Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hydrops fetalis dalam bahasa latin untuk edema pada fetus.
Ballantybe adalah orang pertama yang mendiskripsikan hidrops fetalis
pada tahun 1892, meskipun kondisi ini telah dikenal sejak hampir 200
tahun (Matthew E. A, et al. 2007). Hidrops fetalis adalah kondisi serius
dari fetal yang didefenisikan sebagai akumulasi abnormal dari cairan
dalam 2 atau lebih kompartemen, termasuk asites, efusi pleura, efusi
perikardial, dan edema kulit. Pada beberapa pasien, hal ini dapat juga
bersamaan dengan polihidramnion dan edema plasenta (Ashraf H. H.
2011).
Hidrops fetalis telah dikenal baik pada saat masa fetal dan kondisi
neonatal sepanjang sejarahnya. Sampai setengah dari abad ke-20
belakangan ini, telah dipercaya ini disebabkan oleh darah group Rhesus
(Rh) isoimunisasi dari fetus. Pengenalan terbaru dari faktor lain selain
penyakit isoimun hemolitik, dapat disebabkan oleh yang berhubungan
dengan hidrops fetal mendorong pengggunaan istilah hidrops nonimun
untuk mengidentifikasi kasus ini semua yang mana kelainan fetal telah
disebabkan oleh faktor-faktor selain isoimunisasi (Ashraf H. H. 2011).
Pada tahun 1970, penyebab utama dari hidrops imun (Rh D
antigen) telah dicegah dengan penggunaan imunoglubulin (Ig) profilaksis
pada ibu yang beresiko. Sebelum imunisasi rutin dari ibu Rh-negatif,
banyak kasus dari hidrops telah disebabkan erythoblasstosis dari Rh
alloimunisasi. Sedikitnya, hidrops fetalis nonimun umumnya terdiri 76-
87% dari kasus yang digambarkan (Ashraf H. H. 2011).

1
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan presentasi kasus ini ialah untuk mengetahui faktor
penyebab terjadinya hidrops fetalis, jenis, cara mendiagnosis, penanganan
dalam kehamilan dan dalam persalinan pada ibu yang mengandung janin
hidrops fetalis.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nomer CM : 295713

Nama : Ny. S

Umur : 23 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama :Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Semedo RT 8/RW 6 Pekuncen, Banyumas

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Waktu masuk RS : Minggu, 29 September 2013 pukul 08.45

Waktu keluar RS : Kamis, 3 Oktober 2012

Ruang Rawat : VK IGD, VK, Flamboyan

B. Anamnesis (Autoanamnesis dan Alloanamnesis)


1. Keluhan utama :
Hamil 31+5 minggu dengan janin hidropsfetalis
2. Keluhan tambahan :
-
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan SP BP Irhas Husada ke Instalasi Gawat Darurat
RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo Purwokerto pada hari Minggu, 29
September 2013 pukul 08.45 WIB. Alasan merujuk karena pasien hamil

3
31+5 minggu dengan janin hidropsfetalis dari hasil USG tanggal 28
September 2013. Kenceng-kenceng dirasakan sejak jam 21.00
(28/9/2013). Pengeluaran air (-). Lendir/Darah (-/-).
Hari pertama haid terakhir : 19 Februari 2013
Taksiran persalinan : 26 November 2013
Usia kehamilan : 31+5 minggu
Riwayat menstruasi : siklus haid teratur setiap 30 hari, lama 7
hari
Riwayat menikah : satu kali, sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat Antenatal Care : teratur, di bidan
Riwayat KB : belum pernah menggunakan KB
Riwayat obstetri : G2 P0 A1
Anak I: abortus, 9 minggu, kuret
Anak II: hamil ini
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat hipertensi sebelum hamil : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat alergi : disangkal
d. Riwayat kejang : disangkal
e. Riwayat kencing manis : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat penyakit paru : disangkal
h. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat asma : disangkal
c. Riwayat kencing manis : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit kandungan : disangkal

4
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama suaminya yang bekerja sebagai wiraswasta.
Kebutuhan sehari-hari dicukupi dari penghasilan suami. Pasien berobat
ke RSUD Prof.DR. Margono Soekarjo dengan menggunakan Jampersal.

C. Pemeriksaan Fisik
Minggu, 29 September 2013 jam 08.45 WIB (IGD)
1. Keadaan umum : baik
2. Kesadaran : composmentis
Glascow Coma Scale : 15 (Eye 4 Motoric 6 Verbal 5)
3. Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 153 cm
4. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali / menit, reguler, isi dan tekanan
cukup
Laju pernapasan : 20 kali / menit, reguler
Suhu tubuh : 36,5oC

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : mesocephal, simetris, tidak tampak venektasi temporalis
Mata : simetris, tidak tampak konjungtiva anemis maupun sklera
ikterik, refleks pupil normal isokor 3 mm
Hidung : tidak tampak discharge maupun nafas cuping hidung
Mulut : bibir tidak pucat maupun sianosis
2. Pemeriksaaan Leher
Inspeksi : tidak tampak deviasi trakea
Palpasi : JVP 5+2 cm H2O
tak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi
3. Pemeriksaan Thoraks

