Anda di halaman 1dari 8

IDENTIFIKASI BAHAYA POTENSIAL

Potensi Bahaya
No Tahapan Proses
Kimia Biologi Fisik
1 Penyimpanan Bahan Baku Kutu Suhu
dan Bahan Tambahan Kelembapan
Debu
Kotoran tikus
2 Pengumpulan bahan adonan Rodentia Debu
Insekta
3 Pencampuran bahan adonan Pengawet Insekta Debu
Makanan Kotoran Ayam
(Calsium Pada kulit telur
Propionat) Kotoran Tikus
Alat timbangan
yang rusak
4 Pengadonan
a. Pengadonan Bahan Pewarna Konsleting
Baku Tambahan Listrik
Debu
Insekta
b. Pengadonan Bahan Pewarna Konsleting
Isi Tambahan Listrik
Debu
5 Pemisahan bahan adonan , Asap Rokok Sekar Rokok
pencetakatan dan Ragi Debu
pengembangan singkat
adonan
6 Pengopenan Tidak adanya
pengaturan suhu
atau Pengaturan
Suhu rusak.
Pengaturan
waktu rusak

7 Pengemasan Debu

Identifikasi Tujuan Penggunaan

1. Umur Simpan Bakery


Umur simpan produk bakery atau roti dari Saera adalah sekitar 3 hari jika tanpa bahan
pengawet dan sekitar 5 hari jika ditambahkan bahan pengawet kedalam adonan
bakery.
2. Penggunaan Produk secara normal atau lama penggunaan
Lama penggunaan atau lama konsumsi produk bakery dari Saera oleh konsumen rata-
rata adalah 1-2 hari.
3. Penyimpangan yang dapat di duga.
Penyimpangan dalam hal ini yaitu bisa terjadi penjualan roti atau mengonsumsi roti
yang sebenarnya sudah kadaluarsa.
4. Petunjuk Penggunaan.
???
5. Kelompok Konsumen yang akan menggunakan produk tersebut.
Kelompok konsumen yang akan menggunakan produk tersebut adalah semua
kelompok masyarakat karena tidak ada kelompok masyarakat yang sensitif terhadap
produk roti.
6. Sarana penyimpanan yang dimiliki oleh distributor.
Sarana penyimpanan yang dimiliki oleh distributor bisa berupa box khusus atau
etalase yang akan menjaga kualitas bakery dan menyimpan secara tahan lama.
7. Sarana penyimpanan yang dimiliki oleh konsumen.
Sarana penyimpanan yang dimiliki oleh konsumen rata-rata adalah freezer atau lemari
es yang dapat menjaga ketahanan bakery.
Proses Produksi Roti
1. Seleksi Bahan
Bahan baku merupakan faktor yang menentukkan dalam proses produksi atau
pembuatan bahan makanan. Jika bahan baku yang digunakan mutunya baik maka
diharapkan produk yang dihasilkan juga berkualitas. Evaluasi mutu dilakuakan untuk
menjaga agar bahan yang digunakan dapat sesuai dengan syarat mutu yang telah
ditetapkan oleh perusahaan,
sehingga dihasilkan produk yang sesuai dengan standar mutu yang
ditetapkan (Kamarijani, 1983).
2. Penimbangan
Semua bahan ditimbang sesuai dengan formula. Penimbangan
bahan harus dilakukan dengan benar agar tidak terjadi kesalahan dalam
penggunaan jumlah bahan. Ragi, garam, dan bahan tambahan makanan
merupakan bahan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi sangat
penting agar dihasilkan roti yang berkualitas baik sehingga harus diukur
dengan teliti. Dalam penimbangan, sebaiknya tidak menggunakan sendok
atau cangkir sebagai takaran (Mujajanto, 2004)
3. Pengadukan atau pencampuran (Mixing)
Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan,
mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan protein,
membentuk dan melunakkan gluten, serta menahan gas pada gluten (gas
retention). Tujuan mixing adalah untuk membuat dan mengembangkan
daya rekat. Mixing harus berlangsung hingga tercapai perkembangan
optimal dari gluten dan penyerapan airnya. Dengan demikian, pengadukan
adonan roti harus sampai kalis. Pada kondisi tersebut gluten baru tebentuk
secara maksimal. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian
pengadukan maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan.
Tanda-tanda adonan roti telah kalis adalah jika adonan tidak lagi
menempel di wadah atau di tangan atau saat adonan dilebarkan, akan
terbentuk lapisan tipis yang elastis. Kunci pokok dalam pengadukkan
adalah waktu yang digunakan harus tepat karena jika pengadukkan terlalu
13
lama akan menghasilkan adonan yang keras dan tidak kompak, sedangkan
pengadukkan yang sangat cepat mengakibatkan adonan tidak tercampur
rata dan lengket (Mudjajanto, 2004).
4. Peragian (Fermentation)
Fungsi ragi (yeast) dalam pembuatan roti adalah untuk proses
aerasi adonan dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida,
sehingga mematangkan dan mengempukan gluten dalam adonan. kondisi
dari gluten ini akan memungkinkan untuk mengembangkan gas secara
merata dan menahannya, membentuk cita rasa akibat terjadinya proses
fermentasi. Suhu ruangan 350C dan kelembaban udara 75% merupakan
kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas
suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti.
Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasi.
Selama peragian, adonan menjadi lebih besar dan ringan (Mudjajanto,
2004).
5. Pengukuran atau penimbangan adonan (Deviding)
Roti agar sesuai dengan besarnya cetakan atau berdasarkan bentuk
yang digunakan adonan perlu ditimbang, Sebelum ditimbang, adonan
dipotong-potong dalam beberapa bagian. Proses penimbangan harus
dilakukan dengan cepat karena proses fermentasi tetap berjalan (Anomim
3, 2007).
6. Pembulatan adonan (Rounding)
Tujuan membuat bulatan-bulatan adonan adalah untuk
mendapatkan permukaan yang halus dan membentuk kembali struktur
gluten. Setelah istirahat singkat lagi, adonan dapat dibentuk menjadi
panjang seperti yang dikehendaki. Jika adonan terlalu ditekan maka kulit
akan menjadi tidak seragam dan pecah (Anomim 3, 2007).
7. Pengembangan singkat (Intermediate Proof)
Intermediate proof adalah tahap pengistirahatan adonan untuk
beberapa saat pada suhu 35-360C dengan kelembaban 80-83% selama 6-10
menit. Langkah tersebut dilakukan untuk memepermudah adonan diroll
14
dengan roll pin dan digulung. Selanjutnya, adonan yang telah dicampur
hingga kalis dilanjutkan dengan proses peragian (Mudjajanto, 2004).
8. Pembentukan Adonan (Moulding)
Tahap pembentukan adonan dilakukan dengan cara adonan yang
telah di istirahatkan digiling pakai roll pin, kemudian digulung atau
dibentuk sesuai dengan jenis roti yang di inginkan. Pada saat penggilingan,
gas yang ada di dalam adonan keluar dan adonan mencapai ketebalan yang
di inginkan sehingga mudah untuk digulung atau dibentuk (Mudjajanto,
2004).
9. Peletakan adonan dalam cetakan (Panning)
Adonan yang sudah digulung dimasukkan kedalam cetakan dengan
cara bagian lipatan diletakkan di bawah agar lipatan tidak lepas yang
mengakibatkan bentuk roti tidak baik. Selanjutnya, adonan di diamkan
dalam cetakan (pan proof). Sebelum dimasukkan kedalam pembakaran
proses ini dilakukan agar roti berkembang sehingga hasil akhir roti
diperoleh dengan bentuk dan mutu yang baik (Mudjajanto , 2004).
10. Pembakaran (baking)
Setelah dibentuk sesuai yang dikehendaki dan dikembangkan
secara optimal, adonan siap dipanggang di dalam oven. Ada dua cara
memanggang roti, yaitu dengan uap dan tanpa uap, tergantung jenis roti
yang dibuat. Untuk beberapa jenis roti, memanggang dengan uap itu lebih
baik, atau memang perlu untuk memberikan uap di dalam oven. Ini akan
menghasilkan kelembapan yang tinggi dalam oven yang akan menjaga
kulit roti tetap basah, sehingga oven proof lebih baik dan pengembangan
volume roti dicapai. Proses pemasakan roti memerlukan suhu mulai dari
suhu 260C-1000C. Proses fisik adalah penguapan alkohol dan air. Proses
pemanggangan terjadi di kulit, dimana berbagai jenis gula menjadi
karamel dan memberi warna pada kulit (Anomim 3, 2007).
Diagram Alir

Seleksi Bahan Penimbangan Pengadukan Dan


Pencampuran

Peragian

Pengukuran Dan
Penimbangan Adonan

Pembulatan
adonan

Pengembangan singkat

Pembentukan adonan

Peletakan Adonan Dalam


Cetakan

Pembakaran
Diagram Alir Produksi Roti Saera

1. Penyimpanan 2. pengumpulan bahan 3. pengadonan


bahan baku adonan
Pengadonan bahan
baku

Pengadonan bahan isi

4. pemisahan adonan

5. pencetakan adonan

6. pengembangan

7. pengovenan

8. pengemasan
Penentuan Batas Kritis

Batas kritis dalam proses pembuatan roti saera adalah pada tahapan pencampuran bahan baku dan
bahan tambahan, karena pada tahapan tersebut banyak bahaya yang teridentifikasi dan akan
berpengaruh pada hasil akhir. Bahaya-bahaya yang teridentifikasi yaitu :

1. Ditemukan insekta seperti lalat pada telur yang akan dicampur


2. Masuknya debu pada telur dan bahan-bahan lain yang tidak tertutup
3. Masih terdapat kotoran pada kulit telur sehingga kemungkinan kotoran tersebut akan masuk
dan bercampur dengan bahan lain
4. Lingkungan kerja yang tidak bersih dan banyak terdapat kotoran tikus pada tempat
penyimpanan bahan, akan memungkinkan kotoran tersebut terbawa ketika pencampuran
sehingga akan bercampur dengan bahan lain.
5. Alat penimbangan yang terbatas, hanya menggunakan satu timbangan sehingga
memungkinkan mudah terjadinya kerusakan pada timbangan sehingga dapat mengurangi
keakuratan takaran adonan, khusunya keakuratan ketika penimbangan pengawet calcium
propionate.

Pada tahapan tersebut semua bahan yang telah dicampur akan di mixer sehingga akan
tercampur dengan sempurna sampai ketahapan pengemasan. yang akhirnya bahaya-bahaya
ketika tahapan pencampuran akan mempengaruhi kualitas roti dan kesehatan konsumen.

Anda mungkin juga menyukai