Anda di halaman 1dari 35

WALK THROUGH SURVEY DI PERUSAHAAN

PT PRIMISSIMA (PERSERO)

TANGGAL 12 DESEMBER 2019

KELOMPOK A (PARAMEDIS)

HYGIENE INDUSTRI

1. Agung Budi Santosa, Amd. Kep 11. Diah Fara Diba,.A.Md.Kep


2. Ali Ubaid,A.Md.Kep 12. Diki Dikardo, A.Md.Kep
3. Alif Rizqi Saputra S.Tr.Kep,Ns 13. Dilisya Dwi Prameswari,A.Md.Kep
4. Anggun Bahwono,S.Kep.,Ns 14. Dwi Afri Wahyu Wibowo,
5. Aning Putri Sholikhah,A.Md.Kep A.Md.Kep
6. Arif Setyoko S.Tr.Kep,Ns 15. Dwi Inas Sari, S.Kep., Ns
7. Aulia Akbar Amd. Kep 16. Erlina Nur Aisah, A.Md.Kep
8. Bakti Endharto Yora, S.Kep.,Ns 17. Ermi Haryati, S.Kep., Ners
9. Candra Hendra Dharmawan,S.Kep 18. Fatimah, Amd. KG
10. Dhevy Ayu Puspita Asih,S.Tr.Keb 19. Galih Adhi Wicaksono, S.Kep, N

PELATIHAN HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA

KEMENTERIAN TENAGA KERJA RI.

PERIODE 09-14 DESEMBER 2019

YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan lingkungan kerja sering kali dikenal juga dengan istilah Hygiene
Industri atau Hygiene Perusahaan.Tujuan utama dari Hygien Perusahan dan Kesehatan
Kerja adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.Selain itu Kegiatannya
bertujuan agar tenaga kerja terlindung dari berbagai macam resiko akibat lingkungan
kerja diantaranya melalui pengenalan, evaluasi, pengendalian dan melakukan tindakan
perbaikan yang mungkin dapat dilakukan.Melihat risiko bagi tenaga kerja yang mungkin
dihadapi di lingkungan kerjanya, maka perlu adanya personil di lingkungan industri yang
mengerti tentang hygiene industri dan menerapkannya di lingkungan kerjanya.
Hygiene perusahaan adalah suatu upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik,
kimia, radiasi dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan.Upaya ini terutama dilakukan
dalam hal pengamatan, pengumpulan data, merencanakan, dan melaksanakan
pengawasan terhadap segala kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan
masyarakat di sekitar perusahaan. Dengan demikian, sasaran kegiatan perusahaan adalah
lingkungan kerja dan lingkungan perusahaan. Penyehatan lingkungan kerja dan
perusahaan merupakan upaya pencegahan timbulnya penyakit akibat kerja dan
pencemaran lingkungan proses produksi perusahaan. Sedangkan menurut Sumakmur,
hygiene perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu hygiene beserta praktiknya dengan
mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif
dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan
untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut, serta apabila diperlukan berupa
tindakan pencegahan agar pekerja dan masyarakat sekitar perusahaan terhindar dari
bahaya akibat kerja, serta diharapkan dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Setiap perusahaan diharapkan mampu menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan dan Kerja (SMK3) dalam perusahaannya masing-masing, di
mana sistem tersebut menjadi suatu siklus yang tidak terputus dan berkesinambungan.
SMK3 dimulai dengan penerapan K3, evaluasi dan peninjauan ulang hingga pada
akhirnya peningkatan berkelanjutan. Salah satu tahapan yang paling penting dari siklus
tersebut adalah penentuan hazard (potensi bahaya) yang terdapat pada perusahaan dan

1
dapat menjadi faktor risiko bagi tenaga kerja, baik itu dari faktor fisik, kimia maupun
biologi.
Melihat pentingnya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
dan Kerja (SMK3) dan hygiene perusahaan sebagai bentuk upaya pencegahan timbulnya
penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan akibat proses produksi perusahaan,
maka pada hari Rabu 24 Juli2019telah dilakukan kunjungan ke sebuah perusahaan yang
terletak di daerah Yogyakarta, yaitu PT. Primissima. Kunjungan perusahaan bagi tim
penyusun ini lebih difokuskan untuk:
1. Mengetahui kebersihan di PT Primissima.
2. Mengetahui pengelolaan limbah industri di PT. Primissima
Selanjutnya, dilakukan analisis masalah terhadap data-data yang diperoleh di
lapangan dan kemudian dilakukan upaya alternatif pemecahan masalah yang ada di PT.
Primissima. Diharapkan alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan dalam proses
tersebut dapat diterapkan kepada seluruh karyawan yang terlibat sehingga dapat
mengurangi potensi adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memaksimalkan
kinerja para karyawan.

B. DASAR HUKUM
1. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
2. UU No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
International (ILO) No. 120 mengenai hygine dalam perniagaan dan kantor-kantor
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 Tentang Bahan Kimia
Berbahaya.
4. Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja.
5. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat Kesehatan Dan
Kebersihan Serta Pencahayaan Dalam Tempat Kerja.
6. Keputusan Presiden RI No.22 Tahun 1993, Tentang Penyakit Yang Timbul akibat
Hubungan Kerja.
7. Kepmenaker No. 13/MEN/2011, Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
Ditempat Kerja.
8. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/BW/BK/1984, Tentang Pengesahan Alat
Pelindung Diri.