5
a. Pulmo
Inspeksi : dinding dada simetris, tidak tampak retraksi interkostal
Auskultasi : suara dasar vesikuler, reguler, tidak terdengar ronki basah
kasar, ronki basah halus maupun wheezing.
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Palpasi : vokal fremitus lobus superior dan inferior pada paru kanan
sama dengan paru kiri
b. Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak pada SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2, reguler, tidak terdengar murmur maupun gallop
Perkusi : batas cor kanan atas SIC II LPSD, kiri atas SIC II LPSS
kanan bawah SIC IV LPSD, kiri bawah SIC V 2 jari
medial LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba pada SIC V 2 jari medial LMCS, tidak
kuat angkat
4. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : cembung gravid
Auskultasi : denyut jantung janin tunggal, frekuensi 12-12-11, reguler
di kuadran kiri bawah ibu
Perkusi : pekak janin
Palpasi : Leopold I: teraba massa bulat lunak di fundus uteri
Leopold II: teraba tahanan memanjang di kiri ibu
Leopold III: teraba massa bulat keras, mobile
Leopold IV: konvergen
Tinggi fundus uteri 35 cm
5. Pemeriksaan ekstrimitas
Tidak tampak sianosis, akral teraba hangat, tidak terdapat edema

6. Pemeriksaan Genitalia Eksterna

a. Inspeksi :

Distrubusi mons pubis merata, tidak tampak luka maupun pembesaran


kelenjar Bartholini

6
b. Vaginal Touche (VT)

Pembukaan 1 cm, kulit ketuban (+), penurunan kepala Hodge I

D. Diagnosis di IGD
G2 P0 A1 usia 23 tahun hamil 31+5 minggu janin tunggal hidup intra uterin
presentasi kepala punggung kiri belum inpartu dengan curiga hidrops fetalis.

E. Sikap dan Penatalaksanaan


IGD
1. Observasi
2. Rawat ruang VK
3. Pemeriksaan Darah Lengkap, Hitung jenis, dan Uji koagulasi

Tabel 1. Pemeriksaan Darah


PEMERIKSAAN DARAH HASIL NILAI NORMAL
Darah Lengkap
Hemoglobin 11,8 12-16 g/dl
Leukosit 18320 4800-10.800/µl
Hematokrit 33 37-47 %
Eritrosit 3,9 4,2 – 5,4/ µl
Trombosit 288.000 150.000 – 450.000
MCV 86,5 79,0 – 99,0 fL
MCH 30,6 27,0 – 31,0 pg
MCHC 35,3 33,0 – 37,0 %
Hitung Jenis
Basofil 0,2 0–1%
Eosinofil 0,3 2–4%
Batang 1,3 2–5%
Segmen 83,1 40 – 70 %
Limfosit 8,7 25 – 40 %
Monosit 6,4 2–8%
Uji Koagulasi
PT 12,7 11,5 – 15,5 detik
APTT 32,4 25 – 35 detik

7
VK

Tabel 2. Catatan Monitoring Pasien di VK

Jam DJJ His Nadi TD RR S VT


29/ 10.00 150 1x/10’/20” 84 120/90 20 36,5 Ø 1 cm
09/ KK (+)
13 ↓ kep H1
10.30 140 1x/10’/20” 84
11.00 140 1x/10’/20” 84
11.30 145 1x/10’/20” 84
12.00 138 1x/10’/30” 80
12.30 140 1x/10’/10” 84
13.00 145 1x/10’/25” 84
13.30 145 1x/10’/25” 84
14.00 142 1x/10’/25” 84 120/90 20 36,5 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1
Instruksi: observasi
14.30 140 1x/10’/25” 82
15.00 142 1x/10’/30” 86
15.30 142 1x/10’/10” 86
16.00 145 1x/10’/10” 84
16.30 140 1x/10’/10” 84
17.00 142 1x/10’/10” 82
17.30 148 1x/10’/10” 84
18.00 148 1x/10’/10” 84 120/90 20 36,5 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1
Portio tebal
18.30 146 1x/10’/10” 86
19.00 148 1x/10’/10” 86

8
19.30 136 1x/10’/10” 84
20.00 136 1x/10’/10” 84
20.30 136 1x/10’/10” 84
21.00 146 1x/10’/10” 84
Instruksi:
- Observasi
- USG hari kerja
21.30 142 1x/10’/10” 84
22.00 142 1x/10’/10” 84 120/90 20 36,5 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1

22.30 146 1x/10’/10” 80


23.00 146 1x/10’/10” 84
23.30 146 1x/10’/10” 86
24.00 148 1x/10’/10” 86
30/ 00.30 150 1x/10’/10” 86
09/ 01.00 150 1x/10’/10” 84
13 01.30 148 1x/10’/10” 80
02.00 140 1x/10’/10” 80 120/90 22 36,5 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1
02.30 144 1x/10’/10” 86
03.00 140 1x/10’/10” 84
03.30 142 1x/10’/10” 86
04.00 142 1x/10’/10” 84
04.30 142 1x/10’/10” 86
05.00 144 1x/10’/10” 84
05.30 144 1x/20’/10” 84
06.00 149 1x/20’/10” 82 120/90 20 36,5 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1

9
06.30 138 1x/20’/10” 80
07.00 138 1x/20’/10” 84
07.30 138 1x/20’/10” 84
08.00 140 1x/20’/10” 84
08.30 140 1x/20’/10” 84
09.00 140 1x/20’/10” 80
Pasien dibawa ke lab radiologi
10.00 Pasien kembali ke VK
130 1x/20’/10” 80 120/90 22 36,5 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1
10.30 130 1x/20’/10” 80
11.00 132 1x/20’/10” 82
11.30 140 1x/20’/10” 84
12.00 144 1x/20’/10” 80
12.30 124 1x/20’/10” 84
13.00 124 1x/20’/10” 82
13.30 128 1x/20’/10” 86
14.00 136 1x/20’/10” 84 120/90 20 36,5 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1
14.30 155 1x/20’/10” 86
15.00 146 1x/10’/10” 84
15.30 140 1x/10’/10” 86
16.00 140 1x/10’/10” 86
Hasil USG: janin tunggal hidup intra uterin, curiga hidrops fetalis
dengan fluid collection intra thoraks dan intra abdomen
16.30 131 1x/20’/10” 82
17.00 136 1x/20’/10” 84
17.30 132 1x/20’/10” 82
18.00 132 1x/20’/10” 84 120/90 20 36,5 Ø 1 cm

