Anda di halaman 1dari 63

PARTURITION

PHASES OF PARTURITION
Fase 1 : Uterine Quiescence
 Miometrium dalam keadaan tenang Quiescent dan
serviks dalam keadaan kaku firm
 Apabila terjadi dilatasi servikal dini (prematur), struktur
serviks yang tidak adekuat atau keduanya, maka
mungkin akan terjadi persalinan prematur.
 Terkadang pada fase ini, terjadi kontraksi miometrium,
namun kontraksi tersebut tidak menyebabkan dilatasi
serviks. Kontraksi tersebut biasanya ditandai dengan
kontraksi yang tidak teratur, kontraksi bisa kuat dan
lemah, waktu kontraksi yang singkat. Kontraksi
tersebut dikenal dengan istilah kontraksi Braxton-Hicks
atau persalinan palsu. Kontraksi ini mulai terasa pada
minggu ke-26 kehamilan.
Cervical Softening
 wanita yang tidak hamil servix  tertutup dan
padat, konsistensinya sama seperti kartilago
pada hidung.
 Sampai akkhir kehamilan , servik  Mudah
diregangkan, konsistensi serupa dengan bibir
rongga mulut.
 Hegar (1895) Pertama kali dijelaskan pelunakan
pada segmen uterus bagian bawah pada usia
kehamilan 4 sampai 6 minggu  untuk
mendiagnosis kehamilan.
 Secara klinis, pemeliharaan integritas anatomis
dan integritas serviks sangat penting untuk
kelanjutan kehamilan.
Cervical Softening
 Structural Changes with Softening.
Pelunakan serviks  peningkatan vaskularitas, hipertrofi
stroma, hipertrofi glandular, dan perubahan
komposisi atau struktural dari matriks ekstraselular.
Selama perubahan matriks, kolagen  protein utama
struktural di serviks  undergoes perubahan
konformasi  mengubah kekuatan dan fleksibilitas
jaringan.
Peran klinis perubahan matriks diperlihatkan
meningkatnya prevalensi inkompetensi serviks pada
wanita dengan defek herediter atau penyusun
kolagen dan elastin seperti sindrom marfandan Ehlers
Danlos
Fase 2 : Persiapan Persalinan
 Untuk mempersiapkan kehamilan, ketenangan
myometrium selama fase 1 harus d hentikan melalui
proses pengaktifan uterus  proses ini membentuk
fase 2 dan mencerminkan perubahan uterus selama 6
– 8 minggu terakhir kehamilan
 Proses yang menyebabkan pergeseran pada fase 2
ini dapat menyebabkan persalinan preterm atau
tertunda
Perubahan Miometrium
 Terjadi perubahan kontraksi uterus yang jarang dan tidak nyeri
menjadi kontraksi yang lebih sering. Hal ini disebabkan karena
terjadi perubahan ekspresi protein CAPs (Contraction-
associated proteins) yang mengawasi kontraktibilitas
myometrium
 Pada fase ini terjadi peningkatan reseptor oksitosin pada
miometrium, peningkatan jumlah dan luas permukaan dari
gap junction sel miometrium seperti connesin-43. Adanya
proses perubahan pada miometrium tersebut menyebabkan
peningkatan iritabilitas dan responsivitas terhadap uterotonin.
 Pada perkembangan segmen bawah rahim yang baik,
kepala janin akan turun melalui inlet (PAP), dikenal dengan
istilah lightening. Perut akan mengalami perubahan bentuk.
 Gambaran lightening pada primigravida menunjukan
hubungan normal antara tiga P yaitu, power (kekuatan his),
passage (jalan lahir normal), dan passanger (janinnya dan
plasenta). Pada multipara gambarannya tidak jelas, karena
kepala janin baru masuk pintu atas panggul menjelang
persalinan.
Cervical Connective Tissue
Collagen.
Servik adalah matriks yang kaya jaringan ekstraselular  collagen tipe
I, III, IV, Glikosaminoglikan Proteoglikan dan Elastin
collagen adalah komponn utama serviks dan berperan besar dalam
menentukan disposisi struktur serviks
Masing molekul collagen terdiri atas tiga rantai alfa yang saling
mengelilingi untuk membentuk procollagen.
Beberapa molekul heliks triple kolagen dihubungkan silang satu sama
lain oleh tindakan lisil oksidase untuk membentuk fibril 
berinteraksi dengan proteoglikan kecil seperti decorin atau
biglycan, serta protein matriks selular seperti trombospondin 2.
Metalprotease MMP adalah protease yang mampu mengurai matriks
protein ekstrasel, sebagian studi menunjang peran MMPdalam
pematangan serviks dan sebagian menyebutkan perubahan
biokimiawi tidak semata berkaitan dengan aktivasi kolagen dan
hilangnya kolagen.
 Glycosaminoglycans (GAGs)

Ini adalah polisakarida berberat molekul tinggi yang mengandung gula asam amino dan
dapat membentuk kompleks dengan protein  proteogilkan

Salah satu GAGs adalah Hialuronan HA yang pada mencit mendominasi sselama fase
pematangan, memiliki peran meningkatkan viscoelastisitas dan organisasi matriks

Pentingnya perubahan teratur pada ukuran HA selama pematangan dan pembukaan servik
ditunjang oleh studi tentang pemberian Hialuronidase ke serviks pada wanita aterm,
pemberian ini menyebabkan berkurangnya durasi persalinan dan insiden pelahiran cesar
akibat malfungsi serviks

 Proteoglycans.