2
9. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, pada pasal 86 dimana
dikatakan bahwa pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja.
10. UUD 1945 pasal 27 ayat 2 tentang tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
11. UU No. 13 Tahun 2003 pasal 86 tentang hak setiap buruh atau pekerja untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
12. UU No. 13 Tahun 2003 pasal 87 tentang setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
13. Permenakertrans No. 01/MEN/1981. Tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja.
14. PP No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3

C. PROFIL PERUSAHAAN
1. Nama Perusahaan: PT.Primissima (persero).
2. Alamat: Jl. Jl. Raya Magelang KM 15 Medari Sleman Yogyakarta 55515
3. Jumlah dan status pegawai : 490 karyawan tetap dan 231 karyawan tidak tetap dengan
jumlah 723 karyawan pada 30 November 2019
4. Sejarah dan Perkembangan: PT.   Sejarah berdiri dan berkembangnya PT.
PRIMISSIMA berawal saat negara kita masih kekurangan bahan baku untuk
pembuatan kain batik halus. Selama ini  pemerintah RI memenuhinya dengan
mengimport dari negara-negara seperti India, Cina dan Jepang. Lambat laun,
kebutuhan bahan baku tersebut dirasa semakin tinggi yang diserta biaya import
yang tinggi pula, sedangkan  pemerintah perlu menghemat devisa. Pemerintah mulai
berfikir bagaimana dapat memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut dan muncullah
suatu gagasan untuk mendirikan perusahaan yang memproduksi kain  grey dengan
kualitas halus yang identik dengan kain grey cap ”Cent ”pada saat itu.Pemerintah RI
mengadakan kerjasama dengan perusahaan swasta Nasional, yaitu Gabungan
Koperasi Batik Indonesia ( GKBI ) pada tanggal 22 Juni 1971. Pada saat itulah
berdirilah Pabrik Cambric berkualitas halus dengan nama PT. PRIMISSIMA,
berdasarkan akta Notaris R. Surojo Wongsowidjojo, SH No. 31 Tahun 1971 di
Jakarta. Setelah diresmikan oleh Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan
Industri Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang didampingi Menteri Perindustrian

3
M. Yusuf pada tanggal 2 Februari 1972, pabrik ini mulai  berproduksi dengan
kapasitas 4 juta yard per tahun. Tahun demi tahun,  permintaan konsumen semakin
bertamabah, sedangkan kapasitas mesin  – mesin  persiapan pre spinning masih
belum maksimal, maka pada tahun 1974, PT. RIMISSIMA mengadakan perluasan
Tahap I, dengan tambahan mesin  pemintalan 22 mesin dan 11.088 mata pinta, 192
mesin tenun merek sama. Perluasan ini selesai pada tanggal 7 Agustus 1976 dan
diresmikan oleh Presiden RISoeharto. Perluasan tahap I disebut Pabrik II dan
mampu meningkatkan  produksinya 8.250.000 yard pertahun. Dengan disukung
SDM yang terlatih. Disiplin dan berdedikasi tinggi, peningkatan efisiensi dan
pemasaran yang mantap dan bermuara pada peningkatan kesehatan serta nilai
perusahaan, maka  pada tahun 1981 PT. PRIMISSIMA mampu tumbuh dan
berkembang dengan membangun pabrik III berkapasitas 16.128 mata pintal di
pemintalan dan 320 ATM dipertenunan, sehingga kapasitas seluruhnya menjadi
36.288 mata pintal dan 692 ATM. Pada tahun 1984 oleh Bapak Menteri Hartanto
selaku Menteri Perindustrian, perluasan pabrik ini diresmikan dan mampu
meningkatkan produksinya mencapai 18.250.000 meter/tahun. Biaya perluasan ini
PT GKBI Invest 47,21 % dan 52,79 % dari kredit investasi Bank Negara Indonesia
1946, disamping itu juga mendapat kredit modal kerja dari Pemerintah RI.
4. Jam Kerja Karyawan:
 Factory:
- Shift Pagi:06.00 – 14.00
- Shift Siang: 14.00 - 22.00
- Shift Malam: 22.00 – 06.00
 Office : 07.30 – 15.30
5. Jaminan Asuransi Kesehatan: BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dan jasa
raharja pada kasus kecelakaan lalu lintas
6. Sertifikasi perusahaan dan perizinan
a Pengambilan Air Bawah Tanah Nomor 132.B/P.II/KPTS/SIPA/XII/2008
b SIUP, Nomor 503/163/071/PB/III/2005
c TDP, Nomor 120261700002
d HO, Nomor 503/3181/HO/2007
e TDG, Nomor 503/554/017/TDG/VIII/2005

4
7. SMK3L di PT. Primissima (persero): P2K3 yang berada dibawah departemen
personalia karena perusahaan merasa sudah cukup dengan pembentukan P2K3. Sudah
dibentuk SHE (savety healt environment).
8. Hasil Produk (Cambrics dan Grey)

5
D. ALUR PRODUKSI

KAPAS SPINNING BENANG


GREY

BENANG WEAVING GREY


GREY KONSUMEN
FINISHING

FINISHING

CAMBRICS

Keterangan :
1. Benang yang diproses terdiri dari benang produk
sendiri dan benang dari luar.
2. Proses finishing dilaksanakan di pabrik lain.