10
KK (+)
↓ kep H1
Lapor dr. Sp.OG:
- Observasi
- Tunggu inpartu
- Rawat flamboyan

Flamboyan

Tabel 3. Catatan Monitoring Pasien di Bangsal Flamboyan

Tanggal S O A P
01 Pegal di Ku/kes: sedang/ G2 P0 A1 usia Induksi
Oktober punggung composmentis
23 tahun persalinan
2013 Tanda Vital
TD: 110/70 hamil 31+6 dengan gastrul
N : 80 x/menit
minggu janin ¼ tab per vagina
RR: 20 x/menit
S : 36,6oC tunggal hidup
Status Generalis
intra uterin
Mata: CA -/- SI -
/- presentasi
Thoraks:
kepala
P/ SD ves +/+, ST
-/- punggung kiri
C/ S1>S2, reg, ST
belum inpartu

Status Lokalis dengan curiga
Abdomen
hidrops fetalis.
I : cembung
gravid
A : DJJ (+)
138x/mnt
Per: pekak janin
Pal: TFU 35 cm,
presentasi kepala,
punggung kiri,
konvergen
Status Genital
Eksterna
PPV (-), FA (-)
Status Vegetatif
BAB (+) BAK (+)

11
FL (+)

VK

Tabel 4. Catatan Monitoring Pasien di VK

Jam DJJ His Nadi TD RR S VT


01/ 13.00 144 1x/10’/15” 80 110/90 20 36,5 Ø 1 cm
10/ KK (+)
13 ↓ kep H1
portio tebal
lunak
13.30 144 1x/10’/10” 82
induksi persalinan dengan gastrul ¼ tab per vagina I
14.00 144 1x/10’/10” 82
14.30 142 1x/10’/10” 82
15.00 142 1x/10’/10” 82
15.30 142 1x/10’/10” 82
16.00 142 1x/10’/10” 82
16.30 142 1x/10’/10” 82
17.00 142 1x/10’/10” 82 130/90 22 36,5
17.30 140 1x/10’/10” 84
18.00 140 1x/10’/10” 84
18.30 143 1x/10’/10” 84
19.00 132 1x/10’/10” 80
19.30 128 1x/10’/10” 80 Ø 1 cm
KK (+)
↓ kep H1
Portio tebal
induksi persalinan dengan gastrul ¼ tab per vagina II
20.00 130 1x/10’/10” 84
20.30 151 1x/10’/10” 82

12
21.00 147 1x/10’/10” 80 120/90 20 36,5
21.30 140 2x/10’/10” 80
22.00 142 2x/10’/10” 82
22.30 142 2x/10’/10” 82
23.00 141 2x/10’/10” 80
23.30 140 2x/10’/10” 80
24.00 146 3x/10’/35” 72
02/ 00.30 140 3x/10’/35” 80
10/ 01.00 140 3x/10’/35” 80 120/90 22 36,5 Ø 1 cm
13 KK (+)
↓ kep H1
Portio tebal
01.30 140 3x/10’/35” 80
02.00 140 3x/10’/35” 80
02.30 140 3x/10’/35” 80
03.00 140 3x/10’/35” 80
03.30 140 3x/10’/30” 80
04.00 140 3x/10’/20” 80
04.30 144 3x/10’/20” 80
05.00 144 3x/10’/20” 80 120/90 22 36,5 Ø 1 jari longgar
KK (+)
↓ kep H1
Instruksi: pemasangan infus RL, oksitosin drip
05.30 144 3x/10’/20” 80
Pemberian oksitosin drip 5 IU 8 tpm
06.00 144 3x/10’/20” 80
Pemberian oksitosin drip 5 IU 12 tpm
06.30 140 3x/10’/20” 80
Pemberian oksitosin drip 5 IU 16 tpm
07.00 140 3x/10’/20” 80
Pemberian oksitosin drip 5 IU 20 tpm

13
07.30 140 3x/10’/30” 80
08.00 140 3x/10’/10” 84
08.30 140 3x/10’/10” 84
09.00 138 3x/10’/10” 82 120/90 20 36,5 Ø 1 jari longgar
KK (+)
↓ kep H1
09.30 138 3x/10’/20” 80
10.00 138 3x/10’/30” 84
10.30 144 3x/10’/30” 88
11.00 140 3x/10’/30” 88
11.30 140 2x/10’/30” 80
12.00 144 2x/10’/30” 80
12.30 144 1x/10’/30” 80
13.00 144 2x/10’/30” 80 120/90 22 36,5 Ø 1 jari longgar
KK (+)
↓ kep H1
13.30 144 2x/10’/30” 80
14.00 144 2x/10’/30” 80
14.30 144 2x/10’/30” 80
15.00 160 2x/10’/30” 82
15.30 148 3x/10’/30” 80
Ketuban pecah spontan, warna jernih, ± 2 bengkok
Hasil VT: Ø 2 cm, KK (-), ↓ kep H1, portio lunak
Oksitosin drip 5 IU botol I habis
16.00 146 3x/10’/10” 84
Instruksi: sambung oksitosin drip botol II dikerjakan 20 tpm
16.30 146 3x/10’/10” 82
17.00 144 3x/10’/10” 86 120/90 20 36,5
17.30 142 3x/10’/20” 84
18.00 142 3x/10’/20” 86
18.30 144 3x/10’/20” 84

14
19.00 140 3x/10’/20” 86
19.30 VT: Ø lengkap, KK (-), ↓ kep HIII
Sikap: dipimpin mengejan
19.45 Episiotomi dilakukan a/i perineum kaku
Bayi lahir spontan , janin tunggal
Injeksi oksitosin I/IM
Jepit potong tali pusat, penarikan tali pusat terkendali
19.50 Plasenta lahir lengkap
Masase uterus
Oksitosin drip I dan injeksi metergin I/IM
Kontraksi uterus keras
Pemasangan IUD
Penjahitan laserasi perineum derajat 3
Perdarahan 100 cc

Bayi berjenis kelamin perempuan, berat badan lahir 3750 gram, panjang badan 48
cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada 36 cm, terlihat kepala-dada-perut ascites.
Air ketuban berwarna jernih dengan jumlah yang banyak, tidak terdapat maserasi.

