Anda di halaman 1dari 16

PENYAKIT AKIBAT KERJA YANG DISEBABKAN ASAM MINERAL

“DERMATITIS KONTAK IRITAN AKUT AKIBAT ASAM SULFAT”

Disusun Oleh :
Ratu Tria Nandya 1710029060

Pembimbing:
Dr. Krispinus Duma, SKM, M. Kes

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman Samarinda
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Laboratorium Ilmu Kesehatan
Masyarakat mengenai penyakit akibat kerja yang disebabkan asam mineral.

Kami menyadari bahwa keberhasilan penyusunan tugas ini tidak lepas dari bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. dr. Ika Fikriah, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. Dr. Krispinus Duma, SKM, M.Kes, sebagai Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman dan sebagai pembimbing selama belajar di
Laboratarium Ilmu Kesehatan Masyarakat.
4. dr. Zulhijrian Noor sebagai dokter pembimbing di Puskesmas Lempake.
5. Seluruh dokter pengajar di Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah mengajarkan
ilmunya dan memberikan masukan kepada penyusun.
6. Seluruh staf Puskesmas Lempake yang telah menerima kami di Puskesmas Lempake dalam rangka
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat.
7. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran kepada penulis.
Kami membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, Juli 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2


DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
BAB 1 ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 4
BAB 2 ...................................................................................................................... 5
KASUS .................................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep bahwa yang terkena penyakit akibat kerja (Occupational Disease) hanya
pekerja itu sendiri telah berkembang dan mencakup pula keluarga dari pekerja yang
bersangkutan serta masyarakat pada umumnya. Seorang pekerja dapat membawa debu asbes
atau beryllium ke tempat tinggalnya sehingga dapat mempengaruhi kesehatan keluarganya.
Beberapa bahan kimia seperti timah hitam, formaldehid, pestisida golongan organoklorin,
dan karbon monoksida diduga dapat membahayakan sebuah janin yang dikandung seorang
pekerja wanita tanpa selalu harus membahayakan dirinya sendiri. Tragedi Minamata
(merkuti) dan Chernobyl (bahan radio aktif), telah mengingatkan kita bahwa kesehatan tidak
hanya mempengaruhi mereka yang bekerja di kawasan industri saja, namun dapat pula
membahayakan masyarakat umum.
Penyakit akibat kerja disebabkan oleh paparan terhadap bahan kimia dan biologis,
serta bahaya fisik di tempat kerja. Meskipun angka kejadiannya tampak lebih kecil
dibandingkan dengan penyakit-penyakit utama penyabab cacat lainnya, terdapat bukti bahwa
penyakit ini mengenai cukup banyak orang. Khususnya di negara-negara yang sedang giat
mengembangkan industri. Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja ini bersifat berat dan
mengakibatkan kecacatan. Akan tetapi ada dua faktor yang membuat penyakit ini mudah
dicegah. Pertama, bahan penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol.
Kedua, populasi yang beresiko biasanya mudah didatangi dan diawasi secara teratur serta
diobati.
Terdapat pendapat yang salah bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja,
sudah membuat situasi terkendalikan. Walaaupun merupakan langkah yang penting tapi hal
ini bukan memecahkan masalah yang sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap membiarkan
lingkungan kerja yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan demikian potensi untuk
menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak berubah. Hanya dengan
"diagnosis" dan "pengobatan/penyembuhan" dari lingkungan kerja, yang dalam hal ini
disetarakan berturut-turut dengan "pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian efektif” dari

4
bahaya-bahaya kesehatan yang ada, dapat membuat lingkungan kerja yang sebelumnya tidak
sehat menjadi sehat.

5
BAB II
KASUS

Laki-laki usia 25 tahun, seorang pekerja baru di pabrik aki bekas pergi ke IGD
Rumah Sakit terdekat karena tangannya yang tiba-tiba terasa panas, kemerahan dan
melepuh setelah tidak sengaja tersiram air aki. Ini merupakan hari pertama pasien
bekerja. Pasien belum pernah diajarkan untuk menggunakan APD saat bekerja
sebelumnya.

“DERMATITIS KONTAK IRITAN AKUT AKIBAT ASAM SULFAT”

Penyakit yang disebutkan dalam kasus ini adalah Dermatitis Kontak Iritan Akut
Akibat Asam Sulfat.