Terdiri dari inti protein dan rantai GAGs.

Perubahan jumlah protein inti atau dalam jumlah, panjang, atau derajat sulfasi rantai GAG
dapat mempengaruhi fungsi proteoglikan.

Meskipun tidak didefinisikan dengan baik, perubahan komposisi proteoglikan diperkirakan


menemani pematangan serviks. Setidaknya ada tiga proteoglikan kaya leusin yang
diekspresikan dalam serviks-decorin, biglycan, dan fibromodulin.

Pada jaringan ikat lainnya, decorin dan anggota keluarga lainnya berinteraksi dengan
kolagen dan mempengaruhi pengemasan dan urutan fibril kolagen.

Fibril kolagen ditata ulang di kulit tikus yang kekurangan dekoratif dan menghasilkan serabut
kolagen yang melemah, disingkat, dan tidak teratur.

Selain serviks, proteoglikan ini diekspresikan di membran janin dan rahim. Perubahan tingkat
ekspresi dapat mengatur fungsi streng th dan uterine membrane janin.
Fase 3 : Persalinan
 Sinonim dengan persalinan aktif, dan d bagi
kedalam 3 stadium :
 Kala 1  berawal pada kontraksi uterus yang
mampu menyebabkan penipisan serviks
Effaccement.
Kala ini berakhir pada saat serviks dilatasi
pembukaan lengkap10 cm sehingga kepal
dapat lewat
 Kala 2  Kala pengeluaran bayi
dimulai dari pembukaan servik lenkap sampai
komplet persalinan
 Kala 3  Kala pemisahan Pengeluaran plasenta
PHASES OF PARTURITION
Kala 1 Persalinan
Pada beberapa wanita, kontraksi kuat uterus dapat berefek
pada dilatasi serviks, penurunan kepala fetus, kelahiran
fetus yang dimulai secara mendadak dan terlihat seperti
tanpa peringatan. Pada sebagian wanita, inisiasi
terjadinya kelahiran ditandai dengan keluarnya sekret
berupa bercak darah dan lendir vagina secara spontan
Disebabkan karena timbulnya robekan-robekan kecil pada
ostium internum yang mulai membuka dan juga karena
selaput lendir rahim sekitar ostium internum itu mulai
terlepas dari selubung janin
Pada fase ini menunjukkan ekstruksi mucus yang berasal dari
canalis servikalis dan dikenal dengan istilah ‘bloody
show’. Keluarnya mucus menandakan bahwa proses
kelahiran akan segera berlangsung atau akan terjadi
persalinan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
kemudian
Kontraksi Uterus Pada Persalinan
 Kontraksi otot fisiologis, otot polos uterus saat
persalinan terasa sakit, disebabkan oleh :
(1) Hipoksia miometrium yang berkontraksi
seperti halnya dengan angina pektoris;
(2) Kompresi ganglia saraf di serviks dan
rahim bawah oleh bundel otot yang saling
berkontraksi;
(3) Peregangan leher rahim selama dilatasi;
dan
(4) Peregangan peritoneum yang terdapat
di atas fundus.
 Kontraksi uterus yang tidak disadari sebagian
besar, terlepas dari kontrol ekstrauterine. Blokade
saraf dari analgesia epidural tidak mengurangi
frekuensi atau intensitasnya.
 Dalam contoh lain, kontraksi miometrium pada
wanita lumpuh dan pada wanita setelah
sympathectomi lumbar bilateral normal tapi
tidak menimbulkan rasa sakit.
 Peregangan mekanis leher rahim meningkatkan
aktivitas rahim pada beberapa spesies 
Ferguson reflex (Ferguson, 1941).
 Mekanisme pastinya tidak jelas, dan pelepasan
oksitosin sudah disarankan namun tidak terbukti.
 Manipulasi serviks dan “stripping" selaput janin
dikaitkan dengan peningkatan kadar metabolit
prostaglandin F2α (PGFM) dalam darah.
 Interval antara kontraksi berkurang secara
bertahap kira-kira 10 menit pada permulaan kala
1persalinan sampai hanya 1 menit atau kurang
pada kala 2.
 Periode relaksasi antara kontraksi, bagaimanapun,
sangat penting untuk kesejahteraan janin.
 Kontraksi yang terus menerus mengganggu aliran
darah uteroplasenta cukup menyebabkan
hipoksemia janin.
 Pada fase aktif persalinan, durasi masing-masing
kontraksi berkisar antara 30 sampai 90 detik, rata-
rata sekitar 1 menit.
 Ada variabilitas yang cukup besar dalam intensitas
kontraksi selama persalinan normal.
 Secara khusus, tekanan cairan amnion yang
dihasilkan oleh kontraksi selama persalinan spontan
rata-rata 40 mmHg, namun bervariasi dari 20
sampai 60 mmHg.
Perkembangan segmen
atas dan bawah rahim
 Segmen atas rahim (bagian aktif) akan terus berkontraksi
sehingga dapat menurunkan isi rahim ke bawah, namun
tegangan miometrium tetap konstan. Pada otot
miometrium akan tetap memiliki tonus, dan tetap
meregang dan tetap berkontraksi jika terdapat stimulasi.
 Pada pemanjangan serat dari segmen bawah rahim
akibat dari pregresifitas proses kelahiran ditandai dengan
penipisan dari otot pada segmen bawah rahim sehingga
ketebalan dinding rahim hanya sekitar beberapa
milimeter
 Pada saat penipisan segmen bawah rahim terjadi secara
berlebihan, yang disebabkan karena persalinan
terhambat (obstruksi persalinan), cincin retraksi akan
semakin jelas dan membentuk cincin retraksi patologis.
Pada keadaan abnormal, dikenal dengan istilah cincin
Bandl
Perubahan bentuk uterus
selama persalinan
 Setiap kontraksi menghasilkan elongasi dari uterus
(pemanjangan uterus), dan mencegah ukuran diameter
horizontal uterus. Adanya perubahan bentuk tersebut, akan
memberikan efek pada proses persalinan
 Pertama, penurunan diameter horizontal mengakibatkan
columna vertebralis fetus menjadi lurus. Hal ini menekan
kutub atas dari fetus sehingga melawan arah fundus,
dimana arah kutub bawah berada di panggul
 Kedua, fetus pada posisi memanjang akan menyebabkan
serat miometrium longitudinal teregang serta karena
segemen bawah rahim dan serviks merupakan bagian
uterus yang fleksibel, sehingga keadaan tersebut
mendukung proses ekspulsi fetus
Tekanan mengedan dalam
persalinan
 Setelah serviks berdilatasi maksimal, hal terpenting
lainnya yaitu kekuatan ekspulsi fetus yang
diproduksi dari tekanan intra-abdominal dari
maternal yang dapat dirangsang dengan
melakukan respirasi paksa dengan menutup glotis.
Tenaga paksa alamiah dapat diperoleh dari
perasaan mengedan
 Setelah kepala memasuki ruang panggul, maka
pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar
panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa
mengedan. Wanita merasakan pula tekanan pada
rectum dan hendak buang air besar. Kemudia
perineum mulai menonjol menjadi lebar dengan
anus membuka
Kala 2 : Penurunan Fetus

