TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis Paru
1. Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet nuclei. Sebagian besar kuman
TB menyerang paru tetapi juga mengenai organ tubuh lainnya (Amin, 2014).
2. Etiologi
Penyebab penyakit TB paru adalah Mycrobacterium tuberkulosis, bakteri ini masuk
dalam bentuk batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam atau Batang Tahan Asam
(BTA). Penderita TB BTA (+) merupakan sumber penularan utama penyakit ini, terutama
pada waktu bersin atau batuk. Penyebaran melalui droplet atau percikan dahak yang
didalamnya terkandung bakteri aktif yang nantinya apabila terhisap oleh orang lain dapat
menularkan TB melewati saluran pernapasan. Daya penularan dari seorang penderita di
tentukan banyaknya kuman yang di keluarkan dari parunya. Dalam BTA positif pada
penderita TB semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak maka semakin
infeksius penderita tersebut, begitu pula dengan sebaliknya. Droplet yang mengandung
kuman dapat bertahan dalam beberapa jam di udara dengan suhu kamar (Price, 2015).
3. Klasifikasi TB Paru
Klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB meliputi 4 hal, yaitu:
Lokasi yang sakit: paru dan ekstra paru
Hasil pemeriksaan dahak: BTA positif atau BTA negatif
Riwayat pengobatan TB sebelumnya
Status HIV pasien
a. Berdasarkan lokasi
1) TB paru : kuman TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru
2) TB ekstra paru : kuman TB yang menyerang organ selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain
b. Berdasarkan hasil BTA
1) BTA (+)
Sekurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak memberikan hasil (+)
Atau 1 kali pemeriksaan spesimen hasilnya (+) disertai gambaran radiologi
yang menunjukan TB aktif
Atau 1 spesimen BTA (+) dan kultur (+)
Atau 1 atau lebih spesimen dahak positif setelah 3 pemeriksaan dahak SPS
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA (-) dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotik non OAT.
2) BTA (-)
Hasil sputum BTA 3x (-)
Gambaran radiologi menunjukkan ke arah TB
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT pada pasien HIV
(-)
c. Berdasarkan tipe pasien
1) Kasus baru : belum pernah konsumsi OAT sebelumnya atau pernah mengonsumsi
OAT kurang dari 1 bulan
2) Kasus kambuh (relaps)
Pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT telah selesai pengobatan
dan dikatakan sembuh. Namun, didapatkan BTA (+) atau kultur (+) kembali
dan kembali konsumsi OAT
Bila BTA (-), tetapi radiologi menunjukkan lesi aktif/perburukan dan gejala
klinis (+), kemungkinannya yaitu lesi non TB (pneumonia, bronkiektasis)
atau TB paru relaps ditentukan oleh dokter spesialis
3) Kasus default (setelah putus berobat) : pasien yang telah berobat dan putus berobat
selama >2 bulan dengan BTA (+)
4) Kasus gagal : pasien dengan BTA (+) sebelumnya, tetap (+) atau kembali lagi
menjadi (+) pada akhir bulan ke-5 atau akhir pengobatan OAT
5) Kasus kronik : hasil sputum BTA tetap (+) setelah selesai pengobatan ulang
(katagori 2) dengan pengawasan ketat
6) Kasus bekas TB
BTA (-), radiologi lesi tidak aktif atau foto serial gambaran sama dan riwayat
minum OAT adekuat
Radiologi gambarannya meragukan, mendapatkan OAT 2 bulan, foto toraks
ulang gambaran sama (Werdhani, 2002).
4. Patogenesis
1) TB primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe
akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah
infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun
demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dorman
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
TB. Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan (Amin, 2014).
Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya atau tertelan.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan
daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia
dan sebagainya (Werdhani, 2002).
Gejala sistemik :
Demam biasanya subfebris menyerupai demam influenza, demam hilang
timbul
Malaise
Anoreksia
Berat badan menurun
Sakit kepala
Nyeri otot
Keringat malam (Aditama, 2006)
b. Pemeriksaan Fisik :
Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia
Suhu demam (subfebris)
Badan kurus atau berat badan menurun
Bila dicurigai adanya infiltrat yang luas perkusi redup dan auskultasi suara
napas bronkial, ronki basah, kasar.
