Anda di halaman 1dari 65

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 942/MENKES/SK/VII/2003
TENTANG
PEDOMAN PERSYARATAN HYGIENE SANITASI MAKANAN JAJANAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin
makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap

santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah

makan/restoran, dan hotel.


2. Penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan,
penerimaan bahan makanan, pencucian, peracikan, pembuatan,

pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian


makanan atau minuman.
3. Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman baik terolah
maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.
4. Hygiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,
tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan

penyakit atau gangguan kesehatan.


5. Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak
langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap
persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan

penyajian.
6. Pengelola sentra adalah orang atau badan yang bertanggungjawab untuk
mengelola tempat kelompok pedagang makanan jajanan.
7. Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan
jajanan.
8. Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan
jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah.
9. Sentra pedagang makanan jajanan adalah tempat sekelompok pedagang
yang melakukan penanganan makanan jajanan.
BAB II

PENJAMAH MAKANAN
Pasal 2
Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan
penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :
a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut sejenisnya;
b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya);
c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian;
d. memakai celemek, dan tutup kepala;
e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan
alas tangan;
g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut
atau bagian lainnya);
h. tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan
atau tanpa menutup mulut atau hidung.

BAB III
PERALATAN
Pasal 3
(1) Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan
jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan
hygiene sanitasi.
(2) Untuk menjaga peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a. peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan
sabun;
b. lalu dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih
c. kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat

yang bebas pencemaran.


(3) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk
sekali pakai.
BAB IV

AIR, BAHAN MAKANAN, BAHAN


TAMBAHAN DAN PENYAJIAN
Pasal 4
(1) Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang
memenuhi standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi
air bersih atau air minum.
2) Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak
sampai mendidih.
Pasal 5
(1) Semua bahan yang diolah menjadi makanan jajanan harus dalam
keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk.
(2) Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan
jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan,
tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak.
Pasal 6
Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan
dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong
makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah
(2) Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan
dalam wadah terpisah.
Pasal 8
Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang
bersih, dan aman bagi kesehatan.
Pasal 9
(1) Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan
atau tertutup.
(2) Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus
dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.
(3) Pembungkus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang ditiup.
Pasal 10
(1) Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau
terbungkus dan dalam wadah yang bersih.
(2) Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah
dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran.
Pasal 11
Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam) jam
apabila masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum disajikan.

BAB V

SARANA PENJAJA
Pasal 12
(1) Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya
harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari
pencemaran.
(2) Konstruksi sarana penjaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan yaitu antara lain :
a. mudah dibersihkan;
b. tersedia tempat untuk :
1. air bersih;
2. penyimpanan bahan makanan;

3. penyimpanan makanan jadi/siap disajikan;


4. penyimpanan peralatan;

5. tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan);


6. tempat sampah.
(3) Pada waktu menjajakan makanan persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi, dan harus terlindungi dari debu,
dan pencemaran.

BAB VI

SENTRA PEDAGANG
Pasal 13
(1) Untuk meningkatkan mutu dan hygiene sanitasi makanan jajanan, dapat

ditetapkan lokasi tertentu sebagai sentra pedagang makanan jajanan.


(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
lokasinya harus cukup jauh dari sumber pencemaran atau
dapat
menimbulkan pencemaran makanan jajanan seperti pembuangan
sampah terbuka, tempat pengolahan limbah, rumah potong hewan, jalan
yang ramai dengan arus kecepatan tinggi.
(3) Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas
sanitasi meliputi :
a. air bersih;
b. tempat penampungan sampah;
c. saluran pembuangan air limbah;
d. jamban dan peturasan;
e. fasilitas pengendalian lalat dan tikus;
(4) Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh

pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.


Pasal 14
(1) Sentra pedagang makanan jajanan dapat diselengggarakan oleh
pemerintah atau masyarakat.
(2) Sentra pedagang makanan jajanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus mempunyai pengelola sentra sebagai penanggung jawab.


(3) Pengelola sentra pedagang makanan jajanan berkewajiban :
a. mendaftarkan kelompok pedagang yang melakukan kegiatan di sentra
tersebut pada Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.
b. memelihara fasilitas sanitasi dan kebersihan umum.
c. melaporkan adanya keracunan atau akibat keracunan secepatnya
dan atau selambat-lambatnya dalam 24 (duapuluh empat) jam setelah
menerima atau mengetahui kejadian tersebut kepada
Puskesmas/Dinas Kesehatan Kabupaten/kota.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 15
(1) Pembinaan dan pengawasan makanan jajanan dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/kota.
(2) Untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan pendataan terhadap sentra pedagang makanan
jajanan dan sarana penjaja sebagaimana tercantum dalam lampiran I

Keputusan ini.
(3) Terhadap sentra penjaja makanan jajanan maupun penjaja makanan
jajanan dapat diberikan tanda telah terdaftar atau stiker telah didaftar.
Pasal 16
(1) Penjamah makanan berkewajiban memiliki pengetahuan tentang hygiene
sanitasi makanan dan gizi serta menjaga kesehatan.
(2) Pengetahuan mengenai hygiene sanitasi makanan dan gizi serta
menjaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh
melalui kursus hygiene sanitasi makanan .
(3) Pedoman penyelenggaraan kursus hygiene sanitasi makanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran II

Keputusan ini.
Pasal 17
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan Dinas Kesehatan
Kabupaten/ Kota mengikut sertakan instansi terkait, pihak pengusaha,
organisasi, profesi, Asosiasi, Paguyuban dan atau Lembaga swadaya
masyarakat.
Pasal 18
Dinas kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala menyampaikan laporan
pelaksanaan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota secara berjenjang.
Pasal 19
Ketentuan pembinaan dan pengawasan makanan jajanan ditetapkan lebih
lanjut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 20
Semua sentra dan penjaja makanan yang telah melakukan kegiatan sebelum
ditetapkannya keputusan ini, harus menyesuaikan dengan keputusan ini
dalam waktu selambat lambatnya 2 (dua) tahun.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri ini, maka Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 236/Menkes/Per/IV/1997 tentang Persyaratan Kesehatan

Makanan Jajanan dinyatakan tidak berlaku lagi.


Pasal 22
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Juli
2003

MENTERI KESEHATAN,

Dr. ACHMAD SUJUDI


LAMPIRAN I
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 942/Menkes/SK/VII/2003
TANGGAL : 3 JULI 2003

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN SANITASI MAKANAN JAJANAN

A. PEMBINAAN
1. Pendataan
a. Kegiatan pendataan Makanan Jajanan meliputi penyiapan formulir

pendataan, surat tugas, jadwal kegiatan, pencatatan, surat edaran

tentang pendataan makanan jajanan kepada Camat, Lurah, Pemilik


gedung, semua pedagang makanan jajanan, surat permintaan

dukungan dari Instansi terkait dan penyerahan surat


pendaftaran
kepada pedagang.
b. Pendataan ditujukan kepada pedagang Makanan Jajanan

perorangan dan sentra makanan jajanan baik di dalam gedung

maupun di luar gedung.


c. Laporan pendataan meliputi jumlah pedagang Makanan Jajanan di
luar gedung dan di dalam gedung serta jumlah sentra Makanan

Jajanan di dalam gedung dan di luar gedung serta penyebaran

pedagang makanan jajanan dan penyebaran sentra Makanan

Jajanan.
d. Pendataan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan menggunakan cara sedemikian rupa sehingga memperoleh

laporan pendataan sebagaimana dimaksud dalam butir (c).


e. Pendataan dilakukan pada setiap awal tahun kalender.

