Disusun Oleh:
Kelompok 2
A. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi yang menuntut perkembangan pada sektor industri,
adanya penerapan teknologi modern di dalam industri membuat perekonomian
nasional berkembang dengan pesat. Namun demikian, perkembangan tersebut
harus diiringi dengan adanya penerapan pada aspek Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3). K3 menjadi salah satu bagian penting dalam dunia
pekerjaan dewasa ini. Sektor usaha baik besar maupun kecil semakin
memperhatikan upaya penekanan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
untuk mencapai efisiensi biaya dan peningkatan keuntungan. Terjadinya
kecelakaan pada tenaga kerja menyebabkan terhambatnya pekerjaan yang akan
berdampak pada penurunan hasil serta kerugian bagi perusahaan.
Dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia menyebutkan jumlah kecelakaan akibat kerja tahun 2011-2014 masih
bersifat fluktuatif. Dari tahun 2011 berjumlah 9.891 kasus meningkat hingga
tahun 2013 mencapai 35.917 kasus, namun kemudian turun pada 2014 menjadi
24.910 kasus. Berbeda dengan insiden Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada
tahun 2011 sebesar 57.929 kasus kemudian konsisten mengalami penurunan
hingga akhir tahun 2014 menjadi 40.694 (Infodatin, 2015). Meskipun sudah
mengalami penurunan namun angka ini masih sangatlah tinggi. Oleh karena
itu, K3 harus dikelola sama pentingnya dengan pengelolaan produksi dan
keuangan serta fungsi penting perusahaan yang lainnya.
Kecelakaan kerja dapat terjadi kapanpun, di lahan kerja apapun, dan
dengan mekanisme apapun. Salah satu jenis kecelakaan yang sering dijumpai
dan menimbulkan kerugian yang sangat besar adalah kebakaran (Disnaker,
2008). Kebakaran adalah terjadinya api yang tidak dikehendaki. Bagi tenaga
kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan penderitaan dan malapetaka
khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan dapat berakibat
cacat fisik, trauma, bahkan kehilangan pekerjaan. Sedangkan bagi perusahaan
sendiri akan dapat menimbulkan banyak kerugian, seperti rusaknya dokumen,
musnahnya properti serta terhentinya proses produksi.
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran
dapat dilakukan melalui pengertian dan pemahaman yang baik tentang sebab–
sebab terjadinya kebakaran, proses terjadinya kebakaran dan akibat yang dapat
ditimbulkan sebagai prinsip dasar dalam melakukan penanggulangan
kebakaran. Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah
timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan
energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta
pembentukan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran
(Pungky W, 2003).
Timbulnya bencana kebakaran di suatu perusahaan terjadi akibat
kesalahan yang dilakukan manusia (unsafe action) serta kondisi bahan atau
tempatnya (unsafe condition). Resiko kebakaran dan ledakan baik disebabkan
oleh manusia, peralatan atau alam tidak dapat dieliminasi secara total.
Kebakaran sering terjadi pada gedung yang diawali dari kebakaran kecil yang
kemudian menjadi besar. Hal ini dikarenakan kesiapan peralatan pemadam api
yang kurang memadai atau ketidaksiapan peralatan tersebut pada saat hendak
digunakan. Selain itu juga bisa karena ketidakmampuan individual tenaga kerja
dalam mengoperasikan alat pemadam api. Oleh karena itu, diperlukan Sistem
Manajemen Penanggulangan Kebakaran dan juga perlu adanya Manajemen
Peralatan Proteksi Kebakaran sebagai suatu rencana untuk memuat prosedur
yang mengatur peralatan proteksi bencana kebakaran yang harus disediakan
sebagai alat untuk memadamkan api saat terjadi kebakaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Undang-Undang K3
Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970 adalah UUD 1945 pasal 27 (2)
dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2) menyatakan bahwa: “Tiap-tiap
warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”. Ini berarti setiap warga negara berhak hidup layak dengan
pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak menimbulkan kecelakaan/ penyakit.
UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa tenaga kerja merupakan modal
utama serta pelaksana dari pembangunan. Ruang lingkup pemberlakuan
UUKK dibatasi oleh adanya 3 unsur yang harus dipenuhi secara kumulatif
terhadap tempat kerja.
C. Komponen Pokok
F. Organisasi P2K3
1. Definisi P2K3
Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) menurut Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan
pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling
pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.
