miometrium berada dalam keadaan relaksasi (quiescent state) dengan struktur serviks yang masih kaku (firm). miometrium kurang responsif terhadap rangsangan alamiah serta tokolitik. Selama fase 0 dalam persalinan, miometrium dalam keadaan tenang dan serviks dalam keadaan kaku Terkadang pada fase ini, terjadi kontraksi miometrium, namun kontraksi tersebut tidak menyebabkan dilatasi serviks. Kontraksi tersebut biasanya ditandai dengan kontraksi yang tidak teratur, kontraksi bisa kuat dan lemah, waktu kontraksi yang singkat. Kontraksi tersebut dikenal dengan istilah kontraksi Braxton-Hicks atau persalinan palsu. Kontraksi ini mulai terasa pada minggu ke-26 kehamilan. Cervical Softening wanita yang tidak hamil servix tertutup dan padat, konsistensinya sama seperti kartilago pada hidung. Sampai akkhir kehamilan , servik Mudah diregangkan, konsistensi serupa dengan bibir rongga mulut. Secara klinis, pemeliharaan integritas anatomis dan integritas serviks sangat penting untuk kelanjutan kehamilan. Cervical Softening Structural Changes with Softening. Pelunakan serviks peningkatan vaskularitas, hipertrofi stroma, hipertrofi glandular, dan perubahan komposisi atau struktural dari matriks ekstraselular. Selama perubahan matriks, kolagen protein utama struktural di serviks turn over komponen serviks mengubah kekuatan dan fleksibilitas jaringan. Fase 2 : AKTIVASI (Persiapan Persalinan)
Untuk mempersiapkan kehamilan, ketenangan
myometrium selama fase 1 harus d hentikan melalui proses pengaktifan uterus proses ini membentuk fase 2 dan mencerminkan perubahan uterus selama 6 8 minggu terakhir kehamilan Tejadi perubahan miometrium dan pematangan serviks selama phase 2 ini Perubahan Miometrium Terjadi perubahan kontraksi uterus yang jarang dan tidak nyeri menjadi kontraksi yang lebih sering. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan ekspresi protein CAPs (Contraction- associated proteins) yang mengawasi kontraktibilitas myometrium Pada fase ini terjadi peningkatan reseptor oksitosin pada miometrium, peningkatan jumlah dan luas permukaan dari gap junction sel miometrium seperti connesin-43. Adanya proses perubahan pada miometrium tersebut menyebabkan peningkatan iritabilitas dan responsivitas terhadap uterotonin. Pada perkembangan segmen bawah rahim yang baik, kepala janin akan turun melalui inlet (PAP), dikenal dengan istilah lightening. Perut akan mengalami perubahan bentuk. Cervical Connective Tissue Collagen.
Servik adalah matriks yang kaya jaringan ekstraselular
collagen tipe I, III, IV, Glikosaminoglikan Proteoglikan dan Elastin Metalprotease MMP adalah protease yang mampu mengurai matriks protein ekstrasel, sebagian studi menunjang peran MMPdalam pematangan serviks dan sebagian menyebutkan perubahan biokimiawi tidak semata berkaitan dengan aktivasi kolagen dan hilangnya kolagen. pada akhir kehamilan, serat-serat kolagen pada miometrium dan serviks mengalami penghancuran dan terjadi pembentukan serat-serat kolagen baru yang tidak beraturan sehingga menyebabkan penurunan jumlah dan ukuran kolagen dalam serviks dan akhirnya serviks menjadi lebih lunak. terjadi perubahan glikosaminoglikan, terutama asam hialuronat, dimana pada fase ini terjadi peningkatan jumlah asam hialuronat yang berefek serviks melunak karena fungsi asam hialuronat adalah menahan jumlah dan kadar air dalam serviks terjadi penurunan jumlah dermatan sulfat, yang berperan dalam proses pembentukkan serat kolagen. produksi sitokin meningkat sehingga menimbulkan infiltrasi leukosit(Peradangan) yang mengakibatkan degradasi kolagen. Hasil dari semua proses di atas adalah penipisan, pelunakan, relaksasi dari serviks sehingga dapat menginisiasi serviks untuk dilatasi. Fase 3 : Persalinan Sinonim dengan persalinan aktif, dan d bagi