A. Definisi

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik


pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.(1)
Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor
endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.(1)

B. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan
umur, ras, dan jenis kelamin.(2) Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit
didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun
sulit untuk diketahui jumlahnya.(2) Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita
yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.(2)
Dari data yang didapatkan dariU.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan
bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis
kelamin 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua
terbesar untuk semua penyakit okupasional.(1,3)Juga berdasarkan survei tahunan dari

6
institusi yang sama, bahwaincident rateuntuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di
Amerika, menunjukkan 90-95%dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80%
dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.(1, 3)

C. Etiologi

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan
dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan, antara lain :(1)
Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH,
kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar,
kelarutan; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak,
pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya; (2)
Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti
tekanan, gesekan atau goresan. Kelembaban lingkungan yang rendah dan suhu dingin
menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada
bahan iritan. (1)

a. Faktor Endogen, antara lain :


 Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu
untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzim antioksidan, dan
kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah
kontrol genetik.(1) Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap
bahan-bahan iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan
berbeda untuk setiap bahan iritan.(1) Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik
mungkinmempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF-α polimorfis telah
dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.(4)
 Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien.(1) Dari hubungan antara jenis kelamin
dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja

7
basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki.(5) Tidak ada pembedaan jenis
kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian. (4)
 Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan
kimia dan bahan iritan lewat kulit.(1) Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada
kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur.(1) Data
pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan
(eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan
pertahanan) meningkat pada orang muda.(1) Reaksi terhadap beberapa bahan iritan
berkurang pada usia lanjut.(4) Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana
menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus. (4)
 Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan.(1) Karena eritema sulit diamati
pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter
untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa
kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih.(1)
 Lokasi Kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga
kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis
kontak iritan.(1) Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.(1, 4)
 Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan
pada tangan.(1) Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, danlambatnya proses penyembuhan.(1) Pada pasien dengan dermatitis
atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.

D. Patogenesis

8
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan
melalui kerja kimiawi atau fisis.(1,2) Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan
dermatitis kontak iritan, yaitu: (1, 2)
1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan
2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung

E. Gambaran Klinis

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan
gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.(2) Selain itu juga banyak hal yang
mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. (2)
Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak
iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: (2)

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut


Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut.
Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam
hidroklorid atau basa kuat,misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi
karena kecelakaan, dan reaksi segera timbul. Intensitas dan lamanya kontak iritan,
terbatas pada kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa
eritema edema, bula, mungkin juga nekrosis. Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan
pada umumnya asimetris(2).

9
Gambar 2: DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.(3)

2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)


Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-
24 jam atau lebih setelah pajanan.(1,2,3) gambaran klinisnya mirip dengan dermatitis
kontak iritan akut.

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)


Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, sampo, detergen, dll) dengan
pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan.(1, 2, 3). Kelainan
kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkeratosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.(1, 2)

10
Gambar3 : DKI Kronis akibat efekkorosif dari semen.(3)

4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanyaterlokalisasi di dorsum daritangan
danjari, biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah, reaksi
iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif. (1,
2, 3)

5. ReaksiTraumatik (DKITraumatik)
Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah trauma akutpada kulit seperti panas
atau laserasi.(1,2) Biasanyaterjadi padatangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau
lebih lama.(1,2) Pada proses penyembuhan akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel.

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous

Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan
kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histologi.(1)

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)


Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa
terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan, biasanya terjadi di daerah wajah,

11
kepala dan leher, asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan
penyakit ini. (1,2)

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)


Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang
(1, 2)
berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana
secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena
gesekan.(2) DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat
menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal.(1)

Gambar 5 : DKI Gesekan.(5)

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform


Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform, biasanya dilihat setelah
pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa
kosmetik, reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang
beberapa hari setelah pajanan, tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopi maupun
pasien dermatitis seboroik. (1)

12
Gambar 6 : DKI Akneiform.

10. Dermatitis Asteatotik


Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa
menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama
ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini. (1, 2)

Gambar 7 : DKI Asteatotik.

F. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui karena
munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya,
DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang
sulit dibedakan dengan DKA, selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI antara lain : (2)

Pemeriksaan Penunjang :

13
Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk
menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk
mendiagnosis DKA.(1,3)
Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.Untuk
pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya.
Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) , maka dapat didiagnosis
sebagai DKI.(1,3)

G. Penatalaksanaan

Beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis


kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan kompres dingin 3 kali sehari selama 20-30 menit dengan
larutan Burrowi dan kalium permagnant.
2. Hal penting dalam pengobatan dermatitis kontak iritan adalh menghindari
pajanan bahan iritan baik bersifat mekanis, fisik, dan kimiawi dan memakai alat
pelindung diri bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan.
3. Glukokortikoid topikal
Efek topikal dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional
karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari kortikosteroid
dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada pengobatan untuk DKI
akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60
mg dosis inisial, dan di tappering 10mg.(3,5)
2. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk
mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Secara
bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan antiseptik juga digunakan. Sedangkan
antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat
iritan(4).

H. Prognosis
Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab dapat
diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan kumulatif atau dermatitis

14
iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin lebih buruk daripada dermatitis alergi.
Dengan latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan tentang penyakit, diagnosis, dan
terapi yang terlambat merupakan faktor yang menyebabkan prognosis buruk. Dermatitis
post-occupational persistent telah terlihat pada 11% dari individu.(3)

15
DAFTAR PUSAKA

1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw -
Hill; 2008.p.396-401.
2. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A,
Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-133.
3. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas &
Synopsis Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw - Hill; 2005.
4. Wilkinson SM, and Beck MH. Rook’s Textbook Of Dermatology 7th ed.
Australia: Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.
5. Habif T. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy.
4th ed. USA: mosby; 2003. p.62-64

16

Anda mungkin juga menyukai