2. Pendaftaran
a. Sebelum dilakukan pendaftaran perlu diberitahukan secara luas
kepada para pedagang Makanan Jajanan, sentra pedagang

Makanan Jajanan dan instansi terkait yang ada di wilayah kerjanya


masing-masing.
b. Kegiatan penyiapan instrumen pendaftaran Makanan
Jajanan
meliputi penyiapan formulir pendaftaran (MJI), buku register,
kartu
status makanan jajanan, buku kesehatan penjamah, sticker tanda

terdaftar pedagang makanan jajanan dan plakat tanda


terdaftar
sentra makanan jajanan.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyediakan instrumen
pendaftaran yang dimaksud pada butir (b) dengan mengacu kepada

pedoman yang sudah ada.


d. Pendaftaran dilakukan oleh pemohon/pedagang makanan
jajana n
dengan mengisi formulir pendaftaran (MJI) yang tersedia di
Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam
buku
register pendaftaran.
e. Setiap pedagang Makanan Jajanan yang telah terdaftar diberikan

sticker tanda terdaftar dan wajib memasang sticker tanda


terdaftar
pada sarana penjaja makanan jajanan yang dikelolanya.
f. Hasil laporan pendaftaran adalah diperolehnya informasi tentang

pedagang makanan jajanan dan sentra makanan jajanan yang

meliputi : jenis/nama makanan jajanan dan sentra makanan


ja janan,
alamat, nama pemilik, nama dan jumlah penjamah, keanggotaan

kelompok/assosiasi, sarana dan lokasi di dalam atau di luar gedung.

3. Penyuluhan dan Kursus


a. Kegiatan penyuluhan dilakukan oleh petugas kesehatan dan asosiasi
bersama kader di masyarakat terhadap para pedagang dan pemilik
untuk memotivasi perilaku yang mendukung pelaksanaan pembinaan
Makanan Jajanan.
b. Metode penyuluhan dengan cara memotivasi para pedagang

makanan jajanan yang melakukan pendaftaran untuk


memberdayakan organisasi yang ada dan atau membentuk

organisasi bagi yang belum ada sebagai wahana untuk pembinaan


makanan jajanan.
c. Dengan bekerjasama kepada pemilik usaha makanan jajanan,
assosiasi dan atau pihak penyandang dana atau Bapak Asuh
dilakukan kegiatan kursus bagi Pedagang makanan jajanan untuk
Memperoleh Sertifikat Kursus Hygiene Sanitasi Makanan.

4. Pembentukan Sentra Pedagang Makanan Jajanan


a. Setiap gedung perkantoran/industri/pusat perdagangan/daerah
kegiatan pariwisata yang mempunyai kelompok makanan jajanan

atau belum berupa kelompok dilakukan penataan untuk menjadi

sentra makanan jajanan.


b. Kelompok makanan jajanan pada butir (a) dilakukan pembinaan

dengan melengkapi fasilitas dan sarana pedagang makanan jajanan.


c. Pembentukan sentra pedagang makanan jajanan di motivasi oleh
Dinas Kesehatan dan Asosiasi yang telah terdaftar di Pemerintah
Daerah setempat dengan dukungan kerjasama dari instansi terkait.
d. Sentra Pedagang makanan jajanan yang telah terbentuk dilakukan
inspeksi sanitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Asosiasi
yang telah terdaftar di Pemerintah Daerah setempat untuk diusulkan

penetapan lokasi kepada Bupati/Walikota.


e. Setiap gedung
perkantoran/industri/pusat perdagangan/
pembelanjaan serta daerah kegiatan pariwisata yang akan dibangun,
yang membutuhkan jasa
pelayana n makanan diwajibkan
menyediakan lahan atau tempat untuk sentra pedagang makanan

jajanan baik yang ada di dalam gedung maupun di luar gedung.


f. Persyaratan hygiene sanitasi sentra pedagang makanan jajanan
harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Keputusan
Menteri ini.
g. Pengaturan lebih lanjut tentang persyaratan hygiene
sanitasi
makanan jajanan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dan Kantor Kesehatan Pelabuhan, antara lain mencakup :
1). air bersih
2). lalat, tikus dan hewan lainnya
3). sampah
4). limbah
5). pemeliharaan kebersihan
6). perilaku hygienis penjamah
7). pemeriksaan kesehatan
8). ventilasi dan pencahayaan
9). penataan lalu lintas pengunjung
10). suhu penyimpanan bahan makanan
h. Setiap sentra makanan jajanan harus memiliki pengelola sentra

sebagai penanggung jawab yang mengkoordinir pedagang makanan


jajanan yang ada di dalam sentra makanan jajanan
i. Pengelola sentra makanan jajanan berkewajiban
memelihara
kebersihan dan sanitasi lingkungan sentra makanan jajanan
j. Sentra makanan jajanan dikembangkan berupa percontohan sentra

makanan jajanan yang dibina secara intensif untuk ditularkan kepada

daerah lain.
1. PENGAWASAN
1. Pengawasan sentra makanan jajanan dilaksanakan dengan inspeksi
sanitasi secara berkala dan penerapan HACCP secara bertahap oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat .
2. Inspeksi sanitasi dapat dilaksanakan dengan pengujian contoh sample
makanan dan spesimen di laboratorium untuk penegasan/konfirmasi

yang dilaksanakan sesuai kebutuhan.


3. Contoh makanan dan spesimen yang dimaksud dalam Keputusan ini
yaitu contoh makanan, contoh usap alat masak, contoh usap
alat
makan, contoh air, contoh usap dubur karyawan dan contoh lainnya.
4. Contoh makanan dan spesimen yang dikirim langsung oleh Penanggung
jawab Sentra Pedagang makanan jajanan dapat dilayani
bila
pengambilannya dilakukan sesuai dengan persyaratan pengambilan
contoh makanan dan spesimen.
5. Jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh laboratorium sesuai dengan
permintaan pengirim.
6. Hasil pemeriksaan dikirim kepada pengirim dengan tembusan kepada
Dinas Kesehatan setempat untuk keperluan pemantauan/ pengawasan.
7. Biaya pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan contoh makanan

dan spesimen yang dilakukan secara rutin menjadi tanggung jawab


pedagang makanan jajanan yang bersangkutan.
8. Biaya pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan contoh makanan

dan spesimen dalam rangka uji petik ditanggung oleh Pusat, Propinsi
dan atau Pemerintah daerah.
9. Laporan hasil inspeksi sanitasi dikirim kepada Bupati/Walikota dan

tembusan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan


Propinsi dan Direktorat Penyehatan Air dan Sanitasi Ditjen PPM & PL
Depkes RI dengan periode 3 (tiga) bulan sekali, dengan format laporan
MJ3.
10. Sentra makanan jajanan yang telah memenuhi syarat dan menerapkan

HACCP dapat diberikan penghargaan atas keberhasilannya.

