40 tahun
frekuensi kehamilan kembar menurun lagi. Frekuensi kehamilan kembar
juga meningkat dengan paritas ibu. Dari angka 9.8 per 1000 persalinan
untuk primipara, frekuensi kehamilan kembar naik sampai 18.9 per 1000
untuk oktipara. Keluarga tertentu mempunyai kecenderungan untuk
melahirkan bayi kembar. Walaupun pemindahan sifat herediter kadang –
kadang berlangsung secara paternal, tetapi biasanya hal itu disini terjadi
secara maternal, dan pada umumnya terbatas pada kehamilan dizigotik
(Workgroup, 2012).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan presentasi kasus ini ialah untuk mengetahui faktor
penyebab terjadinya gemelli, jenis, cara mendiagnosis, penanganan dalam
kehamilan dan dalam persalinan pada ibu yang mengandung janin gemelli.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nomer CM : 281283
Nama : Ny. NF
Umur : 32 tahun
Agama :Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
3
pengakuan pasian pengeluaran lendir dan darah terjadi beberapa saat
setelah pengeluaran air. Kenceng-kenceng dirasakan masih jarang. Pasien
masih bisa merasakan gerakan janin yang aktif. Pasien membawa hasil
USG dari RSUD dr. Goeteng Purbalingga dengan hasil janin gemeli
presentasi bokong dan letak lintang, TBJ I: 2065 gr TBJ II: 1848 gr.
Hari pertama haid terakhir : 7 November 2012
Taksiran persalinan : 14 Agustus 2013
Usia kehamilan : 39 minggu 1 hari
Riwayat menstruasi :menarche usia 13 tahun, siklus haid teratur
setiap 30 hari, lama 7 hari
Riwayat menikah : sekali, sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat Antenatal Care : teratur, di bidan
Riwayat KB : belum pernah menggunakan KB
Riwayat obstetri : G1 P0 A0
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat hipertensi sebelum hamil : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat kejang : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat penyakit paru : disangkal
h. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit kandungan : disangkal
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama
suaminya yang bekerja sebagai pedagang. Kebutuhan hidup sehari-hari
tercukupi oleh penghasilan suami. Pasien berobat ke Margono dengan
menggunakan Jampersal.
C. Pemeriksaan Fisik
Kamis, 8 Agustus 2013 jam 10.25 WIB (IGD)
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : composmentis
Glascow Coma Scale : 15 (Eye 4 Motoric 6 Verbal 5)
3. Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 158 cm
4. Tanda Vital
4
Tekanan darah : 130/90
Status Generalis
1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : mesocephal, simetris, tidak tampak venektasi temporalis
Mata : simetris, tidak tampak konjungtiva anemis maupun sklera
ikterik, refleks pupil normal isokor 3 mm
Hidung : tidak tampak discharge maupun nafas cuping hidung
Mulut :bibir tidak pucat maupun sianosis
2. Pemeriksaaan Leher
Inspeksi : tidak tampak deviasi trakea
Palpasi : JVP 5+2 cm H2O
tak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi
3. Pemeriksaan Thoraks
a. Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris, tidak tampak retraksi interkostal
Palpasi : vokal fremitus lobus superior dan inferior paru kanan sama
dengan paru kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :suara dasar vesikuler, reguler, tidak terdengar ronki basah
kasar, ronki basah halus maupun wheezing.
b. Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak pada SIC V 2 jari medial LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, tidak
kuat angkat
Perkusi : batas cor kanan atas SIC II LPSD, kiri atas SIC II LPSS
kanan bawah SIC IV LPSD, kiri bawah SIC V 2 jari
medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2, reguler, tidak terdengar murmur maupun gallop
4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : cembung gravid
Auskultasi : denyut jantung janin ganda, I. frekuensi 12-11-12, reguler
di kuadran kiri atas ibu, II. tidak terdengar
Perkusi : pekak janin
5
Palpasi : Leopold I: tahanan memanjang di fundus uteri
Leopold II: tahanan memanjang kiri
Leopold III: massa bulat lunak, immobile
Leopold IV: divergen
Tinggi fundus uteri 37 cm
5. Pemeriksaan ekstrimitas
Tidak tampak sianosis, akral hangat, tidak terdapat edema
a. Inspeksi :
Pembukaan 1 cm
D. Diagnosis di IGD
G1 P0 A0 usia 32 tahun hamil 39 minggu 1 hari dengan gemelli ( Janin I:
hidup intra uteri presentasi bokong punggung kiri. Janin II: IUFD letak
lintang) belum inpartu.