6
E. LANDASAN TEORI
1. Hygiene Industri
Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mengajarkan tata cara untuk
mempertahankan kesehatan jasmani, rohani, dan sosial untuk mencapai tingkat
kesejahteraan yang lebih tinggi, serta sebagai suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta
lingkungannya.
Menurut Suma’mur, hygiene perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu hygiene
beserta prakteknya yang melporkan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara
kualitatif dan kuantitatif dilingkungan kerja, yang hasilnya digunakan untuk dasar
tindakan korektif pada lingkungan, serta pencegahan, agar pekerja dan masyarakat
disekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta memungkinkan
mengecap derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja


Beberapa faktor mempengaruhi kesehatan kerja daripada tenaga kerja antara lain
faktor fisik, faktor biologis, faktor kimia, sanitasi industri, dan pengolahan limbah.
a. Faktor Fisik
1) Bising:
Kebisingan diartikan sebagai suara yang tidak dikehendaki, misalnya yang
merintangi terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya atau yang
menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup.
 Jenis kebisingan:
- Kebisingan terus-menerus: dihasilkan oleh mesin-mesin yang berputar;
- Kebisingan terputus-putus: seperti suara pesawat terbang di udara;
- Kebisingan menghentak: seperti suara dentuman meriam, bom
meledak.
 Akibat kebisingan:

Tipe Uraian
Perubahan ambang batas sementara
Kehilangan
akibat kebisingan, perubahan ambang
pendengaran
Akibat batas permanen akibat kebisingan
lahiriah Rasa tidak nyaman atau stress meningkat,
Akibat fisiologis tekanan darah meningkat, sakit kepala,
bunyi dering

7
Gangguan
Kejengkelan, kebingungan
emosional
Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan
Akibat konsentrasi waktu bekerja, membaca dan
gaya hidup
psikologis sebagainya.
Merintangi kemampuan mendengarkan
Gangguan
TV, radio, percakapan, telpon dan
pendengaran
sebagainya.

Kebisingan yang dapat diterima oleh tanaga kerja tanpa mengakibatkan


penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu
tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, yaitu 85 dB (A)
(Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011). Agar kebisingan tidak mengganggu
kesehatan atau membahayakan, perlu diambil tindakan seperti penggunaan
peredam pada sumber bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan,
penanaman pohon, pembuatan bukit buatan ataupun  pengaturan tata letak
ruang dan penggunaan alat pelindung diri sehingga kebisingan tidak
mengganggu kesehatan atau membahayakan.

2) Getaran:
Yang dimaksud dengan getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau
media dengan arah bolak-balik dari kedudukan keseimbangan. Getaran terjadi
saat mesin atau alat dijalankan dengan motor sehingga pengaruhnya bersifat
mekanis.
 Jenis getaran:
- Getaran seluruh tubuh, mempunyai frekuensi 1-80 Hz;
- Vibrasi segmental, dapat memapari tubuh pekerja seperti lengan dan
tangan. Getaran ini mempunyai frekuensi 5 – 1500 Hz.

3) Iklim dan Suhu:


Seorang tenaga kerja akan mampu bekerja secara efisien dan produktif bila
lingkungan tempat kerjanya nyaman. Suhu nyaman bagi orang Indonesia
adalah 24°C-26°C. Bila iklim kerja panas dapat menimbulkan
ketidaknyamanan dalam bekerja dan gangguan kesehatan.

8
4) Pencahayaan:
 Sifat-sifat pencahayaan yang baik:
- Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan;
- Pencegahan kesilauan;
- Arah sinar;
- Warna;
- Panas Pencahayaan terhadap keadaan lingkungan.
 Pengaruh pencahayaan yang kurang terhadap penglihatan:
- Iritasi, mata berair dan mata merah
- Penglihatan rangkap
- Sakit kepala
- Ketajaman penglihatan menurun, begitu juga sensitifitas terhadap
kontras warna juga kecepatan pandangan
- Akomodasi dan konvergensi menurun
 Intensitas cahaya di ruang kerja adalah sebagai berikut.
Tingkat
Jenis
pencahayaan Keterangan
Kegiatan
minimal (Lux)
Ruang penyimpanan dan ruang
Pekerjaan
peralatan/instalasi yang
kasar & tidak 100
memerlukan pekerjaan yang
terus-menerus
kontinyu
Pekerjaan
Pekerjaan dengan mesin dan
kasar dan 200
perakitan kasar
terus-menerus
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan rutin 300 ruang kontrol dan pekerjaan mesin
dan perakitan atau penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja
Pekerjaan agak dengan mesin kantor pekerja
500
halus pemeriksaan atau pekerjaan dengan
mesin
Pemilihan warna, pemrosesan,
Pekerjaan
1000 tekstil, pekerjaan mesin halus dan
halus
perakitan halus
1500
Mengukir dengan tangan, pekerjaan
Pekerjaan amat (tidak
mesin dan perakitan yang sangat
halus menimbulkan
halus
bayangan)
Pekerjaan 3000 Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
detail (tidak sangat halus
menimbulkan

9
bayangan)
 Beberapa hal yang dapat menurunkan intensitas Pencahayaan:
- Adanya debu atau kotoran pada bola lampu;
- Bola lampu yang sudah lama;
- Kotornya kaca jendela, untuk Pencahayaan alami;
- Perubahan letak barang-barang.

b. Faktor Biologis
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah Kepres
No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point) penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu
pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus.

Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan
produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Faktor
biologis dapat dikategorikan menjadi:
1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);
2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak, rhinitis, asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern) dan
hewan invertebrata (protozoa, ascaris).
 Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:
1. Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2. Ingesti/ saluran pencernaan
3. Kontak dengan kulit
4. Kontak dengan mata, hidung, mulut.
 Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari
dengan pencegahan antara lain dengan:
1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,
pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;
2. Dilarang makan dan minum di area produksi;
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;

10
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu
yang mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung dan mulut
dengan tujuan untuk menghindari debu respirabel (< 10 mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat menuangkan
bahan baku;
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan produksi.
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak satu kali
setiap bulan;
8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin;
9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar;
10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci tangan
di air mengalir dan sabun;
11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan pendingin
ruangan untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme;
12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.Salah
satunya kantin atau tempat makan para pekerja berada di ruangan tertutup
sehingga lalat tidak dapat keluar masuk dan hinggap pada makanan pekerja.

c. Faktor Kimia
Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja. Bahan
kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya yang
bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses industri.
Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang.Untuk
memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki
pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia.Identifikasi zat
kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan
Material Safety Data Sheet (MSDS).