 Pada beberapa nulipara, penurunan


kepala fetus terjadi sebelum persalinan
dimulai. Namun pada sebagian wanita,
penurunan kepala tidak lengkap hingga
akhir dari stadium pertama
Kala 3 Persalinan
 Proses penurunan area tempat implantasi plasenta akan
meningkatkan kontraksi uterus untuk melepaskan placenta
dari sisa implantasinya. Oleh karena itu, pelepasan
plasenta sebenarnya karena disproporsi antara ukuran
plasenta dan pengurangan area implantasi plasenta.
Pada persalinan sectio caesaria, fenomena ini mungkin
akan terjadi jika plasenta berimplantasi di dinding posterior
 Pembersihan plasenta difasilitasi oleh kehilangan struktur
desidua spogiosus dimana fungsi dari decidua spongiosa
adalah sebagai perekat membrana plasenta pada
miometrium. Selain itu ada saat terjadi pelepasan
membrana plasenta terbentuk hematoma antara
plasenta dan desidua. Hematoma ini akan menyebabkan
separasi dan menyebabkan perdarahan. Hematoma
akan memicu proses pembersihan placenta. Separasi
plasenta secara normal akan terjadi beberapa menit
setelah kelahiran
Fase 4: Masa Nifas
 Segera setelah kelahiran bayi, dan sekitar beberapa jam
kemudian, miometrium harus berada dalam kondisi kaku dan
kontraksi yang persisten dan retraksi sehingga dapat
mengkompresi pembuluh darah besar uterus dan trombosis
dari lumen uterus
 Adanya koordinasi dari otot-otot miometrium post-partum
akan menghindari perdarahan berat post-partum. Pada masa
ini terjadi onset dari laktogenesis dan pengeluaran air susu ibu
dari kelenjar payudara
 Akhir dari masa nifas yaitu terjadinya involusi uterus yang akan
mengembalikan fungsi dan bentuk rahim seperti saat tidak
hamil dan persiapan pematangan ovulasi juga terjadi pada
masa nifas sebagai persiapan untuk hehamilan berikutnya
 Untuk memperoleh involusi uterus secara lengkap dibutuhkan
waktu empat sampai enam minggu, namun sebenarnya
proses ini bergantung pada durasi dari pemberian asi.
Infertilitas biasanya bertahan selama pemberian air susu ibu
dilanjutkan karena hormon prolaktin menginduksi anovulasi
dan amenore
 Adapun rahim perempuan yang baru bersalin itu
masih membesar, jika diraba dar luar tingginya
fundus uteri kira-kira 1 jari dibawah pusat sedangkan
beratnya lebih kurang 1 kg. Hal ini disebabkan
banyaknya darah dalam dinding rahim mengalir
dalam pembuluh-pembuluh darah yang membesar.
 Sampai hari kedua uterus masih membesar
kemudian berangsur-angsur menurun.Kalau diukur
tingginya fundus uteri dalam waktu nifas (sesudah
kencing) pada hari :
Ketiga : Kira-kira 2-3 jari dibawah pusat
Kelima : Pada pertengahan antara pusat dan
sympysis
Ketujuh : Kira-kira 2-3 jari di atas sysmphisis
Kesembilan : Kira-kira satu jari di atas sysphisis
PROSES FISIOLOGIS DAN BIOKIMIAWI
YANG MENGATUR PERSALINAN
 Perubahan anatomis dan fisiologis myometrium
 Regulasi kontraksi dan relaksasi miometrium
 Sistem regulasi yang membuat uterus dalam
keadaan tenang
 Sistem regulasi yang membuat kontraksi uterus
 Peranan Fetus Dalam Inisiasi Persalinan
 Faktor penting pada fase 2 persalinan
 Fisiologis Persalinan Prematur
 Ketuban pecah dini
 Persalinan Prematur Spontan
Perubahan anatomis dan fisiologis
myometrium
1. terjadi pemendekan otot polos miometrium yang ditandai
dengan kontraksi satu atau kumpulan beberapa otot
myometrium
2. tekanan (force) dapat digunakan oleh otot polos dalam
beberapa jalur berbeda dengan tenaga kontraksi yang
dihasilkan oleh otot skeletal/lurik yang selalu berada dalam
jalur aksis serat-serat otot
3. proses pengaturan otot polos berbeda dengan otot skeletal,
dimana pada miometrium filamen tipis dan tebal ditemukan
dalam posisi memanjang dengan rangkaian otot yang
tersebar. Keadaan tersebut dapat memfasilitasi proses
pemendekan otot secara maksimal dan meningkatkan
kapasitas otot polos miometrium secara keseluruhan
4. adanya keuntungan dari adanya jalur tenaga multidireksi
pada uterus (perbedaan antara tekanan fundus dan