4. Fungsi P2K3
1. Menghimpun dan mengolah data mengenai Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) di tempat kerja.
2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja
mengenai :
a. Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan
gangguan K3 termasuk bahaya kebakaran dan peledakan serta cara
menanggulanginya.
b. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja.
c. Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
d. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
3. Membantu Pengusaha/Pengurus dalam :
˗ Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
˗ Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
˗ Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat
kerja (PAK) serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
˗ Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan
kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi.
˗ Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan
menyelenggarakan makanan di perusahaan.
˗ Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
˗ Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
˗ Mengembangkan laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan
interpretasi hasil pemeriksaan.
˗ Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene
perusahaan dan kesehatan kerja.
˗ Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan
manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan
keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi
dan gizi kerja. (berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor
PER.04/MEN/1987).
Peristiwa terbakar adalah suatu reaksi yang hebat dari zat yang
mudah terbakar dengan zat asam. Beberapa industri seperti industri
kimia, minyak bumi dan cat sangat rawan dipandang dari sudut kebakaran.
Faktor manusia
Manusia sebagai faktor penyebab kebakaran dan peledakan
antara lain dilihat dari dua faktor yaitu pekerjanya dan pengelola
yang tidak mau tahu atau kurang mengetahui prinsip dasar
pencegahan kebakaran atau peledakan. Terkadang manusia
sembrono dan kurang hati-hati sehingga menimbulkan
kebakaran
Faktor teknis
Faktor teknis sebagai penyebab kebakaran dan peledakan antara
lain adalah :
1) Melalui proses fisik atau mekanis di mana dua faktor penting
yang menjadi peranan dalam proses ini ialah timbulnya panas
akibat kenaikan suhu atau timbulnya bunga api akibat dari
pengetesan benda-benda maupun adanya api terbuka.
2) Melalui proses kimia yaitu terjadi sewaktu-waktu pengangkutan
bahan-bahan kimia berbahaya, penyimpanan dan penanganan
(handling) tanpa memperhatikan petunjuk-petunjuk yang ada.
3) Melalui tenaga listrik, pada umumnya terjadi karena hubungan
pendek sehingga menimbulkan panas atau bunga api dan dapat
menyalakan atau membakar komponen lain.
Faktor alam
Faktor alam sebagai penyebab kebakaran dan peledakan seperti
petir, gunung meletus dan lain-lain.
I. Kecelakaan Kerja
1. Definisi Kecelakaan Kerja
Kecelakaan Kerja adalah sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan
yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa/luka/cacat
maupun pencemaran. Kecelakaan ini adalah kecelakaan yang terjadi
akibat adanya hubungan kerja atau terjadi karena suatu pekerjaan atau
melaksanakan pekerjaan.
Sehingga menurut definisi tersebut terdapat 3 hal pokok yang perlu
diperhatikan:
1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki
2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta
benda
3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber
energi yang melebihi ambang batas tubuh atau struktur.
Adapun teori-teori penyebab kecelakaan kerja antara lain :
a. Teori Heinrich (Teori Domino)
Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu
rangkaian kejadian. Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian
kejadian tersebut yaitu: lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan
atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian
(Ridley, 1986).
b. Teori Multiple Causation
Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada
lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini
mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman.
Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja
tersebut perlu diteliti.
c. Teori Gordon
Kecelakaan merupakan akibat dan interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang
kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan
mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh
karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan,
perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung
harus dapat diketahui secara detail (Gordon, 1949).
2. Jenis-Jenis Kecelakaan Kerja
Menurut Suma'mur, secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua
golongan, yaitu :
a. Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang
terjadi karena adanya karena adanya sumber bahaya atau bahaya
kerja di tempat kerja.
b. Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu
kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan
adanya hubungan kerja.
Menurut Organisasi Perburuhan Intemasional (ILO), terdapat 4 macam
penggolongan kecelakaan akibat kerja:
Klasifikasi menurut jenis kecelakaan: terjatuh, tertimpa benda,
tertumbuk atau terkena benda-benda, terjepit oleh benda, gerakan-
gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus
listrik, kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
Klasifikasi menurut penyebab :
a. Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
b. Alat angkut: alat angkut darat, udara, dan air.
c. Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi
pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.
d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas,
zat-zat kimia, dan sebagainya.
e. Lingkungan kerja (diluar bangunan, di dalam bangunan dan di
bawah tanah)
Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan: patah tulang, dislokasi
(keseleo), regang otot (urat), memar dan luka dalam yang lain, amputasi.
A. Identitas Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Mega Andalan Kalasan
Jenis Perusahaan : Hospital Equipment, Manufacturing Hospital
Furniture
Alamat Perusahaan : Jl. Tanjung Tirto 34, Tirtomartani km 13, Kalasan,
Tirtomartani, Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta 55571
Jumlah Tenaga Kerja : 879 orang
Tanggal Kunjungan : 29 Juni 2018
B. Proses Produksi
1. Bahan yang Diperlukan
a. Bahan Baku
Baja lunak (lembaran pipa, pejal), stainless steel, alumunium, biji
plastik, titanium
b. Bahan Tambahan
Papan kayu, standar baut (baut, mur, ring, karet), gas argan, TCA
c. Mesin/Peralatan Kerja yang Digunakan
Cutting manual, molding, grinding cutter, CNC punching manual,
paint oven, shearing machine, bending (press break machine), press,
pipe bending machine, Piano Miller machine, MIG wellding, TIG
wellding.
2. Proses Produksi
Bahan
Reparasi (dipotong)
Pembentukan
Perakitan/Pengelasan
Finishing
Packaging
1. Bahaya Mekanik
2. Bahaya Listrik
Bahaya Sentuh
Bahaya - Instalasi listrik - Panel Listrik pada Pada panel listrik sudah
Hubungan berpotensi masing-masing terdapat indikator
Pendek menyebabkan gedung pemakaian listrik.
korsleting Kabel terutama yang
berdaya besar terlapisi
isolator dan
dikelompokkan agar
tidak bercecer. Pada
masing-masing bagian
terdapat Tim until
mengecek kabel listrik
secara berkala
Penggunaan alat
sesuai standart
7. Organisasi K3
Organisasi Program Keterangan
P2K3 Job Safety Analysis JSA sudah dilaksanakan dan sudah
didokumentasikan.
A. Kesimpulan
Secara keseluruhan, PT MAK sudah baik dalam menerapkan system
keselamatan dan kesehatan kerja, namun dalam beberapa aspek masih
diperlukan perbaikan, yaitu:
1. Terdapat potensi bahaya mekanik pada kipas angin yang tidak
terpasang penutup, papan jalur barang yang tidak stabil, dan untaian
kabel di zona merah.
2. Terdapat potensi bahaya listrik dari belum adanya
perawatan/penggantian secara rutin untuk kabel listrik, kabel yang
menjuntai dan dekat dengan bahan bakar, dan belum tertibnya pekerja
yang meletakkan minuman dekat mesin produksi.
3. Tedapat potensi bahaya kebakaran akibat bahan kimia, seperti bahan
bakar yang ditempatkan dekat dengan panel listrik.
4. Belum meratanya ketertiban penggunaan APD pada pekerja, terdapat
APD gloves yang belum seutuhnya dapat memproteksi tangan.
5. Unit penanggulangan kebakaran belum ada, hanya ada coordinator dari
tiap unit produksi saja.
6. APAR belum benar-benar merata dalam penempatannya.
7. Tidak adanya hydrant dan sprinkler pada area kerja.
8. Tidak adanya sistem alarm kebakaran yang otomatis.
B. Rekomendasi
1. Diperlukan tim asesmen dan penindaklanutan terhadap potensi-potensi
bahaya yang masih ada, terutama untuk hal-hal yang sifatnya dapat
segera diperbaiki (misalkan kipas angin, stabilisasi papan jalur
angkutan, dll).
2. Dibentuknya unit penanggulangan kebakaran yang sifatnya resmi agar
penanggulangan bahaya kebakaran lebih sistematis
3. Penambahan infrastruktur seperti hydrant, sprinkler, dan system alarm
kebakaran, serta APD yang lebih protektif.
4. Dilakukan sosialisasi dan system reward & punishment untuk
meningkatkan kesadaran terhadap penggunaan APD yang benar.
LAMPIRAN
1. APAR
Apar Halon Free
Jenis apar, label, dan formulir
Tabung Gas ditempatkan di tempatnya dan diberi pengaman Tanda APAR tetapi tidak ada APAR
KELOMPOK 2