Judul
Pendahuluan
Retensio Urin
Batasan dan
uraian umum
Tidak bisa berkemih selama 24 jam atau bila urin sisa 50% kapasitas kandung
kemih (Stanton).
Penyakit yang sering ditemukan pada obstetri dan ginekologi, terutama pasca
persalinan atau pasca operasi ginekologi, adalah retensio urin, disamping
keadaan lainnya.
Dokter ahli obtetri dan ginekologi harus dapat membuat diagnosis retensio urin
umumnya (khusus kasus-kasus obstetri dan ginekologi), agar pasien dapat
berkemih spontan dan menghindarkan terjadi sistitis, pilmetris, atau suspisis
Angka kejadian :
Post partum
Pasca SC dgn kateter 6 jam
Pasca SC dgn kateter 24 jam
Pasca TVH
Pasca TVH + KA
: 1,7 17,9 %
: 17,1 %
: 7,1
: 15 %
: 29 %
Klasifikasi :
Retensio urin akut : jika proses berlangsung kurang dari 24 jam
Retensio urin kronik : Jika proses berlangsung lebih dari 24 jam
Etiologi (ICS) :
a. Kelainan neurology: Sentral, spinal cord, dan perifer
b. Farmakologi
: antispasmodic, Ca.antagonis, antihistamin, atropin
like agent.
c. Inflamasi
: uretritis, sistitis, vulvovaginitis, herpes simplek dan
herpes zoster.
d. Obstruksi
: prolaps uterus dan uterus gravid retrofleksi.
e. Metabolik
: diabetes dan hipothiroid
f. Overdistensi
: post partum atau post operatif
g. Psikogenik
: hysteria, depresi dan skizofrenia
h. Pasca operasi
: cedera syaraf, edema dan nyeri.
Komplikasi :
1. Sisititis
2. Ruptura buli
3. Uremi dan sepsis
4. Renal failure
Manifestasi klinis
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kriteria diagnosis
a. Anamnesa
: gejala retensio urin
b. Pemeriksaan fisik :
1. Teraba masa didaerah supra simpisis.
2. Pemeriksaan bimanual : teraba vesika membesar, diatas simpisis
seperti kista
Pemeriksaan
penunjang
Tata laksana
Rujukan
1. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Cesarean Section and Cesarean
Hysterectomy. In: Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, ed. Williams
Obstetrics, 19th eds. Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange, 1993; 591
613.
2. Horowitz IR, Rock JA. Postanesthesia and Postoperative Care. In:
Thompson JD, Rock JA, ed. Operative Gynecology, 7th eds. Philadelphia: JB
Lippincot Company, 1992; 87 121.
3. Stanto SL (ed) Clinical Gynaecologic Urology, Mosby, 1984.
4. Durfee R. Cecarean Section In: Nichols DH, ed. Gynecologic and Obstetrics
Surgery. St. Louis, Missouri: Mosby Year Book, Inc, 1993; 1075 122.
5. Cardozo L. Voiding difficulties and retention, In: Clinical Urogynecology
The Kings Approach. 1st ed. Churrchill Livingstone, London. 1997; 307
18
6. Kartono H, Santoso BI, Junizaf. Thesis Perbandingan Penggunaan Kateter
Menetap Selama 6 dan 24 jam Pasca Seksio Sesarea Dalam Pencegahan
Retensio Urin, 1998.
7. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Other Disorder of the
Puerperium. In: Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, ed Williams
Obstetrics, 19th eds. Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange, 1993; 643
50.
8. Berek JS et al. Incontinence, Prolaps, and Diaords of The Pelvic Floor, In:
Novak Gynecology. 12th ed. Williams & wilkins, Maryland USA. 1996; 636.
9. Weidner AC, Versi E. Physiology of Micturition. In: Urogynecology and
Urodynamics Theory and Practice. USA. Williams and Wilkins. 1996; 43
63.
Kateterisasi
Urinalisa, kultur urin,
Antibiotika, banyak minum, (3 liter/24 jam), Prostaglandin 2 x1
Urin < 500 ml; Urin 500 1000 ml; Urin 1000 2000 ml;
Intermitten
Dauer kateter
3 x 24 jam
Dauer kateter
1 x 24 jam
Dauer kateter
2 x 24 jam
Pulang
Keterangan: Intermiten adalah kateterisasi tiap 5 jam selama 24 jam