NOMOR 942/MENKES/SK/VII/2003
TENTANG
PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap
santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah
penyajian.
6. Pengelola sentra adalah orang atau badan yang bertanggungjawab untuk
mengelola tempat kelompok pedagang makanan jajanan.
7. Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan
jajanan.
8. Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan
jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah.
9. Sentra pedagang makanan jajanan adalah tempat sekelompok pedagang
yang melakukan penanganan makanan jajanan.
BAB II
PENJAMAH MAKANAN
Pasal 2
Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan
penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut sejenisnya;
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. memakai celemek, dan tutup kepala;
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan
alas tangan;
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut
atau bagian lainnya);
h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.
BAB III
PERALATAN
Pasal 3
(1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan
jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi.
(2) Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan
sabun;
b. lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
c. kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat
BAB V
SARANA PENJAJA
Pasal 12
(1) Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari
pencemaran.
(2) Konstruksi sarana penjaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan yaitu antara lain :
a. mudah dibersihkan;
b. tersedia tempat untuk :
1. air bersih;
2. penyimpanan bahan makanan;
BAB VI
SENTRA PEDAGANG
Pasal 13
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat
BAB VII
Keputusan ini.
(3) Terhadap sentra penjaja makanan jajanan maupun penjaja makanan
jajanan dapat diberikan tanda telah terdaftar atau stiker telah didaftar.
Pasal 16
(1) Penjamah makanan berkewajiban memiliki pengetahuan tentang hygiene
sanitasi makanan dan gizi serta menjaga kesehatan.
(2) Pengetahuan mengenai hygiene sanitasi makanan dan gizi serta
menjaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui kursus hygiene sanitasi makanan .
(3) Pedoman penyelenggaraan kursus hygiene sanitasi makanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran II
Keputusan ini.
Pasal 17
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota mengikut sertakan instansi terkait, pihak pengusaha,
organisasi, profesi, Asosiasi, Paguyuban dan atau Lembaga swadaya
masyarakat.
Pasal 18
Dinas kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala menyampaikan laporan
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota secara berjenjang.
Pasal 19
Ketentuan pembinaan dan pengawasan makanan jajanan ditetapkan lebih
lanjut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
Semua sentra dan penjaja makanan yang telah melakukan kegiatan sebelum
ditetapkannya keputusan ini, harus menyesuaikan dengan keputusan ini
dalam waktu selambat lambatnya 2 (dua) tahun.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 236/Menkes/Per/IV/1997 tentang Persyaratan Kesehatan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Juli
2003
MENTERI KESEHATAN,
A. PEMBINAAN
1. Pendataan
a. Kegiatan pendataan Makanan Jajanan meliputi penyiapan formulir
Jajanan.
d. Pendataan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan cara sedemikian rupa sehingga memperoleh
2. Pendaftaran
a. Sebelum dilakukan pendaftaran perlu diberitahukan secara luas
kepada para pedagang Makanan Jajanan, sentra pedagang
daerah lain.
1. PENGAWASAN
1. Pengawasan sentra makanan jajanan dilaksanakan dengan inspeksi
sanitasi secara berkala dan penerapan HACCP secara bertahap oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat .
2. Inspeksi sanitasi dapat dilaksanakan dengan pengujian contoh sample
makanan dan spesimen di laboratorium untuk penegasan/konfirmasi
dan spesimen dalam rangka uji petik ditanggung oleh Pusat, Propinsi
dan atau Pemerintah daerah.
9. Laporan hasil inspeksi sanitasi dikirim kepada Bupati/Walikota dan
2. EVALUASI
1. Terhadap kegiatan pembinaan dan pengawasan dilakukan evaluasi oleh
instansi terkait secara berjenjang.
2. Hasil evaluasi dilaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan
antara lain kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Direktorat Penyehatan Air
dan Sanitasi Ditjen PPM & PL Depkes RI, Jakarta, dan Asosiasi yang
telah terdaftar di Pemerintah Daerah untuk dijadikan bahan masukan
Departemen Kesehatan.
3. Pengajar atau tutor pelatihan kursus hygiene sanitasi makanan dengan
kualifikasi sebagai berikut :
memiliki pengetahuan hygiene sanitasi makanan yang bersertifikat.
tenaga Profesi, Sanitarian.
berpengalaman bekerja dalam bidang terkait.
berpendidikan minimal S1 (Sarjana).
D. Sertifikat
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan lulus diberikan sertifikat.
2. Sertifikat dikeluarkan dan ditandatangani oleh Ketua Penyelenggara
Pelatihan.