segmen bawah rahim) sehingga mempermudah tekanan
ekspulsi fetus dan mengetahui keadaan presentasi fetus
Regulasi kontraksi dan relaksasi
miometrium
 Aktivasi miometrium saat hamil aterm
Peristiwa penting yang terjadi saat persalinan adalah
ekspresi dari kelompok protein yang dinamakan
protein terkait kontraksi
Ada tiga tipe protein yang berhubungan dengan
kontraksi :
1. kelompok protein yang dapat meningkatkan interaksi
antara aktin dan miosin sehingga dapat
mengakibatkan kontraksi
2. kelompok protein yang dapat meningkatkan
eksitabilitas dari sel miometrium individual
3. kelompok protein yang dapat memicu konektivitas
interseluler yang akhirnya dapat memulai
perkembangan kontraksi yang sinkron.
 Protein yang dapat memicu kontraktilitas miosit
Interaksi antara aktin dan miosin sangat menentukan
kontraktilitas miosit. Untuk mewujudkan interaksi tersebut,
aktin harus dirubah dari bentuk globular ke bentuk filamen.
Aktin juga harus melekat ke sitoskeleton di titik tertentu di
membran sel yang akhirnya dapat menyebabkan
perkembangan tegangan. Titik tersebut menghubungkan
sel dengan matriks yang membawahinya.
Meningkat kalsium intrasel mengikat Calmodulin  enzim myosin
light chain kinase  terfosforilasi  mengaktifkan aktin dan
myosin  ATP  kontraksi
Jalur Ga2 Kadar cAMP meningkat intrasel  protein kinase A 
memicu aktivitas fosfodiesterase dan defosforilasi dari myosin
light kinase tdk aktif  relaksasi
Saat persalinan miometrium uterus diubah dari jaringan yang
relatif konektivitasnya rendah antara miosit (panel A)
menjadi jaringan yang sangat baik konektivitasnya (panel B).
Konektivitas fisik terjadi melalui pori yang dibentuk oleh koneksin
multimer 43.
Konektivitas antara miosit selama persalinan juga dibentuk oleh
pelepasan prostaglandin F2α secara parakrin dan pelepasan l
okal dari kalsium.
 Konektivitas yang kuat baik secara fisik maupun biokimia membuat
depolarisasi terjadi dari satu miosit ke miosit di sebelahnya dan
membuat gelombang depolarisasi ekstensif dan hasilnya kontraksi
yang terjadi pada area yang luas di uterus. Hal tersebut
meningkatkan tekanan intra uterus dan pembukaan yang progresif
dari serviks sehingga memudahkan pengeluaran janin.
Sistem regulasi yang membuat
uterus dalam keadaan tenang
 Keadaan miometrium yang tenang pada fase 1
persalinan dapat berhasil karena dipengaruhi oleh
faktor-faktor multipel dan proses biomolekular. Pada
fase 1 terjadi beberapa proses fisiologis yang
melibatkan beberapa sistem biomolekular, neural,
endokrin, parakrin dan autokrin. Fase 1 dapat
meregulasi uterus dalam keadaan tenang karena
disebabkan beberapa faktor yaitu:
 Aktivitas dari hormon progesteron melalui reseptor
intrasel
 Reseptor sel miometrium yang meningkatkan cAMP
 Pengaturan cGMP
 Sistem lain yang mencakup modifikasi channel ion sel
miometrium
Kontribusi Progesteron dan
Estrogen pada Fase 1
 hormon progesteron dan estrogen berperan dalam
fase 1 persalinan, dimana progesteron
menghambat dan estrogen menginduksi persalinan.
Aktivitas progesteron penting dalam
mempertahankan kehamilan.
 peningkatan progesteron dapat meningkatkan
uterus dalam keadaan relaksasi melalui efek
langsung maupun tidak langsung yang menurunkan
ekspresi dari protein kontraksi.
 Progesteron dapat menghambat ekspresi dari
protein gap junctioal, connexin 43, Estrogen dapat
menginduksi pembentukan gap junction
miometrium pada beberapa binatang sehingga
meningkatkan sintesis connexin 43
 Beberapa reseptor heptahelical yang berperan dalam
relaksasi miometrium berkaitan dengan Gas yang me-
mediasi aktivasi enzim adenil siklase dan meningkatkan
kadar cAMP yang dapat ditemukan pada miometrium.
Yang termasuk reseptor heptahelical yaitu:
 B-Adrenoreseptor
Beta adrenergik memediasi Gas sehingga mengstimulasi
peningkatakan adenilil siklase sehingga kadar cAMP
meningkat dan terjadi relaksasi miometrium.
