Anda di halaman 1dari 68

PARTURITION

PHASES OF PARTURITION
Fase 1 : Uterine Quiescence

Fase ini ditemukan pada 95 % kehamilan normal


miometrium berada dalam keadaan relaksasi
(quiescent state) dengan struktur serviks yang masih
kaku (firm).
miometrium kurang responsif terhadap rangsangan
alamiah serta tokolitik.
Selama fase 0 dalam persalinan, miometrium dalam
keadaan tenang dan serviks dalam keadaan kaku
Terkadang pada fase ini, terjadi kontraksi miometrium,
namun kontraksi tersebut tidak menyebabkan dilatasi
serviks. Kontraksi tersebut biasanya ditandai dengan
kontraksi yang tidak teratur, kontraksi bisa kuat dan
lemah, waktu kontraksi yang singkat. Kontraksi
tersebut dikenal dengan istilah kontraksi Braxton-Hicks
atau persalinan palsu. Kontraksi ini mulai terasa pada
minggu ke-26 kehamilan.
Cervical Softening
wanita yang tidak hamil servix tertutup dan
padat, konsistensinya sama seperti kartilago
pada hidung.
Sampai akkhir kehamilan , servik Mudah
diregangkan, konsistensi serupa dengan bibir
rongga mulut.
Secara klinis, pemeliharaan integritas anatomis
dan integritas serviks sangat penting untuk
kelanjutan kehamilan.
Cervical Softening
Structural Changes with Softening.
Pelunakan serviks peningkatan vaskularitas, hipertrofi
stroma, hipertrofi glandular, dan perubahan
komposisi atau struktural dari matriks ekstraselular.
Selama perubahan matriks, kolagen protein utama
struktural di serviks turn over komponen serviks
mengubah kekuatan dan fleksibilitas jaringan.
Fase 2 : AKTIVASI (Persiapan
Persalinan)

Untuk mempersiapkan kehamilan, ketenangan


myometrium selama fase 1 harus d hentikan melalui
proses pengaktifan uterus proses ini membentuk
fase 2 dan mencerminkan perubahan uterus selama 6
8 minggu terakhir kehamilan
Tejadi perubahan miometrium dan pematangan
serviks selama phase 2 ini
Perubahan Miometrium
Terjadi perubahan kontraksi uterus yang jarang dan tidak nyeri
menjadi kontraksi yang lebih sering. Hal ini disebabkan karena
terjadi perubahan ekspresi protein CAPs (Contraction-
associated proteins) yang mengawasi kontraktibilitas
myometrium
Pada fase ini terjadi peningkatan reseptor oksitosin pada
miometrium, peningkatan jumlah dan luas permukaan dari
gap junction sel miometrium seperti connesin-43. Adanya
proses perubahan pada miometrium tersebut menyebabkan
peningkatan iritabilitas dan responsivitas terhadap uterotonin.
Pada perkembangan segmen bawah rahim yang baik,
kepala janin akan turun melalui inlet (PAP), dikenal dengan
istilah lightening. Perut akan mengalami perubahan bentuk.
Cervical Connective Tissue
Collagen.

Servik adalah matriks yang kaya jaringan ekstraselular


collagen tipe I, III, IV, Glikosaminoglikan Proteoglikan
dan Elastin
Metalprotease MMP adalah protease yang mampu
mengurai matriks protein ekstrasel, sebagian studi
menunjang peran MMPdalam pematangan serviks
dan sebagian menyebutkan perubahan biokimiawi
tidak semata berkaitan dengan aktivasi kolagen dan
hilangnya kolagen.
pada akhir kehamilan, serat-serat kolagen pada
miometrium dan serviks mengalami penghancuran
dan terjadi pembentukan serat-serat kolagen baru
yang tidak beraturan sehingga menyebabkan
penurunan jumlah dan ukuran kolagen dalam serviks
dan akhirnya serviks menjadi lebih lunak.
terjadi perubahan glikosaminoglikan, terutama asam
hialuronat, dimana pada fase ini terjadi peningkatan
jumlah asam hialuronat yang berefek serviks melunak
karena fungsi asam hialuronat adalah menahan
jumlah dan kadar air dalam serviks
terjadi penurunan jumlah dermatan sulfat, yang
berperan dalam proses pembentukkan serat kolagen.
produksi sitokin meningkat sehingga menimbulkan
infiltrasi leukosit(Peradangan) yang mengakibatkan
degradasi kolagen.