kedalam 3 stadium : Kala 1 stadium pendataran servikal dan dilatasi Kala ini berakhir pada saat serviks dilatasi pembukaan lengkap10 cm sehingga kepala dapat lewat Kala 2 Kala pengeluaran bayi dimulai dari pembukaan servik lenkap sampai komplet persalinan Kala 3 Kala pemisahan Pengeluaran plasenta PHASES OF PARTURITION Kala 1 Persalinan Pada beberapa wanita, kontraksi kuat uterus dapat berefek pada dilatasi serviks, penurunan kepala fetus, kelahiran fetus yang dimulai secara mendadak.Pada sebagian wanita, keluar sekret berupa bercak darah dan lendir vagina secara spontan(Blody Show) Keluarnya mucus menandakan bahwa proses kelahiran akan segera berlangsung atau akan terjadi persalinan dalam beberapa jam sampai beberapa hari kemudian Kontraksi Uterus Pada Persalinan Kontraksi otot fisiologis, otot polos uterus saat persalinan terasa sakit, disebabkan oleh : (1) Hipoksia miometrium yang berkontraksi seperti halnya dengan angina pektoris; (2) Kompresi ganglia saraf di serviks dan rahim bawah oleh bundel otot yang saling berkontraksi; (3) Peregangan leher rahim selama dilatasi; dan (4) Peregangan peritoneum yang terdapat di atas fundus. Pada fase ke-2, stadium ke-1 kelahiran terjadi proses- proses: - Kontraksi uterus - Perubahan segmen bawah dan atas rahim - Perubahan bentuk uterus - Tekanan mengendan - Perubahan serviks. Interval antara kontraksi berkurang secara bertahap kira-kira 10 menit pada permulaan kala 1persalinan sampai hanya 1 menit atau kurang pada kala 2. Periode relaksasi antara kontraksi, sangat penting untuk kesejahteraan janin. Pada fase aktif persalinan, durasi masing-masing kontraksi berkisar antara 30 sampai 90 detik, rata- rata sekitar 1 menit. Perkembangan segmen atas dan bawah rahim Segmen atas rahim (bagian aktif) akan terus berkontraksi sehingga dapat menurunkan isi rahim ke bawah, namun tegangan miometrium tetap konstan. Pada otot miometrium akan tetap memiliki tonus, dan tetap meregang dan tetap berkontraksi jika terdapat stimulasi. Pada pemanjangan serat dari segmen bawah rahim akibat dari pregresifitas proses kelahiran ditandai dengan penipisan dari otot pada segmen bawah rahim sehingga ketebalan dinding rahim hanya sekitar beberapa milimeter Pada saat penipisan segmen bawah rahim terjadi secara berlebihan, yang disebabkan karena persalinan terhambat (obstruksi persalinan), cincin retraksi akan semakin jelas dan membentuk cincin retraksi patologis. Pada keadaan abnormal, dikenal dengan istilah cincin Bandl Perubahan bentuk uterus selama persalinan Setiap kontraksi menghasilkan elongasi dari uterus (pemanjangan uterus), dan mencegah ukuran diameter horizontal uterus. Adanya perubahan bentuk tersebut, akan memberikan efek pada proses persalinan Pertama, penurunan diameter horizontal mengakibatkan columna vertebralis fetus menjadi lurus. Hal ini menekan kutub atas dari fetus sehingga melawan arah fundus, dimana arah kutub bawah berada di panggul Kedua, fetus pada posisi memanjang akan menyebabkan serat miometrium longitudinal teregang serta karena segemen bawah rahim dan serviks merupakan bagian uterus yang fleksibel, sehingga keadaan tersebut mendukung proses ekspulsi fetus Tekanan mengedan dalam persalinan Setelah serviks berdilatasi maksimal, hal terpenting lainnya yaitu kekuatan ekspulsi fetus yang diproduksi dari tekanan intra-abdominal Setelah kepala memasuki ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan pula tekanan pada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol menjadi lebar dengan anus membuka Perubahan serviks Pada fase 2 (Kala 1) terdapat tiga komponen struktur serviks yang prinsipal yaitu kolagen, otot polos, dan matriks ekstra-selular. Matriks ektra-selular yang penting pada proses persalinan yaitu glikosaminoglikan, dermatan sulfat, asam hialuronat. Otot polos pada serviks lebih sedikit dibandingkan pada fundus Pendataran Serviks memperpendek Kanalis servikalis dari panjang 2 cm menjadi setipis kertas. Serat-serta otot tertarik keatas kedalam segmen bawah uterus Fase aktif dibagi mejadi fase percepatan, fase kecuraman maksimal dan fase perlambatan (Friedman,1978) Kala 2 : Penurunan Fetus