6
Hitung Jenis
Basofil 0,3 0–1%
Eosinofil 0,9 2–4%
Batang 0,4 2–5%
Segmen 62,1 40 – 70 %
Limfosit 30,4 25 – 40 %
Monosit 5,9 2–8%
Uji Koagulasi
PT 11,1 11,5 – 15,5 detik
APTT 31,2 25 – 35 detik
7
- Konsul Anestesi
Kamar Operasi
Plasenta lahir lengkap, uterus dijahit, pasien diberikan metergin kontraksi uterus
keras.
- Diagnosis pasca operasi: P1A0 32 tahun post SCTP dan pasang IUD, atas
indikasi gemelli intra uteri (Janin I: hidup presentasi bokong, punggung
kiri, Janin II: IUFD letak lintang)
Diagnosis:
8
- P1A0 32 tahun post SCTP dan pasang IUD, atas indikasi gemelli intra
uteri (Janin I: hidup presentasi bokong, punggung kiri, Janin II: IUFD
letak lintang)
Bangsal Flamboyan
Tanggal S O A P
9 Agustus Tidak ada Ku/kes: sedang/ P1A0 32 Inj Ampicilin
2013 keluhan composmentis tahun post
4x1 gram
TV: SCTP + IUD
TD: 120/80 atas indikasi Inj vitamin B
N : 84 x/menit gemelli letak
2x1 amp
RR: 20 x/menit lintang dan
S : 36,2oC presbo H+1 Asam
Status Generalis
Mefenamat
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks: 3x500mg
P/ SD ves +/+, ST -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Status Lokalis
Abdomen:
I : datar, perban (+),
rembes (-)
A : Bu (+) N
Per: timpani
Pal: NT (-), TFU
sepusat
Status Genital
Eksterna
PPV (+), FA (-)
Status Vegetatif
BAB (-) BAK (+) FL
(+)
10 Tidak ada Ku/kes: sedang/ P1A0 32 Terapi lanjut
9
Agusutus keluhan composmentis tahun post
2013 TV: SCTP + IUD
TD: 120/80 atas indikasi
N : 78 x/menit gemelli letak
RR: 22 x/menit lintang dan
S : 36,1oC presbo H+2
Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, ST -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Status Lokalis
Abdomen:
I : datar, perban (+),
rembes (-)
A : Bu (+) N
Per: timpani
Pal: NT (-), TFU
sepusat
Status Genital
Eksterna
PPV (+), FA (-)
Status Vegetatif
BAB (-) BAK (+) FL
(+)
11 Tidak ada Ku/kes: sedang/ P1A0 32 Terapi lanjut
Agusutus keluhan composmentis tahun post
2013 TV: SCTP + IUD
TD: 120/80 atas indikasi
N : 78 x/menit gemelli letak
RR: 22 x/menit lintang dan
S : 36,1oC presbo H+3
Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, ST -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Status Lokalis
Abdomen:
I : datar, perban (+),
rembes (-)
A : Bu (+) N
Per: timpani
Pal: NT (-), TFU
sepusat
Status Genital
Eksterna
PPV (+), FA (-)
10
Status Vegetatif
BAB (-) BAK (+) FL
(+)
12 Tidak ada Ku/kes: sedang/ P1A0 32 Boleh pulang
Agusutus keluhan composmentis tahun post
2013 TV: SCTP + IUD
TD: 120/80 atas indikasi
N : 78 x/menit gemelli letak
RR: 22 x/menit lintang dan
S : 36,1oC presbo H+4
Status Generalis
Mata: CA -/- SI -/-
Thoraks:
P/ SD ves +/+, ST -/-
C/ S1>S2, reg, ST –
Status Lokalis
Abdomen:
I : datar, perban (+),
rembes (-)
A : Bu (+) N
Per: timpani
Pal: NT (-), TFU
sepusat
Status Genital
Eksterna
PPV (+), FA (-)
Status Vegetatif
BAB (-) BAK (+) FL
(+)
F. Diagnosis Akhir
P1A0 32 tahun post SCTP + IUD atas indikasi gemelli letak lintang dan
presbo H+4
G. Prognosis
Ad sanationam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
11
12
BAB III
13
o Leopold IV: divergen
f. Kemajuan persalinan saat di IGD: belum inpartu
Inpartu adalah kontraksi uterus (his) teratur minimal sekali dalam 10 menit
disertai perubahan pada serviks yang nyata. Inpartu dibagi menjadi 4 kala.