Bila infiltrat diliputi oleh penebalan pleura suara napas vesikuler melemah
Bila terdapat kavitas yang cukup besar perkusi hipersonor atau timpani dan
auskultasi suara amforik
TB paru dengan fibrosis yang luas atrofi dan retraksi otot-otot interkostal
Bila jaringan fibrotik luas yaitu lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru,
akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru hipertensi pulmonal, kor
pulmonal dan gagal jantung kanan. Tanda-tandanya seperti takipneu, takikardia,
sianosis, right ventrikular lift, right atrial gallop, murmur, tekanan JVP
meningkat, hepatomegali, asites, edema
Bila TB mengenai pleura efusi pleura. Terlihat ketertinggalan dalam
pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara
napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali (Amin, 2014; Wardhani,
2014).
c. Pemeriksaan Penunjang :
1) Pemeriksaan darah
Leukositosis
LED meningkat
Anemia
Gama globulin meningkat
Kadar natrium darah menurun (Amin, 2014)
2) Pemeriksaan bakteriologik
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH).
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam tiga hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) yaitu:
Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak Pagi (keesokan harinya )
Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Pemeriksaan spesimen ini dilakukan secara mikroskopis dan biakan.
Pewarnaan mikroskopis biasa dengan Ziehl-Nielsen sedangkan fluoresens dengan
auramin-rhodamin.
Interpretasi hasil dahak, yaitu:
BTA (+) : 3x positif atau 2x positif, 1x negatif
BTA (-) : 3x negatif
Jika hasil 1x (+), 2x (-) diulang pemeriksaan BTA 3x lagi, bila hasil:
1x positif dan 2x negatif BTA (+)
3x negatif BTA (-) (Aditama, 2006)
3) Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan.
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
6. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan yaitu regimen pengobatan terdiri dari fase awal (intensif)
selama 2 bulan dan fase lanjutan selama 4-6 bulan. Selama fase intensif terdiri dari 4 obat,
diharapkan terjadi pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang
berpotensi menularkan infeksi menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar
pasien dengan sputum BTA posistif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan.
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang lebih
panjang. Efek sterilisasi obat pada fase ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa kuman
dan mencegah kekambuhan. Pada pasien dengan sputum BTA negatif atau TB ekstra paru
tidak terdapat risiko resistensi selektif karena jumlah bakteri di dalam lesi relatif sedikit.
Pemantauan hasil terapi untuk pasien BTA negatif dan TB ekstra paru, hasil pengobatan
didasarkan pada pemeriksaan klinis.
Pengawasan efek samping, sebagian besar pasien menyelesaiakan pengobatan TB
tanpa efek samping yang bermakna, namun sebagian kecil mengalami efek samping. Oleh
karena itu pengawasan klinis terhadap efek samping harus dilakukan. Efek samping obat
tuberkulosis dapat dibagi menjadi efek samping mayor dan minor. Jika timbul efek
samping minor maka pengobatan dapat diteruskan dengan dosis biasa atau diturunkan.
Dapat diberikan pengobatan simtomatik. Jika timbul efek samping berat maka pengobatan
harus dihentikan, harus ditangani pada pusat pelayanan khusus.
Tabel II.1. Efek Samping OAT (Wardhani, 2014)
Obat Kontraindikasi Efek samping dan tatalaksana
Mayor:
- gatal dan kemerahan
antihistamin
- ikterik/hepatitis akibat obat
hentikan semua OAT sampai
ikterik menghilang, boleh diberi
hepatoprotektor
- muntah dan confusion
hentikan semua OAT dan
lakukan uji fungsi hati
- kelainan sistemik termasuk
syok hentikan rifampisin
Mayor:
- peningkatan enzim
transaminase sesuai
penatalaksanaan TB keadaan
khusus
- reaksi alergi antihistamin,
OAT lanjutkan, bila masih
berlanjut stop semua OAT
Etambutol (E) Anak-anak, pasien dengan Mayor:
neuritis optik - gatal dan kemerahan kulit
antihistamin
- gangguan penglihatan bilateral
berupa neuritis retrobulbar
yang ditandai oleh penurunan
visus, penyempitan lapang
pandang hentikan etambutol
7. Komplikasi
a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, tb usus
b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis),
kerusakan parenkim berat (fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
acute respiratory distress syndrome) (Amin, 2014).