Hasil dari semua proses di atas adalah penipisan,
pelunakan, relaksasi dari serviks sehingga dapat
menginisiasi serviks untuk dilatasi.
Fase 3 : Persalinan
Sinonim dengan persalinan aktif, dan d bagi
kedalam 3 stadium :
Kala 1 stadium pendataran servikal dan dilatasi
Kala ini berakhir pada saat serviks dilatasi
pembukaan lengkap10 cm sehingga kepala
dapat lewat
Kala 2 Kala pengeluaran bayi
dimulai dari pembukaan servik lenkap sampai
komplet persalinan
Kala 3 Kala pemisahan Pengeluaran plasenta
PHASES OF PARTURITION
Kala 1 Persalinan
Pada beberapa wanita, kontraksi kuat uterus dapat berefek
pada dilatasi serviks, penurunan kepala fetus, kelahiran
fetus yang dimulai secara mendadak.Pada sebagian
wanita, keluar sekret berupa bercak darah dan lendir
vagina secara spontan(Blody Show)
Keluarnya mucus menandakan bahwa proses kelahiran
akan segera berlangsung atau akan terjadi persalinan
dalam beberapa jam sampai beberapa hari kemudian
Kontraksi Uterus Pada Persalinan
Kontraksi otot fisiologis, otot polos uterus saat
persalinan terasa sakit, disebabkan oleh :
(1) Hipoksia miometrium yang berkontraksi
seperti halnya dengan angina pektoris;
(2) Kompresi ganglia saraf di serviks dan
rahim bawah oleh bundel otot yang saling
berkontraksi;
(3) Peregangan leher rahim selama dilatasi;
dan
(4) Peregangan peritoneum yang terdapat
di atas fundus.
Pada fase ke-2, stadium ke-1 kelahiran terjadi proses-
proses: - Kontraksi uterus - Perubahan segmen bawah
dan atas rahim - Perubahan bentuk uterus - Tekanan
mengendan - Perubahan serviks.
Interval antara kontraksi berkurang secara
bertahap kira-kira 10 menit pada permulaan
kala 1persalinan sampai hanya 1 menit atau
kurang pada kala 2.
Periode relaksasi antara kontraksi, sangat
penting untuk kesejahteraan janin.
Pada fase aktif persalinan, durasi masing-masing
kontraksi berkisar antara 30 sampai 90 detik, rata-
rata sekitar 1 menit.
Perkembangan segmen
atas dan bawah rahim
Segmen atas rahim (bagian aktif) akan terus berkontraksi
sehingga dapat menurunkan isi rahim ke bawah, namun
tegangan miometrium tetap konstan. Pada otot
miometrium akan tetap memiliki tonus, dan tetap
meregang dan tetap berkontraksi jika terdapat stimulasi.
Pada pemanjangan serat dari segmen bawah rahim
akibat dari pregresifitas proses kelahiran ditandai dengan
penipisan dari otot pada segmen bawah rahim sehingga
ketebalan dinding rahim hanya sekitar beberapa
milimeter
Pada saat penipisan segmen bawah rahim terjadi secara
berlebihan, yang disebabkan karena persalinan
terhambat (obstruksi persalinan), cincin retraksi akan
semakin jelas dan membentuk cincin retraksi patologis.