Menurut Cunningham et al (2005), untuk kriteria persalinan digambarkan
kontraksi uterus sebagai kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau
kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginam.
American Academy of Pediatrics dan American Collefe of Obstetricians and
Gynecologist (1997) mengusulkan kriteria kontraksi yang terjadi dengan
frekuensi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit.
Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm. Kala I
terdiri dari fase laten (pembukaan serviks sampai 3 cm) dan fase aktif (mulai
pembukaan serviks 4 cm sampai pembukaan lengkap).Kala II dimulai dari
pembukaan serviks yang lengkap sampai dengan pengeluaran janin.Lama kala
2 adalah sekitar 0,5 sampai 2 jam.Kala III ditandai dengan terlepasnya
plasenta dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV dimulai dari lahirnya
plasenta dan lamanya 2 jam (Wiknjosastro, 2007). Pada pasien ini pembukaan
1 cm dengan frekensi yang masih jarang dan tidak ada kemajuan.
g. Pecahnya ketuban
Pasien mengeluh keluar air merembes dari jalan lahir sejak pukul 07.00
tanggal 8 gustus 2013. Pengeluaran lendir maupun darah terjadi sgera sesaat
pecahnya ketuban. Pasien merasakan kenceng-kenceng yang frekuensinya
masih jarang sampai pasien datang ke IGD. Pada pemeriksaan vaginal touche
(VT) didapatkan porsio teraba lunak dan sudah ada pembukaan 1 cm.
h. Pada pasien dilakukan sectio cesarea
Sectio sesarea didefinisikn sebagai lahirnya janin melalui insisi di dinding
abdomen (laparotomy) dan dinding uterus (histerotomi). Menurut Impey dan
Child (2008), hanya mengelompokkan 2 kategori, yaitu emergency dan
elective Caesarean section. Disebut emergency apabila adanya abnormalitas
pada power atau tidak adekuatnya kontraksi uterus. ‘Passenger’ bila
malaposisi ataupun malapresentasi. Serta ‘ Passage’ bila ukuran panggul
sempit atau adanya kelainan anatomi. Beberapa indikasi dilakukannya sectio
secarea adalah indikasi ibu berupa panggul sempit absolut, tumor yang dapat
mengakibatkan obstruksi, plasenta previa, ruptura uteri, disfungsi uterus, dan
solutio plasenta. Kelainan letak berupa presentasi ganda atau majemuk,
14
presentasi bokong, gawat janin, dan ukuran janin yang besar, gemelli, riwayat
sectio caesarea sebelumnya, dan preeklampsia dan eklampsia juga dapat
merupakan indikasi dilakukannya sectio secarea.
Indikasi tindakan terminasi kehamilan pada kehamilan ganda dengan
sectio secarea adalah bila janin pertama letak lintang, terjadi prolaps tali pusat,
plasenta previa pada kehamilan kembar atau janin pertama presentasi bokong
dan janin kedua presentasi kepala, dikhawatirkan terjadi interloking dalam
perjalanan persalinannya.
Pada pasien ini dilakukan tindakan sectio secarea untuk terminasi
kehamilannya. Terminasi kehamilan pada pasien tersebut tidak didasarkan
pada indikasi yang telah dijelaskan sebelumnya namun, dikarenakan beberapa
pertimbangan, antara lain umur pasien yang sudah tidak muda lagi sehingga
jika dilakukan persalinan pervaginam akan membahayakan ibunya, umur
kehamilan yang sudah matang sehingga tidak dibutuhkan lagi usaha untuk
pematangan janin, pembukaan serviks yang masih satu sedangkan ketuban
sudah pecah sehingga terminasi segera dilakukan untuk mencegah terjadinya
infeksi. Selain itu, Janin yang dikandung pasien ganda, dengan janin kedua
telah meninggal sedangkan janin pertama masih hidup sehingga dapat segera
dilakukan terminasi kehamilan.