 Luteinizing Hormon LH dan Chorionic Gonadotrophne
(hCG)
Kadar reseptor LH-hCG dalam miometrium pada wanita
hamil lebih besar dibandingkan pada saat persalinan. hCG
berperan aktif dalam mengaktivasi adenilil siklase melalui
reseptor Gas yang menyebabkan penurunan frekuensi dan
tekanan kontraksi dan menurunkan jumlah gap junction sel
miometrium
kadar hCG plasma yang tinggi pada wanita hamil
menyebabkan mekanisme uterus dalam keadaan tenang
 Hormon relaksin
Hormon relaksin dalam pasma darah wanita hamil diduga
disekresikan oleh corpus luteum. Kadar relaksin plasma
tertinggi yaitu pada minggu ke8-12 kehamilan dengak kadar
tertinggi sekitar 1ng/mL dan kadarnya menurun hingga
ambang bawah hormon dan menetap hingga persalinan.
Reseptor membran plasma homron relaksin mempengaruhi
aktivasi enzim adenilil siklase dan mendukung terjadinya
relaksasi miometrium namun juga berefek pada perlunakan
servik.
 Corticotropin Releasing Hormone (CRH)
CRH memiliki reseptor multipel dan afinitasnya meningkat
pada akhir kehamilan. Kadar CRH plasma meningkat pada
akhir minggu ke6-8 kehamilaan normal. Beberapa penelitian
mengemukakan pendapat bahwa pada CRH dikaitkan
dengan inisiasi terjadinya persalinan. Reseptor CRH dapat
memberikan sinyal melalui cAMP atau kalsium, sehingga CRH
dapat menyebabkan relaksasi atau kontraksi miometrium
tergantung pada reseptor yang muncul. Oleh karena itu,
CRH memiliki potensi sebagai uterorelaksan pada fase 1 dan
uterotonika pada fase 1 dan 2 persalinan.
 Prostaglandin
Prostanoid berinteraksi dengan delapan tipe reseptor
heptahelical, dan beberapa dari reseptor tersebut
diekspresikan dalam miometrium. Meskipun prostaglandin
kebanyakan digunakan sebagai uterotonika, prostanoid
dapat berperan sebagai relaksan otot. Prostaglandin
diproduksi oleh membrana asam arakidonat yang biasanya
dilepaskan oleh aktivitas enzim fosfolipase A2 atau C pada
membrana fosfolipid. Asam arakidonat dapat berperan
dalam substrat tipe 1 &2 yang dikenal dengan
siklooksigenase 1& 2. PGHS-1&2.
Sistem regulasi yang membuat
kontraksi uterus
Peningkatan komunikasi selular melalui gap junction dan
adanya perubahan kapasitas sel miometrium untuk
meregulasi konsentrasi kalsium dalam sitoplasma. Yang
dapat membuat kontraksi uterus:
 Reseptor antagonis progesterone
Ketika antiprogestin RU 486 atau mifepristone diberikan
pada wanita pada akhir fase siklus ovarium, maka akan
terjadi menstruasi dini. Hal ini penting diperhatikan bahwa
antiprogestin dapat digunakan untuk menginduksi
terjadinya aborsi pada kehamilan minggu-minggu awal.
Meskipun antogonis reseptor progesteron memiliki efek
yang kurang efektif pada induksi aborsi pada wanita hamil
tua namun RU 486 tetap efektif dalam perlunakkan serviks
dan peningkatan sensitvitas miometrium terhadap
uterotonika.
 Reseptor oksitosin
Efektifitas oksitosin pada kontraksi uterus pada
kehamilan dini dan akhir persalinan masih
kontroversi. Progesteron dan estradiol diduga
dapat mengatur ekspresi reseptor dari oksitosin.
Terapi estradiol pada miometrium dapat
meningkatkan reseptor oksitosin miometrium. Dan
untuk menghambat kontraksi akibat pemberian
estradiol dapat diberikan progesteron karena
progesteron dapat meningkatkan degradasi
reseptor oksitosin. Peningkatan reseptor oksitosin
diatur secara langsung maupun tidak langsung
oleh reseptor estradiol. Pemberian estradiol pada
beberapa sepesies dapat meningkatkan reseptor
oksitosin
Peranan Fetus Dalam Inisiasi
Persalinan
 Selama kehamilan, pertumbuhan uterus yang
berada dalam kontrol estrogen akan
memungkinkan janin untuk tumbuh. Tetapi proses
pertumbuhan akan menurun pada akhir persalinan
dan sebagai konsekuensinya adalah
meningkatnya tekanan pada dinding rahim yang
juga menjadi petanda dimulainya awitan proses
persalinan
 Ketika semakin mendekati kehamilan aterm,
terdapat peningkatan konsentrasi CRH plasenta.
Terdapat peningkatan yang besar dari jumlah