2. EVALUASI
1. Terhadap kegiatan pembinaan dan pengawasan dilakukan evaluasi oleh
instansi terkait secara berjenjang.
2. Hasil evaluasi dilaporkan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan
antara lain kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Direktorat Penyehatan Air
dan Sanitasi Ditjen PPM & PL Depkes RI, Jakarta, dan Asosiasi yang
telah terdaftar di Pemerintah Daerah untuk dijadikan bahan masukan

perencanaan, pembinaan dan pengawasan sanitasi makanan jajanan.


MENTERI KESEHATAN,

Dr. ACHMAD SUJUDI


LAMPIRAN II
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR :
942/Menkes/SK/VII/2003 TANGGAL
: 3 Juli 2003

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KURSUS HYGIENE SANITASI MAKANAN

A. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis


1. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan atau
Pengusaha/Penanggung jawab dan penjamah makanan yang yang
menangani makanan jajanan.
2. Penyelenggara pelatihan adalah Pusat, Dinas Kesehatan Propinsi,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Lembaga yang telah terdaftar di
Pemerintah Daerah setempat.
3. Penanggung jawab pelatihan adalah Ketua Penyelenggara Pelatihan.
4. Pembina teknis pelatihan adalah Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi
untuk Tingkat Pusat dan Kepala Dinas Kesehatan sesuai dengan tingkat
daerahnya.

B. Kurikulum, Materi dan Pengajar atau Tutor


1. Kurikulum pelatihan Hygiene Sanitasi Makanan bagi
pengsaha/penanggung jawab dan penjamah makanan sebagaimana
tercantum di bawah ini.
2. Materi pelatihan mengacu kepada modul pelatihan yang diterbitkan oleh

Departemen Kesehatan.
3. Pengajar atau tutor pelatihan kursus hygiene sanitasi makanan dengan
kualifikasi sebagai berikut :
 memiliki pengetahuan hygiene sanitasi makanan yang bersertifikat.
 tenaga Profesi, Sanitarian.
 berpengalaman bekerja dalam bidang terkait.
 berpendidikan minimal S1 (Sarjana).

C. Tutorial dan Evaluasi


1. Peserta pelatihan yang belajar mandiri dapat dibantu dengan tutorial
yang dilakukan di Daerah tempat tinggal peserta bekerja,
ataupun
tempat lain yang ditunjuk oleh penyelenggara pelatihan.
2. Peserta yang memenuhi syarat dalam pelatiha n dapat
mengikuti
evaluasi kursus Hygiene Sanitasi Makanan yang dilaksanakan secara
tertulis.
3. Pelaksanaan evaluasi oleh Tim yang dibentuk oleh Penyelenggara
Pelatihan.
4. Ketua Tim evaluasi adalah Tenaga Sanitarian yang ditunjuk oleh Ketua
Penyelenggara Pela tihan.
5. Tugas tim evaluasi adalah menyusun soal, mengawasi, memeriksa dan
menyampaikan hasil evaluasi kepada ketua tim evaluasi.
6. Ketua Tim evaluasi menetapkan peserta yang lulus dalam evaluasi.

D. Sertifikat
1. Peserta pelatihan yang dinyatakan lulus diberikan sertifikat.
2. Sertifikat dikeluarkan dan ditandatangani oleh Ketua Penyelenggara
Pelatihan.
3. Sertifikat kursus Hygiene Sanitasi Makanan berlaku secara nasional.
4. Sertifikat kursus Hygiene Sanitasi Makanan berlaku untuk jangka waktu
tak terbatas.
5. Bentuk sertifikat kursus Hygiene Sanitasi Makanan dibuat sesuai
dengan ketentuan sebagaimana pada contoh pada huruf G dan H.

E. KURIKULUM KURSUS HYGIENE SANITASI MAKANAN BAGI


PENANGGUNGJAWAB MAKANAN

No Mata Pelajaran Pokok Bahasan Jam


Bagian . Pelajara
n
1 2 3 4 5

1. Peraturan a. UU No. 23/1992 tentang 2 x 45’


A. MATERI Perundang - Kesehatan
DASAR b. Perundang -undangan
undangan
2. Hygiene sanitasi
Persyaratan dibidang Pangan
a. Kepmenkes No. …/2002 2 x 45’
Makanan
hygiene sanitasi tentang Persyaratan
hygiene sanitasi
Tempat Makanan jajanan
Pengelolaan
Makanan (TPM)
3. Bahan Pencemar a. Rantai Perjalanan 1 x 45’
Terhadap Makanan (Food Chain)
Makanan b. Perkembangan Bakteri
B. MATERI Pada Makanan
INTI c. Dosis Bakteri Pathogen
d. Cara

Bakteri
Menyebabkan Penyakit
4. Bahan Pencemar 1 x 45’
Makanan Lainnya

5. Penyakit Bawaan a. Virus 2 x 45’

Makanan b. Zat Asing & Bahan Fisik


c. Bahan Kimia

a. Penyebab Oleh Mikroba


b. Penyebab Oleh Bahan
6. Prinsip HSMM a. Sumber dan 4 x 45’
Kimia
Penyebaran Pencemar
c. Penyebab Oleh Zat
Makanan
b. Aspek Sanitasi Makanan
c. Toksin Bahan
Pemilihan
d.
d.Penyimpanan
Penyebab OlehBahan
Zat
e. Pengolahan
f. Penyimpanan Makanan
g. Pengangkutan
h. Penyajian
i. Pengendalian Waktu
dan Suhu Makanan
(Danger Zone)
j. Pencemaran Silang
(Cross-contamination)
2 x 45’

8. Pencucian dan 2 x 45’

Penyimpanan
Peralatan
Pengolahan
Makanan
7. Struktur dan Tata a. Bahan dan Konstruksi
Letak Dapur b. Ukuran dan Fungsi
Ruang Kerja
c. Alur Makanan (Food
Flow)
d. Denah Bangunan (Lay

a. Peralatan Masak
Memasak
b. Peralatan Makan Minum
c. Sarana dan Cara
Pencucian
d. Bahan Pencuci

9. Pemeliharaan a. Air Bersih 6 x 45’


Kebersihan
Lingkungan b. Pembuangan Limbah
dan Sampah
c. Pengendalian Serangga
dan Tikus

10 Hygiene d. Sumber
a. Pemeliharaan dan
Pencemar dari 2 x 45’
. Perorangan Pembersihan
Tubuh Ruangan

b. Pengamatan Kesehatan c.
Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Sehat
d. Pakaian Pelindung
Pencemaran
11 Penanganan Alat 2 x 45’
.
Pendingin

12 Proses Masak 2 x 45’


.
Memasak
Makanan a. Sistem Pendinginan
b. Karakteristik Alat
13 Pengawetan dan Pendingin 2 x 45’
. Bahan Tambahan
c. Pelunakan Makanan
Makanan
Beku (Thawing)
d. Pengawasan dan