3. Sertifikat kursus Hygiene Sanitasi Makanan berlaku secara nasional.
4. Sertifikat kursus Hygiene Sanitasi Makanan berlaku untuk jangka waktu
tak terbatas.
5. Bentuk sertifikat kursus Hygiene Sanitasi Makanan dibuat sesuai
dengan ketentuan sebagaimana pada contoh pada huruf G dan H.
Bakteri
Menyebabkan Penyakit
4. Bahan Pencemar 1 x 45’
Makanan Lainnya
Penyimpanan
Peralatan
Pengolahan
Makanan
7. Struktur dan Tata a. Bahan dan Konstruksi
Letak Dapur b. Ukuran dan Fungsi
Ruang Kerja
c. Alur Makanan (Food
Flow)
d. Denah Bangunan (Lay
a. Peralatan Masak
Memasak
b. Peralatan Makan Minum
c. Sarana dan Cara
Pencucian
d. Bahan Pencuci
10 Hygiene d. Sumber
a. Pemeliharaan dan
Pencemar dari 2 x 45’
. Perorangan Pembersihan
Tubuh Ruangan
b. Pengamatan Kesehatan c.
Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Sehat
d. Pakaian Pelindung
Pencemaran
11 Penanganan Alat 2 x 45’
.
Pendingin
14 Pengendalian a. 2 x 45’
a. Pengendalian
Cara Memasak MutuYang
. (Quality
Sehat Control)
Mutu Mandiri
b.b.Jaminan MutuSuhu
Hubungan ( Quality
dan
Assurance)
Pemusnahan Bakteri
c.c. Pengujian
Pemanasan Mandiri ( Self
Ulang
Control)
(Reheating)
d. Analisis Bahaya Titik
Kendali Kritis (ABTKK) –
Hazard Analysis Critical
a. Pemanasan,
Control Point (HACCP)
Pengeringan dan
C. MATERI 15 Rangkuman 1 x 45’
PENUNJANG . Hygiene sanitasi Pengasapan
a. Ringkasan Materi
(Capita Selecta)
Makanan b. Latihan Soal
16 Kepariwisataan a. Pengenalan Pariwisata 1 x 45’
. b. Pariwisata Dalam
Pembangunan
c. Peran Makanan Sehat
Dalam Pariwisata
1 x 45’
35 x 45’
a. Rantai Perjalanan
Makanan (Food Chain)
b. Perkembangan Bakteri
Pada Makanan
c. Cara Bakteri
Menyebabkan Penyakit
Pada Manusia
d. Mengenal pencemar lain
: virus, bahan kimia,
JUMLAH
a. Sumber Pencemar dari
Tubuh
b. Pengamatan Kesehatan
c. Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Sehat
d. Pakaian Pelindung
10 x 45’
G. SERTIFIKAT KURSUS HYGIENE SANITASI MAKANAN BAGI
PENGUSAHA/PENANGGUNG JAWAB
Nama :
____________________________________ Tempat tanggal lahir
: ____________________________________ Alamat
: ____________________________________
Pekerjaan / Jabatan :
____________________________________ Perusahaan / Unit Kerja
: ____________________________________
________________________
HASIL EVALUASI HYGIENE SANITASI MAKANAN
Kelompok Dasar :
Kelompok Inti :
Kelompok Penunjang :
15.
____________________________
_ 16.
____________________________
_
17. _____________________________ ___________________
NIP.
NILAI EVALUASI RATA RAT A :
____________ ( __________________ )
H. SERTIFIKAT KURSUS PENJAMAH MAKANAN
Nama :
____________________________________ Tempat tanggal lahir
: ____________________________________ Alamat
: ____________________________________
Pekerjaan / Jabatan :
____________________________________ Perusahaan / Unit Kerja
: ____________________________________
Kelompok Dasar :
1. Perundang-undangan di Bidang Hygiene Sanitasi Makanan
Kelompok Inti :
2. Bakteri Pencemar Terhadap Makanan
3. Penyakit Bawaan Makanan
4. Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
PENYELENGGARAAN
Pasal 2
1) Setiap Rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah
makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah
makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota.
3) Sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setelah memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I.
4) Tatacara memperoleh sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) sebagaimanan
tercantum dalam Lampiran I keputusan ini.
Pasal 3
Penanggung jawab rumah makan dan restoran yang menerima laporan atau
mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal
dari makanan yang diproduksi wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan.
BAB III
PENETAPAN TINGKAT MUTU
Pasal 7
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 10
BAB VI
SANKSI
Pasal 13
Kantin/Warung Sekolah
a. Makanan jajanan yang dijual harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup (terlindung dari
lalat atau binatang lain dan debu)
b. Makanan jajanan yang disajikan dalam kemasan harus dalam keadaan baik dan tidak kadaluarsa.
c. Tempat penyimpanan makanan yang dijual pada warung sekolah/kantin harus selalu terpelihara dan
selalu dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, terhindar dari bahan kimia berbahaya, serangga
dan hewan lainnya.
d. Tempat pengolahan /dapur atau penyiapan makanan harus bersih dan memenuhi persyaratan
kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku.
e. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih yang mengalir atau dalam 2 (dua) wadah yang
berbeda dan dengan menggunakan sabun.
f. Peralatan yang sudah bersih harus disimpan di tempat yang bebas pencemaran
g. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan
peruntukannya
h. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
i. Penyaji makanan di sekolah harus selalu menjaga kebersihan denga selalu mencuci tangan sebelum
memasak dan dari toilet.
j. Tersedia tempat cuci peralatan makan dan minum dengan air yang mengalir
k. Tersedia tempat cuci tangan bagi pengunjung kantin/warung sekolah.
l. Tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan.
m. Tersedia tempat untuk penyimpanan makanan jadi/siap jadi yang tertutup.
n. Tersedia tempat untuk menyimpan peralatan makan dan minum.
o. Lokasi kantin/warung sekolah minimal berjarak 20 m dengan TPS (tempat pengumpulan sampah
sementara)
p. Pencahayaan warung sekolah/kantin harus memiliki intensitas cahaya 100 LUX
q. Luas lubang ventilasi terhadap luas lantai pada warung sekolah/kantin adalah 20%
r. Air bersih
1. Tersedia air bersih 15 liter/orang/hari
2. Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang sesuai dengan Kep.Men.Kes Nomor 416
tahun 1990, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
3. Jarak sumur/sarana air bersih dengan sumber pencemaran (sarana pembuangan air limbah,
septic tank, tempat pembuangan sampah akhir,dll) minimal 10m
s. Pembuangan air limbah dari laboratium, dapur, wc harus memenuhi syarat kesehatan kedap air,
tertutup, dan diberi bak control pada jarak tertentu supaya mudah dibersihkan bila terjadi
penyumbatan sehingga dapat mengalir dengan lancar.
t. Harus tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan tutup
u. Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) untuk memudahkan pengangkutan atau
pemusnahan sampah.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2013
TENTANG
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disebut ASI adalah cairan hasil sekresi
kelenjar payudara ibu
2. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
.
Pasal 2
Pengaturan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya bertujuan agar :
b. setiap orang memiliki akses yang benar dan sesuai standar yang
direkomendasikan dalam penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk
Bayi Lainnya;
c. setiap orang memiliki akses komunikasi, informasi dan edukasi
mengenai penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya
secara aktual dan objektif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan; dan
d. adanya kerja sama antara ibu, pihak keluarga, tenaga kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengampanyekan pentingnya
pemberian ASI Eksklusif.
BAB III
PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI
Bagian Kesatu
Keadaan Tertentu
Paragraf 1
Umum
Pasal 6
(1) Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada
(2) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ibu, Keluarga,
tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan Susu
Formula Bayi.
Paragraf 2
Indikasi Medis
Pasal 7
(1) Pemberian Susu Formula Bayi berdasarkan Indikasi Medis dilakukan
dalam hal :
a. Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus;
b. Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI dengan jangka
waktu terbatas;
c. kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif
(3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan adanya
Indikasi Medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemberian Susu Formula dan Produk Bayi Lainnya atas Indikasi
Medis yang dilakukan oleh bidan dan perawat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diutamakan untuk penyelamatan nyawa.
Pasal 8
(1) Indikasi Medis pada Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan
(3) Bayi dengan fenilketonuria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c masih dapat diberikan ASI dengan perhitungan dan pengawasan
dokter spesialis anak yang kompeten.
Pasal 9
Indikasi Medis pada Bayi dengan kebutuhan makanan selain ASI dalam jangka
waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, dengan
kriteria antara lain :
a. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus)
gram atau Bayi lahir dengan berat badan sangat rendah;
b. Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan
yang sangat prematur; dan/atau
Pasal 10
Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus
mendapatkan pengobatan sesuai dengan standar pelayanan medis
sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) huruf c terbagi atas :
a. ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui secara permanen;
dan
b. ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui sementara
waktu.
Pasal 11
(1) Kondisi medis ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui
(3) Penggunaan Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus memenuhi syarat AFASS, meliputi dapat diterima (acceptable),
layak (feasible), terjangkau (affordable), berkelanjutan (sustainable)
dan aman (safe).
b. ibu yang menderita infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) dan
HSV-2 di payudara;
c. ibu dalam pengobatan :
1) menggunakan obat psikoterapi jenis penenang, obat anti epilepsi
dan opioid;
2) radioaktif iodine 131;
paragraf 3
Ibu Tidak Ada atau Terpisah dari Bayinya
Pasal 13
Pemberian Susu Formula dan Produk Bayi Lainnya pada keadaan ibu
tidak ada atau ibu terpisah dari Bayi, meliputi :
a. ibu meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa
berat;
b. ibu tidak diketahui keberadaannya; atau
c. ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya
dimana ibu terpisah dengan bayinya sehingga ibu tidak dapat
memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.
Bagian Kedua
Paragraf 1
Umum
Pasal 14
(1) Pemberian Susu Formula Bayi atas Indikasi Medis sebagaimana
Paragraf 2
Pemberian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya
Pasal 16
(1) Pemberian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya harus
(2) Penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya harus
dilakukan dengan memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi.
(3) Persyaratan higiene dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) meliputi :
a. cuci tangan dengan sabun dan dibilas pada air mengalir sebelum
menyajikan Susu Formula Bayi;
b. cairkan susu dengan air yang telah dididihkan dan tunggu 10
menit;
c. lihat petunjuk takaran yang terdapat pada kemasan Susu Formula
Bayi atau dengan mengikuti saran dokter; dan
d. jika dalam waktu 2 jam susu tidak habis harus dibuang;
(4) Penggunaan Produk Bayi Lainnya dilakukan secara higiene dan sesuai
standar yang ditetapkan, meliputi:
a. perhatikan tanggal kadaluarsa;
b. perhatikan keutuhan kemasan;
c. cuci setiap bagian alat yang digunakan untuk
penyiapan/penyajian Susu Formula Bayi; dan
d. rebus alat yang digunakan untuk penyiapan/penyajian Susu
Formula Bayi dengan air mendidih.
Paragraf 3
Pasal 17
(1) Setiap pemberian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya pada
Pasal 18
Dalam situasi darurat dan/atau bencana, setiap produsen Susu Formula
Bayi dan Produk Bayi Lainnya dilarang:
a. memberikan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya secara
Pasal 19
(1) Pemberian Susu Formula Bayi pada situasi darurat dan/atau bencana
hanya ditujukan untuk memenuhi gizi Bayi dan kepentingan sosial.
(2) Pemberian Susu Formula Bayi pada situasi darurat dan/atau bencana
(3) Pemberian Susu Formula Bayi pada situasi darurat dan/atau bencana
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/atau Konselor Menyusui.
BAB VI
LABEL UNTUK SUSU FORMULA BAYI
Pasal 23
(1) Produsen dan/atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk
(2) Label sebagaimana dimaksud Produk Bayi Lainnya pada ayat (1) harus ditulis
secara jelas
dengan menggunakan Lainnya wajib Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
(4) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a mencantumkan nama produk “Formula Bayi”.
(5) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b meliputi :
a. semua bahan yang digunakan harus dicantumkan secara
(6) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d harus dinyatakan dalam per 100 g atau per 100 ml dan per
100 kkal.
(7) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf e meliputi :
a. tanggal kedaluwarsa dinyatakan dengan tanggal, bulan dan tahun
(8) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf f memuat keterangan usia dan peruntukan Susu Formula Bayi.
(9) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf g meliputi :
a. petunjuk penggunaan meliputi cara penyiapan, penanganan dan
penggunaan harus dicantumkan dalam label dan/atau leaflet;
b. formula Bayi dalam bentuk cair harus mencantumkan tulisan
“Dapat Diminum Langsung”;
c. formula Bayi dalam bentuk konsentrat harus mencantumkan
petunjuk pengenceran dengan air minum;
d. formula Bayi dalam bentuk bubuk harus mencantumkan petunjuk
rekonstitusi dengan air minum;
e. memuat cara penyiapan dan penggunaan produk, termasuk cara
(10) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf i meliputi :
a. Isi label tidak boleh bertentangan dengan program pemberian ASI,
label produk Susu Formula Bayi harus memuat:
1. kata “Perhatian Penting” atau kata lain yang sejenis;
2. tulisan “Produk Formula Bayi Bukan Merupakan Produk
b. label tidak boleh memuat gambar Bayi dan wanita atau sesuatu
yang mengunggulkan penggunaan Susu Formula Bayi baik dalam