Pada beberapa nulipara, penurunan
kepala fetus terjadi sebelum persalinan dimulai. Namun pada sebagian wanita, penurunan kepala tidak lengkap hingga akhir dari stadium pertama Kala 3 Persalinan Proses penurunan area tempat implantasi plasenta akan meningkatkan kontraksi uterus untuk melepaskan placenta dari sisa implantasinya. Oleh karena itu, pelepasan plasenta sebenarnya karena disproporsi antara ukuran plasenta dan pengurangan area implantasi plasenta. Pembersihan plasenta difasilitasi oleh kehilangan struktur desidua spogiosus dimana fungsi dari decidua spongiosa adalah sebagai perekat membrana plasenta pada miometrium. Selain itu ada saat terjadi pelepasan membrana plasenta terbentuk hematoma antara plasenta dan desidua. Hematoma ini akan menyebabkan separasi dan menyebabkan perdarahan. Hematoma akan memicu proses pembersihan placenta. Separasi plasenta secara normal akan terjadi beberapa menit setelah kelahiran Penurunan area permukaan dari rongga uterus secara bertehap menyebabkan membrana fetus (amniochorion) dan decidua parietale membentuk lapisan dinding rahim lapis demi lapis dari ketebalam 1mm sampai dengan 3-4 mm hingga mencapai ketebalan 4-5cm dengan otot miometrium yang padat. Setelah plasenta lepas dari tempat implantasinya, tekanan pada uterus menyebabkan plasenta terdorong ke segmen bawah rahim atau ke vagina bagian atas Fase 4: Masa Nifas Segera setelah kelahiran bayi, dan sekitar beberapa jam kemudian, miometrium harus berada dalam kondisi kaku dan kontraksi yang persisten dan retraksi sehingga dapat mengkompresi pembuluh darah besar uterus dan trombosis dari lumen uterus Adanya koordinasi dari otot-otot miometrium post-partum akan menghindari perdarahan berat post-partum. Pada masa ini terjadi onset dari laktogenesis dan pengeluaran air susu ibu dari kelenjar payudara Akhir dari masa nifas yaitu terjadinya involusi uterus yang akan mengembalikan fungsi dan bentuk rahim seperti saat tidak hamil dan persiapan pematangan ovulasi juga terjadi pada masa nifas sebagai persiapan untuk hehamilan berikutnya Untuk memperoleh involusi uterus secara lengkap dibutuhkan waktu empat sampai enam minggu, namun sebenarnya proses ini bergantung pada durasi dari pemberian asi. Infertilitas biasanya bertahan selama pemberian air susu ibu dilanjutkan karena hormon prolaktin menginduksi anovulasi dan amenore Adapun rahim perempuan yang baru bersalin itu masih membesar, jika diraba dar luar tingginya fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah pusat Sampai hari kedua uterus masih membesar kemudian berangsur-angsur menurun.Kalau diukur tingginya fundus uteri dalam waktu nifas (sesudah kencing) pada hari : Ketiga : Kira-kira 2-3 jari dibawah pusat Kelima : Pada pertengahan antara pusat dan sympysis Ketujuh : Kira-kira 2-3 jari di atas sysmphisis Kesembilan : Kira-kira satu jari di atas sysphisis PROSES FISIOLOGIS DAN BIOKIMIAWI YANG MENGATUR PERSALINAN Perubahan anatomis dan fisiologis myometrium Regulasi kontraksi dan relaksasi miometrium Sistem regulasi yang membuat uterus dalam keadaan tenang Sistem regulasi yang membuat kontraksi uterus Peranan Fetus Dalam Inisiasi Persalinan Faktor penting pada fase 2 persalinan Fisiologis Persalinan Prematur Ketuban pecah dini Persalinan Prematur Spontan Perubahan anatomis dan fisiologis myometrium 1. terjadi pemendekan otot polos miometrium yang ditandai dengan kontraksi satu