14 Pengendalian a. 2 x 45’
a. Pengendalian
Cara Memasak MutuYang
. (Quality
Sehat Control)
Mutu Mandiri
b.b.Jaminan MutuSuhu
Hubungan ( Quality
dan
Assurance)
Pemusnahan Bakteri
c.c. Pengujian
Pemanasan Mandiri ( Self
Ulang
Control)
(Reheating)
d. Analisis Bahaya Titik
Kendali Kritis (ABTKK) –
Hazard Analysis Critical
a. Pemanasan,
Control Point (HACCP)
Pengeringan dan
C. MATERI 15 Rangkuman 1 x 45’
PENUNJANG . Hygiene sanitasi Pengasapan
a. Ringkasan Materi
(Capita Selecta)
Makanan b. Latihan Soal
16 Kepariwisataan a. Pengenalan Pariwisata 1 x 45’
. b. Pariwisata Dalam
Pembangunan
c. Peran Makanan Sehat
Dalam Pariwisata
1 x 45’

17. Manajemen a. Permodalan dan


Hygiene sanitasi Pemasaran
JUMLAH Makanan b. Peluang Bisnis dan
Motivasi Kerja
c. Organisasi dan Asosiasi

35 x 45’

F. KURIKULUM KURSUS HYGIENE SANITASI MAKANAN BAGI PENJAMAH


MAKANAN

No. Mata Pelajaran Pokok Bahasan Jam


Bagian Pelajaran
1 2 3 4 5
a. UU No. 23/1992 tentang
Kesehatan
1. Peraturan 1 x 45’
Perundang - b. Kepmenkes No. …/2002
A. MATERI
tentang Persyaratan
DASAR undangan
hygiene sanitasi
Hygiene sanitasi
Makanan jajanan
Makanan
c. Kepmenkes No. …/2002
tentang Persyaratan
hygiene sanitasi Rumah
Makan / Restoran
d. Kepmenkes No. …/2002
tentang Persyaratan
Hygiene Sanitasi
Makanan jajanan
2. Bahan Pencemar 1 x 45’
Terhadap
Makanan
B. MATERI
INTI

a. Rantai Perjalanan
Makanan (Food Chain)
b. Perkembangan Bakteri
Pada Makanan
c. Cara Bakteri
Menyebabkan Penyakit
Pada Manusia
d. Mengenal pencemar lain
: virus, bahan kimia,

3. Penyakit Bawaan a. Penyebab Oleh Mikroba 2 x 45’


Makanan b. Penyebab Oleh Bahan
Kimia
c. Penyebab Oleh Zat
Toksin
d. Penyebab Oleh Zat
Alergi
4. Prinsip HSMM a. Sumber dan 2 x 45’
Penyebaran Pencemar
Makanan
b. Pemilihan,
Penyimpanan,
Pengolahan,
Pengangkutan,
Penyajian dan Konsumsi
c. Aspek Hygiene Sanitasi
Makanan
d. Pengendalian Waktu
dan Suhu Makanan
(Danger Zone)
1 x 45’

6. Pemeliharaan a. Air Bersih 2 x 45’


b. Pembuangan Limbah
Kebersihan dan Sampah
Lingkungan c. Pengendalian Serangga
dan Tikus
5. Pencucian dan a. Pemeliharaan
d. Peralatan Masak
dan
Penyimpanan Memasak Ruangan
Pembersihan
Peralatan e. Fasilitas Sanitasi
Pengolahan b. Peralatan Makan Minum
7. Hygiene 1 x 45’
Makanan c. Sarana dan Cara
Perorangan
Pencucian
d. Bahan Pencuci

JUMLAH
a. Sumber Pencemar dari
Tubuh
b. Pengamatan Kesehatan
c. Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku Sehat
d. Pakaian Pelindung

10 x 45’
G. SERTIFIKAT KURSUS HYGIENE SANITASI MAKANAN BAGI
PENGUSAHA/PENANGGUNG JAWAB

SERTIFIKAT KURSUS HYGIENE SANITASI MAKANAN


NOMOR : ------------------------------

Berdasarkan kepada Kepmenkes Nomor. … tahun 2003 tentang


Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, telah dilaksanakan Evaluasi /
Kursus Hygiene Sanitasi Makanan bagi pengusaha / penanggungjawab yang
diselenggarakan oleh ……………………, pada tanggal …………………………………,
bertempat di …………………….., dan sesuai dengan Keputusan Ketua
Tim Evaluasi Nomor………………….., tanggal ……………….., tentang Penetapan
ulus Evaluasi
Peserta YangKursus LHygiene Sanitasi Makanan, dengan ini memberikan sertifikat
kepada :

Nama :
____________________________________ Tempat tanggal lahir
: ____________________________________ Alamat
: ____________________________________
Pekerjaan / Jabatan :
____________________________________ Perusahaan / Unit Kerja
: ____________________________________

Pemegang Sertifikat ini telah memenuhi syarat dan dipandang cakap


untuk mengelola hygiene sanitasi makanan.

_________ , __________ 20 ___


PENYELENGGARA PELATIHAN,
KETUA,
Pas Photo
berwarna
ukuran
4x 6 cm

________________________
HASIL EVALUASI HYGIENE SANITASI MAKANAN

MATERI PELAJARAN YANG DIIKUTI

Kelompok Dasar :

1. Perundang-undangan Hygiene Sanitasi Makanan

2. Persyaratan hygiene sanitasi Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)

Kelompok Inti :

3. Bakteri Pencemar Terhadap Makanan


4. Bahan Pencemar Makanan Lainnya
5. Penyakit Bawaan Makanan
6. Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan
7. Struktur dan Tata Letak Dapur

8. Pencucian dan Penyimpanan Peralatan Pengolahan


Makanan 9. Pemeliharaan Kebersihan Lingkungan
10. Hygiene Perorangan
11. Penanganan Alat Pendingin
12. Proses Masak Memasak Makanan
13. Pengawetan dan Bahan Tambahan Makanan
14. Pengendalian Mutu Mandiri KETUA TIM EVALUASI
KURSUS HYGIENE SANITASI
MAKANAN

Kelompok Penunjang :
15.
____________________________
_ 16.
____________________________
_
17. _____________________________ ___________________
NIP.
NILAI EVALUASI RATA RAT A :

____________ ( __________________ )
H. SERTIFIKAT KURSUS PENJAMAH MAKANAN

SERTIFIKAT KURSUS PENJAMAH MAKANAN


NOMOR : ------------------------------

Berdasarkan kepada Kepmenkes No. … tahun 2003 tentang Persyaratan


Hygiene Sanitasi Makanan jajanan, telah dilaksanakan Evaluasi / Kursus
Hygiene Sanitasi Makanan bagi Penjamah Makanan yang
diselenggarakan oleh ……………………, pada tanggal
…………………………………, bertempat di …………………….., dan sesuai
o…………………..,
dengan Keputusantanggal
Ketua………………..,
Tim Evaluasi tentang
N Penetapan Peserta Yang

Lulus Evaluasi Kursus Hygiene Sanitasi Makanan, dengan ini


memberikan sertifikat kepada :

Nama :
____________________________________ Tempat tanggal lahir
: ____________________________________ Alamat
: ____________________________________
Pekerjaan / Jabatan :
____________________________________ Perusahaan / Unit Kerja
: ____________________________________

Pemegang Sertifikat ini telah memenuhi syarat dan dipandang cakap


sebagai Penjamah makanan (food handler).

Pas Photo _______ , __ ________ 20 ___


berwarna
PENYELENGGARA PELATIHAN
ukuran
KETUA,
4x 6 cm
________________________
HASIL EVALUASI HYGIENE SANITASI MAKANAN

MATERI PELAJARAN YANG DIIKUTI

Kelompok Dasar :
1. Perundang-undangan di Bidang Hygiene Sanitasi Makanan
Kelompok Inti :
2. Bakteri Pencemar Terhadap Makanan
3. Penyakit Bawaan Makanan
4. Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan

5. Pencucian dan Penyimpanan Peralatan Pengolahan


Makanan 6. Pemeliharaan Kebersihan Lingkungan
---------.----------200---
7. Hygiene Perorangan KETUA TIM EVALUASI
Kelompok Penunjang : KURSUS HYGIENE SANITASI
MAKANAN
8.
____________________________
_ 9.
____________________________
_ 10.
____________________________
_
NILAI EVALUASI RATA RATA : ___________________
NIP.
____________ ( __________________ )
MENTERI KESEHATAN,

Dr. ACHMAD SUJUDI

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1098/MENKES/SK/VII/2003
TENTANG
PERSYARATAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :


1. Rumah Makan adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup
kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat
usahanya;
2. Restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat
disebagian atau seluruh bangunan yang permanen dilengkapi dengan
peralatanan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan,
penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum ditempat
usahanya;
3. Peralatan adalah segala macam alat yang digunakan untuk mengolah dan
menyajikan makanan;
4. Hygiene Sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor
makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin
dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
5. Persyaratan Hygiene Sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang
ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel dan
perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika.
6. Fasilitas sanitasi adalah sarana fisik bangunan dan perlengkapannya
digunakan untuk memelihara kualitas lingkungan atau mengendalikan
faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat merugikan kesehatan manusia
antara lain sarana air bersih, jamban, peturasan, saluran limbah, tempat
cuci tangan, bak sampah, kamar mandi, lemari pakaian kerja (locker),
peralatan pencegahan terhadap lalat, tikus dan hewan lainnya serta
peralatan kebersihan
7. Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan siap dihidangkan/
disajikan oleh rumah makan dan restoran;
8. Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan
dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan,
pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian.
9. Sanitarian adalah tenaga kesehatan lingkungan berpendidikan minimal
Sarjana (S1) yang telah mendapatkan pelatihan dibidang Hygiene Sanitasi
Makanan;

BAB II
PENYELENGGARAAN

Pasal 2

1) Setiap Rumah makan dan restoran harus memiliki izin usaha dari
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2) Untuk memiliki izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rumah
makan dan restoran harus memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah
makan dan restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota.
3) Sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan restoran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setelah memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran I.
4) Tatacara memperoleh sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) sebagaimanan
tercantum dalam Lampiran I keputusan ini.
Pasal 3

1) Setiap usaha rumah makan dan restoran harus mempekerjakan seorang


penanggung jawab yang mempunyai pengetahuan hygiene sanitasi
makanan dan memiliki sertifikat hygiene sanitasi makanan.
2) Sertifikat hygiene sanitasi makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai dengan perundang
undangan yang berlaku.
3) Pedoman penyelenggaraan kursus hygiene sanitasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
keputusan ini.
Pasal 4
1) Tenaga penjamah makanan yang bekerja pada usaha rumah makan dan
restoran harus berbadan sehat dan tidak menderita penyakit menular.
2) Penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 (dua)
kali dalam satu tahun.
3) Penjamah makanan wajib memiliki sertifikat kursus penjamah makanan.
4) Sertifikat kursus penjamah makanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diperoleh dari institusi penyelenggara kursus sesuai
dengan
perundang undangan yang berlaku.
Pasal 5

Pengusaha dan/atau penanggung jawab rumah makan dan restoran wajib


menyelenggarakan rumah makan dan restoran yang memenuhi syarat
hygiene sanitasi sebagaimana ditetapkan dalam keputusan ini.
Pasal 6

Penanggung jawab rumah makan dan restoran yang menerima laporan atau
mengetahui adanya kejadian keracunan atau kematian yang diduga berasal
dari makanan yang diproduksi wajib melaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat guna dilakukan langkah-langkah penanggulangan.

BAB III
PENETAPAN TINGKAT MUTU

Pasal 7

1) Dinas Kesehatan Kabupaten/kota melakukan pengujian mutu makanan


dan spesimen terhadap rumah makan dan restoran.
2) Pengujian mutu makanan serta spesimen dari rumah makanan dan
restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikerjakan oleh
tenaga Sanitarian.
3) Hasil pengujian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
dasar penetapan tingkat mutu hygiene sanitasi rumah makan dan
restoran.
4) Tata cara pengujian mutu dan penetapan tingkat mutu rumah makan dan
restoran dimaksud pada ayat (2) sebagaimana tercantum dalam Lampiran
III keputusan ini.
Pasal 8

1) Pemeriksaan contoh makanan dan spesimen dari rumah makan dan


restoran dilakukan di laboratorium.
2) Tata cara pemeriksaan contoh makanan dan spesimen dari rumah makan
dan restoran harus memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III keputusan ini.
BAB IV
PERSYARATAN HYGIENE SANITASI
Pasal 9

1) Rumah makan dan restoran dalam menjalankan usahanya harus


memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.
2) Persyaratan hygiene sanitasi yang harus dipenuhi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi :
a. Persyaratan lokasi dan bangunan;
b. Persyaratan fasilitas sanitasi;
c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan;
d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi;
e. Persyaratan pengolahan makanan;
f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan maknanan jadi;
g. Persyaratan peralatan yang digunakan.
3) Pedoman persyaratan hygiene sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sebagaimana tercantum dalam lampiran IV keputusan ini.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 10

1) Pembinaan teknis penyelenggaraaan rumah makan dan restoran


dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
2) Dalam rangka Pembinaan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mengikutsertakan Asosiasi rumah makan dan restoran, organisasi profesi
dan instansi terkait lainnya.
Pasal 11

1) Pengawasan pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh kepala Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Kantor Kesehatan Pelabuhan secara fungsional melaksanakan
pengawasan terhadap rumah makan dan restoran yang berlokasi di
wilayah pelabuhan.
Pasal 12
1) Dalam hal kejadian luar biasa (wabah) dan/atau kejadian keracunan
makanan Pemerintah mengambil langkah-langkah penanggulangan
seperlunya.
2) Langkah penangulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui pengambilan sample dan spesimen yang diperlukan,
kegiatan investigasi dan kegiatan surveilan lainnya.
3) Pemeriksaan sample dan spesimen rumah makan dan restoran dilakukan
di laboratorium.
4) Ketentuan pemeriksaan sample dan spesimen sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