kortikotropin yang disintesis oleh hipofisis janin dan
peningkatan steroidogenesis pada kelenjar
adrenal janin
 Ketika semakin mendekati kehamilan aterm, terdapat
peningkatan konsentrasi CRH plasenta. Terdapat
peningkatan yang besar dari jumlah kortikotropin yang
disintesis oleh hipofisis janin dan peningkatan
steroidogenesis pada kelenjar adrenal janin
 Peningkatan kadar kortisol pada janin akan memicu
pematangan dari sejumlah jaringan di tubuh janin terutama
pada jaringan paru. Jaringan paru yang matang akan
meningkatkan produksi protein surfaktan dan fosfolipid yang
sangat penting dalam fungsi paru. Protein surfaktan juga
masuk ke cairan amnion dimana surfaktan mempunyai zat
yang dapat mengaktifkan makrofag
 protein surfaktan yang ada di cairan amnion diduga dapat
menstimulasi proses inflamasi yang terjadi pada membran
janin di dekatnya, serta menstimulasi serviks dan miometrium
saat dimulainya proses persalinan
 Terdapat bukti bahwa proses inflamasi ini adalah salah satu
elemen yang penting dalam memulai proses persalinan.
Selama periode akhir kehamilan, kadar CRH di cairan
amnion juga meningkat dimana cairan amnion mempunyai
kontak langsung pada amnion yang berada di dekatnya
Aktivasi membran janin
 Produksi protein surfaktan, fosfolipid, dan sitokin inflamasi
meningkat saat terdapat peningkatan produksi dari
siklooksigenase (COX-2) dan prostaglandin E2 dari amnion.
Juga telah diketahui bahwa terdapat peningkatan kadar
kortisol dan CRH di cairan amnion yang akan menstimulasi
produksi siklooksigenase. Aksi yang tidak diperlukan
tersebut akan meningkatkan kadar prostaglandin E2 dan
mediator inflamasi lain di cairan amnion
 Korion berada di bawah amnion. Korion memproduksi
enzin prostaglandin dehidrogenase (PGDH) yang
merupakan inaktivator poten dari prostaglandin. Pada
periode akhir kehamilan, aktivitas PGDH korionik menurun,
sehingga memicu aksi pro inflamasi prostaglandin E2 di
desidua yang mendasari, serviks, dan miometrium.
Prostaglandin memperantarai pengeluaran
metaloprotease yang melemahkan membran plasenta,
sehingga memudahkan pecahnya membran (ketuban).
CRH juga menstimulasi sekresi enzim membran matriks
metalloprotease-9.
Kerja CRH pada kelenjar
Adrenal Janin
 Pada Aterm, kelenjar adrenal janin sama beratnya
dengan org dewasa dan ukurannya serupa dengan
ginjal didekatnya.
 Produksi steroid harian kelenjar adrenal diperkirakan
100 – 200 mg/hari lebih besar dr produksi org
dewasayang hanya 30 - 40 mg/hari
 Kortisol dan Dehidroepiandrosteron DHEA-S meningkat
d trimester akhir menyebabkan penigkatan estrogen
ibu terutama estriol
 Pada trimester 1 kehamilankadar CRH ibu rendah dan
meningkat mulai pertengahan gestasi hingga aterm
 Padakehamilan dmna janin mengalami stress akibat
penyulit kadar CRH pada janin, ibu dan amnion
meningkat dibanding dengan gestasi normal
CRH dan Penentuan Partus
 CRH memiliki peran dalam regulasi partus,
CRH plasenta meningkatkan kortisol janin
untuk menghasilkan umpan balik positif
sehingga plasenta menghasilkan lebih
banyak CRH, tingginya kadar CRH dapat
meningkkatkan kontraktilitas myometrium
 CRH merangsang adrenal janin membebtuk
steroid C19 sehingga terjadi peningkatan
substrat unyuk aromatisasi d plasenta dan
menggeser ratio estrogen dan progesterone
sehingga menyebabkan berakhirnya masa
tenang uterus
Surfaktan Paru Janin dan
Partus
 Pematangan paru janin memerlukan protein surfaktan
A yang dhasilkan paru janin
 Surfaktan paru dan komponen surfaktan platelet
activating factor PAF jika disintesis ke amnion manusia
akan merangsang sintesis prostaglandin dan
mengaktifkan kontraksi uterus
Anomali Janin dan
Penundaan Partus
 Keterkaitan antara anencepalus janin dan
memanjangnya usia gestasi berkaitan dengan
anomalifungsi otak hipofise adrenal janin dan hal ini
disebabkan oleh kegagalan perkembangan zona
janin yang normalya merupakan bagian terbesar dari