11
1) Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):
 Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi
di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan
jatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai suspensi di udara. Bentuk ini
memiliki ukuran 0.02-500µm.Yang termasuk dalam bentuk partikulat
diantaranya adalah sebagai berikut.
- Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara. Butiran debu
ini dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti pekerjaan yang
berkaitan dengan gerinda, pemboran, pemecahan, dan penghancuran
material padat. Ukuran debu dapat bervariasi mulai dari yang dapat
terlihat dengan mata telanjang (50µm) sampai dengan yang tidak
terlihat. Partikel debu yang berukuran kurang dari 10µm dapat
membahayakan kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam
paru-paru, dan yang berukuran 0.5 – 4 µm dapat terdeposit pada
alveolus paru, seperti debu kapas, silica, dan asbes.
- Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi bahan-
bahan dari bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam
cair. Uap dari logam cair terkondensasi menjadi partikel-partikel padat
di dalam ruangan logam cair tersebut, misalnya pada pekerjaan
penyolderan, pengelasan, atau peleburan logam. Contoh: metal fume
pada peleburan logam seperti ZnO dan PbO.
- Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara sebagai hasil
proses kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui proses
electroplanting dan penyemprotan di mana cairan tersebar, terpercik
atau menjadi busa partikel buih yang sangat kecil. Contoh: kabut
minyak yang dihasilkan selama operasi memotong dan gerinda.
- Asap(smoke): adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai ukuran
kurang dari 0.5µm dan bercampur dengan senyawa hidrolarbon
sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar, seperti
hasil pembakaran batubara.
- Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di udara.
Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.

12
 Non Partikulat
- Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang tertutup
dan dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat dengan pengaruh
dari gabungan kenaikan tekanan dan pengurangan suhu. Gas dapat
berdifusi dengan cara menjalar atau menyebar. Contoh : bahan seperti
oksigen, nitrogen, atau karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu
dan tekanan normal, dapat diubah bentuknya hanya dengan kombinasi
penurunan suhu dan penambahan tekanan.
- Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal
berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat
dirubah kembali menjadi padat atau cair dengan menambah tekanan
atau menurunkan suhu. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang
rendah lebih mudah menguap dari pada yang memiliki titik didih yang
tinggi. Contoh bentuk uap adalah uap air, uap minyak, uap merkuri,
uap toluen.

2) Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia:


 Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi
atau menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan kimia.
Bagian tubuh yang terkena biasanya kulit, mata, dan saluran pernapasan.
- Iritasi melalui kulit  apabila terjadi kontak antara bahan kimia
tertentu dengan kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi
sebagai pelindung. Keadaan ini disebut dermatitis (peradangan kulit).
- Iritasi melalui mata  kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia
dengan mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai
kerusakan permanen.
- Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia berupa
bercak-bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar
apabila terkena pada daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung
dan kerongkongan).
 Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat
menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan dengan
gangguan proses oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga menimbulkan

13
sensasi tercekik dan dapat menyebabkan kematian. Terdapat dua jenis
asfiksia, yakni:
- Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini
berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan dan
didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida, ethane,
hydrogen  atau helium yang kadar tertentu mempengaruhi
kelangsungan hidup.
- Chemical  asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia). Pada
situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi dan
mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan
zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida, nitrogen, propan,
argon, dan metana.

 Bahan kimia bersifat zat pembius dapat mehilangkan kesadaran dan mati
rasa. Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia
tertentu seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic alcohol), dan
methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan
isoprophyl ether, dapat menekan susunan syaraf pusat.
 Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam
kosentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau
bahkan menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem yang komplek.
Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau
lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini
merugikan dan dapat menyebar keseluruh tubuh. Contoh bahan kimia
toksin antara lain pestisida, benzene, dan sianida.
 Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa
menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali, menimbulkan
tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut
mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bevariasi antara 4 tahun
sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenic, asbestos, kromium, nikel
dapat menyebabkan kanker paru-paru.
 Bahan kimia fibrotic merupakan bahan kimia yang bila masuk ke dalam
tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, seperti

14
pneumoconiosis. Pneumoconiosis adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas
dalam paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan paru dan membentuk
jaringan fibrotik. Contoh  bahan-bahan yang menyebabkan 
pneumoconiosis adalah crystalline silica, asbestos, talc, batubara dan
beryllium.

3) Pengukuran:Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan kimiawi


di tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian terhadap faktor
kimia yang memapari tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang
selanjutnya akan dianalisa. Dalam melakukan pengukuran pada lingkungan
kerja diperlukan pengambilan sample yang dapat dilakukan secara terus
menerus dalam kurun waktu tertentu yang pada prinsipnya harus representatif
dalam 8 jam kerja. Metode yang digunakan antara lain Standar Nasional
Indonesia (SNI), NIOSH, AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis
yang digunakan dalam pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis
kadar logam, GC untuk kadar hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk
analisis gas organic, dan X-Ray deffractometer. Nilai Ambang Batas (NAB),
diatur berdasarkan surat edaran Permenakertrans No.13/MEN/X/2011 tentang
NAB faktor kimia dan faktor fisikadi tempat kerja.Kategori nilai ambang
batas:
 NAB rata-rata selama jam kerja
 NAB pemaparan singkat
 NAB tertinggi
4) Pengendalian: Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti:
 Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan
tentang: nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke
tubuh, efek paparan, cara penggunaan yang aman dan pertolongan pertama
keracunan.
 Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia yang
dibuat oleh suatu perusahaan, berisikan antara lain kandungan/komposisi,
sifat fisik dan kmia, cara pengankutan dan penyimpanan, informasi APD