Tabel 5. Observasi 2 jam post partum


Waktu TD Nadi TFU Kontraksi Kandung PPV
(mmHg) (x/menit) Uterus Kemih
20.00 120/80 84 sepusat Keras Kosong 20 cc
20.15 120/80 90 sepusat Keras Kosong 25 cc
20.30 110/80 84 sepusat Keras Kosong 30 cc
20.45 110/80 84 sepusat Keras Kosong 40 cc
21.15 110/80 80 sepusat Keras Kosong 40 cc
21.45 110/80 84 sepusat Keras Kosong 40 cc

Diagnosis:
P1A1 23 tahun post partus spontan patologis dengan induksi persalinan a/i
hidrops fetalis

15
Flamboyan

Tabel 6. Catatan Perkembangan Pasien di Bangsal Flamboyan

Tanggal S O A P
03 Nyeri di Ku/kes: sedang/ P1A1 23 Asam
Oktober daerah composmentis tahun post
Mefenamat
2013 vagina Tanda Vital partus
TD: 120/90 spontan 3x500mg
N : 82 x/menit patologis
RR: 20 x/menit dengan
S : 36,2oC induksi
Status Generalis persalinan
Mata: CA -/- SI - a/i hidrops
/- fetalis H+1
Thoraks:
P/ SD ves +/+, ST
-/-
C/ S1>S2, reg, ST

Status Lokalis
Abdomen
I : datar
A : BU (+) N
Per: timpani
Pal: TFU 1 jari di
bawah pusat
Status Genital
Eksterna
PPV (+), FA (-)
Status Vegetatif
BAB (-) BAK (+)
FL (+)

Diagnosis Akhir
P1A1 23 tahun post partus spontan patologis dengan induksi persalinan a/i
hidropsfetalis H+1

Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Hydrops Fetalis

Hydrops fetalis (HF) adalah akumulasi cairan yang berlebihan dalam


kompartemen ekstravaskuler janin dan rongga tubuh, yang ditandai oleh
ketebalan kulit umumnya > 5 mm, pembesaran plasenta, perikardial, efusi
pleura, atau ascites (Abrams et al, 2007).

HF bukanlah penemuan yang spesifik dan merupakan stadium akhir dari


berbagai gangguan. Di masa lalu, sebelum imunisasi rutin Rhesus ibu (Rh)-
negatif, sebagian besar kasus hidrops adalah karena eritroblastosis dari
alloimmunization Rh. Saat ini, nonimmune hydrops fetalis (NIHF) lebih
sering, yang terdiri dari 76-87% dari semua kasus HF yang ada (Abrams et al,
2007).

NIHF memiliki penyebab multifaktorial, terdiri dari gangguan janin,


plasenta, dan ibu. Meskipun diagnosis dan manajemen telah meningkat dalam
beberapa tahun terakhir, NIHF masih terkait dengan tingkat kematian yang
tinggi (Abrams et al, 2007).

2. Epidemiologi

Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus
tidak terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus
mungkin berakhir secara spontan di dalam Rahim. Perkiraan secara umum
hidrops fetalis di Amerika Serikat adalah sekitar 1 dalam 600 banding 1
dalam 4000 kehamilan. Insiden hidrops fetal imun menurun secara signifikan
dengan penggunaan macam imunisasi pasif menggunakan imunoglobulin Rh
untuk Rh-negatif ibu pada usia kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai
perdarahan fetomaternal) dan postpartum (setelah bayi Rh-positif) (Keeling et
al, 2007).

Hidrops fetalis jauh lebih umum di Asia Tenggara. Di Thailand,

17
frekuensi hidrops, dari homozigot alfa-thalassemia adalah 1 dalam 500
banding 1 dalam 1500 kehamilan. Perkiraan angka kematian sangat
bervariasi, dari hampir nol sampai hampir 100%. Kasus yang paling sering
dilaporan kematian 60-90%, meskipun beberapa perbaikan yang terkenal
dalam laporan yang lebih baru. Banyak penyebab variasi ini diakui, tidak
sedikit yang meliputi kecanggihan metode diagnostik yang digunakan dan
kompleksitas dan biaya pengobatan. Namun, faktor tunggal yang paling
penting adalah penyebab hidrops. Bagian penting dari kasus-kasus ini disertai
dengan cacat bawaan ganda dan kompleks asal genetik dan kromosom, yang
dengan sendirinya bersifat fatal pada usia dini. Banyak penyebab lain yang
disertai dengan massa atau akumulasi cairan, yang menekan paru-paru janin
berkembang dan menghalangi perkembangan normal. Jadi, ada tidaknya dan
pencegahan potensi paru hipoplasia adalah sangat penting (Keeling et al,
2007).

Pengaruh variasi genetik dalam struktur alpha-rantai hemoglobin dalam


populasi Asia dan Mediterania di samping sifat yang lebih serius dari
penyakit hemolitik pada janin Afrika Amerika dipengaruhi oleh ibu ABO-
faktor isoimunisasi. Pengaruh jenis kelamin pada hidrops fetalis sebagian
besar berkaitan dengan penyebab kondisi tertentu. Bagian penting dari
hidrops berhubungan dengan kelainan kromosom. Resiko pria yang lebih
besar adalah peningkatan hampir 13 kali lipat pada hidrops janin laki-laki
dengan penyakit hemolitik Rh D (Keeling et al, 2007).

