Disusun Oleh :
Kelompok 6
Pembimbing:
dr. Yusnita, M.Kes, DipIDK
1
PERNYATAAN PERSETUJUAN
2
KATA PENGANTAR
3
5. dr. Kholis Ernawati, S.Si, selaku staf pengajar Kepaniteraan Ilmu
Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
6. dr. Erlina Wijayanti MPH, selaku staf pengajar Kepaniteraan Ilmu
Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
7. Dr. Hj. Sophianita G.T Aminy, MKK, PKK, selaku staf pengajar
Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas
YARSI
8. dr. Siti Ainun Dwiyanti selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Cempaka
Putih, Jakarta Pusat.
9. dr. Yudha Priatna selaku Koordinator Pembimbing Puskesmas Kecamatan
Cempaka Putih, Jakarta Pusat
10. Seluruh rekan sejawat yang telah memberikan motivasi dan kerjasama
sehingga tersusun laporan ini.
Tim Penulis
4
Daftar Isi
5
BAB I
Pendahuluan
6
Gambar 1.1 Peta Kecamatan Cempaka Putih
(Sumber: Laporan Profil Kesehatan PKM Kecamatan Cempaka Putih 2017)
C. Luas Wilayah
Tabel 1.1 Luas Wilayah Kecamatan Cempaka Putih
Luas Wilayah
Kelurahan Jumlah RW Jumlah RT
(Ha)
Cempaka Putih 121,87 13 151
Barat
Cempaka Putih 222,06 8 106
Timur
Rawasari 124,75 9 109
Jumlah 468,75 30 366
Sumber: Laporan Tahunan PKM Kecamatan Cempaka Putih 2016
Dilihat dari data pada tabel di atas Cempaka Putih Timur memiliki
wilayah sekitar 222.06 Ha dan merupakan wilayah terluas dibandingkan
dengan Cempaka Putih Barat dan Rawasari.
7
Tabel 1.3 Gambaran Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Kelurahan
Timur Barat
8
Tabel 1.4 Gambaran Penduduk Menurut Tenaga Kerja
Kelurahan
Jenis Cempaka Jumlah
No. Cempaka
Pencaharian Putih Rawasari Penduduk
Putih Timur
Barat
1. Karyawan 6.294 6.099 3.312 15.705
2. Pedagang 2.915 9.156 398 12.469
3. Pegawai Negeri 4.891 2.567 2.389 9.856
Sipil
4. TNI/Polri 41 1.710 25 1.776
5. Pensiunan 2.954 3.385 881 7.220
TNI/Polri/PNS
6. Pertukangan 1.149 73 21 1.243
7. Lain-lain 6.323 111 3.407 9.841
Jumlah 24.567 23.110 10.433 58.110
Sumber: Laporan Tahunan kantor Kecamatan Cempaka Putih dan Kantor
Lurah Cempaka Putih Timur, Cempaka Putih Barat, dan Rawasari
B. Fasilitas Umum
Tabel 1.5 Jumlah Fasilitas Umum
Kelurahan
Jenis
No. Cempaka Cempaka Rawasari Jumlah
Bangunan
Putih Timur Putih Barat
1. Rumah 874 1.044 2.992 4.910
Permanen
2. Rumah Semi
1.582 857 69 2.508
Permanen
3. Rumah Biasa
807 54 - 861
4. Rumah Susun
- 1 - 1
9
5. Rusun
- - 1 1
Apartemen
Jumlah 3.263 1.956 3.062 8.281
Sumber: Laporan Tahunan Kantor Kecamatan Cempaka Putih dan Kantor Lurah
Cempaka Putih Timur, Cempaka Putih Barat, dan Rawasari
10
18. Nutrisionis 2
19. Apoteker 2
20. Assisten Apoteker 5
Sumber: Laporan Tahunan PKM Kecamatan Cempaka Putih 2017
11
1.2 Program P2B2 di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih
1.2.1 Program P2B2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus. Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus
Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk
dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit
DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruhkelompok
umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku
masyarakat.
Pada banyak daerah tropis dan subtropis, penyakit DBD adalah
endemic yang muncul sepanjang tahun, terutama saat musim hujan ketika
kondisi optimal untuk nyamuk berkembang biak. Biasanya sejumlah besar
orang akn terinfeksi dalam waktu yang singkat.
Pemberantasan Penyakit DBD (P2 DBD) tertuang dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana
Strategis (RENSTRA) Kementrian Kesehatan RI 2015-2019. Program P2
DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan menangani kejadian DBD
termasuk tindakan untuk membatas penyebaran penyakit DBD.
Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi DKI
Jakarta masih belum menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini terlihat pada
jumlah kasus DBD di Provinsi DKI yang terus mengalami kenaikan tiap
tahunnya. DKI Jakarta menempati posisi ke-6 secara nasional dalam
Incidence Rate (IR) DBD tahun 2014 yaitu sebesar 83,35 per 100.000
penduduk dengan jumlah penderita yang meninggal 9 orang. Sebagai daerah
endemis tinggi DBD, hampir semua wilayah di Provinsi DKI Jakarta
merupakan kantong DBD, di antaranya adalah Kotamadya Jakarta Barat.
Wilayah ini menyumbang 17,8% dari total penderita di DKI Jakarta periode
2012-2015.
Untuk mengevaluasi Program P2B2 DBD dapat dilakukan analisa
terhadap indikator-indikator sebagai berikut :
12
a. Angka Kesakitan DBD
Angka kesakitan/Insiden Rate (IR) DBD adalah angka yang menunjukkan
kasus/kejadian DBD (baru) penyakit dalam suatu populasi. Angka
Kesakitan/Insiden rate (IR) merupakan proporsi antara jumlah orang yang
menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko dikali lamanya dalam
resiko. Target di Puskesmas Kecamatan Cempaka Besar yaitu 0%.
13
Tabel 1.8 Angka Kematian / Case Fatality Rate Kasus DBD di Puskemas
Cempaka Putih Januari – April Tahun 2018
Jumlah
Jumlah CFR Kasus
Kematian
Penderita DBD
No Kelurahan karena
DBD B/A x
DBD
(B) 100%
(A)
1 Cempaka Putih Timur 0 0 0%
2 Cempaka Putih Barat 0 0 0%
3 Rawasari 0 0 0%
Jumlah 0 0 0%
Sumber: Laporan Hasil Kegiatan Penanggulangan Kasus DBD Wilayah
Kecamatan Cempaka Putih Januari – April 2018
14
Jumlah Jumlah
No Kelurahan Total Positif ABJ (%)
Diperiksa Jentik
Jumlah Jumlah
No Kelurahan Total Positif ABJ (%)
Diperiksa Jentik
Jumlah Jumlah
No Kelurahan Total Positif ABJ (%)
Diperiksa Jentik
Jumlah Jumlah
No Kelurahan Total Positif ABJ (%)
Diperiksa Jentik
15
1.2.2 Program P2B2 Leptospirosis
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
patogen spirochaeta, genus Leptospira. Leptospira yang termasuk dalam
ordo Spirochaeta, dapat menyebabkan penyakit infeksius yang disebut
leptospirosis. Leptospirosis merupakan penyakit bakterial yang masih
menjadi masalah penyakit infeksi di negara-negara tropis dan subtropis.
Kasus ini dapat menyebabkan penyakit Weil atau leptospirosis berat yang
memberikan klinis ikterus dan bila tidak diberikan terapi dengan cepat dan
tepat maka akan berakibat kematian.
Pada iklim sedang infeksi leptospira didapatkan terutama melalui
paparan rekreasional (mengendarai kano, berlayar, ski air) atau pekerjaan,
atau hidup di daerah kumuh. Di daerah tropik, paparan terutama melalui
aktivitas pekerjaan seperti bersawah.
Kejadian Luar Biasa (KLB) di Jakarta atau Epidermi Leptospirosis
pernah terjadi pasca banjir besar yang melanda wilayah DKI Jakarta dan
sekitarnya pada tahun 2002. Satkorlak Penanggulangan Bencana DKI Jakarta
dan mencatat, selama musim hujan antara Februari s.d April 2002, tingkat
Case Fatality Rate (CFR) Leptospirosis mencapai 19,4 %. CFR merupakan
angka fatal kasus penyakit tertentu yang terjadi dalam 1 tahun. Dalam 3 tahun
terakhir, kasus leptospirosis cenderung fluktuatif. Pada 2014 tercatat ada 96
kasus. angka tersebut kemudian turun menjadi 25 kasus pada 2015. Namun
angkanya kembali naik di 2016 menjadi 40 kasus dengan kasus tertinggi
diwilayah Cengkareng, Jakarta Barat. Sementara pada tahun 2017 belum ada
kejadian kasus leptospirosis di Jakarta.
16
Angka Kesakitan / Insidence Rate (IR) Leptospirosis =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐵𝑎𝑟𝑢 𝐷𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑋 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑆𝑎𝑡𝑢 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛
17
1 Cempaka Putih 0 0 0%
Timur
2 Cempaka Putih 0 0 0%
Barat
3 Rawasari 0 0 0%
Jumlah 0 0 0%
Sumber : Laporan Hasil Kegiatan Penanggulangan Kasus Leptospirosis
Wilayah Kecamatan Cempaka Putih Januari – April 2018
18
(microfilaria rate) menjadi kurang dari 1% di setiap Kabupaten/Kota, (b)
mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis.