Pada keadaan abnormal, dikenal dengan istilah cincin
Bandl
Perubahan bentuk uterus
selama persalinan
Setiap kontraksi menghasilkan elongasi dari uterus
(pemanjangan uterus), dan mencegah ukuran diameter
horizontal uterus. Adanya perubahan bentuk tersebut, akan
memberikan efek pada proses persalinan
Pertama, penurunan diameter horizontal mengakibatkan
columna vertebralis fetus menjadi lurus. Hal ini menekan
kutub atas dari fetus sehingga melawan arah fundus,
dimana arah kutub bawah berada di panggul
Kedua, fetus pada posisi memanjang akan menyebabkan
serat miometrium longitudinal teregang serta karena
segemen bawah rahim dan serviks merupakan bagian
uterus yang fleksibel, sehingga keadaan tersebut
mendukung proses ekspulsi fetus
Tekanan mengedan dalam
persalinan
Setelah serviks berdilatasi maksimal, hal terpenting
lainnya yaitu kekuatan ekspulsi fetus yang
diproduksi dari tekanan intra-abdominal
Setelah kepala memasuki ruang panggul, maka
pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar
panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa
mengedan. Wanita merasakan pula tekanan pada
rectum dan hendak buang air besar. Kemudian
perineum mulai menonjol menjadi lebar dengan
anus membuka
Perubahan serviks Pada fase
2 (Kala 1)
terdapat tiga komponen struktur serviks yang prinsipal
yaitu kolagen, otot polos, dan matriks ekstra-selular.
Matriks ektra-selular yang penting pada proses
persalinan yaitu glikosaminoglikan, dermatan sulfat,
asam hialuronat. Otot polos pada serviks lebih sedikit
dibandingkan pada fundus
Pendataran Serviks memperpendek Kanalis servikalis
dari panjang 2 cm menjadi setipis kertas. Serat-serta
otot tertarik keatas kedalam segmen bawah uterus
Fase aktif dibagi mejadi fase percepatan, fase kecuraman
maksimal dan fase perlambatan (Friedman,1978)
Kala 2 : Penurunan Fetus

Pada beberapa nulipara, penurunan


kepala fetus terjadi sebelum persalinan
dimulai. Namun pada sebagian wanita,
penurunan kepala tidak lengkap hingga
akhir dari stadium pertama
Kala 3 Persalinan
Proses penurunan area tempat implantasi plasenta akan
meningkatkan kontraksi uterus untuk melepaskan placenta
dari sisa implantasinya. Oleh karena itu, pelepasan
plasenta sebenarnya karena disproporsi antara ukuran
plasenta dan pengurangan area implantasi plasenta.
Pembersihan plasenta difasilitasi oleh kehilangan struktur
desidua spogiosus dimana fungsi dari decidua spongiosa
adalah sebagai perekat membrana plasenta pada
miometrium. Selain itu ada saat terjadi pelepasan
membrana plasenta terbentuk hematoma antara
plasenta dan desidua. Hematoma ini akan menyebabkan
separasi dan menyebabkan perdarahan. Hematoma
akan memicu proses pembersihan placenta. Separasi
plasenta secara normal akan terjadi beberapa menit
setelah kelahiran
Penurunan area permukaan dari rongga uterus
secara bertehap menyebabkan membrana fetus
(amniochorion) dan decidua parietale membentuk
lapisan dinding rahim lapis demi lapis dari ketebalam
1mm sampai dengan 3-4 mm hingga mencapai
ketebalan 4-5cm dengan otot miometrium yang
padat.
Setelah plasenta lepas dari tempat implantasinya,
tekanan pada uterus menyebabkan plasenta
terdorong ke segmen bawah rahim atau ke vagina
bagian atas
Fase 4: Masa Nifas
Segera setelah kelahiran bayi, dan sekitar
beberapa jam kemudian, miometrium harus
berada dalam kondisi kaku dan kontraksi
yang persisten dan retraksi sehingga dapat
mengkompresi pembuluh darah besar
uterus dan trombosis dari lumen uterus
Adanya koordinasi dari otot-otot
miometrium post-partum akan menghindari
perdarahan berat post-partum. Pada masa
ini terjadi onset dari laktogenesis dan
pengeluaran air susu ibu dari kelenjar
payudara
Akhir dari masa nifas yaitu terjadinya involusi
uterus yang akan mengembalikan fungsi dan
bentuk rahim seperti saat tidak hamil dan
persiapan pematangan ovulasi juga terjadi
pada masa nifas sebagai persiapan untuk
hehamilan berikutnya
Untuk memperoleh involusi uterus secara
lengkap dibutuhkan waktu empat sampai enam
minggu, namun sebenarnya proses ini
bergantung pada durasi dari pemberian asi.