3. Klasifikasi

Ada dua jenis hidrops fetalis (Cunningham, et.al. 2010):

A. Immune hidrops fetalis


1. Merupakan komplikasi dari inkompatibilitas Rh. Kompatibilitas Rh
menyebabkan kerusakan besar sel darah merah, yang mengarah ke
beberapa masalah, termasuk pembengkakan tubuh total. Pembengkakan
parah dapat mengganggu bagaimana organ-organ tubuh bekerja.
Berasal dari penyakit hemolitik alloimun (Rhesus Isoimmunization)

18
2. Dikenal pula sebagai eritroblastosis fetalis atau penyakit hemolitik.
3. Patogenesis : HF imune terjadi ketika sel darah merah janin
mengekspresikan protein yang 
tidak terdapat didalam eritrosit ibu.
terjadi sensitisasi sitem imunologi ibu. menimbulkan antibodi IgG
untuk melawan protein asing tersebut. IgG melintasi plasenta dan
menghancurkan eritrosit janin, mengakibatkan anemia dan gagal
jantung pada janin HF 
imune biasa disertai dengan hematokrit janin <
15% (normal = 50%)
4. Isoimunisasi Rh : Antigen D (Rh) hanya ada pada eritrosit primata.
Mutasi gen D menyebabkan tidak adanya ekspresi antigen D pada
eritrosit. Individu semacam ini dianggap sebagai Rh negatif. Jika janin
berasal dari ibu yang Rh negatif maka tidak terjadi sensitisasi Rh.
5. Meskipun demikian 60% ibu Rh negatif akan memiliki janin dengan Rh
positif Paparan darah Rh positif pada ibu Rh negatif akan memicu
respon antibodi. Faktor resiko sensitisasi Rh :

a. Transfusi darah yang tidak kompatibel

b. Kehamilan ektopik

c. Abortus

d. Amniosentesis

e. Kehamilan normal

B. Non Immune hidrops fetalis


1. Nonimmune hidrops fetalis terjadi ketika kondisi penyakit atau medis
mengganggu kemampuan tubuh untuk mengelola cairan.
2. Dapat disebabkan oleh
a. Gagal miokardium primer
b. Gagal jantung “high out-put”
c. Penurunan tekanan onkotik plasma
d. Peningkatan permeabilitas kapiler
e. Obstruksi aliran vena atau aliran limfatik.
3. Etiologi utama NIHF adalah kelainan jantung bawaan

19
Beberapa penyebab hidrop fetalis non imun (Cunningham, et.al.
2010):

a. kelainan Jantung: defek septum atrial atau ventricular, hypoplasia


jantung kiri, unsufisiensi katup pulmonal, dilatasi jantung, tetralogi
fallot, penutupan dini foramen ovale.
b. kelainan pernafasan: herna diagframatika, malformasi adenomatosa
kistik, hypoplasia pulmonal, hemartoma pulmonal.
c. kelainan gastrointestinal: atresia jejuni, volvulus usus halus,
malrotasi usus halus, peritonitis mekonium.
d. Kelainan urologi : stenosis atau atresia uretra, obstruksi leher
kandung kemih posterior, perforasi kandung kemih, prune belly,
neurogenic bladder, ureterokel.
e. Sindrom malformasi: dwarfisme tanatoforik, artrogriposis
multipleks kongenital, osteogenesis imperfect, hipofosfatasia,
akondroplasia, higroma kistik.
f. Kromosom: sindrom down (trisomi 21), sindrom turner, triploidi
g. Lain lain : higroma kistik, limfedema kongenital, sindrom
polisplenia, neuroblastoma, talasemia, kista ovarium terpuntir,
trauma janin, anemia, sialidosis.
h. Infeksi : cytomegalovirus, toksoplasmosis, sifilis, hepatitis, rubella,
parvovirus, penyakit chagas.
i. Kehamilan kembar: sindrom transfuse antarkembar, sindrom
kembar parabiotik (akardiak).

4. Patofisiologi Hidrops Fetalis Imun dan Non-imun


Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu
menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang
dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden
dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan fetomaternal
microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada
eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi.
Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk

20
kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti
(coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan
hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas
tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi
dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut
dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan (Sindu,
2005).
Mekanisme dasar untuk pembentukan hidrops janin adalah
ketidakseimbangan produksi cairan interstitial dan limfatik kembali.
Akumulasi cairan pada janin dapat hasil dari gagal jantung kongestif,
obstruksi aliran limfatik , atau penurunan tekanan osmotik plasma. Janin
sangat rentan terhadap akumulasi cairan interstitial karena permeabilitas
kapiler yang lebih besar , kompartemen interstitial compliant, dan kerentanan
terhadap tekanan vena pada limfatik kembali (Bellini et al, 2012).
Mekanisme kompensasi untuk mempertahankan homeostasis selama
hipoksia yang dihasilkan dari penyakit yang mendasari meliputi peningkatan
efisiensi ekstraksi oksigen, redistribusi aliran darah ke otak, jantung, dan
adrenal, sehingga menyebabkan kerusakan tubulus ginjal, Volume
augmentation untuk meningkatkan cardiac output , dan aktivasi ditandai dari
sistem renin-angiotensin . Mekanisme ini meningkatkan tekanan vena dan
akhirnya menghasilkan akumulasi cairan interstitial dan karakteristik
perubahan hidropik pada janin. Peningkatan tekanan vena dan memberikan
kontribusi untuk edema dan efusi dengan meningkatkan tekanan hidrostatik
kapiler dan mengurangi limfatik kembali. Gangguan fungsi ginjal
menyebabkan oliguria atau anuria dan kemudian hidrops (Bellini et al, 2012).
Mekanisme patofisiologi hidrops dibagi terpisah menjadi 4 berdasarkan
hukum Starling’s (Sindu, 2005):
a. Peningktan tekanan hidrostatik vena sebagai hasil gagal jantung. Gagal
jantung dapat terjadi karena obstruksi atau pengalihan outflow , defisiensi
aliran balik jantung,dan insufisiensi kekuatan inotropik.
b. Penurunan tekanan osmotic plasma.
c. Obstuksi aliran limfatik.