i. Janin Kedua IUFD dan janin yag hidup BBLR
Kehamilan ganda memiliki banyak resiko, baik resiko untuk ibu dan resiko
untuk janinnya. Pada kasus ini, salah satu bayi dinyatakan IUFD. Hal tersebut
dapat diakibatkan oleh berbagai macam sebab antara lain saling membelitnya
tali pusat, dan yang perlu dipertimbangkan pada kematian satu janin adanya
koagulopati konsumtif berat yang dapat mengakibatkan terjadinya
disseminated intravascular coagulopathy (DIC). Sebuah pendapat
menyatakan bahwa semakin banyak jumlah janin, semakin besar derajat dari
keterbatasan pertumbuhan. Hal tersebut dapat menyebabkan bayi yang
berkembang memiliki berat badan yang kurang bahkan dapat menimbulkan
kematian janin (Demaria, 2004; Victoria, 2001; Cauckwell, 2002)
15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi yang masih bisa
diterima jika kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang bersangkutan dalam
keadaan baik. Semakin bertambah usia, semakin sulit hamil karena sel telur
yang siap dibuahi semakin sedikit dan kualitas sel telur semakin menurun. Itu
sebabnya, pada kehamilan pertama di usia lanjut, beresiko terjadi gangguan
perkembangan janin tidak normal dan juga kondisi-kondisi lain yang mungkin
mengganggu proses kehamilan dan persalinan seperti kelahiran preterm
(WHO, 2010).
Usia kehamilan yang terlalu tua membuat kondisi dan fungsi rahim
menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim yang tak lagi subur.
Kondisi ini memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau
plasenta tidak menempel di tempat semestinya. Selain itu, jaringan rongga
panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini
membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi
16
komplikasi yang berat, seperti perdarahan. Pada keadaan tertentu, kondisi
hormonalnya tidak seoptimal usia sebelumnya. Itu sebabnya, resiko
keguguran, ketuban pecah, kematian janin, dan komplikasi lainnya juga
meningkat (WHO, 2010).
17
CRL (Jarak Corona-bokong)
Air ketuban : jumlah, kejarnihan
Letak placenta, hematom, grading placenta (Cunningham, 2006)
g. Rontgent
Umur kehamilan dapat diketahui melalui pemeriksaan rontgen dengan
melihat pusat ossifikasi pada :
Epifise femur distal 36-38 minggu
Epifise tibia proximal 40 minggu
Tulang kuboid 40 minggu(Cunningham, 2006).
4. Pemeriksaan Leopold
18
b. Manuver Leopold II, bertujuan untuk menentukan punggung dan bagian
kecil janin di sepanjang sisi kanan dan kiri abdomen, dengan cara:
Wajah pemeriksa menghadap Oea rah kepala ibu
Palpasi dengan satu tangan pada tiap sisi abdomen
Palpasi janin di antara dua tangan
Temukan mana punggung dan bagian ekstremitas
c. Manuver Leopold III, bertujuan untuk membedakan bagian persentasi
dari janin yang berada di bagian terbawah rahim ibu dan sudah masuk
dalam pintu panggul atau belum, dengan cara:
Wajah pemeriksa menghadap Oea rah kepala ibu
Palpasi di atas simfisis pubis. Beri tekanan pada area uterus
Palpasi bagian presentasi janin di antara ibu jari dan keempat jari
dengan menggerakkan pergelangan tangan. Tentukan presentasi janin
Jika ada tahanan berarti ada penurunan kepala
d. Manuver Leopold IV, bertujuan untuk meyakinkan hasil yang ditemukan
pada pemeriksaan Leopold III dan untuk mengetahui sejauh mana bagian
kepala janin sudahmasuk pintu atas panggul. Memberikan informasi
tentang bagian presentasi: bokong atau kepala, sikap/attitude (fleksi atau
ekstensi), dan station (penurunan bagian presentasi), dengan cara:
Wajah pemeriksa menghadap Oea rah ekstremitas ibu
Palpasi janin di antara dua tangan
Evaluasi penurunan bagian presentasi (Cunningham, 2006).