Infertilitas biasanya bertahan selama pemberian
air susu ibu dilanjutkan karena hormon prolaktin
menginduksi anovulasi dan amenore
Adapun rahim perempuan yang baru bersalin itu
masih membesar, jika diraba dar luar tingginya
fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah pusat
Sampai hari kedua uterus masih membesar
kemudian berangsur-angsur menurun.Kalau diukur
tingginya fundus uteri dalam waktu nifas (sesudah
kencing) pada hari :
Ketiga : Kira-kira 2-3 jari dibawah pusat
Kelima : Pada pertengahan antara pusat dan
sympysis
Ketujuh : Kira-kira 2-3 jari di atas sysmphisis
Kesembilan : Kira-kira satu jari di atas sysphisis
PROSES FISIOLOGIS DAN BIOKIMIAWI
YANG MENGATUR PERSALINAN
Perubahan anatomis dan fisiologis myometrium
Regulasi kontraksi dan relaksasi miometrium
Sistem regulasi yang membuat uterus dalam
keadaan tenang
Sistem regulasi yang membuat kontraksi uterus
Peranan Fetus Dalam Inisiasi Persalinan
Faktor penting pada fase 2 persalinan
Fisiologis Persalinan Prematur
Ketuban pecah dini
Persalinan Prematur Spontan
Perubahan anatomis dan fisiologis
myometrium
1. terjadi pemendekan otot polos miometrium yang ditandai
dengan kontraksi satu atau kumpulan beberapa otot
myometrium
2. tekanan (force) dapat digunakan oleh otot polos dalam
beberapa jalur berbeda dengan tenaga kontraksi yang
dihasilkan oleh otot skeletal/lurik yang selalu berada dalam
jalur aksis serat-serat otot
3. proses pengaturan otot polos berbeda dengan otot skeletal,
dimana pada miometrium filamen tipis dan tebal ditemukan
dalam posisi memanjang dengan rangkaian otot yang
tersebar. Keadaan tersebut dapat memfasilitasi proses
pemendekan otot secara maksimal dan meningkatkan
kapasitas otot polos miometrium secara keseluruhan
4. adanya keuntungan dari adanya jalur tenaga multidireksi
pada uterus (perbedaan antara tekanan fundus dan
segmen bawah rahim) sehingga mempermudah tekanan
ekspulsi fetus dan mengetahui keadaan presentasi fetus
Regulasi kontraksi dan relaksasi
miometrium
Aktivasi miometrium saat hamil aterm
Peristiwa penting yang terjadi saat persalinan adalah
ekspresi dari kelompok protein yang dinamakan
protein terkait kontraksi
Ada tiga tipe protein yang berhubungan dengan
kontraksi :
1. kelompok protein yang dapat meningkatkan interaksi
antara aktin dan miosin sehingga dapat
mengakibatkan kontraksi
2. kelompok protein yang dapat meningkatkan
eksitabilitas dari sel miometrium individual
3. kelompok protein yang dapat memicu konektivitas
interseluler yang akhirnya dapat memulai
perkembangan kontraksi yang sinkron.
Protein yang dapat memicu kontraktilitas
miosit
Interaksi antara aktin dan miosin sangat
menentukan kontraktilitas miosit.
Meningkat kalsium intrasel mengikat Calmodulin
enzim myosin light chain kinase
terfosforilasi mengaktifkan aktin dan myosin
ATP kontraksi
Jalur Ga2 Kadar cAMP meningkat intrasel
protein kinase A memicu aktivitas
fosfodiesterase dan defosforilasi dari myosin
light kinase tdk aktif relaksasi
Kontribusi Progesteron dan
Estrogen pada Fase 1
hormon progesteron dan estrogen berperan dalam
fase 1, dimana progesteron menghambat dan
estrogen menginduksi persalinan. Aktivitas
progesteron penting dalam mempertahankan
kehamilan.
peningkatan progesteron dapat meningkatkan
uterus dalam keadaan relaksasi melalui efek
langsung maupun tidak langsung yang menurunkan
ekspresi dari protein kontraksi.
Luteinizing Hormon LH dan Chorionic
Gonadotrophne (hCG)
Kadar reseptor LH-hCG dalam miometrium
pada wanita hamil lebih besar dibandingkan
pada saat persalinan. hCG berperan aktif
dalam mengaktivasi adenilil siklase yang
menyebabkan penurunan frekuensi dan
tekanan kontraksi dan menurunkan jumlah gap
junction sel miometrium
kadar hCG plasma yang tinggi pada wanita
hamil menyebabkan mekanisme uterus dalam
keadaan tenang
Hormon relaksin
Hormon relaksin dalam pasma darah wanita
hamil diduga disekresikan oleh corpus luteum.
Kadar relaksin plasma tertinggi yaitu pada
minggu ke8-12 kehamilan dengak kadar
tertinggi sekitar 1ng/mL dan kadarnya
menurun hingga ambang bawah hormon
dan menetap hingga persalinan. Reseptor
membran plasma homron relaksin
mempengaruhi aktivasi enzim adenilil siklase
dan mendukung terjadinya relaksasi
miometrium
Corticotropin Releasing Hormone (CRH)
CRH memiliki reseptor multipel dan afinitasnya meningkat
pada akhir kehamilan. Kadar CRH plasma meningkat
pada akhir minggu ke6-8 kehamilaan normal. Beberapa
penelitian mengemukakan pendapat bahwa pada CRH
dikaitkan dengan inisiasi terjadinya persalinan. Reseptor
CRH dapat memberikan sinyal melalui cAMP atau
kalsium, sehingga CRH dapat menyebabkan relaksasi
atau kontraksi miometrium tergantung pada reseptor
yang muncul. Oleh karena itu, CRH memiliki potensi
sebagai uterorelaksan pada fase 1 dan uterotonika
pada fase 1 dan 2 persalinan.
Prostaglandin
Prostanoid berinteraksi dengan delapan tipe
reseptor heptahelical, dan beberapa dari
reseptor tersebut diekspresikan dalam
miometrium. Meskipun prostaglandin
kebanyakan digunakan sebagai uterotonika,
prostanoid dapat berperan sebagai relaksan
otot
Sistem regulasi yang membuat
kontraksi uterus
Peningkatan komunikasi selular melalui gap junction dan
adanya perubahan kapasitas sel miometrium untuk
meregulasi konsentrasi kalsium dalam sitoplasma. Yang
dapat membuat kontraksi uterus:
Reseptor antagonis progesterone
antiprogestin dapat digunakan untuk menginduksi
terjadinya aborsi pada kehamilan minggu-minggu awal..
Peranan Fetus Dalam Inisiasi
Persalinan
Selama masa adanya peningkatan tegangan kontraksi
miometrium dan tekanan cairan amnion. Adanya
peregangan pada uterus terus menerus akan
menginduksi protein CAPs (spesific contraction-
associated proteins).
Ketika semakin mendekati kehamilan aterm,
terdapat peningkatan konsentrasi CRH plasenta.
Terdapat peningkatan yang besar dari jumlah
kortikotropin yang disintesis oleh hipofisis janin dan
peningkatan steroidogenesis pada kelenjar
adrenal janin
Peningkatan kadar kortisol pada janin akan memicu
pematangan dari sejumlah jaringan di tubuh janin terutama
pada jaringan paru. Jaringan paru yang matang akan
meningkatkan produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang
sangat penting dalam fungsi paru. Protein surfaktan juga
masuk ke cairan amnion dimana surfaktan mempunyai zat
yang dapat mengaktifkan makrofag
protein surfaktan yang ada di cairan amnion diduga dapat
menstimulasi proses inflamasi yang terjadi pada membran
janin di dekatnya, serta menstimulasi serviks dan miometrium
saat dimulainya proses persalinan
Terdapat bukti bahwa proses inflamasi ini adalah salah satu
elemen yang penting dalam memulai proses persalinan.
Selama periode akhir kehamilan, kadar CRH di cairan
amnion juga meningkat dimana cairan amnion mempunyai
kontak langsung pada amnion yang berada di dekatnya
Aktivasi membran janin
Produksi protein surfaktan, fosfolipid, dan sitokin inflamasi
meningkat saat terdapat peningkatan produksi dari
siklooksigenase (COX-2) dan prostaglandin E2 dari amnion.
Juga telah diketahui bahwa terdapat peningkatan kadar
kortisol dan CRH di cairan amnion yang akan menstimulasi
produksi siklooksigenase. Aksi yang tidak diperlukan
tersebut akan meningkatkan kadar prostaglandin E2 dan
mediator inflamasi lain di cairan amnion
Korion berada di bawah amnion. Korion memproduksi
enzin prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang
merupakan inaktivator poten dari prostaglandin. Pada
periode akhir kehamilan, aktivitas PGDH korionik menurun,
sehingga memicu aksi pro inflamasi prostaglandin E2 di
desidua yang mendasari, serviks, dan miometrium.
Prostaglandin memperantarai pengeluaran
metaloprotease yang melemahkan membran plasenta,
sehingga memudahkan pecahnya membran (ketuban).
CRH juga menstimulasi sekresi enzim membran matriks
metalloprotease-9.
Kerja CRH pada kelenjar
Adrenal Janin
Pada Aterm, kelenjar adrenal janin sama beratnya
dengan org dewasa dan ukurannya serupa dengan
ginjal didekatnya.
Produksi steroid harian kelenjar adrenal diperkirakan
100 200 mg/hari lebih besar dr produksi org
dewasayang hanya 30 - 40 mg/hari
Kortisol dan Dehidroepiandrosteron DHEA-S meningkat
d trimester akhir menyebabkan penigkatan estrogen
ibu terutama estriol
Pada trimester 1 kehamilankadar CRH ibu rendah dan
meningkat mulai pertengahan gestasi hingga aterm
Padakehamilan dmna janin mengalami stress akibat
penyulit kadar CRH pada janin, ibu dan amnion
meningkat dibanding dengan gestasi normal
CRH dan Penentuan Partus
CRH memiliki peran dalam regulasi partus,
CRH plasenta meningkatkan kortisol janin
untuk menghasilkan umpan balik positif
sehingga plasenta menghasilkan lebih
banyak CRH, tingginya kadar CRH dapat
meningkkatkan kontraktilitas myometrium
CRH merangsang adrenal janin membebtuk
steroid C19 sehingga terjadi peningkatan
substrat unyuk aromatisasi d plasenta dan
menggeser ratio estrogen dan progesterone
sehingga menyebabkan berakhirnya masa
tenang uterus
Surfaktan Paru Janin dan
Partus
Pematangan paru janin memerlukan protein surfaktan
A yang dhasilkan paru janin
Surfaktan paru dan komponen surfaktan platelet
activating factor PAF jika disintesis ke amnion manusia
akan merangsang sintesis prostaglandin dan
mengaktifkan kontraksi uterus
Anomali Janin dan
Penundaan Partus
Keterkaitan antara anencepalus janin dan
memanjangnya usia gestasi berkaitan dengan
anomalifungsi otak hipofise adrenal janin dan hal ini
disebabkan oleh kegagalan perkembangan zona
janin yang normalya merupakan bagian terbesar dari
masa adrenal janin dan produksi hormone steroid C19
kehamilan spt ini berkaitan dengan penundaan
persalinan.
Faktor penting pada fase 3
persalinan
Fase 2 persalinan merupakan fase kontraksi uterus yang
menimbulkan proses dilatasi serviks yang progresif dan proses
kelahiran
Oksitosin
Infus oksitosin akan merangsang peningkatan kadar mRNAs
dalam miometrium sehingga gen tersebut dapat mengkode
protein esensial untuk involusi uterus. Protein esensial tersebut
terdiri dari colagenase, monosit chemoattractant protein-1,
interleukin-8, urokinase plasminogen activator receptor. Oleh
karena itu, kerja oksitosin pada akhir persalinan dan selama
fase ke-3 persalinan dapat digunakan untuk involusi uterus.
Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGF2a dan PGE2 berperan dalam
fase 2 persalinan
Beberapa fakta yang mendukung teori diatas:
1. Kadar prostaglandin (termasuk metabolitnya) dalam
cairan amnion, plasma maternal dan urin maternal
meningkat selama proses kelahiran
2. Terapi wanita hamil menggunakan prostaglandin yang
diberikan dalam jalur apapun dapat menyebabkan aborsi
dan kelahiran janin dalam semua stadium gestasi
3. Pemberian inhibitor prostaglandin H sintase tipe 2 (PGHS-2)
pada wanita hamil akan menghambat onset persalinan
spontan dan terkadang dapat digunakan untuk
persalinan prematur.
4. Prostaglandin yang digunakan untuk otot miometrium
secara in vitro menyebabkan kontraksi, bergantung pada
percobaan prostanoid dan status fisiologis dari jaringan
Platelet Activating Factor (PAF)
Reseptor PAF termasuk kedalam reseptor heptahelical
dan berfungsi untuk meningkatkan kalsium dalam sel
miometrium dan meningkatkan kontraksi uterus. Kadar
PAF dalam cairan amnion meningkat selama
kehamilan, dan pemberian PAF dalam jaringan
miometrium akan meningkatkan kontraktilitas
Endothelin-1
Endothelin sangat berpengaruh kuat dalam
menginduksi kontraksi miometrium, dan reseptor
endothelin terdapat dalam miometrium. Reseptor
endotehelin-A memiliki efek dalam meningkatkan
kalsium intraseluler, Endothelin-1 diproduksi oleh
miometrium, cairan amnion. endothelin-1 tidak dapat
ditransportasikan dari cairan amnion ke miometrium
tanpa proses penguraian. Enkefalinase mengkatalisis
degradasi dari endothelin-1. Pada keadan ruptur
membran dini juga dipengaruhi oleh endothelin-1.
Angiotensin II
Terdapat 2 reseptor heptahelical G-protein yang terdapat
dalam angiotensin II yang diekspresikan dalam uterus. Pada
wanita tidak hamil ditemukan banyak reseptor AT2 tetapi
pada wanita hamil banyak ditemukan reseptor AT1. Hal
tersebut yang menjelaskan mengapa wanita tidak hamil tidak
mengalami kontraksi ketika diberikan AT2. AT2 berikatan
dengan reseptor membran plasma pada otot polos sehingga
menimbulkan kontraksi.
CRH
Pada kehamilan trimester akhir, terjadi modifikasi dari reseptor
CRH, hCG atau PTH-rP atau ikatan dengan protein G dalam
miometrium yang memudahkan terjadinya perubahan formasi
cAMP dalam miometrium sehingga meningkatkan terjadinya
kalsium. Oksitosin akan menstimulasi CRH sehingga
mengakumulasikan cAMP dalam miometrium dan CRH
akanmenimbulkankontraksi melalui pemberian oksitosin. CRH
dapat meningkatkan kontraktilitas miometrium jika berinteraksi
dengan PFG
Fisiologis Persalinan Prematur
Persalinan prematur ialah persalinan yang terjadi
dibawah usia kehamilan 37 minggu dengan perkiraan
berat janin kurang dari 2500 gram. Persalinan
prematur merupakan salah satu persalinan yang
ditakutkan karena sering berkaitan dengan adanya
anomali kongenital
Persalinan prematur dapat dikategorikan kedalam
tiga pembagian:
1. Komplikasi kehamilan dan terkadang disebabkan
karena kesehatan ibu, sering disebabkan karena
tindakan medis atau penyebab iatrogenik (25%)
2. Ketuban pecah dini sering diikuti dengan persalinan
prematur (25%)
3. Persalinan prematur spontan pada membrana yang
intak ( 50%)
Persalinan Prematur Spontan

Meskipun banyak sekali faktor yang menyebabkan


persalinan prematur, namun faktor janin atau
maternal memegang peranan penting dalam
terjadinya onset persalinan prematur.
Tiga faktor utama penyebab persalinan prematur
spontan yaitu distensi uterus, stres feto-maternal dan
infeksi.
Distensi uterus
Perengangan pada uterus dapat memicu kontraksi
miometrium sehingga merangsang persalinan. Pada
gestasi gemeli atau hidramnion, terjadi distensi uteri
dini yang menyebabkan inisiasi ekspresi dari CAPs
(contraction-associated proteins) dalam miometrium.
Gen CAP dipengaruhi oleh peregangan dimana CAP
akan mengkode protein gap junction seperti connexin
43 yang bekerja pada reseptor oksitosin dan enzim
prostaglandin sintase. Akibat dari peregangan uterus
yang berlebihan menyebabkan miometrium yang
sedang berada dalam keadaan tenang menjadi aktif
Stres feto-maternal
Trimester akhir ditandai dengan meningkatnya kadar serum
maternal dari CRH plasental. Hormon ini bekerja sama dengan
ACTH untuk meningkatkan produksi hormon adrenal dewasa
dan fetus, yang dapat menginisiasi biosintesis cortisol.
Peningkatan kadar kortisol maternal dan fetal akan
meningkatkan sekresi CRH plasental yang dapat
mengembangkan kaskade balik dari endokrin yang tidak akan
berhenti hingga periode kelahiran. Peningkatan kadar CRH
akan menstimulasi biosintesis DHEA-S adrenal fetus yang akan
bekerja sebagai substrat yang meningkatkan kadar estrogen
maternal yang bersirkulasi dalam darah terutama estriol.
peningkatan kadar cortisol dan estrogen dini menyebabkan
uterus tidak lagi dalam keadaan tenang
CRH plasental juga dapat memasuki sirkulasi fetus. Pada studi
invitro dikatakan bahwa CRH dapat menstimulasi produksi
adrenal DHEA-s dan kortisol secara langsung. Jika persalinan
prematur dikaitkan dengan aktivasi prematur dari kaskade
endokrin fetus-adrenal-plasental endokrin, maka hal itu dapat
dikatakan bahwa kadar estrogen maternal akan dapat
meningkat sebelum waktunya, begitupun dengan kadar CRH
yang meningkat sebelum waktunya. Secara fisiologis,
peningkatan kadar estrogen dini akan merubah keadaan
miometrium menjadi tidak tenang
Infeksi
Pada binatang, adanya kuman atau endotoksin (seperti
lipopolisakarida) akan menyebabkan aborsi atau persalinan
prematur, yang disertai dengan perdarahan dan nekrosis
desidua
Diperkirakan sekitar 40 persen dari persalinan prematur
disebabkan karena infeksi intrauterin. Konsep ini dibuat
karena adanya dugaan penyebaran infeksi yang bersifat
subklinis yang sering terjadi mengikuti insidensi dan menjadi
penyebab persalinan prematur. Keadaan subklinis
digunakan untuk mendeskripsikan keadaan infeksi
intrauterin yang disertai dengan sedikit atau adanya bukti
infeksi, tidak ditemukannya mikroorganisme dari dalam
cairan amnion.
Kuman yang diduga berkaitan dengan kelahiran prematur
yaitu Gardnerella vaginalis, Fusobacterium, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai