UL
PIODERMA
Oleh
Amalia Firdaus
Senoadji Pratama
Putri Arum Permatasari
Khulaida Fatila Hayati
Thoriqotil Haqqul M.
(102011101014)
(102011101030)
(102011101033)
(102011101055)
(102011101061)
Dokter Pembimbing:
Prof. dr. Bambang Suhariyanto, Sp.KK(K)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Definisi............................................................................................... 3
2.2 Etiopatologi ....................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi ......................................................................................... 6
2.4 Tatalaksana Konvensional ............................................................ 11
2.5 The Update of Pioderm Therapy .................................................... 12
BAB 3. KESIMPULAN ........................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
ii
BAB 1. PENDAHULUAN
kasus-kasus dengan jumlah lesi yang banyak, pengobatan topikal biasanya perlu
dikombinasi dengan (2) pengobatan sistemik berupa pemberian antibiotika oral.
2.1
Definisi
Pioderma adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
2.2
Etiopatologi
Patogenesis kelainan kulit yang ditimbulkan infeksi dapat dibagi dalam 3
kategori:
1. Mikroorganisme patogen dari aliran darah menyebabkan infeksi sekunder
pada kulit
Kelainan kulit pada keadaan ini dapat langsung akibat mikroorganisme
patogen itu pada epidermis, dermis, atau endotel kapiler dermis, atau dapat
disebabkan respons imun antara organisme dan antibodi atau faktor selular
pada kulit. Tahap pertama pertahanan adalah mekanisme antibakteri yang
tidak tergantung dari pengenalan antigen. Kulit dan permukaan epitel
mempunyai sistem
organ
mengeliminasi
lain
akan
antigen.
merusak
Varisela,
mikroorganisme
infeksi
tersebut
enterovirus
dan
dan
sukarnya
mikroorganisme
ditemukan
pada
kultur
respons imun
pada
2.3
Klasifikasi
Pioderma terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Pioderma Primer
Pioderma yang terjadi pada kulit yang normal.
2. Pioderma Sekunder
Pioderma yang terjadi pada kulit yang sebelumnya telah ada penyakit
kulit. Gambaran klinisnya menjadi tidak khas dan kadang ditemukan lebih
dari satu organism pada pemeriksaan. Jika penyakit kulit disertai pioderma
sekunder maka disebut impetigenisata. Tanda impetigenisata adalah
munculnya pustule, pus, bula purulen, krusta berwarna kuning kehijauan,
pembesaran KGB regional, leukositosis, dan dapat pula disertai demam.
Pembagian Pioderma
Impetigo
Folikulitis
Furunkel
Karbunkel
Ulkus Piogenik
Ektima
Pionikia
Hidradenitis Supurativa
Erisipelas
Selulitis
Eritrasma
TABEL
10
Gejala Klinis. Pada umumnya terdapat demam yang tinggi disertai infeksi
disaluran nafas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul adalah eritema,
yang timbul mendadak pada muka, leher, ketiak dan lipat paha, kemudian
menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 1-2 hari akan muncul bula-bula
berdinding kendur, tanda nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan
spontan disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tanpak daerah
erosif. Akibat epidermolisis tersebut gambarannya mirip dengan kambustio.
Daerah-daerah tersebut akan mongering dalam beberapa hari dan terjadi
deskuamasi. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa disertai
sikatriks.
Komplikasi. Meskipun dapat sembuh spontan, dapat pula terjadi
komplikasi seperti selulitis, pneumonia dan septicemia.
Pemeriksaan bakteriologi. Jika terdapat infeksi ditempat lain maka dapat
dilakukan pemeriksaan bakteriologi. Juga dilihat tipe kuman karena tidak semua
Satphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit ini, hanya tipe tertentu. Pada
kulit tidak ditemukan kuman penyebab karena kerusakan kulit akibat toksin.
Histopatologi. Terdapat gambaran yang khas yaitu terlihat lepuh
intraepidermal, celah terdapat di stratum granulosum, meskipun ruang lepuh
sering mengandung sel-sel akantolitik, epidermis sisanya tampaknya utuh tanpa
disertai nekrosis sel.
Diagnosis banding. Penyakit ini mirip N.E.T (Nekrolisis Epidermal
Toksik, bahkan pada awalnya disebut N.E.T sebelum dilaporkan oleh Ritter).
Perbedaannya S4 umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun,
mulainya kelainan kulit didaerah muka, leher, dan lipat paha, mukosa umumnya
tidak diserang dan angka kematian lebih rendah (meskipun begitu penyakit ini
adalah pioderma penyebab kematian paling mungkin). Kedua penyakit ini sulit
dibedakan sehingga ada baiknya dilakukan pemeriksaan histopatologi secara
frozen section agar hasilnya cepat diketahui, karena prinsip pengobatan keduanya
berbeda. Perbedaan terletak pada celah, S4 di stratum granulosum, N.E.T di sub
epidermal. Perbedaan lain pada N.E.T terdapat nekrosis disekitar celah dan
terdapat sel radang.
11
12
Eritromisin
Dosis eritromisin adalah 4x500 mg sehari pada dewasa dan 4x12,5-25 mg
sehari pada anak-anak. Efektifitasnya kurang jika dibandingkan dengan
linkomisin
dan klindamisin
serta penicillin
dan semisintetiknya.
Sefalosporin
Jika pioderma berat dan tidak berespon dengan obat diatas, dapat
digunakan golongan sefalosporin. Contohnya dapat digunakan cefadroksil
2x500 mg atau 2x1000 mg sehari pada dewasa dan 25mg/kgBB/hari dalam
2 dosis pada anak-anak.
Topikal
Obat topical yang digunakan adalah obat topical yang tidak digunakan secara
sistemik karena dapat menyebabkan resistensi dan hipersensitifitas, yakni:
Antibiotika topikal :
Basitrasin
Neomisin 0,5%
Polimiksin B
Asam fusidat 2%
Mupirosin 2%
Larutan Antiseptik :
Larutan Permanganas Kalikus 1/5.000 1/10.000
Povidon yodium 7,5 - 10% dilarutkan 10x
Larutan Asam Salisilat 1/1.000
Solusio asidum barikum 3%
(Methicillin
Resistant
Staphylococcus
aureus),
VRE
13
faecalisand
14
Staphylococcus
aureus)
danMSSa
(MethicillinSensitifity
pada tabel 1 dan 2, dari obat-obat yang telah di analisis bahwa vancomycin,
daptomycin, TMP-SMP, Q/d, fosfomycin dan rifampicin merupakan antibiotic
yang bersifat bacterisidal, sedangkan linezolid, clindamycin dantigecycline
bersifat
bacteriostatic.
Membedakan
penggunaan
bakteriosatik
dan
15
16
pada
17
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF. Hair
Diseases. In: Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 5th Ed. New York: McGraw-Hill; 2009; p.846-847.
2. Garna, herry. Patofisiologi infeksi bakteri pada kulit. Jakarta: sari pediatric
volume II;2000
3. Djuanda, Adhi. dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi VI. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI;2010
4. Siregar, R. S. Atlas Berwarna Penyakit Kulit. Jakarta: EGC :2004
5. Graham-Brown, Robin. Dermatologi Edisi VIII. Jakarta: Erlangga:2005
6. Boucher, Helen. Once-Weekly Dalbavancin versus Daily Conventional
Therapy for Skin Infection. In: The New England Journal of Medicine.
Vol.370;2014
7. Eckmann, Christian dan Matthew Dryden. Treatment of Complicated Skin
aand Soft-Tissue Infections Caused By Resistent Bacteria: Value of
Linezolid, Tigecycline, Daptomycin and Vancomycin. European Journal of
Medical Research 15;554-563;2010