5. Kehamilan Gemeli
19
b. Epidemiologi Kehamilan Gemelli
Kembar terjadi pada 1% dari semua kehamilan dengan dua pertiga
(70%) adalah dizigot dan sepertiga (30%) adalah monozigot. Insiden dari
kembar bervariasi menurut :
Kelompok etnik (1:50 kehamilan ras Afrika, 1 : 80 kehamilan pada ras
Caucasia, 1:50 kehamilan pada ras Asia dan paling sedikit pada ras
Mongoloid)
Usia maternal (2% setelah 35 tahun). Paling tinggi pada wanita yang
berusia 37 tahun, dimana terjadi stimulasi hormonal yang maksimal
Paritas (2% setelah kehamilan keempat)
Metode konsepsi (20% dengan induksi ovulasi)
Riwayat keluarga
20
- Pembelahan ovum pada hari 8-13 setelah fertilisasi, dimana lapisan
amnion sudah terbentuk akan menjadi kembar monokorionik,
monoamniotik
- Pembelahan ovum > 13 hari setelah fertilisasi, dimana segmentasi
terhambat dan setelah primitive streak terbentuk maka akan terjadi
kembar dempet (kembar siam). Dapat dibagi sesuai lokasi
anatomis dempetnya.
21
embrio yang kemudian dimasukkan ke dalam rongga rahim ibu tumbuh
berkembang lebih dari satu. Pada kembar yang berasal dari satu telur,
factor bangsa, hereditas, umur dan paritas tidak atau sedikit sekali
mempengaruhi terjadinya kehamilan kembar itu. Diperkirakan sebabnya
ialah: factor penghambat pada masa pertumbuhan dini hasil konsepsi
(Liewellyn-Jones, 2002).
1) Anamnesis
22
2) Pemeriksaan Fisik
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada USG terlihat 2 bayangan janin atau lebih dengan 1atau 2 kantong
amnion. Diagnosis dengan USG sudah setelah kehamilan 6-8 minggu
dapat menentukan diagnosis akurat jumlah janin pada uterus dari
jumlah kantong gestasional yang terlihat. Bila tampak 2 janin atau 2
jantung yang berdenyut yang telah dapat ditentukan pada triwulan
I/pada kehamilan 10 minggu Pemeriksaan dengan rotgen sudah jarang
dilakukan untuk mendiagnosa kehamilan ganda karena bahaya cahaya
penyinarannya (DeCherney, 2003).
4) Reaksi Kehamilan
Karena pada hamil kembar pada umumnya plasenta besar atau ada 2
plasenta, maka produksi HCG akan tinggi, jadi titrasi reaksi kehamilan
bisa positif, kadang - kadang sampai 1/200. Hal ini dapat dikacaukan
dengan mola hidatidosa. Kadangkala diagnose baru diketahui setelah
bayi pertama lahir, uterus masih besar, ternyata masih ada janin satu
lamgi dalam rahim. Kehamilan kembar sering terjadi bersamaan
dengan hidramnion dan toksemia gravidarum (DeCherney, 2003) .
g. Diagnosis diferensial Kehamilan Gemelli:
Kehamilan tunggal dengan janin besar
Hidramnion
23
Molahidatidosa
Kehamilan dengan tumor ( Berghella, 2001; DeCherney,2003)
24
1) Aborsi
Aborsi spontan lebih besar kemungkinannya terjadi pada kehamilan
kembar. Kembar dua monochorial jauh lebih banyak dibanding kembar
dichorial, yang mengimplikasikan monozygot sebagai faktor resiko
untuk abortus spontan.
2) Berat Badan Lahir Rendah.
Kehamilan janin kembar lebih besar kemungkinannya
dikarakterisasikan dengan berat badan lahir rendah dibandingkan
dengan kehamilan tunggal, paling sering disebabkan oleh karena
pertumbuhan janin yang terbatas serta persalinan preterm. Secara
umum, semakin banyak jumlah janin, semakin besar derajat dari
keterbatasan pertumbuhan. Beberapa peneliti telah membuat
sanggahan bahwa pertumbuhan janin dalam kehamilan berganda
berbeda dari yang tunggal, dan bahwa pertumbuhan abnormal hanya
dapat didiagnosa pada saat ukuran janin kurang dari diharapkan untuk
kehamilan berganda. Dalam kehamilan dizygotik, perbedaan ukuran
yang mencolok biasanya ditimbulkan dari plasentasi yang tidak sama,
dengan satu tempat plasenta menerima suplai darah yang lebih baik
dibandingkan yang lainnya, namun dapat juga merefleksikan potensial-
potensial pertumbuhan genetik yang berbeda. Dalam trisemester III,
semakin besar massa janin semakin bertambahnya maturasi plasenta
serta insufisiensi plasenta relatif. Perbedaan ukuran dapat juga
disebabkan oleh karena abnormalitas umbilicus (Demaria, 2004;
Victoria, 2001).