masa adrenal janin dan produksi hormone steroid C19
kehamilan spt ini berkaitan dengan penundaan
persalinan.
Faktor penting pada fase 3
persalinan
Fase 2 persalinan merupakan fase kontraksi uterus yang
menimbulkan proses dilatasi serviks yang progresif dan proses
kelahiran
 Oksitosin
Infus oksitosin akan merangsang peningkatan kadar mRNAs
dalam miometrium sehingga gen tersebut dapat mengkode
protein esensial untuk involusi uterus. Protein esensial tersebut
terdiri dari colagenase, monosit chemoattractant protein-1,
interleukin-8, urokinase plasminogen activator receptor. Oleh
karena itu, kerja oksitosin pada akhir persalinan dan selama
fase ke-3 persalinan dapat digunakan untuk involusi uterus.
 Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGF2a dan PGE2 berperan dalam
fase 2 persalinan
Beberapa fakta yang mendukung teori diatas:
1. Kadar prostaglandin (termasuk metabolitnya) dalam
cairan amnion, plasma maternal dan urin maternal
meningkat selama proses kelahiran
2. Terapi wanita hamil menggunakan prostaglandin yang
diberikan dalam jalur apapun dapat menyebabkan aborsi
dan kelahiran janin dalam semua stadium gestasi
3. Pemberian inhibitor prostaglandin H sintase tipe 2 (PGHS-2)
pada wanita hamil akan menghambat onset persalinan
spontan dan terkadang dapat digunakan untuk
persalinan prematur.
4. Prostaglandin yang digunakan untuk otot miometrium
secara in vitro menyebabkan kontraksi, bergantung pada
percobaan prostanoid dan status fisiologis dari jaringan
 Platelet Activating Factor (PAF)
Reseptor PAF termasuk kedalam reseptor heptahelical
dan berfungsi untuk meningkatkan kalsium dalam sel
miometrium dan meningkatkan kontraksi uterus. Kadar
PAF dalam cairan amnion meningkat selama
kehamilan, dan pemberian PAF dalam jaringan
miometrium akan meningkatkan kontraktilitas
 Endothelin-1
Endothelin sangat berpengaruh kuat dalam
menginduksi kontraksi miometrium, dan reseptor
endothelin terdapat dalam miometrium. Reseptor
endotehelin-A memiliki efek dalam meningkatkan
kalsium intraseluler, Endothelin-1 diproduksi oleh
miometrium, cairan amnion. endothelin-1 tidak dapat
ditransportasikan dari cairan amnion ke miometrium
tanpa proses penguraian. Enkefalinase mengkatalisis
degradasi dari endothelin-1. Pada keadan ruptur
membran dini juga dipengaruhi oleh endothelin-1.
 Angiotensin II
Terdapat 2 reseptor heptahelical G-protein yang terdapat
dalam angiotensin II yang diekspresikan dalam uterus. Pada
wanita tidak hamil ditemukan banyak reseptor AT2 tetapi
pada wanita hamil banyak ditemukan reseptor AT1. Hal
tersebut yang menjelaskan mengapa wanita tidak hamil tidak
mengalami kontraksi ketika diberikan AT2. AT2 berikatan
dengan reseptor membran plasma pada otot polos sehingga
menimbulkan kontraksi.
 CRH
Pada kehamilan trimester akhir, terjadi modifikasi dari reseptor
CRH, hCG atau PTH-rP atau ikatan dengan protein G dalam
miometrium yang memudahkan terjadinya perubahan formasi
cAMP dalam miometrium sehingga meningkatkan terjadinya
kalsium. Oksitosin akan menstimulasi CRH sehingga
mengakumulasikan cAMP dalam miometrium dan CRH
akanmenimbulkankontraksi melalui pemberian oksitosin. CRH
dapat meningkatkan kontraktilitas miometrium jika berinteraksi
dengan PFG
Fisiologis Persalinan Prematur
 Persalinan prematur ialah persalinan yang terjadi
dibawah usia kehamilan 37 minggu dengan perkiraan
berat janin kurang dari 2500 gram. Persalinan
prematur merupakan salah satu persalinan yang
ditakutkan karena sering berkaitan dengan adanya
anomali kongenital
 Persalinan prematur dapat dikategorikan kedalam
tiga pembagian:
1. Komplikasi kehamilan dan terkadang disebabkan
karena kesehatan ibu, sering disebabkan karena
tindakan medis atau penyebab iatrogenik (25%)
2. Ketuban pecah dini sering diikuti dengan persalinan
prematur (25%)
3. Persalinan prematur spontan pada membrana yang
intak ( 50%)
Persalinan Prematur Spontan