BAB VI
SANKSI

Pasal 13

1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengambil tindakan


administratif terhadap rumah makan dan restoran yang melakukan
pelanggaran atas Keputusan ini.
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
teguran lisan, teguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik
hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 1429/MENKES/SK/XII/2006
TENTANG
PEDOMAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN LINGKUNGAN SEKOLAH
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Kantin/Warung Sekolah
a. Makanan jajanan yang dijual harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup (terlindung dari
lalat atau binatang lain dan debu)
b. Makanan jajanan yang disajikan dalam kemasan harus dalam keadaan baik dan tidak kadaluarsa.
c. Tempat penyimpanan makanan yang dijual pada warung sekolah/kantin harus selalu terpelihara dan
selalu dalam keadaan bersih, terlindung dari debu, terhindar dari bahan kimia berbahaya, serangga
dan hewan lainnya.
d. Tempat pengolahan /dapur atau penyiapan makanan harus bersih dan memenuhi persyaratan
kesehatan sesuai ketentuan yang berlaku.
e. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih yang mengalir atau dalam 2 (dua) wadah yang
berbeda dan dengan menggunakan sabun.
f. Peralatan yang sudah bersih harus disimpan di tempat yang bebas pencemaran
g. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan
peruntukannya
h. Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.
i. Penyaji makanan di sekolah harus selalu menjaga kebersihan denga selalu mencuci tangan sebelum
memasak dan dari toilet.
j. Tersedia tempat cuci peralatan makan dan minum dengan air yang mengalir
k. Tersedia tempat cuci tangan bagi pengunjung kantin/warung sekolah.
l. Tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan.
m. Tersedia tempat untuk penyimpanan makanan jadi/siap jadi yang tertutup.
n. Tersedia tempat untuk menyimpan peralatan makan dan minum.
o. Lokasi kantin/warung sekolah minimal berjarak 20 m dengan TPS (tempat pengumpulan sampah
sementara)
p. Pencahayaan warung sekolah/kantin harus memiliki intensitas cahaya 100 LUX
q. Luas lubang ventilasi terhadap luas lantai pada warung sekolah/kantin adalah 20%
r. Air bersih
1. Tersedia air bersih 15 liter/orang/hari
2. Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan yang sesuai dengan Kep.Men.Kes Nomor 416
tahun 1990, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
3. Jarak sumur/sarana air bersih dengan sumber pencemaran (sarana pembuangan air limbah,
septic tank, tempat pembuangan sampah akhir,dll) minimal 10m
s. Pembuangan air limbah dari laboratium, dapur, wc harus memenuhi syarat kesehatan kedap air,
tertutup, dan diberi bak control pada jarak tertentu supaya mudah dibersihkan bila terjadi
penyumbatan sehingga dapat mengalir dengan lancar.
t. Harus tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan tutup
u. Tersedia tempat pengumpulan sampah sementara (TPS) untuk memudahkan pengangkutan atau
pemusnahan sampah.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2013

TENTANG

SUSU FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SUSU


FORMULA BAYI DAN PRODUK BAYI LAINNYA.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Air Susu Ibu yang selanjutnya disebut ASI adalah cairan hasil sekresi
kelenjar payudara ibu

2. Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.

3. Konselor Menyusui adalah tenaga terlatih, baik tenaga kesehatan atau

bukan tenaga kesehatan yang telah memiliki sertifikat pelatihan


konseling menyusui.

4. Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan


sebagai pengganti ASI untuk bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.

5. Produk Bayi Lainnya adalah produk bayi, yang terkait langsung

dengan kegiatan menyusui meliputi segala bentuk susu dan pangan


bayi lainnya, botol susu, dot dan empeng.

.
Pasal 2
Pengaturan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya bertujuan agar :

a. setiap orang memiliki akses terhadap informasi pemenuhan gizi bagi


bayi yang tidak mendapat ASI Eksklusif;

b. setiap orang memiliki akses yang benar dan sesuai standar yang
direkomendasikan dalam penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk
Bayi Lainnya;
c. setiap orang memiliki akses komunikasi, informasi dan edukasi
mengenai penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya
secara aktual dan objektif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan; dan

d. adanya kerja sama antara ibu, pihak keluarga, tenaga kesehatan dan
fasilitas pelayanan kesehatan dalam mengampanyekan pentingnya
pemberian ASI Eksklusif.

BAB III
PENGGUNAAN SUSU FORMULA BAYI

Bagian Kesatu
Keadaan Tertentu

Paragraf 1
Umum
Pasal 6
(1) Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada

Bayi yang dilahirkannya, kecuali dalam keadaan :


a. adanya indikasi medis;

b. ibu tidak ada; atau


c. ibu terpisah dari bayi.

(2) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ibu, Keluarga,
tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya dapat memberikan Susu
Formula Bayi.

Paragraf 2
Indikasi Medis
Pasal 7
(1) Pemberian Susu Formula Bayi berdasarkan Indikasi Medis dilakukan
dalam hal :
a. Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus;
b. Bayi yang membutuhkan makanan lain selain ASI dengan jangka
waktu terbatas;
c. kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif

karena harus mendapatkan pengobatan sesuai dengan standar


pelayanan medis;
d. kondisi medis ibu dengan HbsAg (+), dalam hal Bayi belum

diberikan vaksinasi hepatitis yang pasif dan aktif dalam 12 (dua


belas) jam; dan

e. keadaan lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi.

(2) Penentuan adanya Indikasi Medis sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) harus dilakukan oleh dokter.

(3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan adanya
Indikasi Medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemberian Susu Formula dan Produk Bayi Lainnya atas Indikasi
Medis yang dilakukan oleh bidan dan perawat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diutamakan untuk penyelamatan nyawa.

Pasal 8
(1) Indikasi Medis pada Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan

formula khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf


a, merupakan kelainan metabolisme bawaan (inborn errors
metabolism).

(2) Kelainan metabolisme bawaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


meliputi :
a. Bayi dengan galaktosemia klasik memerlukan formula khusus
bebas galaktosa;
b. Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple (maple syrup

urine disease), memerlukan formula khusus bebas leusin,


isoleusin, dan valin;

c. Bayi dengan fenilketonuria, memerlukan formula khusus bebas


fenilalanin; dan/atau

d. kelainan metabolisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi.

(3) Bayi dengan fenilketonuria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c masih dapat diberikan ASI dengan perhitungan dan pengawasan
dokter spesialis anak yang kompeten.

Pasal 9
Indikasi Medis pada Bayi dengan kebutuhan makanan selain ASI dalam jangka
waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, dengan
kriteria antara lain :

a. Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus)
gram atau Bayi lahir dengan berat badan sangat rendah;

b. Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan
yang sangat prematur; dan/atau

c. Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan


adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa seperti
pada Bayi prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang
mengalami stress iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, Bayi
yang sakit dan Bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes, jika gula
darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Pasal 10

Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI Eksklusif karena harus
mendapatkan pengobatan sesuai dengan standar pelayanan medis
sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) huruf c terbagi atas :
a. ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui secara permanen;
dan
b. ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui sementara
waktu.

Pasal 11
(1) Kondisi medis ibu yang dapat dibenarkan menghentikan menyusui

secara permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a jika


ibu terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

(2) Ibu dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diberikan informasi tentang kemungkinan
menggunakan donor ASI atau Susu Formula Bayi.

(3) Penggunaan Susu Formula Bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus memenuhi syarat AFASS, meliputi dapat diterima (acceptable),
layak (feasible), terjangkau (affordable), berkelanjutan (sustainable)
dan aman (safe).

(4) Dikecualikan terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), jika Bayi diketahui positif terinfeksi Human Immunodeficiency


Virus (HIV) atau ibu dan Bayi telah mendapatkan pengobatan sesuai
standar dan secara teknologi ASI dinyatakan aman untuk kepentingan
Bayi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
Kondisi medis ibu yang dapat dibenarkan menyusui sementara waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b meliputi :
a. ibu yang menderita penyakit parah yang menghalangi seorang ibu

merawat bayinya, seperti sepsis/demam tinggi hingga tidak sadarkan


diri;

b. ibu yang menderita infeksi Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1) dan
HSV-2 di payudara;
c. ibu dalam pengobatan :
1) menggunakan obat psikoterapi jenis penenang, obat anti epilepsi
dan opioid;
2) radioaktif iodine 131;

3) penggunaan yodium atau yodofor topical; dan/atau


4) sitotoksik kemoterapi.

paragraf 3
Ibu Tidak Ada atau Terpisah dari Bayinya
Pasal 13
Pemberian Susu Formula dan Produk Bayi Lainnya pada keadaan ibu
tidak ada atau ibu terpisah dari Bayi, meliputi :
a. ibu meninggal dunia, sakit berat, sedang menderita gangguan jiwa
berat;
b. ibu tidak diketahui keberadaannya; atau

c. ibu terpisah dari Bayi karena adanya bencana atau kondisi lainnya
dimana ibu terpisah dengan bayinya sehingga ibu tidak dapat
memenuhi kewajibannya atau anak tidak memperoleh haknya.

Bagian Kedua

Tata Cara Penggunaan Susu Formula Bayi


dan Produk Bayi Lainnya

Paragraf 1
Umum
Pasal 14
(1) Pemberian Susu Formula Bayi atas Indikasi Medis sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 7 harus mendapat persetujuan dari ibu Bayi


dan/atau Keluarganya.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah
ibu Bayi dan/atau Keluarganya mendapat peragaan dan penjelasan
atas penggunaan dan penyajian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi
Lainnya.
Pasal 15
(1) Tenaga kesehatan harus memberikan peragaan dan penjelasan

kepada ibu dan/atau Keluarga mengenai penyimpanan, penggunaan


dan penyajian Susu Formula Bayi termasuk teknik sterilisasi produk
bayi dan teknik relaktasi/menyusui kembali.

(2) Tenaga kesehatan harus memastikan ibu dan/atau keluarga bayi


yang diberi Susu Formula Bayi telah paham atas peragaan dan
penjelasan yang diberikan.

(3) Tenaga kesehatan harus mencatat indikasi penggunaan Susu Formula


Bayi pada rekam medis Bayi bersangkutan.

Paragraf 2
Pemberian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya
Pasal 16
(1) Pemberian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya harus

disesuaikan dengan umur, kondisi Bayi dan sesuai dengan takaran


saji yang dianjurkan dan/atau standar yang ditetapkan.

(2) Penggunaan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya harus
dilakukan dengan memenuhi persyaratan higiene dan sanitasi.

(3) Persyaratan higiene dan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan (2) meliputi :
a. cuci tangan dengan sabun dan dibilas pada air mengalir sebelum
menyajikan Susu Formula Bayi;
b. cairkan susu dengan air yang telah dididihkan dan tunggu 10
menit;
c. lihat petunjuk takaran yang terdapat pada kemasan Susu Formula
Bayi atau dengan mengikuti saran dokter; dan
d. jika dalam waktu 2 jam susu tidak habis harus dibuang;

(4) Penggunaan Produk Bayi Lainnya dilakukan secara higiene dan sesuai
standar yang ditetapkan, meliputi:
a. perhatikan tanggal kadaluarsa;
b. perhatikan keutuhan kemasan;
c. cuci setiap bagian alat yang digunakan untuk
penyiapan/penyajian Susu Formula Bayi; dan
d. rebus alat yang digunakan untuk penyiapan/penyajian Susu
Formula Bayi dengan air mendidih.

Paragraf 3

Pemberian Susu Formula dan Produk Bayi Lainnya


pada Situasi Darurat dan/atau Bencana

Pasal 17
(1) Setiap pemberian Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya pada

situasi darurat dan/atau bencana harus melalui dinas kesehatan


kabupaten/kota setempat dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman
pemberian makanan Bayi dan anak pada situasi darurat yang
ditetapkan oleh Menteri.

(2) Dinas kesehatan kabupaten/kota setempat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) berkoordinasi secara berjenjang dengan Kementerian
Kesehatan.

Pasal 18
Dalam situasi darurat dan/atau bencana, setiap produsen Susu Formula
Bayi dan Produk Bayi Lainnya dilarang:
a. memberikan Susu Formula Bayi dan Produk Bayi Lainnya secara

langsung kepada Bayi, ibu dan/atau keluarganya pada situasi darurat


dan/atau bencana; atau
b. membujuk, meminta, dan memaksa ibu menyusui dan/atau pihak

keluargannya untuk menggunakan Susu Formula Bayi dan Produk


Bayi Lainnya.

Pasal 19
(1) Pemberian Susu Formula Bayi pada situasi darurat dan/atau bencana
hanya ditujukan untuk memenuhi gizi Bayi dan kepentingan sosial.
(2) Pemberian Susu Formula Bayi pada situasi darurat dan/atau bencana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan


ketentuan dalam Pasal 16.

(3) Pemberian Susu Formula Bayi pada situasi darurat dan/atau bencana
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan/atau Konselor Menyusui.

BAB VI
LABEL UNTUK SUSU FORMULA BAYI
Pasal 23
(1) Produsen dan/atau distributor Susu Formula Bayi dan/atau Produk

Bayi mencantumkan label pada setiap kemasan Susu


Formula Bayi dan/atau.

(2) Label sebagaimana dimaksud Produk Bayi Lainnya pada ayat (1) harus ditulis
secara jelas
dengan menggunakan Lainnya wajib Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

(3) Label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya


memuat:
a. nama produk
b. daftar bahan yang digunakan;
c. berat bersih atau isi bersih;
d. informasi nilai gizi;
e. tanggal kedaluwarsa dan petunjuk penyimpanan;
f. keterangan tentang peruntukan;
g. cara penggunaan;
h. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan ke
dalam wilayah Indonesia; dan
i. keterangan lain yang perlu diketahui.