3) Durasi Kehamilan
Pada saat jumlah dari janin meningkat, durasi dari kehamilan menurun.
Kira-kira separuh dari kembar dilahirkan pada 36 minggu atau kurang
dan persalinan sebelum genap bulan merupakan alasan utama untuk
peningkatan resiko morbiditas dan mortalitas neonatal pada kembar.
Pembatasan pertumbuhan serta morbiditas yang berhubungan,
meningkat secara bermakna pada kembar yang dilahirkan antara
minggu ke 39 dan 41 dibandingkan dengan persalinan pada 38 minggu
atau kurang. Kehamilan kembar dua 40 minggu atau lebih harus
25
dianggap posterm. Hal ini didasarkan pada pengamatan bahwa bayi-
bayi kembar dua lahir mati yang dilahirkan saat 40 minggu atau lebih
memiliki gambaran yang sama dengan bayi tunggal
postmatur(Demaria, 2004; Victoria, 2001) .
i. Penatalaksanaan Kehamilan Kembar
Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal pada kehamilan
kembar, perlu dilakukan tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya
komplikasi sedini mungkin. Penatalaksanaan kehamilan kembar antara
lain (DeCherney, 2003) :
1) Diagnosis dini
Diagnosis dini kehamilan kembar harus dapat ditegakkan sebagai
perencanaan pengelolaan kehamilan. Mulai umur kehamilan 24
minggu pemeriksaan antenatal dilakukan tiap 2 minggu, dan sesudah
usia kehamilan 36 minggu pemeriksaan dilakukan tiap minggu.
Istirahat baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu menyebabkan
aliran darah keplasenta meningkat agar pertumbuhan janin baik.
Kebutuhan kalori, protein, mineral, vitamin dan asam lemak esential
harus cukup oleh karena kebutuhan yang meningkat pada kehamilan
kembar. Kebutuhan kalori harus ditingkatkan sebesar 300 kalori
perhari. Pemberian 60 sampai 100 mg zat besi perhari, dan 1 mg asam
folat diberikan untuk menambah zat gizi lain yang telah diberikan.
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui adanya
diskordansi pada kedua janin pengukuran lingkar perut merupakan
indikator yang sensitif dalam menentukan diskordansi (DeCherney,
2003).
2) Pemberian kortikosteroid
Pada kehamilan kembar terjadi peningkatan risiko persalinan preterm,
sehingga dilakukan pemberian kortikosteroid diperlukan untuk
pematangan paru berupa betamethsone 12 mg/hari untuk 2 hari saja. Bila
tak ada betamethasone dapat diberikan dexamethasone serta pemberian
tokolitik.
3) Tokolitik
Tokolitik berguna untuk mengurangi kontraksi uterus dan menahan
pembukaan serviks. Pada pemberian tokolitik, pasien harus dirawat di
26
rumah sakit untuk observasi dan tirah baring. Pemberian tokolitik yang
dianjurkan meliputi:
Nifedipine 10 mg, diulang tiap 30 menit, maksimum 40 mg/6 jam.
Umumnya hanya diperlukan 20 mg, dan dosis perawatan 3 x 10mg.
B-mimetik : terbutalin atau salbutamol.
4) Penanganan Persalinan dan Persiapan perawatan bayi
Pada persalinan kala I diperlakukan seperti biasa bila janin letak
memanjang. Episiotomi mediolateral dilakukan untuk mengurangi trauma
kepala pada janin prematur. Setelah janin pertama lahir, tentukan
presentasi janin kedua, dan taksiran berat janin harus segera ditentukan
dengan pemeriksaan bimanual. His akan kuat lagi biasanya setelah 10
sampai 15 menit. Jika his tidak timbul dalam 10 menit maka diberikan 10
unit oksitosin yang diencerkan dalam infus untuk menstimulasi aktifitas
miometrium. Jika janin kedua letak memanjang, tindakan selanjutnya
adalah melakukan pecah ketuban dengan mengalirkan ketuban secara
perlahan-lahan. Penderita dianjurkan mengejan atau dilakukan tekanan
terkendali pada fundus agar bagian bawah janin masuk dalam panggul,
dan pimpinan persalinan kedua seperti biasa. Apabila janin kedua letak
lintang dengan denyut jantung janin dalam keadaan baik, tindakan versi
luar intrapartum merupakan pilihan. Setelah bagian presentasi terfiksasi
pada pintu atas panggul, selaput ketuban dipecah selanjutnya dipimpin
seperti biasanya. Bila janin kedua letak lintang atau terjadi prolap tali
pusat dan terjadi solusio plasenta tindakan obsterik harus segera dilakukan,
yaitu dengan dilakukan versi ekstraksi pada letak lintang dan ekstraksi
vakum atau forseps pada presentasi kepala (DeCherney, 2003).
Seksiocesarea dilakukan bila janin pertama letak lintang, terjadi prolap
tali pusat, plasenta previa pada kehamilan kembar atau janin pertama
presentasi bokong dan janin kedua presentasi kepala, dikhawatirkan terjadi
interloking dalam perjalanan persalinannya. Sebaiknya pada pertolongan
persalinan kembar dipasang infus profilaksis untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya perdarahan post partum. Pada kala empat
diberikan suntikan 10 unit sintosinon ditambah 0,2 mg methergin
intravena. Kemungkinan lain pada persalinan kembar dengan usia
kehamilan preterm dengan janin pertama presentasi bokong adalah
27
terjadinya aftercoming head oleh karena pada janin prematur lingkar
kepala jauh lebih besar dibandingkan lingkar dada, disamping itu ukuran
janin kecil sehingga ektremitas dan tubuh janin dapat dilahirkan pada
dilatasi servik yang belum lengkap, prolapsus tali pusat juga sering terjadi
pada persalinan preterm. Apabila kemungkinan-kemungkinan ini dapat
diprediksikan. Pada prinsipnya penanganan kehamilan ganda (DeCherney,
2003)
Bayi Pertama:
Cek persentasi Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi
normal dan lakukan monitoring dengan partograf. Bila persentasi bokong,
lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal presentasi bokong. Bila
letak lintang lakukan seksio sesaria. Monitoring janin dengan auskultasi
berkala DJJ Pada kala II beri oksitosis 2,5 IU dalam 500 ml dekstrose 5%
atau ringer laktat/ 10tts/mt.
Bayi Kedua:
Segera setelah kelahiran bayi pertama, dilakukan palpasi abdomen untuk
menentukan adanya bayi selanjutnya. Bila letak lintang lakukan versi luar,
periksa DJJ, lakukan pemeriksaan vaginal untuk menilai adanya prolaps
funikuli, ketuban pecah atau intak, dan presentasi bayi. Bila presentasi
verteks dan kepala belum masuk, masukan pada PAP secara manual.
Ketuban dipecah lalu periksa DJJ. Jika tidak timbul kontraksi dalam 10
menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai his adekuat. Jika 30 menit bayi
belum lahir lakukan tindakan menurut persyaratan yang ada (vakum,
forceps, seksio). Jika presentasi bokong, lakukan persalinan pervaginan
bila pembukaan lengkap dan bayi tersebut tidak lebih besar dari bayi
pertama. Bila tak ada kontraksi sampai 10 menit, tetesan oksitosin
dipercepat sampai his adekuat. Pecahkan ketuban dan periksa DJJ. Bila
terjadi gawat janin maka lakukan ekstraksi. Jika tidak mungkin melakukan
persalinan pervaginam lakukan seksio secarea. Pada ketuban yang masih
intakdapat dilakukan versi luar. Jika usaha gagal maka lakukan terminasi
segera dengan seksio secarea Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU
dalam 1 liter cairan 60 tetes/menit atau berikan ergometrin 0,2 mg IM 1
menit sesudah kelahiran anak yang terakhir (DeCherney, 2003).
28
29
BAB V
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
Cauckwell S, Murphy DJ, 2002. The effect of mode of delivery and gestational
age on neonatal outcome of the non-cephalic-presenting second twin. Am J
Obstet Gynecol 187:1356
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Westrom KD,
2006. Kehamilan Multi Janin. Dalam: Hatono A, Suyono YJ. Pendit BU.
Obstetri Williams.Volume 1 edisi 21. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC,
WHO, 2010. The Partnership for Maternal, Newborn, and Child Health. World
Health Organization
31
Workgroup, S. A. (2012, january 31). Twin Pregnancy. Retrieved Agustus 17,
2013, from Departement Of Health Goverment of South Australia:
http://www.health.sa.gov.au/
32