atau kumpulan beberapa otot myometrium 2. tekanan (force) dapat digunakan oleh otot polos dalam beberapa jalur berbeda dengan tenaga kontraksi yang dihasilkan oleh otot skeletal/lurik yang selalu berada dalam jalur aksis serat-serat otot 3. proses pengaturan otot polos berbeda dengan otot skeletal, dimana pada miometrium filamen tipis dan tebal ditemukan dalam posisi memanjang dengan rangkaian otot yang tersebar. Keadaan tersebut dapat memfasilitasi proses pemendekan otot secara maksimal dan meningkatkan kapasitas otot polos miometrium secara keseluruhan 4. adanya keuntungan dari adanya jalur tenaga multidireksi pada uterus (perbedaan antara tekanan fundus dan segmen bawah rahim) sehingga mempermudah tekanan ekspulsi fetus dan mengetahui keadaan presentasi fetus Regulasi kontraksi dan relaksasi miometrium Aktivasi miometrium saat hamil aterm Peristiwa penting yang terjadi saat persalinan adalah ekspresi dari kelompok protein yang dinamakan protein terkait kontraksi Ada tiga tipe protein yang berhubungan dengan kontraksi : 1. kelompok protein yang dapat meningkatkan interaksi antara aktin dan miosin sehingga dapat mengakibatkan kontraksi 2. kelompok protein yang dapat meningkatkan eksitabilitas dari sel miometrium individual 3. kelompok protein yang dapat memicu konektivitas interseluler yang akhirnya dapat memulai perkembangan kontraksi yang sinkron. Protein yang dapat memicu kontraktilitas miosit Interaksi antara aktin dan miosin sangat menentukan kontraktilitas miosit. Meningkat kalsium intrasel mengikat Calmodulin enzim myosin light chain kinase terfosforilasi mengaktifkan aktin dan myosin ATP kontraksi Jalur Ga2 Kadar cAMP meningkat intrasel protein kinase A memicu aktivitas fosfodiesterase dan defosforilasi dari myosin light kinase tdk aktif relaksasi Kontribusi Progesteron dan Estrogen pada Fase 1 hormon progesteron dan estrogen berperan dalam fase 1, dimana progesteron menghambat dan estrogen menginduksi persalinan. Aktivitas progesteron penting dalam mempertahankan kehamilan. peningkatan progesteron dapat meningkatkan uterus dalam keadaan relaksasi melalui efek langsung maupun tidak langsung yang menurunkan ekspresi dari protein kontraksi. Luteinizing Hormon LH dan Chorionic Gonadotrophne (hCG) Kadar reseptor LH-hCG dalam miometrium pada wanita hamil lebih besar dibandingkan pada saat persalinan. hCG berperan aktif dalam mengaktivasi adenilil siklase yang menyebabkan penurunan frekuensi dan tekanan kontraksi dan menurunkan jumlah gap junction sel miometrium kadar hCG plasma yang tinggi pada wanita hamil menyebabkan mekanisme uterus dalam keadaan tenang Hormon relaksin Hormon relaksin dalam pasma darah wanita hamil diduga disekresikan oleh corpus luteum. Kadar relaksin plasma tertinggi yaitu pada minggu ke8-12 kehamilan dengak kadar tertinggi sekitar 1ng/mL dan kadarnya menurun hingga ambang bawah hormon dan menetap hingga persalinan. Reseptor membran plasma homron relaksin mempengaruhi aktivasi enzim adenilil siklase dan mendukung terjadinya relaksasi miometrium Corticotropin Releasing Hormone (CRH) CRH memiliki reseptor multipel dan afinitasnya meningkat pada akhir kehamilan. Kadar CRH plasma meningkat pada akhir minggu ke6-8 kehamilaan normal. Beberapa penelitian mengemukakan pendapat bahwa pada CRH dikaitkan dengan inisiasi terjadinya persalinan. Reseptor CRH dapat memberikan sinyal melalui cAMP atau kalsium, sehingga CRH dapat menyebabkan relaksasi atau kontraksi miometrium tergantung pada reseptor yang muncul. Oleh karena itu, CRH memiliki potensi sebagai uterorelaksan pada fase 1 dan uterotonika pada fase 1 dan 2 persalinan. Prostaglandin Prostanoid berinteraksi dengan delapan tipe reseptor heptahelical, dan beberapa dari reseptor tersebut diekspresikan dalam miometrium. Meskipun