21
d. Peningkatan permeabilitas kapiler

1. Gangguan 1. Gangguan
1. Gangguan Displasia
metabolic kardiovasku
placenta saluran
janin ler
2. Infeksi 2. Gangguan 2. Gangguan limfa
3. Gangguan hematologi aliran urin
hematologi 3. Obstruksi
vena

Overloa Berkurangn
Gagal Gagal
d ya aliran
Fungsi jantung
Hati volume limfatik

Tekanan vena
Tekanan sentral tinggi
osmotik
plasma
rendah

Penumpukan cairan
interstisial

NON IMUN
HYDROPS
FETALIS

Gambar 1. Bagan Patofisiologi Hidrops Fetalis

22
5. Gejala

Gejala tergantung pada keparahan kondisi. Bentuk ringan dapat menyebabkan


(Cunningham, et.al. 2010):

a. Pembengkakan hati
b. Perubahan warna kulit (pucat)
c. Gangguan pernapasan
d. Memar atau memar keunguan seperti bintik-bintik pada kulit
e. Gagal jantung
f. Anemia berat
g. Ikterus berat
h. Pembengkakan tubuh

6. Diagnosis Hidrops Fetalis

Penegakkan diagnosis pada hidrops fetalis antara lain :

a. Anamnesis

Pada anamnesis hidrops fetalis lebih mengarah pada riwayat


dari kedua orang tua untuk mengevaluasi kemungkinan masalah
kesehatan atau faktor resiko untuk hidrops fetalis yaitu (Bianchi et al,
2000) :

1. umur (<16 atau > 35 tahun), etnik (kaukasoid).


2. Anemia atau hemoglobinopati.
3. Infeksi virus, hewan peliharaan seperti kucing, pernah
tereksposur terhadap bayi atau anak (dengan infeksi virus),
transmisi penyakit seksual sebelumnya.
4. Penggunaan obat yang berhubungan dengan hemolisis G6PD
(Glukosa 6 Fosfat Dehidroginase) defisiensi seperti primakuin,
pamakuin, fenazopiridin, naftalen atau yang bersifat teratogenik
selama kehamilan.

23
5. Penyakit ginjal atau hati seperti penyakit polikistik, kolagen atau
penyakit tiroid, diabetes mellitus.
6. Trauma tumpul abdomen, perdarahan antepartum.
7. Riwayat keluarga atau personal dari kehamilan kembar,
malformasi kongenital, penyakit jantung sebelumnya waktu
masa anak-anak, kematian janin sebelumnya.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi : Perut yang cepat membesar yang tidak sesuai dengan


usia kehamilan.

2) Auskultasi : Biasana terdengar denyut jantung janin meningkat


(fetal distres).

3) Perkusi dan Palpasi : Terdapat pekak janin dan saat palpasi


didapatkan besar uterus melebihi lamanya amenorea, uterus
tumbuh lebih tinggi dari kehamilan normal dan terjadi
penurunan gerak janin (Bianchi et al, 2000).

c. Pemeriksaan Penunjang
1. USG
HF sering ditegakkan melalui USG rutin. Kecurigaan
adanya HF ditegakkan bila ada 
riwayat dalam keluarga dan
adanya hidramnion.
Pemeriksaan USG untuk menegakkan hydrops fetalis ini
ditegakkan dengan adanya abnormalitas atau peningkatan
sedikitnya di 2 organ tubuh bayi. Contohnya efusi pericardial, efusi
pleura, ascites, edema subcutan, cystic higroma, polyhidramnion,
dan penebalan placenta. Secara umum, penebalan kulit minimal 5
mm, sudah dapat untuk mendiagnosa edema subcutis, dan
penebalan plasenta minimal 6 cm, sudah dapat ditegakkan
plasentomegali. Gambaran ini tidak memberikan informasi pasti
hydrops fetalis, karena hal ini bisa didapatkan pada bayi dengan
makrosomia (Carlo et al, 2009)

24
Gambar 2. Gambaran USG Janin dengan Hidrops Fetalis

2. Skrining antibody Rh

Riwayat sebelumnya yang mengenai bayi dalam keluarga adalah


sangat penting. Sekali diduga IHF, tipe darah ibu dan skrining
antibody Rh (CDE) dan penentuan tipe darah minor (contoh, Kell,
Duffy, MNSs) sebaiknya diperiksa. Pada ibu yang IgM terdeteksi,
tidak ada pemeriksaan lanjut, tapi bila igG terdeteksi, titer dari Rh-
positif pada darah ibu perlu ditentukan. Titer yang lebih besar 1:16
adalah signifikan dan menyebabkan hemolitik berat. Jika titer
signifikan, amniosintesis sebaiknya diperiksa untuk menilai
keparahan dari hemolisis dan anemia pada fetus (Durre, 2011).

3. Tes indirect Coombs

Pemeriksaan tes indirect Coombs untuk menyingkirkan peneyebab


imun, yaitu pemeriksaan darah rutin dan lengkap untuk
menyingkirkan thalasemia, skrining toxoplasmosis, other
infections, rubella, CMV, dan infeksi herpes simpleks (TORCH)
selama kehamilan (Durre, 2011).

7. Diagnosis diferensial Hidrop Fetalis


a. Congestive Heart Failure
b. Pulmonary Stenosis, Infundibular
c. Pulmonary Stenosis, Valvar

25
d. Cardiomyopathy
e. Efusi Pleura
f. Alpha (α) thalassemia
g. G-6-PD deficiency
h. Infeksi : Parvovirus, CMV, syphilis, coxsackie virus, rubella,
toxoplasmosis, herpes,varicella, adenovirus, enterovirus (Bianchi et al,
2000).

8. Komplikasi Hidrop Fetalis


a. Ibu
Komplikasi pada ibu adalah sindrom cermin ibu (maternal mirror
syndrom). Karena dianggap disebabkan oleh perubahan-perubahan
vaskular pada plasenta hidropik yang membengkak, disebut sindrom
cermin karena ibu mengalami preeklamsi disertai edema berat yang
mirip dengan edema pada janin. Persalinan preterm sering terjadi
akibat hidramnion. Perdarahan pascapartum kadang-kadang terjadi
akibat dekompresi mendadak uterus yang teregang berlebihan, dan
sering terjadi retensi plasenta.
b. Janin
Kernikterus
Kernikterus adalah sindrom neurologis akibat pengendapan bilirubin
tak terkonjugasi di dalam sel-sel otak. Kernikterus ialah kerusakan
otak akibat perlekatan bilirubin indirek pada otak terutama pada
korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus dan
nucleus pada dasar ventrikel IV (Sindu, 2005).

9. Penatalaksanaan Hidrop Fetalis


a. Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Selama kehamilan,
pengobatan dapat mencakup :
1) Terminasi kehamilan, kortikosteroid Prenatal harus diberikan jika
terjadi pada hamil preterm
2) Sectio sesaria dini jika kondisi janin dan ibu semakin memburuk

26
3) Transfusi darah ke bayi saat masih dalam kandungan (intrauterine
transfusi darah janin). Tingkat kelangsungan hidup untuk transfusi
intrauterin adalah 89%, tingkat komplikasi adalah 3%. Komplikasi
termasuk pecahnya membran dan kelahiran prematur, infeksi,
gangguan janin merupakan indikasi dilakukan Sectio sesaria cito.
b. Pengobatan untuk bayi yang baru lahir mungkin termasuk:
1) Transfusi langsung sel darah merah (kompatibel dengan jenis darah
bayi) dan transfusi tukar untuk membersihkan tubuh bayi dari
antibodi IgG yang merusak sel-sel darah merah
2) Jika janin terjadi efusi pleura maka ditangani dengan thoracenteses
janin dan efusi perikardial dikelola dengan pericardiocenteses
tunggal atau serial atau manuver drainase berkelanjutan.
3) Obat-obatan untuk mengontrol gagal jantung dan membantu ginjal
membuang cairan. Obat yang digunakan diantaranya digitalis,
furosemid, flecainide, verapamil, amiodaron, propanolol,
prokainamid, quinidine, adenosin, sotalol, terbutaline,
kortikosteroid, dan imunoglobulin; berbagai kombinasi obat ini
juga telah digunakan.
4) Metode untuk membantu bayi bernapas, seperti mesin
pernapasan,pasang sungkup O2 4 liter/menit

27
BAB IV

MASALAH DAN PEMBAHASAN

Diagnosis awal kasus saat di Instalasi Gawat Darurat adalah G2 P0 A1 usia 23


tahun hamil 31+5 minggu janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala
punggung kiri belum inpartu dengan curiga hidrops fetalis. Beberapa hal yang
perlu dibahas berkaitan dengan diagnosis ini antara lain :

a. Penegakan Diagnosis
Diagnosis hidrops fetal ditegakkan melalui pemeriksaan USG dengan hasil
USG: janin tunggal hidup intra uterin, curiga hidrops fetalis dengan fluid
collection intra thoraks dan intra abdomen.
Hydrops fetalis (HF) adalah akumulasi cairan yang berlebihan dalam
kompartemen ekstravaskuler janin dan rongga tubuh, yang ditandai oleh
ketebalan kulit umumnya > 5 mm, pembesaran plasenta, perikardial, efusi
pleura, atau ascites (Abrams et al, 2007).
Usia kehamilan pasien menurut diagnosis adalah 31 minggu 5 hari. Jika
dihitung dengan rumus negle, maka usia kehamilan pasien sesuai dengan
HPHT, yakni 31 minggu 5 hari. Berdasarkan perhitungan objektif
menggunakan rumus Mc Donald, maka usia kehamilan dengan TFU 35 cm
adalah 40 minggu, usia kehamilan pasien tidak sesuai dengan tinggi fundus
uteri (Cunningham et al, 2005). Taksiran berat janin menggunakan rumus
Johnson yaitu 3750 gram, berat janin 3750 ini tidak sesuai dengan usia
kehamilan pasien. Hal ini disebabkan karena adanya akumulasi cairan berlebih
di dalam tubuh janin.

b. Klasifikasi Hidrops Fetal pada kasus ini

Dari anamnesis didaptkan data tentang umur ibu 23 tahun beretnis


jawa. Suami juga beretnis jawa. Riwayat obstetric dari kehamilan pertama
mnegalami abortus. Pasien tidak memelihara kucing dan jarang makan sayur-
sayuran hijau. Pasien menyangkal tidak mederita penyakit selama kehamilan

28
seperti infeksi saluran kemih, malaria. asma, jantung, diabetes mellitus, paru,
ginjal. Pasien menyangkal mengalami trauma pada abdomen, tidak pernah
dipijit, dan tidak mengalami perdarahan selama kehamilan.

c. Pemeriksaan Penunjang Tambahan


1. Skrining antibody Rh
Tipe darah ibu dan skrining antibody Rh (CDE) dan penentuan tipe
darah minor (contoh, Kell, Duffy, MNSs) sebaiknya diperiksa. Pada ibu
yang IgM terdeteksi, tidak ada pemeriksaan lanjut, tapi bila igG
terdeteksi, titer dari Rh-positif pada darah ibu perlu ditentukan. Titer
yang lebih besar 1:16 adalah signifikan. Jika titer signifikan,
amniosintesis sebaiknya diperiksa untuk menilai keparahan dari
hemolisis dan anemia pada fetus (Durre, 2011).
2. Tes indirect Coombs
Pemeriksaan tes indirect Coombs untuk menyingkirkan peneyebab
imun, yaitu pemeriksaan darah rutin dan lengkap untuk menyingkirkan
thalasemia, skrining toxoplasmosis, other infections, rubella, CMV, dan
infeksi herpes simpleks (TORCH) selama kehamilan (Durre, 2011).

d. Penatalaksanan Pada Kasus ini


Terminasi kehamilan harus diberikan jika terjadi pada hamil
preterm. Induksi persalinan dilakukan pada kehamilan ini dikarenakan
untuk mencegah keadaan ibu agar tidak semakin memburuk. Pada bayi ini
didapatkan bayi lahir dalam keadaan meninggal. Bayi berjenis kelamin
perempuan, berat badan lahir 3750 gram, panjang badan 48 cm, lingkar
kepala 35 cm, lingkar dada 36 cm, terlihat kepala-dada-perut ascites.
Komplikasi pada ibu adalah sindrom cermin ibu (maternal mirror
syndrom). Karena dianggap disebabkan oleh perubahan-perubahan
vaskular pada plasenta hidropik yang membengkak, disebut sindrom
cermin karena ibu mengalami preeklamsia disertai edema berat yang mirip
dengan edema pada janin. Persalinan preterm sering terjadi akibat
hidramnion. Perdarahan pascapartum kadang-kadang terjadi akibat

29
dekompresi mendadak uterus yang teregang berlebihan, dan sering terjadi
retensi plasenta (Sindu, 2005).
Wanita D-negatif yang tersentisisasi dengan janin D-positif jika
tidak diobati, maka angka kematian perinatal adalah sekitar 30%
(Cunningham, et.al. 2010)

e. Pencegahan yang dapat dilakukan


Immunoglobulin anti-D adalah suatu immunoglobulin G 7S yang
diekstraksi dengan fraksional alcohol dingin dari plasma yang
mengandung antibody D dalam titer tinggi. Terapi ini diberikan kepada
ibu D-negatif yang tidak tersensitisasi untuk mencegah bahaya sensitisasi.
Profilaksis immunoglobulin-D diberikan ketika usia kehamilan sekitar 28
minggu. Profilaksis ini kembali diberikan setelah kelahiran apabila bayi D-
positif (Cunningham, et.al. 2010).
Immunoglobulin-D diberikan harus diberikan kepada wanita D-
negatif setelah keguguran, abortus, atau evakuasi ektopik dan mola. .
Insiden hidrops fetal imun menurun secara signifikan dengan penggunaan
macam imunisasi pasif menggunakan imunoglobulin Rh untuk Rh-negatif
ibu pada usia kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai perdarahan
fetomaternal) dan postpartum (setelah bayi Rh-positif) (Keeling et al,
2007).

30
BAB V

KESIMPULAN

1. Diagnosis pada pasien adalah “G2 P0 A1 usia 23 tahun hamil 31+5 minggu
janin tunggal hidup intra uterin presentasi kepala punggung kiri belum
inpartu dengan curiga hidrops fetalis”
2. Penentuan usia kehamilan dihitung dengan menggunakan rumus Neagle yaitu
31 minggu + 5 hari.
3. Penanganan hidrops fetalis dibagi menjadi 2 yaitu sebelum lahir dan sesudah
lahir.
4. Pada pasien ini terminasi dilakukan dengan induksi persalinan berdasarkan
pertimbangan keadaan janin dan kondisi ibu preeklamsi, serta belum ada
tanda-tanda inpartu
5. Komplikasi kehamilan hidrops fetalis yang terjadi pada pasien ini adalah
kematian janin post partus.

31
DAFTAR PUSTAKA

Ashraf H. H. 2011. Hidrop Fetalis. Diunduh dari http://emedicine.

medscape.comarticle974571-overview#a0101

Bianchi DW, Crombleholme TM, D'Alton ME. 2000. Non-immune hydrops

fetalis. In: Bianchi DW, Crombleholme TM, D'Alton ME, editors.

Fetology: Diagnosis and management of the fetal patient New York:

McGraw-Hill;. p. 959-965.

Bellini C, Hennekam RC. 2012. Non-immune hydrops fetalis: a short review of

etiology and pathophysiology. Am J Med Genet A. Mar;158A(3):597-

605.

Carlo bellini,et al. 2009. Etyologi Of Non-immune Hydrops Fetalis: Systemic

Review. Am J Med Genet Part A 149a:844-851

Cunningham, et.al. 2010. Hidrop Fetalis : Obstetri William Ed. 23. Jakarta: EGC

Durre Sabih. 2011. Hydrops Fetalis. Diunduh dari http://www. 403962-overview

Keeling, Jean W. Khong T Yee. 2007. Fetal and Neonatal Pathology. Springer.

Matthew E. A, et al. 2007. Hydrops Fetalis: A Retrospective Review of Cases

Reported to a Large National Database and Identification of Risk

Factors Associated With Death.

Sindu, E. 2005. Hemolytic disease of the newborn. Jakarta: Direktorat

Laboratorium Kesehatan Dirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos

RI.

32

Anda mungkin juga menyukai