 Meskipun banyak sekali faktor yang menyebabkan


persalinan prematur, namun faktor janin atau
maternal memegang peranan penting dalam
terjadinya onset persalinan prematur.
 Tiga faktor utama penyebab persalinan prematur
spontan yaitu distensi uterus, stres feto-maternal dan
infeksi.
Distensi uterus
 Perengangan pada uterus dapat memicu kontraksi
miometrium sehingga merangsang persalinan. Pada
gestasi gemeli atau hidramnion, terjadi distensi uteri
dini yang menyebabkan inisiasi ekspresi dari CAPs
(contraction-associated proteins) dalam miometrium.
Gen CAP dipengaruhi oleh peregangan dimana CAP
akan mengkode protein gap junction seperti connexin
43 yang bekerja pada reseptor oksitosin dan enzim
prostaglandin sintase. Akibat dari peregangan uterus
yang berlebihan menyebabkan miometrium yang
sedang berada dalam keadaan tenang menjadi aktif
Stres feto-maternal
 Trimester akhir ditandai dengan meningkatnya kadar serum
maternal dari CRH plasental. Hormon ini bekerja sama dengan
ACTH untuk meningkatkan produksi hormon adrenal dewasa
dan fetus, yang dapat menginisiasi biosintesis cortisol.
 Peningkatan kadar kortisol maternal dan fetal akan
meningkatkan sekresi CRH plasental yang dapat
mengembangkan kaskade balik dari endokrin yang tidak akan
berhenti hingga periode kelahiran. Peningkatan kadar CRH
akan menstimulasi biosintesis DHEA-S adrenal fetus yang akan
bekerja sebagai substrat yang meningkatkan kadar estrogen
maternal yang bersirkulasi dalam darah terutama estriol.
peningkatan kadar cortisol dan estrogen dini menyebabkan
uterus tidak lagi dalam keadaan tenang
 CRH plasental juga dapat memasuki sirkulasi fetus. Pada studi
invitro dikatakan bahwa CRH dapat menstimulasi produksi
adrenal DHEA-s dan kortisol secara langsung. Jika persalinan
prematur dikaitkan dengan aktivasi prematur dari kaskade
endokrin fetus-adrenal-plasental endokrin, maka hal itu dapat
dikatakan bahwa kadar estrogen maternal akan dapat
meningkat sebelum waktunya, begitupun dengan kadar CRH
yang meningkat sebelum waktunya. Secara fisiologis,
peningkatan kadar estrogen dini akan merubah keadaan
miometrium menjadi tidak tenang
Infeksi
 Pada binatang, adanya kuman atau endotoksin (seperti
lipopolisakarida) akan menyebabkan aborsi atau persalinan
prematur, yang disertai dengan perdarahan dan nekrosis
desidua
 Diperkirakan sekitar 40 persen dari persalinan prematur
disebabkan karena infeksi intrauterin. Konsep ini dibuat
karena adanya dugaan penyebaran infeksi yang bersifat
subklinis yang sering terjadi mengikuti insidensi dan menjadi
penyebab persalinan prematur. Keadaan subklinis
digunakan untuk mendeskripsikan keadaan infeksi
intrauterin yang disertai dengan sedikit atau adanya bukti
infeksi, tidak ditemukannya mikroorganisme dari dalam
cairan amnion.
 Kuman yang diduga berkaitan dengan kelahiran prematur
yaitu Gardnerella vaginalis, Fusobacterium, Mycoplasma
hominis, Ureaplasma urealyticum
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai