Disusun Oleh:
Ayu Nujma Paradis
110.2011.058
Pembimbing :
Dr. Hushat Pritalianto, SpOG (K)
0
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Allhamdulillah, segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT dan shalawat
serta salam kepada Nabi Muhammad SAW karena berkat rahmat dan hidayah-Nya saya dapat
menyelesaikan referat ini yang berjudul “Hormon Inisiasi Persalinan” dengan baik.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
kepaniteraan klinik SMF Obsgyn di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang. Dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Hushat Pritalianto, SpOG (K), selaku dokter pembimbing.
2. Para Perawat dan Pegawai di Bagian SMF Obsgyn RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan
saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik di kemudian
hari. Akhir kata penulis mengharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca,
khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani aplikasi ilmu.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan (partus) adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan biasa atau persalinan normal atau
persalinan spontan terjadi apabila bayi lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai
alat-alat atau alat bantu serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam
waktu kurang dari 24 jam.1,2
Proses persalinan ditandai oleh adanya kontraksi uterus yang menyebabkan dilatasi
serviks dan mendorong fetus keluar melalui jalan lahir. Kontraksi miometrium selama persalinan
akan terasa sangat menyakitkan bagi ibu. Sebelum timbulnya kontraksi yang menyakitkan ini,
uterus harus disiapkan untuk proses kelahiran. Miometrium tidak akan berespon sampai dengan
usia kehamilan 36-38 minggu, dan setelah periode memanjang ini, fase transisional diperlukan
sampai serviks mengalami penipisan dan perlunakan.2
Sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori-teori yang kompleks.
Terdapat beberapa teori yang sering dibicarakan antara lain faktor-faktor humoral, pengaruh
prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf, dan faktor nutrisi dimana faktor-
faktor ini dapat menyebabkan persalinan dimulai.2
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
2.2. Teori persalinan
Sebab-sebab dimulainya persalinan belum diketahui secara jelas. Terdapat
beberapa teori yang mencoba menerangkan mengenai awitan persalinan, diantaranya3:
1. Penurunan kadar progesteron.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya estrogen
meningkatkan ketegangan otot rahim. Selama kehamilan, terdapat keseimbangan antara
kadar progesteron dan estrogen di dalam darah , tetapi pada akhir kehamilan kadar
progesteron menurun sehingga timbul his.
2. Teori oksitosin.
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah. Oleh karena itu, timbul
kontraksi otot-otot rahim.
3. Keregangan otot-otot.
Apabila dinding kandung kencing dan lambung teregang karena isinya bertambah,
timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya. Demikian pula dengan rahim, seiring
dengan majunya kehamilan, otot-otot rahim makin teregang dan rentan.
Sekarang ada banyak bukti bahwa pertumbuhan janin merupakan komponen
penting dalam aktivasi uterus pada fase 1 partus. Berkaitan dengan pertumbuhan janin,
peningkatan signifikan pada tegangan tarik miometrium dan tekanan cairan amnion
mengikuti Dengan aktivasi uterus, peregangan diperlukan untuk menginduksi protein
terkait kontraksi-spesifik (CAPs). Stretch meningkatkan ekspresi gap junction protein-
connexin 43, serta reseptor oksitosin.
4. Pengaruh janin.
Hipofisis dan kelenjar suprarenal janin rupanya memegang peranan. Hal ini
tampak pada kehamilan dengan janin anensefalus dan hipoplasia adrenal sehingga
kehamilan sering lebih lama dari biasanya.
5. Teori prostaglandin.
Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua diduga menjadi salah satu sebab
permulaan persalinan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin E dan F yang
diberikan secara intravena, intra dan ekstraamnial menimbulkan kontraksi myiometrium
pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin
5
yang tinggi, baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamil sebelum
melahirkan atau selama persalinan.
Sebenarnya, sebab-sebab dimulainya partus sampai kini masih merupakan teori-teori
yang kompleks, secara umum dapat dikelompokkan pula sebagai berikut : (1). Faktor-faktor
humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi
disebut sebagai faktor –faktor yang mengakibatkan partus mulai. (2). Perubahan biokimia dan
biofisika juga berperan dimana terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron.
Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi otot-otot uterus. (3) Plasenta juga
menjadi tua dengan lamanya kehamilan.Vili koriales mengalami perubahan sehingga kadar
estrogen dan progesteron menurun.(4) Gangguan sirkulasi uteroplasenter juga terjadi dimana
keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot
uterus2
6
Prostaglandin dan oxytocin juga meningkat menjelang partus. Selain dipengaruhi
peningkatan estrogen, sekresi PG juga berasal langsung dari paru janin yang juga mensekresikan
PAF. Membran janin juga mensekresi PAF (platelets activating factors) yang berperan
menginisiasi kontraksi uterus.1,2,3
Perubahan Anatomi
Perubahan anatomi yang penting terjadi menjelang persalinan adalah pada jalan lahir dan
jaringan lunak rongga panggul. Dibawah pengaruh estrogen jaringan otot dan ligamen
berelaksasi sehingga memudahkan akomodasi dari panggul ketika bayi melewati rongga
panggul. Pada uterus, miometrium membesar dan menjelang persalinan akan mulai muncul HIS
(kontraksi uterus). Setiap selesai kontraksi HIS, miometrium akan memendek. Hal ini akan
menyebabkan tarikan pada SBR (ismus) yang memiliki jaringan otot yang lebih sedikit, dan
selanjutnya akan menyebabkan tarikan pada serviks sehingga serviks akan mulai menipis dan
berdilatasi.1,2,3,4
Perubahan Fisiologis
Menjelang persalinan akan dimulai suatu kontraksi uterus yang disebut HIS persalinan.
Selain itu, karena pengaruh estrogen dan prostaglandin serviks akan menjadi makin lunak
hipermukus dan hipervaskularisasi. Hal ini akan menyebabkan sekresi lendir oleh kelenjar yang
nantinya akan memberikan tampakan bloody show (mukus bercampur darah) yang merupakan
salah satu tanda in partu. Apabila pembukaan sudah lengkap, ibu akan mulai memiliki refleks
meneran yang nantinya dapat membantu kelahiran bayi. 1,2,3,5
7
Persalinan dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm, kala ini dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala
pengeluaran oleh karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong keluar
sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan.
Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam, dalam kala ini diamati apakah terjadi
perdarahan postpartum pada ibu atau tidak.1,3
Kala I
Secara klinis dapat dinyatakan persalinan dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini berasal
dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya
berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah
karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai
akibat his dibagi dalam 2 fase:
(a) Fase laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai
ukuran diameter 3 cm. Selama fase ini, orientasi dari kontraksi uterus adalah pada
perlunakan serviks serta penipisan (effacement). Kriteria minimal Friedman untuk
memasuki fase aktif adalah pembukaan dengan laju 1,2 cm/jam untuk nullipara, serta 1,5
cm/jam untuk multipara.3
(b) Fase aktif
Fase aktif dibagi dalam 3 fase, yakni:
8
a) Fase akselerasi. Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal. Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat
cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam
pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara primigravida dengan
multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka terlebih dahulu,
sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum
membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Pembukaan
ostium uteri internum dan eksternum serta penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam
saat yang bersamaan.1
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap.
Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah
lengkap. Kala I selesai apabila pembukaan serviks uteri telah lengkap.1
Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, yang secara
reflektoris menimbulkan rasa ingin mengedan. Wanita merasa pula tekanan pada rektum dan
hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus
membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva
pada waktu his. Bila dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar
his, dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput
di bawah simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his
mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota bayi. Pada primigravida kala II berlangsung
rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 30 menit. 1,2,3
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa
menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya
plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan
tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.1,3
9
Kala I Kala II Kala III
Agar parturition terjadi, dua perubahan harus terjadi pada saluran reproduksi wanita.
Pertama, rahim harus diubah dari struktur yang diam dengan kontraksi disynchronous menjadi
10
organ yang berkontraksi secara aktif dengan komponen otot interlaced kompleks sehingga
menghasilkan kontraksi uterus phasic biasa. Ini memerlukan pembentukan persimpangan celah
antara sel miometrium untuk memungkinkan transmisi sinyal kontraktil. Janin dapat
mengkoordinasikan peralihan ini dalam aktivitas miometrium melalui pengaruhnya terhadap
produksi hormon steroid plasenta, melalui distensi mekanis rahim dan melalui sekresi hormon
neurohypophyseal dan stimulator sintesis prostaglandin lainnya.6,7
Perubahan kedua adalah jaringan ikat rahim dan otot polos harus mampu dilatasi untuk
memungkinkan pelepasan janin dari rahim. Perubahan ini disertai dengan pergeseran dari
progesteron ke estrogen, meningkatkan responsivitas terhadap oksitosin dengan menggunakan
regulasi reseptor oksitosin miometrium, peningkatan sintesis PG di rahim, peningkatan
pembentukan gap gap miometrium, penurunan aktivitas oksida nitrat (NO) dan peningkatan
masuknya kalsium ke dalam myocytes dengan ATP dependent binding myosin untuk actin,
peningkatan endothelin yang mengarah pada peningkatan aliran darah uterus dan aktivitas
miometrium [Gambar diatas]. Jalur umum akhir menuju persalinan tampaknya merupakan
aktivasi sumbu HPA janin dan mungkin umum terjadi pada semua spesies vivipara. Perubahan
komplementer pada serviks yang melibatkan penurunan dominasi progesteron dan tindakan
prostaglandin dan rileks, melalui perubahan jaringan ikat, kolagenolisis, dan penurunan
stabilisasi kolagen melalui penghambat metaloproteinase, menyebabkan pelunakan dan
pelebaran serviks.6,7,9,10
11
Corticotropin Releasing Homone
Corticotropin Releasing Homone (CRH) adalah hormon peptida yang dikeluarkan oleh
hipotalamus tetapi juga diekspresikan oleh trofoblas plasenta dan chorionik dan sel amnion dan
selulosa. Plasenta adalah sumber utama dari trimester kedua (16 minggu depan). Sekresi CRH,
CRH merangsang sekresi ACTH pituitari dan produksi kortisol adrenal. Pada ibu, kortisol
menghambat CRH hipotalamus dan pembangkitan ACTH hipofisis, menciptakan loop umpan
balik negatif. Sebaliknya, kortisol merangsang pelepasan CRH oleh membran desidual,
trofoblastik, dan janin. CRH, selanjutnya mendorong aktivasi HPA pada ibu dan janin, sehingga
membentuk loop umpan balik positif yang kuat. Pada kehamilan normal, peningkatan produksi
CRH dari desidual, trofoblastik, dan membran janin menyebabkan peningkatan kortisol sirkulasi
yang dimulai pada midgestation. Efek CRH meningkat dengan turunnya protein pengikat CRH
dalam ibu dalam waktu dekat. Aktivasi sumbu HPA janin menghasilkan sekresi hormon
adrenokortikotropin (ACTH) janin yang menyebabkan pelepasan estrogen prekursor
Dehidroepiandrostenedionesulfat (DHEAS) yang melimpah dari zona perantara janin adrenal .
Hal ini karena plasenta manusia adalah organ steroidogenik yang tidak lengkap dan sintesis
estrogen oleh plasenta manusia memiliki kebutuhan wajib untuk prekursor steroid C19. DHEAS
diubah dalam hati janin menjadi 16-hydroxy DHEAS dan kemudian dilanjutkan ke plasenta
dimana dimetabolisme menjadi estradiol (E2), estrone (E1), dan estriol (E3). Mekanisme kerja
estrogen berupa parakrin-autokrin. Selain DHEAS, kelenjar adrenal janin juga menghasilkan
jumlah kortisol dalam jumlah berlebihan. Kortisol bertindak untuk mempersiapkan sistem organ
janin (dengan pematangan paru janin) untuk kehidupan ekstrauterine dan untuk mempromosikan
ekspresi sejumlah gen plasenta, termasuk hormon pelepas kortikotropin (CRH), oksitosin, dan
prostaglandin (terutama prostaglandin E2 [PGE2]). CRH juga meningkatkan produksi
prostaglandin oleh sel amnion, chorionic, dan decidual. Prostaglandin, pada gilirannya,
merangsang pelepasan CRH dari membran desidual dan janin. Kenaikan prostaglandin pada
akhirnya menghasilkan parturisi. CRH juga dapat secara langsung mempengaruhi kontraktilitas
miometrium. Tindakan CRH lainnya meliputi pelebaran pembuluh darah rahim dan stimulasi
kontraksi otot polos, pelebaran pembuluh darah plasenta janin melalui aktivasi NO synthetase;
Dan stimulasi produksi prostaglandin F2α dan E2 oleh selaput janin dan desidua. Ini semua
adalah tindakan yang kondusif bagi inisiasi persalinan. CRH juga distimulasi oleh sitokin
inflamasi. 10,11,12,18
12
Estrogen
Kehamilan adalah keadaan hiperestrogenik. Plasenta adalah sumber utama estrogen dan
konsentrasi estrogen meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan. Plasenta manusia tidak
memiliki CYP 17, yang diperlukan untuk konversi dari progesteron menjadi estradiol. Zona janin
pada kelenjar adrenal menghasilkan DHEAS, yang dapat dihidroksilasi menjadi 16-OH-DHEAS
di hati janin. The 16-OH-DHEAS mungkin diaromatisai oleh plasenta untuk menghasilkan
estriol, bentuk estrogen yang bersirkulasi pada kehamilan manusia. Berbeda dengan keadaan
tidak hamil, pada akhir kehamilan manusia, ovarium merupakan sumber minor dari estrogen
yang beredar. Estradiol dan estron disintesis terutama (90%) dengan aromatisasi antigen C 19 ibu
(testosteron dan androstenedion), sedangkan estriol diturunkan secara eksklusif dari prekursor
estrogen C19 janin (DHEAS). Konsentrasi estriol dalam serum dan air liur meningkat selama
empat sampai enam minggu kehamilan terakhir.
Estrogen mempromosikan serangkaian perubahan miometrium termasuk peningkatan
produksi PG E2 dan PG F2α dengan ekspresi reseptor PG yang meningkat, peningkatan ekspresi
reseptor oxytocin, agonis adrenergik α yang memodulasi saluran kalsium membran,
meningkatkan sintesis connexin dan gap Formasi junction pada miometrium, regulasi enzim
yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot seperti rantai kinase cahaya myosin, calmodulin.
Semua perubahan ini memungkinkan kontraksi uterus terkoordinasi. Pematangan serviks juga
dapat dikaitkan dengan turunnya regulasi reseptor estrogen. 13,14
Progesteron
Corpus luteum adalah sumber progesteron sampai tujuh minggu kehamilan. Plasenta
mengambil alih fungsi sekitar tujuh sampai sembilan minggu masa kehamilan. Pada kehamilan,
progesteron berada dalam keseimbangan dinamis dengan estrogen dalam mengendalikan
aktivitas rahim. Penelitian pada hewan menunjukkan penurunan progesteron sistemik sebagai
komponen penting dalam inisiasi persalinan. Meskipun pada manusia tidak menunjukkan
penurunan sirkulasi progesteron, ada semakin banyak bukti bahwa, onset persalinan spontan
didahului dengan penarikan fisiologis aktivitas progesteron pada tingkat reseptor rahim.
Progesteron in vitro menurunkan kontraktilitas miometrium dan menghambat
pembentukan persimpangan celah miometrium. Aktivitas progesteron merangsang sintetis NO
13
rahim, yang merupakan faktor utama dalam ketenangan rahim. Progesteron menurunkan
produksi prostaglandin, serta pengembangan saluran kalsium dan reseptor oksitosin yang
keduanya terlibat dalam kontraksi miometrium. Kalsium diperlukan untuk aktivasi kontraksi otot
polos. Di serviks, progesteron meningkatkan penghambat jaringan matriks metaloproteinase 1
(TIMP-1). TIMP-1 menghambat kolagenolisis. Dengan demikian, jelas bahwa progesteron
adalah faktor utama dalam quiescence uterus dan integritas serviks.. Aktivitas 17, 20
hydroxysteroid dehydrogenase pada membran janin meningkat sekitar waktu parturisi, yang
menyebabkan peningkatan net 17β-estradiol dan 20 dihydroprogesterone. Ini adalah faktor dalam
mengubah keseimbangan estrogen / progesteron. Diduga adanya penurunan tingkat reseptor
progesteron pada saat menghasilkan efek progesteron yang berkurang.15
Kortisol dan progesteron tampaknya memiliki tindakan antagonis di dalam unit
fetoplasenta. Sebagai contoh, kortisol meningkatkan produksi prostaglandin oleh membran
plasenta dan janin dengan mengatur siklooksigenase-2 (amnion dan chorion) dan menurunkan
regulasi 15-hydroxyprostaglandin dehydrogenase (15-OH-PGDH) (trofoblas korionik), sehingga
meningkatkan pematangan serviks dan kontraksi uterus Progesteron memiliki efek sebaliknya.
Selain itu, kortisol telah terbukti dapat bersaing dengan aksi penghambatan progesteron dalam
pengaturan ekspresi gen CRH plasenta dalam budaya primer plasenta manusia. Oleh karena itu,
kemungkinan lingkungan kortisol yang dominan pada unit fetoplasenta sebelum persalinan
berlangsung dapat dilakukan melalui serangkaian jalur paripurna autokrin untuk mengatasi upaya
progesteron untuk mempertahankan quiescencen uterus dan mencegah kontraksi miometrium.
Prostaglandin
Prostaglandin terbentuk dari asam arakidonat yang dikonversi menjadi prostaglandin H2
oleh enzim prostaglandin H synthetase (PGHS). PGHS-2 adalah bentuk enzim yang dapat
diinduksi. Sitokin meningkatkan konsentrasi enzim ini sebanyak 80 kali lipat. Prostaglandin
terdegradasi oleh 15-OH-PGDH. Siklo-oksigenase-2 (COX-2) merupakan sitokin dapat
diinduksi, meningkat sebesar NO. Ini adalah mekanisme lain dimana produksi prostaglandin
meningkat selama peradangan.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa prostaglandin terlibat dalam jalur akhir kontraktilitas
dan partus uterus. Prostacyclins( penghambat prostaglandin) muncul sepanjang awal kehamilan,
juga bertanggung jawab untuk ketenangan rahim selama kehamilan. Prostaglandin diproduksi di
14
plasenta dan selaput janin. Tingkat prostaglandin meningkat sebelum dan selama persalinan di
rahim dan membran. PGF2α diproduksi terutama oleh desidua ibu dan bekerja pada miometrium
untuk mengatur reseptor oksitosin dan persimpangan, sehingga meningkatkan kontraksi uterus.
PGE2 terutama berasal dari fetoplasental dan kemungkinan lebih penting dalam mempromosikan
pematangan serviks (pematangan) yang terkait dengan degradasi kolagen dan pelebaran
pembuluh darah kecil serviks dan ruptur spontan membran janin . Banyak faktor yang
mempengaruhi produksi prostaglandin. Tingkat menurun oleh progesteron dan meningkat
dengan estrogen. Beberapa interleukin menghasilkan peningkatan produksi prostaglandin.13
Faktor lainnya
Oksitosin yang bersirkulasi tidak meningkat dalam persalinan sampai setelah dilatasi
serviks penuh. Oksitosin kurang efektif dalam menyebabkan kontraksi rahim pada pertengahan
kehamilan dibandingkan pada saat kehamilan. Namun, konsentrasi reseptor oksitosin uterus
meningkat menjelang akhir kehamilan. Hal ini menyebabkan peningkatan efisiensi aksi
oksitosin saat kehamilan berlangsung. Estrogen meningkatkan ekspresi reseptor oksitosin dan
progesteron menekan peningkatan estrogen-induced pada sel myometrial manusia. Oksitosin
menginduksi kontraksi uterus dalam dua cara. Oksitosin merangsang pelepasan PGE2 dan
prostaglandin F2α pada membran janin dengan aktivasi fosfolipase C. Prostaglandin merangsang
kontraktilitas uterus. Oksitosin juga dapat secara langsung menginduksi kontraksi miometrium
melalui fosfolipase C (PLC), yang pada gilirannya mengaktifkan saluran kalsium dan pelepasan
kalsium dari toko intraselular. Oksitosin diproduksi secara lokal di rahim. Tetapi peran oksitosin
endogen lokal ini masih belum diketahui.6,7,8
Relaxin adalah hormon peptida yang merupakan anggota keluarga insulin. Relaxin terdiri
dari rantai peptida A dan B yang dihubungkan oleh dua ikatan disulfida. Pada wanita, sirkulasi
relaxin merupakan produk korpus luteum kehamilan. Circulating relaxin disekresikan dalam pola
yang mirip dengan human chorionic gonadotropin. Relaxin juga merupakan produk dari plasenta
dan decidua. Reseptor Relaxin ada pada serviks manusia. Beberapa efek dari relaxin meliputi
stimulasi procollagenase dan prostromelysin, serta penurunan TIMP-1. Relaxin juga mampu
menghambat kontraksi jalur miometrium manusia yang tidak hamil. 6,7
Relaxin memediasi perpanjangan ligamentum pubis, pelunakan serviks, relaksasi vagina,
dan penghambatan kontraksi miometrium. Ada dua gen relaxin manusia yang terpisah, yang
15
ditunjuk H1 dan H2. Gen H1 terutama diekspresikan dalam desidua, trofoblas, dan prostat,
sedangkan gen H2 terutama diekspresikan dalam korpus luteum16,.
Relaxin dalam plasma wanita hamil diyakini berasal secara eksklusif oleh sekresi dari
korpus luteum. Tingkat plasma puncaknya sekitar 1 ng / mL antara 8 dan 12 minggu dan
selanjutnya menurun ke tingkat yang lebih rendah yang bertahan hingga jangka waktu. Reseptor
membran plasma untuk reseptor peptida keluarga relaxin-relaxin 1 (RXFP1) - mengaktifkan
aktivasi adenilat siklase. Relaxin dapat meningkatkan relaksasi miometrium. Meskipun
menghambat kontraksi jalur miometrium yang tidak hamil, hal itu tidak menghambat jaringan
uterus yang diambil dari wanita hamil.1,17
16
Infeksi per se menyebabkan penurunan tingkat enzim 15-OH-PDGH yang membantu
persalinan prematur. Semua mediator ini akhirnya menghasilkan ketuban pecah dini
dan frekwensi parturamen normal yang terbengkalai menyebabkan persalinan
prematur.
17
Perdarahan dan persalinan prematur. ECM: Matriks ekstraselular, MMP: Matrix
Metallo Proteinase, PAI-1: Penghambat aktivator plasminogen 1, tPA: aktivator
plasminogen jaringan, uPA: aktivator plasminogen Urokinase
5. Peregangan uterus berlebihan yang disebabkan oleh kehamilan kembar / polihidramnios
menghasilkan sinyal yang mentransmisikan melalui sitoskeleton seluler dan
mengaktifkan protein kinase seluler. Distensi akut juga memberlakukan gen tertentu
termasuk gen yang dirangsang interferon yang mengkodekan protein 54 kD, gen untuk
protein interaksi Huntington 2 (enzim pengenal-ubiquitin), dan sebuah transkrip baru
yang belum diketahui.
6. Tingkat CRH pada kehamilan yang lebih tinggi dan peningkatan kadar estriol dalam
saliva dan urine yang lebih tinggi pada minggu keempat menghasilkan persalinan
prematur. Estrogen saliva telah disarankan sebagai layar untuk potensi risiko persalinan
prematur.
7. Kelahiran prematur dikaitkan dengan tingkat relaxin yang meningkat. Wanita yang
memiliki superovulasi dengan human menopausal gonadotrophins untuk induksi ovulasi
atau fertilisasi in vitro memiliki risiko kelahiran prematur yang jauh lebih tinggi. Wanita-
wanita ini, yang memiliki banyak corpora lutea, memiliki tingkat hiperelaksinemia yang
18
signifikan. Wanita yang ditakdirkan untuk memiliki persalinan prematur memiliki tingkat
relaksasi yang lebih tinggi pada usia kehamilan 30 minggu daripada wanita yang
melahirkan pada waktu term.18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F Gary. et all. 2010. Obstetri Williams 23rd ed. USA : The
McGrawHill Companies, Inc.
2. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008. 296-314.
3. Fakultas Kedokteran UNPAD. Obstetri Fisiologi. Ilmu Kesehatan Produksi. Edisi 2.
Jakarta : EGC. 2004.127-144
4. Hacker et al. 2010. Essential of Obstetrics and Gynecology 5th edition. Elseviers
Saunders: Pennsylvania.
5. Ragusa , Antonio, Mona Mansur, Alberto Zanini, Massimo Musicco, Lilia Maccario,
dan Giovanni Borsellino. 2005. Diagnosis of Labor: a Prospective Study. Medscape
General Medicine. Download from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1681656/
6. Gerson Weiss; Endocrinology of Parturition. J Clin Endocrinol Metab 2000; 85 (12):
4421-4425. doi: 10.1210/jcem.85.12.7074
7. Kota, S. K., Gayatri, K., Jammula, S., Kota, S. K., Krishna, S. V. S., Meher, L. K., &
Modi, K. D. (2013). Endocrinology of parturition. Indian Journal of Endocrinology
and Metabolism, 17(1), 50–59. http://doi.org/10.4103/2230-8210.107841
8. Woodcock NA, Taylor CW, Thornton S: Effect of an oxytocin receptor antagonist
and rho kinase inhibitor on the [Ca++]i sensitivity of human myometrium. Am J
Obstet Gynecol 190:222, 2004 [PMID: 14749664]
9. Mesiano S, Welsh TN. Steroid hormone control of myometrial contractility and
parturition. InSeminars in cell & developmental biology 2007 Jun 30 (Vol. 18, No. 3,
pp. 321-331). Academic Press.
10. Kamel RM. The onset of human parturition. Archives of gynecology and obstetrics.
2010 Jun 1;281(6):975-82.
11. You X, Liu J, Xu C, Liu W, Zhu X, Li Y, Sun Q, Gu H, Ni X. Corticotropin-releasing
hormone (CRH) promotes inflammation in human pregnant myometrium: the
evidence of CRH initiating parturition?. The Journal of Clinical Endocrinology &
Metabolism. 2014 Feb 1;99(2):E199-208.
20
12. Swaab DF, Boer K, HONNEBIERT W. The influence of the fetal hypothalamus and
pituitary on the onset and course of parturition. The fetus and birth. 2009 Sep
16;928:379.
13. Plunkett J, Doniger S, Orabona G, Morgan T, Haataja R, Hallman M, Puttonen H,
Menon R, Kuczynski E, Norwitz E, Snegovskikh V. An evolutionary genomic
approach to identify genes involved in human birth timing. PLoS Genet. 2011 Apr
14;7(4):e1001365.
14. Gordon I, Zagoory-Sharon O, Leckman JF, Feldman R. Oxytocin and the
development of parenting in humans. Biological psychiatry. 2010 Aug 15;68(4):377-
82.
15. Norwitz ER, Lye S. Biology of parturition. Creasy and Resnik’s maternal fetal
medicine: principles and practice. 2013;7:66-79.
16. Kobayashi H. The entry of fetal and amniotic fluid components into the uterine vessel
circulation leads to sterile inflammatory processes during parturition. Frontiers in
immunology. 2012 Oct 23;3:321.
17. Makieva S, Saunders PT, Norman JE. Androgens in pregnancy: roles in parturition.
Human reproduction update. 2014 Jul 1;20(4):542-59.
18. Kalantaridou SN, Zoumakis E, Makrigiannakis A, Lavasidis LG, Vrekoussis T,
Chrousos GP. Corticotropin-releasing hormone, stress and human reproduction: an
update. Journal of Reproductive Immunology. 2010 May 31;85(1):33-9.
19. DiGiulio DB, Romero R, Amogan HP, Kusanovic JP, Bik EM, Gotsch F, Kim CJ,
Erez O, Edwin S, Relman DA. Microbial prevalence, diversity and abundance in
amniotic fluid during preterm labor: a molecular and culture-based investigation.
PloS one. 2008 Aug 26;3(8):e3056.
20. Roos N, Sahlin L, Ekman-Ordeberg G, Kieler H, Stephansson O. Maternal risk
factors for postterm pregnancy and cesarean delivery following labor induction. Acta
obstetricia et gynecologica Scandinavica. 2010 Aug 1;89(8):1003-10.
21