(4) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a mencantumkan nama produk “Formula Bayi”.
(5) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b meliputi :
a. semua bahan yang digunakan harus dicantumkan secara

berurutan ke samping atau ke bawah mulai dari yang terbanyak


jumlahnya;

b. uraian tentang vitamin dan mineral dibuat tersendiri dan tidak


harus secara berurutan menurut jumlahnya;

c. untuk bahan-bahan yang berasal dari hewan atau tanaman serta


bahan tambahan pangan harus ditulis secara spesifik sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. sumber protein yang digunakan pada produk harus dinyatakan


dengan jelas pada label;

e. bila susu sapi merupakan satu-satunya sumber protein, produk


dapat mencantumkan ”Formula Bayi Berbahan Dasar Susu Sapi”;
dan

f. produk yang tidak mengandung susu atau hasil olahnya harus

mencantumkan tulisan “Tidak Mengandung Susu atau Hasil


Olahnya” atau kalimat sejenis.

(6) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d harus dinyatakan dalam per 100 g atau per 100 ml dan per
100 kkal.
(7) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf e meliputi :
a. tanggal kedaluwarsa dinyatakan dengan tanggal, bulan dan tahun

serta didahului dengan kalimat “Baik Digunakan Sebelum…” harus


dicantumkan pada label. Produk yang mempunyai masa simpan
lebih dari tiga bulan, cukup ditulis bulan dan tahun saja.
Pencantuman bulan boleh dinyatakan dengan huruf Latin
sekurang-kurangnya 3 digit, dan tahun dinyatakan dengan angka
sekurang-kurangnya 2 digit. Jika bulan dan tahun dinyatakan
dengan angka maka tahun harus dinyatakan dengan lengkap (4
digit);

b. jika masa simpan produk sangat dipengaruhi oleh kondisi


penyimpanan khusus, maka kondisi penyimpanan khusus
tersebut harus dituliskan pada label dalam bentuk petunjuk
penyimpanan dan dicantumkan berdekatan dengan tanggal
kedaluwarsa;

c. label Susu Formula Bayi harus memuat penjelasan tentang tanda-


tanda yang menunjukkan Susu Formula Bayi sudah tidak baik
lagi, tidak boleh diberikan pada Bayi; dan

d. label produk harus memuat petunjuk yang jelas tentang


penyimpanan produk setelah wadah dibuka.

(8) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf f memuat keterangan usia dan peruntukan Susu Formula Bayi.
(9) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf g meliputi :
a. petunjuk penggunaan meliputi cara penyiapan, penanganan dan
penggunaan harus dicantumkan dalam label dan/atau leaflet;
b. formula Bayi dalam bentuk cair harus mencantumkan tulisan
“Dapat Diminum Langsung”;
c. formula Bayi dalam bentuk konsentrat harus mencantumkan
petunjuk pengenceran dengan air minum;
d. formula Bayi dalam bentuk bubuk harus mencantumkan petunjuk
rekonstitusi dengan air minum;
e. memuat cara penyiapan dan penggunaan produk, termasuk cara

penyimpanan dan pembuangan produk setelah disiapkan, misal


sisa susu yang tidak diminum harus dibuang;
f. memuat ilustrasi tentang cara penyiapan;
g. petunjuk penggunaan harus dilengkapi dengan peringatan tentang

bahaya terhadap kesehatan apabila cara penyiapan, penyimpanan


dan penggunaan tidak tepat;
h. panduan untuk membersihkan dan sterilisasi peralatan, serta

menyiapkan dan menyajikan Susu Formula Bayi harus


dicantumkan pada label dan/atau leaflet seperti dibawah ini:
1. cara membersihkan dan sterilisasi peralatan, meliputi :

a) mencuci tangan dengan sabun sebelum membersihkan


dan mensterilkan peralatan minum bayi;

b) mencuci semua peralatan (botol, dot, sikat botol dan sikat


dot) dengan sabun; dan

c) membilas botol dan dot dengan air yang mengalir;


2. sterilisasi dengan cara direbus, meliputi :

a) botol harus terendam seluruhnya sehingga tidak ada


udara di dalam botol;

b) panci ditutup dan biarkan sampai mendidih selama 5 – 10


menit;

c) panci biarkan tertutup, biarkan botol dan dot didalamnya


sampai segera akan digunakan;

d) mencuci tangan dengan sabun sebelum mengambil botol


dan dot;

e) bila botol tidak langsung digunakan setelah direbus botol


harus disimpan ditempat yang bersih dan tertutup; dan
f) dot dan penutupnya terpasang dengan baik.
3. cara menyiapkan dan menyajikan Susu Formula Bayi,
meliputi :
a) membersihkan tempat penyiapan Susu Formula Bayi;
b) mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir,
kemudian keringkan;
c) rebus air minum sampai mendidih dalam panci tertutup;

d) biarkan air tersebut didalam panci tertutup selama 10-15


menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari
70°C;

e) tuangkan air tersebut (suhunya tidak kurang dari 70°C)


sebanyak yang dapat dihabiskan oleh bayi (jangan
berlebihan) ke dalam botol susu yang telah disterilkan;

f) tambahkan bubuk Susu Formula Bayi sesuai takaran


yang dianjurkan pada label;

g) tutup kembali botol susu dan kocok sampai Susu


Formula Bayi larut dengan baik;

h) dinginkan segera dengan merendam bagian bawah botol

susu di dalam air bersih dingin, sampai suhunya sesuai


untuk diminum (dicoba dengan meneteskan Susu
Formula Bayi pada pergelangan tangan, akan terasa agak
hangat, tidak panas); dan

i) sisa Susu Formula Bayi yang telah dilarutkan dibuang


setelah 2 (dua) jam.

(10) Pelabelan pada susu formula sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf i meliputi :
a. Isi label tidak boleh bertentangan dengan program pemberian ASI,
label produk Susu Formula Bayi harus memuat:
1. kata “Perhatian Penting” atau kata lain yang sejenis;
2. tulisan “Produk Formula Bayi Bukan Merupakan Produk

Steril oleh karena itu Perhatikan Petunjuk Penyiapan”


tulisan dicantumkan pada bagian utama label dengan
ukuran huruf minimal 2 mm;

3. kalimat “ASI adalah Makanan Terbaik untuk Bayi Anda” atau


kalimat sejenis yang menyatakan keunggulan menyusui/ASI;
dan

4. pernyataan bahwa produk hanya digunakan atas anjuran


dokter berdasarkan indikasi medis dan disertai penjelasan
cara penggunaan yang benar.

b. label tidak boleh memuat gambar Bayi dan wanita atau sesuatu
yang mengunggulkan penggunaan Susu Formula Bayi baik dalam

bentuk gambar ataupun kalimat. Label tidak boleh menyatakan


Susu Formula Bayi memiliki kualitas yang sama dengan ASI;
c. istilah menyetarakan dengan manusia, ibu atau istilah
serupa/semakna, tidak boleh digunakan;

d. pada label harus dicantumkan informasi bahwa bayi usia 6 (enam)


bulan ke atas harus diberi MP-ASI selain formula lanjutan, sesuai
kebutuhan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangannya;

e. pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sebelum usia 6


(enam) bulan harus atas petunjuk dokter; dan

f. label produk harus jelas sehingga konsumen dapat membedakan


antara Susu Formula Bayi, susu formula lanjutan dan formula
bayi untuk keperluan medis khusus.

Anda mungkin juga menyukai