15
sesuai NAB, efek terhadap kesehatan, gejala keracunan, pertolongan
pertama keracunana, alamat dan nomer telepon pabrik pembuat atau
distributor.
 Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai kewajiban
, melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja aman,
penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan pengetahuan K3 di
bidang kimia.
 Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan dengan
tahapan sebaai berikut:
- Pengendalian secara teknis
a. Substitusi
b. Isolasi
c. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar
potensi bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya adalah
keputusan menteri tenaga kerja RI, No.Kep.187/MEN/1999.

d. Sanitasi Industri
Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:
 Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan;
 Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam
menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP);
 Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan
lingkungan sekitar perusahaan;
 Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan
adalah,konsumen terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan
makanan;

16
 Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan
mutu dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen;
 Mengurangi biaya recall.
 Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan hygiene
pekerja yang terlibat.
Sanitasi industri meliputi:
1) Water supply: Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan penggunaannya,
yaitu:
 Domestik à untuk karyawan, makan, minum, dll
 Proses produksi
2) Pembuangan kotoran dan sampah: Sampah dibagi menjadi dua, yaitu:
 Domestik à berasal dari karyawan, bukan dari proses produksi
 Sampah industri à padat, cair
Sampah ini memerlukan manajemen khusus dalam pengelolaannya.Sampah
dapat diolah kembali untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ataupun
sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi dan dikembalikan ke alam sebagai bahan
yang tidak berbahaya dan mudah terurai.
3) Sanitasi makanan: Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam proses
produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada tenaga kerja
ataupun proses produksi dalam industri pangan. Sanitasi makanan merupakan
usaha pencegahan penyakit, dapat menjadi pertimbangan ekonomi dalam
penyediaan makanan dan merupakan pencegahan penyakit yang efektif. Hal–
hal yang diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:
 Kebersihan makanan à penyediaan bahan makanan, pengolahan makanan,
pengangkutan bahan makanan dan penyajian makanan
 Kebersihan peralatan
 Kebersihan fasilitas
 Kantin dan ruang makan
 Keracunan makanan
4) Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden: Vektor adalah binatang yang
berperan dalam pemindahan penyakit dari sumbernya ke manusia. Contoh-
contoh vektor seperti tikus, lalat, nyamuk, kecoa, kutu dan lain-lain. Masing-
masing vektor membawa penyakit tertentu dan dapat mengenai tenaga kerja,

17
sehingga dapat menurunkan produktivitas.Pengendalian vektor dapat
dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri ataupun memakai jasa pengendalian
vektor profesional.
5) Penyediaan fasilitas kebersihan: Fasilitas kebersihan merupakan hal yang
mutlak harus tersedia dalam industri. Memgang peranan penting dalam proses
produksi. Fasilitas kebersihan menjamin tenaga kerja untuk menjalankan
fungsi-fungsi biologis seperti buang air kecil, buang air besar, makan, tempat
ganti pakaian, dan lain-lain.Hal – hal yang termasuk fasilitas kebersihan,
yaitu:
 WC (kakus) à memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah wc sebanding
dengan jumlah pekerja.
 Tempat cuci.
 Tempat mandi à membersihkan badan sebelum pulang.
 Tempat baju kerja (locker) à tempat ganti pakaian sebelum dan sesudah
kerja.
 Ruang makan dan kantin à memenuhi syarat – syarat rumah makan sehat
atau kantin sehat.

e. Pengolahan Limbah
Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah
industri tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu yang memiliki nilai
ekonomis berupa limbah yang dengan melakukan proses lanjut akan memberi
nilai tambah, serta limbah yang tidak mempunyai nilai ekonomis berupa limbah
yang diolah dalam bentuk proses apapun tidak dapat memberikan nilai tambah
tetapi hanya dapat mempermudah sistem pembuangan.

Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya
ditempatkan pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan
jenisnya serta apakah termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang bukan
termasuk B3 perlu dipilah lagi apakah bisa didaur ulang atau bisa langsung
dibakar atau dikubur. Yang termasuk kedalam limbah B3 adalah limbah industri
yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya, dimana

18
limah B3 tersebut merupakan bahan dalam jumlah sedikit tetapi mempunyai
potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup dan sumber daya.Limbah cair
yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu sesuai dengan
spesifikasinya.Kontainer tempat menampung limbah yang termasuk kategori B3
tidak boleh bocor, sampah tidak boleh tercecer pada waktu pengumpulan dan
penyimpanan sementara sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir B3. Secara
umum, pengolahan limbah industri dapat dilakukan melalui 3 proses, yaitu:
1) Proses pengolahan secara fisika:
 Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan secara
gravitasi.
 Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan
aliran udara yang dimasukkan kedalam sistim.
 Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak
dari aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan spesifitas
gravities anatara air dan minyak yang dibuang.
2) Proses pengolahan secara kimiawi:
 Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata
menjadi gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
 Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa dalam air.
3) Proses pengolahan secara biologi:
 Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah kedalam
reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi yang sangat
tinggi.
 Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme
dimasukkan kedalam beberapa media.
 Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan
dangkal untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami
dengan melibatkan ganggang dan bakteri.
 Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa
microbial aktif dalam lapisan sludge.
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu
yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat
berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas

19
tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara oleh
limbah gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya.
1) Mengontrol Emisi Gas Buang:
 Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida,
dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode.
Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan
bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber);
 Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi
partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan materi
partikulat;
 Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan
bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon
monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor
dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic
converter) untuk menyempurnakan pembakaran;
 Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat
dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan
sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang
yang merupakan polutan.
2) Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan:
 Filter Udara:
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack,
agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang
saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara
tetap diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh  (sudah penuh dengan abu/
debu) harus segera diganti dengan yang baru.Jenis filter udara yang
digunakan tergantung pada sifat gas buangan yang keluar dari proses
industri, apakah berdebu banyak, apakah bersifat asam, atau bersifat
alkalis dan lain sebagainya
 Pengendap Siklon:
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu
yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu.

20
Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari
udara / gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding
tabung siklon sehingga partikel yang relatif   “berat” akan jatuh ke
bawah.Ukuran partikel / debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon
adalah antara 5 µ - 40 µ. Makin besar ukuran debu makin cepat partikel
tersebut diendapkan.
 Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip
kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari
bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka
debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil
yang lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah
digabungkan menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja
tersebut menghasilkan suatu alat penangkap debu yang dinamakan:
 Pegendap Sistem Gravitasi:
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor
yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 µ atau lebih. Cara
kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor
ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi
perubahan kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh
terkumpul di bawah akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan
pengendapan tergantung pada dimensi alatnya. 
 Pengendap Elektrostatik:
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang
kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya
adalah aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara
cepat dan udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.Alat
pengendap elektrostatik ini menggunakan arus searah (DC) yang
mempunyai tegangan antara 25-100 kv. Alat pengendap ini berupa tabung
silinder di mana dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada
sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding tabung,
diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup besar akan

21
menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini
menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara
menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan
masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang
menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara
bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus
keluar.
BAB II
PELAKSANAAN

A. TANGGAL DAN WAKTU PELAKSANAAN


Dilakukan pengamatan pada hari Rabu, 11 Desember 2019, pukul 09.00-11.00 WIB oleh
kelompok Paramedis Hygiene Industri.

B. LOKASI PENGAMATAN
Lokasi pengamatan adalah di PT Primissima (persero) di Jl. Raya Magelang KM 15
Medari, Sleman Yogyakarta 55515.

22
BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMECAHAN MASALAH

Pengamatan dilakukan di PT. Primissima (Persero) Medari Sleman Yogyakarta sebagai


berikut:
A. FAKTOR FISIK
1. Bising
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa jenis kebisingan yaitu
kebisingan terus menerus (continuous steady noise), yang dimana para pekerja
bekerja selama 8 jam tanpa henti.Dimana sumber bisingnya yaitu didapatkan dari
mesin itu sendiri.Menurut Permenakertrans No 5 Tahun 2018 nilai ambang batas
kebisingan yang di rekomendasikan pada jam kerja 8 jam adalah 85 dB sedangkan di
ruang tenun telah dilakukan pengukuran dan hasilnya adalah 79 dB, dan masih berada
dibawah nilai ambang batas kebisingan. Menurut salah satu penanggung jawab
terdapat karyawan produksi yang mengalami gangguan pendengaran/tuli, hal tersebut
dapat dikatakan sebagai Penyakit Akibat Kerja (PAK), dan kemudian setelah
diberikan penanganan medis juga dilakkan mutasi atau pemindahan tempat kerja.
Pengendalian kebisingan yang ditemukan yaitu pemakaian APD yaitu ear plug,
walaupun begitu APD yang ditemukan dilapangan sangat tidak sesuai standard yaitu
menggunakan kapas dan para pekerja sering tidak mengindahkan peraturan yang
sudah ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu menurut dokumen pengelolaan
lingkungan kebisingan diminimalisir dengan pemasangan glass wool pada dinding
dan plafond ruangan produksi.

2. Pencahayaan
Berdasarkan hasil temuan, Pencahayaan yang ada di tempat kerja ada 2 sumber
pencahayaan yaitu pencahayaan alami (cahaya matahari) dan pencahayaan buatan
(lampu). Pencahayaan alami tidak terlalu memberikan dampak dikarenakan
jumlahnya masih sedikit. Pencahayaan alami didapatkan dari cahaya matahari yang
masuk melalui ventilasi jendela. Sedangkan pencahayaan buatan berupa lampu tabung
neon, namun tidak semua sudut ruangan mendapatkan cahaya yang cukup, hal
tersebut dapat berbahaya pada pekerja karena juga ditemukan lubang tanpa penutup
dan tanda peringatan.

23
Intensitas cahaya cukup dan tidak menimbulkan peningkatan suhu/panas. Menurut
narasumber belum ada pengukuran terhadap cahaya atau lux lampu yang ada ditempat
tersebut. Narasumber tidak mengeluhkan adanya gangguan dalam hal pencahayaan
seperti kelelahan mata, silau, keluhan pegal daerah mata, kerusakan indera mata,
sehingga hal tersebut tidak menimbulkan potensi kecelakaan kerja.

3. Getaran
Beberapa alat yang digunakan untuk menunjang kegiatan perusahaan, baik dalam
proses penyimpanan maupun pengangkutan di PT.Primissima (persero) berpotensi
menimbulkan getaran di dalam penggunaannya oleh para pekerja. Salah satunya
adalah pada mesin. Alat-alat ini berpotensi menimbulkan getaran pada pekerja yang
mengoperasikannya. Namun dapat dilakukan pengamatan secara langsung, tetapi para
pekerja terlihat tidak mengalami masalah dengan getaran yang ditimbulkan oleh
mesin tersebut.

4. Iklim Kerja
Berdasarkan hasil pengamatan tidak ditemukan alat untuk mengukur suhu ruangan.
Menurut narasumber suhu ruangan didaerah pengolahan kanji masih dalam batas
normal, walaupun di wilayah steam dan cook suhu bisa mencapai 109 C - 120 C.
Tetapi diamati bahwa pekerja tidak ada yang berada diwilayah tersebut dalam waktu
yang cukup lama. Diamati bahwa banyak ditemukan gelas dan botol air minum
karyawan di area dekat mesin, padahal menurut narasumber sudah disediakan tempat
khusus berupa dispenser di titik yang sudah ditentukan, agar para pekerja bisa minum
kapan saja sesuai kebutuhan mereka.
Tidak ada local exhaust di ruangan spinning, sedangkan di ruangan pengkanjian
terdapat blower dan exhaust, yang dibeberapa titik tidak berfungsi (mati).

B. FAKTOR KIMIA
1. Partikulat dan nonpartikulat
Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan banyak sekali partikel/partikulat berupa
debu kapas yang tersebar disemua ruangan. Bahkan debu kapas tersebut banyak
terlihat di langit langit ruangan, lantai, mesin dan dinding. Debu kapas tersebut
terlihat sudah menumpuk, walaupun terdapat ventilasi khusus untuk mengendalikan
debu kapas yang beterbangan. Menurut para pekerja mereka memiliki keluhan sesak

24
napas, hal ini kemungkinan bisa karena penyakit paru akibat debu kapas yg dimana
debu kapas tersebut memiliki partikel sangat kecil yang bisa menembus hingga ke
alveolus. Pengendalian terhadap debu kapas masih kurang diperhatikan, terlihat dari
para pekerja yang memakai APD masker tidak sesuai standart yang ada. Para
pekerja menggunakan masker kain 1 lapis yang hanya menutupi sebagian kecil
mulut dan hidung, tidak terikat dengan baik, dan bahkan ada karyawan pembersih
debu kapas yang tidak menggunakan masker.

Ditemukan juga bahan non partikel/ non partikulat yaitu berupa uap dari proses
pengolahan bahan dengan kanji, meliputi proses steam, cooking. Tetapi uap tersebut
tidak menyebar keseluruh ruangan dikarenakan adanya blower dan local exhaust.
2. Bahan berbahaya dan beracun
Untuk bahan berbahaya dan beracun tidak ditemukan seperti yg tertuang
dalam GHS yaitu berisi 27 bahan kimia.
3. Bahan-bahan Kimia
Ditemukan bahan kimia berupa tinta.Tinta tersebut berada didalam wadah
tertutup.Menurut pekerja tinta tersebut langsung di masukkan ke mesin dan tidak di
sentuh oleh pekerja. Setelah diamati para pekerja tidak menggunakan sarung tangan
khusus atau alat untuk memindahkan tinta dan agen fibre ke dalam mesin maupun alat
steam. Salah satu pekerja mengatakan bahwa efek yang sering ditimbulkan oleh uap
didalam ruangan tersebut yaitu mata sering berair dan merah. Meskipun pekerja tahu
efek tersebut, tetapi tidak melakukan tindakan pencegahan seperti memakai APD
kacamata khusus.

C. FAKTOR BIOLOGI
Pada saat melakukan pengamatan di tempat kerja didapatkan begitu banyak pekerja
yang tidak menggunakan APD yang tidak sesuai standart sehingga sangat berpotensi
membahayakan kesehatan mereka terutama di saluran napas dimana tempat bekerja di
bidang tekstil yang menggunakan bahan baku seperti kapas. Partikel partikel kapas bisa
menjadi sumber allergen terkhusus pada penderita asma bronkial, dermatitis atopi.
Sementara dari segi lain, limbah kapas sebagai tempat berkembangnya kuman atau
mikroorganisme jika pengolahan limbah tidak dilakukan dengan benar.
Pada pengamatan diwilayah kantin ditemukan banyak sampah makanan bertumpuk
dan tidak tertutup, dimana sampah ini bisa menjadi wadah bagi serangga seperti lalat

25
yang merupakan vektor berbagai penyakit seperti diare, selain itu ditemukan juga
makanan yang disajikan tidak tertutup.
Upaya pengendalian yang sudah dilakukan PT. Primisima:
1. Test Kesehatan Pra Karyawan, bagi karyawan baru
2. Pemeriksaan kesehatan berkala untuk karyawan lama, terkhusus bagi karyawan
yang memiliki keluhan dalam bidang kesehatan.
3. APD yg sering digunakan oleh karyawan yaitu masker, tetapi dari kunjungan
bebrapa pekerja tidak menggunakan masker.
4. Karyawan tidak diperbolehkan makan dan minum di area mesin kerja, namun
masih ada beberapa karyawan yang meletakkan botol dan gelas di dekat mesin.
5. Pengolahan limbah diberikan kepada pihak ketiga untuk dijadikan kapas kosmetik.

26
D. KEBERSIHAN
Saat melakukan pengamatan di PT. Primissima (Persero), ditemukan pada proses
penyediaan makanan dan minuman di kantin belum memenuhi standar dikarenakan
penempatan dan peralatan yang kurang memadai.
Upaya pengendalian yang sudah dilakukan yaitu pekerja menggunakan baju dan
alas kaki khusus di area produksi, dan sudah tersedia tempat untuk cuci tangan bagi
pekerja yang sudah dilengkapi dengan instruksi mencuci tangan dengan benar dan pihak
perusahaan telah melakukan monitoring terhadap kebersihan.
Dilihat dari pengamatan selama berada di lingkungan kerja PT. Primissima
(Persero), secara umum dapat dikatakan sanitasi yang berada di tempat seperti dinding,
lantai, dan atap kurang baik, area produksi tampak kotor dengan debu dan kapas.
Kebersihan toilet kurang terjaga.
Berdasarkan informasi dari narasumber, penyediaan kebutuhan air untuk proses
produksi PT. Primissima (Persero) menggunakan air PAM .Sedangkan untuk minum air
didapat dari air galon isi ulang. Dan saat kunjungan di sekeliling tempat air minum
terdapat banyak sampah debu kapas.
Untuk masalah sanitasi makanan bagi para pekerja di PT. Primissima (Persero),
hal ini berkaitan dengan tempat makan atau kantin dan proses penyajian makanannya
yang tidak di tutup dengan baik. Dalam kunjungan ini, didapat bahwa perusahaan
menyediakan kantin untuk para pekerja.
Dari hasil pengamatan tidak ada tempat pembuangan sampah yang dipisah
menjadi tempat sampah organik dan anorganik. Dan di sekeliling bangunan perusahaan
sebagian ditemukan genangan air dan sampah di beberapa bagian tempat yang bisa
menjadi sumber pertumbuhan mikroorganisme sebagai sumber penyakit.

E. LIMBAH HASIL PRODUKSI


Output proses produksi selain berupa produk kain batik, juga berupa limbah dari sisa
produksi. Limbah yang dihasilkan berasal dai bahan yang dipakai dalam proses produksi
berupa limbah padat limbah cair maupun limbah panas.
Pembuangan limbah hasil dari produksi tersebar luas kelingkungan kerja dan
sekitarnya dan dapat mengkontaminasi makanan dan minuman. Dan hasil pembuangan
limbah terbagi 3 yaitu kapas, oli dan batubara. Pada saat kunjungan hanya di fokuskan
pada limbah cair yang dihasilkan, hal ini disebabkan limbah cair merupakan limbah yang

27
sangat dominan yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah tersebut berdampak
terhadap lingkungan yaitu menimbulkan pencemaran air terutama pada sumber air bersih
yang ada disekitarnya. Akan tetapi menurut narasumber pengelolaan limbah cair sudah
termonitor.

F.PETUGAS HYGIENE INDUSTRI


Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung dan menurut narasumber, terdapat
peraturan yang mengharuskan bagi seluruh tenaga kerja untuk menjaga kebersihan
lingkugan kerja dan kebersihan personal, penggunaan masker, namun belum terdapat
tenaga kebersihan (cleaning sevice).

28
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah dilakukan pengamatan terhadap PT Primissima, bahwa perusahaan ini


bergerak dibidang tekstil. Tentunya dari sini kita dapat langsung mengetahui bahwa ada
beberapa kemungkinan kecelakaan kerja yang ada, diantaranya dari segi faktor fisika,
biologi, kimia dan iklim kerja. Yang menjadi perhatian disini bahwa perusahaan sudah
memberikan SOP, tetapi dalam praktiknya dilapangan masih sedikit pekerja yang
memiliki kesadaran mengenai kesehatan dan keselamatan kerjanya sendiri.
Berdasarkan pengamatan dalam bidang hygiene industri yang telah dilakukan ke
PT. Primissima (Persero) didapatkan adanya faktor risiko baik dibidang fisika, kimia, dan
kebersihan. Namun, faktor risiko di lingkungan kerja terebut sudah dilakukan tindak
lanjut dari pihak manajemen dan terbukti dari berjalannya SMK3 di perusahaan tersebut.

B. SARAN
1) Meningkatkan peran team Keselamatan dan Kesehatan Kerja, diantaranya memberi
penyuluhan kepada tenaga kerja (Safety talk/ Health talk) terutama terkait lima faktor
yang dibahas diatas dan dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan.
2) Membuat lebih banyak banner informasi dan mensosialisasikan Kesehatan dan
Keselamatan di lingkungan Kerja.
3) Melakukan penyuluhan dan arahan, khususnya pada para pekerja di kantin. Meskipun
bukan karyawan PT. Primassima.
4) Meningkatkan pengawasan dan evaluasi pada seluruh sistem produksi atau
meningkatkan peran ketua regu/ ketua kelompok/ atasan/ mandor.
5) Perusahaan diwajibkan mengelola limbah industri secara aman agar tidak
membahayakan pekerja dan tidak mencemari lingkungan.
6) Menyediakan ruang tertutup khusus untuk minum agar tidak terkontamiasi debu dari
proses produksi.

29
DOKUMENTASI

Bahan Fisika

PENCAHAYAAN KURANG Lubang Tanpa Tanda dan


Penutup

Exhaust Mati

Penilaian Desibel
Ventilasi Tidak Maksimal

30
Bahan Kimia

Membersihkan Debu tanpa


Masker dan Goggle

Partikel Debu (kapas)

Partikel Uap/steam

31
Kebersihan dan Pengolahan Limbah

Sampah Tidak Tertutup Wastafel Tidak Ada


Sabun Cair

Terdapat Botol
Minuman di Area Kerja

32
Bahan Biologi

APD tidak standart

Tidak ada Baricade, tidak


APD

Tidak APD

33
BAB VI
PENUTUP

Demikian laporan kunjungan perusahaan mengenai hygiene industri di PT.


Primissima (Persero) ini kami buat.Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan, baik dalam teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang kami
miliki.
Semoga apa yang tertuang di dalam laporan ini dapat bermanfaat bagi para
pembacanya pada umumnya dan PT. Primissima (Presero) itu sendiri agar dapat lebih
meningkatkan lagi penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
dan hygiene industri di lingkungan kerjanya sehingga dapat menjamin kesehatan dan
keselamatan para pekerjanya dan meningkatkan produktivitas perusahaan.

34

Anda mungkin juga menyukai