Program eliminasi filariasis di Indonesia ini menerapkan strategi
Global Elimination Lymphatic Filariasis dari WHO. Strategi ini mencakup
pemutusan rantai penularan filariasis melalui POMP filariasis di daerah
endemis filariasis dengan menggunakan DEC yang dikombinasikan dengan
albendazole sekali setahun minimal 5 tahun, dan upaya mencegah dan
membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus klinis filariasis, baik
kasus akut maupun kasus kronis.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan pengendali utama
program eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota yang mempunyai tugas
dan kewenangan sebagai berikut :
a. Menetapkan kebijakan eliminasi filariasis di kabupaten/kota. Menetapkan
tujuan dan strategi eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota.
b. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
program eliminasi filariasis dengan memperkuat komitmen, mobilisasi
sumber daya kabupaten/kota.
c. Memperkuat kerjasama lintas program dan lintas sektor serta kerjasama
lembaga mitra kerja lainnya di kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis
di puskesmas, rumah sakit dan laboratorium daerah.
e. Melaksanakan pelatihan eliminasi filariasis di kabupaten/kota.
f. Melaksanakan evaluasi cakupan POMP filariasis dan penatalaksanaan
kasus klinis kronis filariasis di daerahnya.
g. Membentuk KOMDA POMP filariasis.
h. Mengalokasikan anggaran biaya operasional dan melaksanakan POMP
filariasis.
i. Mengalokasikan anggaran dan melaksanakan pengobatan selektif,
penatalaksanaan kasus reaksi pengobatan, dan penatalaksanaan kasus
klinis filariasis.
19
j. Mengkoordinir dan memastikan pelaskanaan tugas puskesmas sebagai
pelaksana operasional program eliminasi filariasis kabupaten/kota.
20
Angka Kematian / Case Fatality Rate (CFR) DBD =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑠𝑒𝑏𝑎𝑏𝑘𝑎𝑛 𝐷𝐵𝐷
𝑋 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖𝑡
1.1.3 Puskesmas
1.1.3.1 Definisi
Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) ialah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya, yang mempunyai misi:
1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan
21
berikut:
a. Mengembangkan dan menetapkan pendekatan kewilayahan
Mengacu kepada misi dan strategi di atas, maka fungsi Puskesmas adalah
sebagai berikut:
22
d. Keadaan infra struktur masyarakat lainnya
23
d. Pergeseran pola pembayaran dalam pelayanan kesehatan yang semula fee
for service menjadi pembayaran secara pra-upaya
e. Pergeseran pemahaman tentang kesehatan dari pandangan konsumtif
menjadi investasi
f. Upaya kesehatan yang semula lebih banyak dilakukan oleh pemerintah,
akan bergeser lebih banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai “mitra”
pemerintah (partnership)
g. Pembangunan kesehatan yang semula bersifat terpusat (centralization),
menjadi otonomi daerah (decentralization)
h. Pergeseran proses perencanaan dari top down menjadi bottom up seiring
dengan era desentralisasi.
24
4. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
25
Dari berbagai hasil pencapaian P2B2 DBD dan Leptospirosis yang
dievaluasi di Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih periode Januari – April
2018 maka didapatkan identifikasi masalah sebagai berikut:
Januari – April 2018
1. Angka Kesakitan DBD di wilayah Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih
periode Januari – April 2018 sebesar 0.105%
26
BAB II
PENETAPAN PRIORITAS MASALAH DAN PENYEBAB MASALAH
27
Jumlah staf/petugas, keterampilan, pengetahuan dan motivasi kerja
b. Money
Jumlah dana yang tersedia
c. Material
Jumlah peralatan medis dan jenis obat
d. Method
Mekanisme cara yang digunakan
Proses adalah suatu kegiatan yang melalui proses maka suatu input akan
diubah menjadi output. Proses tersebut terdiri dari:
a. Planning
Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi,
sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya
b. Organizing
Rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya
yang dimiliki organisasi dan memanfaatkan secara efisien untuk mencapai
tujuan organisasi
c. Actuating
Proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu berkerja secara optimal
melakukan tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki
dengan dukungan sumber daya yang tersedia
d. Controlling
Proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan rencana kerja yang sudah disusun dan melakukan koreksi apabila
didapatkan adanya penyimpangan.
28
lingkaran). Dari akar penyebab masalah tersebut dapat dicari akar penyebab
masalah yang paling dominan. Penyebab masalah yang paling dominan adalah
penyebab masalah yang apabila diselesaikan maka secara otomatis sebagian
besar masalah-masalah yang lainnya dapat dipecahkan. Penentuan akar
penyebab masalah yang paling dominan dengan cara diskusi, argumentasi,
justifikasi dan pemahaman program yang cukup.
Dari akar penyebab masalah diatas maka ditetapkan tiga akar penyebab masalah
yang paling dominan, berdasarkan data, informasi, observasi langsung juga
pemahaman yang cukup. Tiga akar permasalahan yang paling dominan tersebut
adalah:
29
1. Kurangnya pelatihan penyuluhan kepada petugas kesehatan dalam penyampaian
materi (Methode)
2. Keterlambatan pencairan dana yang telah diajukan (Money)
3. Masyarakat tidak memperhatikan lingkungan tinggal dan sekitarnya (Actuating)
30
BAB III
Menetapkan Alternatif Cara Pemecahan Masalah
3.1 Menetapkan Alternatif Pemecahan Masalah
Setelah menentukan akar penyebab masalah yang paling dominan, ditentukan
alternatif pemecahan masalah. Penetapan alternatif pemecahan masalah dengan
menggunakan metode MCUA (Multiple Criteria Utility Assessment), yaitu dengan
memberikan skoring 5 – 10 pada bobot berdasarkan hasil diskusi, argumentasi dan
justifikasi kelompok.
Tabel 3.1 Skoring Nilai Penentuan Alternatif Pemecahan Masalah dengan
Metode MCUA
Skor Keterangan
5 Sulit dilaksanakan, biaya mahal, butuh waktu lama, tidak dapat
menyelesaikan masalah dengan sempurna.
10 Mudah dilaksanakan, tidak butuh biaya mahal, tidak butuh waktu lama,
dapat menyelesaikan masalah dengan sempurna.
31
3. Waktu penerapan sampai masalah terpecahkan tidak lama
Diberi nilai terbesar jika alternatif masalah tersebut waktu penerapan sampai
masalah terpecahkan tidak lama untuk dilaksanakan dan diberi nilai terkecil jika
waktu penerapan sampai masalah terpecahkan lama.
4. Dapat memecahkan masalah dengan sempurna
Diberi nilai terbesar jika alternatif masalah dapat memecahkan masalah dengan
sempurna dan diberi nilai terkecil jika masalah tidak dapat memecahkan masalah
dengan sempurna.
Dari akar penyebab masalah diatas maka ditetapkan tiga akar penyebab masalah
yang paling dominan, berdasarkan data, informasi, observasi langsung juga
pemahaman yang cukup. Tiga akar permasalahan yang paling dominan tersebut
adalah:
1. Kurangnya pelatihan penyuluhan kepada petugas kesehatan dalam penyampaian
materi (Methode)
Alternatif pemecahan masalah:
Mengusulkan untuk diadakan pelatihan penyuluhan kepada petugas kesehatan
agar dapat menyampaikan materi dengan baik dan mudah dimengerti oleh
masyarakat.
2. Keterlambatan pencairan dana yang telah diajukan (Money)
Alternatif pemecahan masalah:
Mengusulkan untuk diadakan briefing untuk mempertegas hal-hal yang akan
dilakukan, sehingga pencairan dana dapat dilakukan lebih cepat dan tepat waktu.
3. Masyarakat tidak memperhatikan lingkungan tinggal dan sekitarnya (Actuating)
Alternatif pemecahan masalah:
Mengusulkan untuk diadakan penyuluhan secara berkala agar masyarakat dapat
terus memperhatikan lingkungan tempat tinggal dan sekitarnya.
32
Tabel 3.2 Alternatif Pemecahan Masalah Angka Kesakitan DBD di wilayah
Puskesmas Kecamatan Cempaka Putih periode Januari – April 2018
sebesar 0.105%, lebih dari target sebesar 0 %
No. Parameter Bobot AL – 1 AL – 2 AL – 3
N BN N BN N BN
1 Mudah 4 10 40 10 40 5 20
dilaksanakan
2 Waktu 3 5 15 5 15 5 15
penerapannya
sampai masalah
terpecahkan tidak
lama
3 Murah biayanya 2 5 10 10 20 5 10
4 Dapat 1 10 10 10 10 10 10
memecahlan
masalah dengan
sempurna
Jumlah 75 85 55
Keterangan:
AL-1 Kurangnya pelatihan penyuluhan kepada petugas kesehatan dalam
penyampaian materi (Methode)
AL-2 Keterlambatan pencairan dana yang telah diajukan (Money)
AL-3 Masyarakat tidak memperhatikan lingkungan tinggal dan sekitarnya
(Actuating)
Dari hasil penetapan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan metode
MCUA, berdasarkan peringkat didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Mengusulkan untuk diadakan pelatihan penyuluhan kepada petugas kesehatan
agar dapat menyampaikan materi dengan baik dan mudah dimengerti oleh
masyarakat.
2. Mengusulkan untuk diadakan briefing untuk mempertegas hal-hal yang akan
dilakukan, sehingga pencairan dana dapat dilakukan lebih cepat.
33
3. Mengusulkan untuk diadakan penyuluhan secara berkala agar masyarakat dapat
terus memperhatikan lingkungan tempat tinggal dan sekitarnya.
34