prostaglandin kebanyakan digunakan sebagai uterotonika, prostanoid dapat berperan sebagai relaksan otot Sistem regulasi yang membuat kontraksi uterus Peningkatan komunikasi selular melalui gap junction dan adanya perubahan kapasitas sel miometrium untuk meregulasi konsentrasi kalsium dalam sitoplasma. Yang dapat membuat kontraksi uterus: Reseptor antagonis progesterone antiprogestin dapat digunakan untuk menginduksi terjadinya aborsi pada kehamilan minggu-minggu awal.. Peranan Fetus Dalam Inisiasi Persalinan Selama masa adanya peningkatan tegangan kontraksi miometrium dan tekanan cairan amnion. Adanya peregangan pada uterus terus menerus akan menginduksi protein CAPs (spesific contraction- associated proteins). Ketika semakin mendekati kehamilan aterm, terdapat peningkatan konsentrasi CRH plasenta. Terdapat peningkatan yang besar dari jumlah kortikotropin yang disintesis oleh hipofisis janin dan peningkatan steroidogenesis pada kelenjar adrenal janin Peningkatan kadar kortisol pada janin akan memicu pematangan dari sejumlah jaringan di tubuh janin terutama pada jaringan paru. Jaringan paru yang matang akan meningkatkan produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang sangat penting dalam fungsi paru. Protein surfaktan juga masuk ke cairan amnion dimana surfaktan mempunyai zat yang dapat mengaktifkan makrofag protein surfaktan yang ada di cairan amnion diduga dapat menstimulasi proses inflamasi yang terjadi pada membran janin di dekatnya, serta menstimulasi serviks dan miometrium saat dimulainya proses persalinan Terdapat bukti bahwa proses inflamasi ini adalah salah satu elemen yang penting dalam memulai proses persalinan. Selama periode akhir kehamilan, kadar CRH di cairan amnion juga meningkat dimana cairan amnion mempunyai kontak langsung pada amnion yang berada di dekatnya Aktivasi membran janin Produksi protein surfaktan, fosfolipid, dan sitokin inflamasi meningkat saat terdapat peningkatan produksi dari siklooksigenase (COX-2) dan prostaglandin E2 dari amnion. Juga telah diketahui bahwa terdapat peningkatan kadar kortisol dan CRH di cairan amnion yang akan menstimulasi produksi siklooksigenase. Aksi yang tidak diperlukan tersebut akan meningkatkan kadar prostaglandin E2 dan mediator inflamasi lain di cairan amnion Korion berada di bawah amnion. Korion memproduksi enzin prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang merupakan inaktivator poten dari prostaglandin. Pada periode akhir kehamilan, aktivitas PGDH korionik menurun, sehingga memicu aksi pro inflamasi prostaglandin E2 di desidua yang mendasari, serviks, dan miometrium. Prostaglandin memperantarai pengeluaran metaloprotease yang melemahkan membran plasenta, sehingga memudahkan pecahnya membran (ketuban). CRH juga menstimulasi sekresi enzim membran matriks metalloprotease-9. Kerja CRH pada kelenjar Adrenal Janin Pada Aterm, kelenjar adrenal janin sama beratnya dengan org dewasa dan ukurannya serupa dengan ginjal didekatnya. Produksi steroid harian kelenjar adrenal diperkirakan 100 200 mg/hari lebih besar dr produksi org dewasayang hanya 30 - 40 mg/hari Kortisol dan Dehidroepiandrosteron DHEA-S meningkat d trimester akhir menyebabkan penigkatan estrogen ibu terutama estriol Pada trimester 1 kehamilankadar CRH ibu rendah dan meningkat mulai pertengahan gestasi hingga aterm Padakehamilan dmna janin mengalami stress akibat penyulit kadar CRH pada janin, ibu dan amnion meningkat dibanding dengan gestasi normal CRH dan Penentuan Partus CRH memiliki peran dalam regulasi partus, CRH plasenta meningkatkan kortisol janin untuk menghasilkan umpan balik positif sehingga plasenta menghasilkan lebih banyak CRH, tingginya kadar CRH dapat meningkkatkan kontraktilitas myometrium CRH merangsang adrenal janin membebtuk steroid C19 sehingga terjadi peningkatan substrat unyuk aromatisasi d plasenta dan menggeser ratio estrogen dan progesterone sehingga menyebabkan berakhirnya masa tenang uterus Surfaktan Paru Janin dan Partus Pematangan paru janin memerlukan protein surfaktan A yang dhasilkan paru janin Surfaktan paru dan komponen surfaktan platelet activating factor PAF jika disintesis ke amnion manusia akan merangsang sintesis prostaglandin dan mengaktifkan kontraksi uterus Anomali Janin dan Penundaan Partus Keterkaitan antara anencepalus janin dan memanjangnya usia gestasi berkaitan dengan anomalifungsi otak hipofise adrenal janin dan hal ini disebabkan oleh kegagalan perkembangan zona janin yang normalya merupakan bagian terbesar dari masa adrenal janin dan produksi hormone steroid C19 kehamilan spt ini berkaitan dengan penundaan persalinan. Faktor penting pada fase 3 persalinan Fase 2 persalinan merupakan fase kontraksi uterus yang menimbulkan proses dilatasi serviks yang progresif dan proses kelahiran Oksitosin Infus oksitosin akan merangsang peningkatan kadar mRNAs dalam miometrium sehingga gen tersebut dapat mengkode protein esensial untuk involusi uterus. Protein esensial tersebut terdiri dari colagenase, monosit chemoattractant protein-1, interleukin-8, urokinase plasminogen activator receptor. Oleh karena itu, kerja oksitosin pada akhir persalinan dan selama fase ke-3 persalinan dapat digunakan untuk involusi uterus. Prostaglandin Prostaglandin terutama PGF2a dan PGE2 berperan dalam fase 2 persalinan Beberapa fakta yang mendukung teori diatas: 1. Kadar prostaglandin (termasuk metabolitnya) dalam cairan amnion, plasma maternal dan urin maternal meningkat selama proses kelahiran 2. Terapi wanita hamil menggunakan prostaglandin yang diberikan dalam jalur apapun dapat menyebabkan aborsi dan kelahiran janin dalam semua stadium gestasi 3. Pemberian inhibitor prostaglandin H sintase tipe 2 (PGHS-2) pada wanita hamil akan menghambat onset persalinan spontan dan terkadang dapat digunakan untuk persalinan prematur. 4. Prostaglandin yang digunakan untuk otot miometrium secara in vitro menyebabkan kontraksi, bergantung pada percobaan prostanoid dan status fisiologis dari jaringan Platelet Activating Factor (PAF) Reseptor PAF termasuk kedalam reseptor heptahelical dan berfungsi untuk meningkatkan kalsium dalam sel miometrium dan meningkatkan kontraksi uterus. Kadar PAF dalam cairan amnion meningkat selama kehamilan, dan pemberian PAF dalam jaringan miometrium akan meningkatkan kontraktilitas Endothelin-1 Endothelin sangat berpengaruh kuat dalam menginduksi kontraksi miometrium, dan reseptor endothelin terdapat dalam miometrium. Reseptor endotehelin-A memiliki efek dalam meningkatkan kalsium intraseluler, Endothelin-1 diproduksi oleh miometrium, cairan amnion. endothelin-1 tidak dapat ditransportasikan dari cairan amnion ke miometrium tanpa proses penguraian. Enkefalinase mengkatalisis degradasi dari endothelin-1. Pada keadan ruptur membran dini juga dipengaruhi oleh endothelin-1. Angiotensin II Terdapat 2 reseptor heptahelical G-protein yang terdapat dalam angiotensin II yang diekspresikan dalam uterus. Pada wanita tidak hamil ditemukan banyak reseptor AT2 tetapi pada wanita hamil banyak ditemukan reseptor AT1. Hal tersebut yang menjelaskan mengapa wanita tidak hamil tidak mengalami kontraksi ketika diberikan AT2. AT2 berikatan dengan reseptor membran plasma pada otot polos sehingga menimbulkan kontraksi. CRH Pada kehamilan trimester akhir, terjadi modifikasi dari reseptor CRH, hCG atau PTH-rP atau ikatan dengan protein G dalam miometrium yang memudahkan terjadinya perubahan formasi cAMP dalam miometrium sehingga meningkatkan terjadinya kalsium. Oksitosin akan menstimulasi CRH sehingga mengakumulasikan cAMP dalam miometrium dan CRH akanmenimbulkankontraksi melalui pemberian oksitosin. CRH dapat meningkatkan kontraktilitas miometrium jika berinteraksi dengan PFG Fisiologis Persalinan Prematur Persalinan prematur ialah persalinan yang terjadi dibawah usia kehamilan 37 minggu dengan perkiraan berat janin kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur merupakan salah satu persalinan yang ditakutkan karena sering berkaitan dengan adanya anomali kongenital Persalinan prematur dapat dikategorikan kedalam tiga pembagian: 1. Komplikasi kehamilan dan terkadang disebabkan karena kesehatan ibu, sering disebabkan karena tindakan medis atau penyebab iatrogenik (25%) 2. Ketuban pecah dini sering diikuti dengan persalinan prematur (25%) 3. Persalinan prematur spontan pada membrana yang intak ( 50%) Persalinan Prematur Spontan
Meskipun banyak sekali faktor yang menyebabkan
persalinan prematur, namun faktor janin atau maternal memegang peranan penting dalam terjadinya onset persalinan prematur. Tiga faktor utama penyebab persalinan prematur spontan yaitu distensi uterus, stres feto-maternal dan infeksi. Distensi uterus Perengangan pada uterus dapat memicu kontraksi miometrium sehingga merangsang persalinan. Pada gestasi gemeli atau hidramnion, terjadi distensi uteri dini yang menyebabkan inisiasi ekspresi dari CAPs (contraction-associated proteins) dalam miometrium. Gen CAP dipengaruhi oleh peregangan dimana CAP akan mengkode protein gap junction seperti connexin 43 yang bekerja pada reseptor oksitosin dan enzim prostaglandin sintase. Akibat dari peregangan uterus yang berlebihan menyebabkan miometrium yang sedang berada dalam keadaan tenang menjadi aktif Stres feto-maternal Trimester akhir ditandai dengan meningkatnya kadar serum maternal dari CRH plasental. Hormon ini bekerja sama dengan ACTH untuk meningkatkan produksi hormon adrenal dewasa dan fetus, yang dapat menginisiasi biosintesis cortisol. Peningkatan kadar kortisol maternal dan fetal akan meningkatkan sekresi CRH plasental yang dapat mengembangkan kaskade balik dari endokrin yang tidak akan berhenti hingga periode kelahiran. Peningkatan kadar CRH akan menstimulasi biosintesis DHEA-S adrenal fetus yang akan bekerja sebagai substrat yang meningkatkan kadar estrogen maternal yang bersirkulasi dalam darah terutama estriol. peningkatan kadar cortisol dan estrogen dini menyebabkan uterus tidak lagi dalam keadaan tenang CRH plasental juga dapat memasuki sirkulasi fetus. Pada studi invitro dikatakan bahwa CRH dapat menstimulasi produksi adrenal DHEA-s dan kortisol secara langsung. Jika persalinan prematur dikaitkan dengan aktivasi prematur dari kaskade endokrin fetus-adrenal-plasental endokrin, maka hal itu dapat dikatakan bahwa kadar estrogen maternal akan dapat meningkat sebelum waktunya, begitupun dengan kadar CRH yang meningkat sebelum waktunya. Secara fisiologis, peningkatan kadar estrogen dini akan merubah keadaan miometrium menjadi tidak tenang Infeksi Pada binatang, adanya kuman atau endotoksin (seperti lipopolisakarida) akan menyebabkan aborsi atau persalinan prematur, yang disertai dengan perdarahan dan nekrosis desidua Diperkirakan sekitar 40 persen dari persalinan prematur disebabkan karena infeksi intrauterin. Konsep ini dibuat karena adanya dugaan penyebaran infeksi yang bersifat subklinis yang sering terjadi mengikuti insidensi dan menjadi penyebab persalinan prematur. Keadaan subklinis digunakan untuk mendeskripsikan keadaan infeksi intrauterin yang disertai dengan sedikit atau adanya bukti infeksi, tidak ditemukannya mikroorganisme dari dalam cairan amnion. Kuman yang diduga berkaitan dengan kelahiran prematur yaitu Gardnerella vaginalis, Fusobacterium, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum TERIMA KASIH