Anda di halaman 1dari 19

Bagian Farmakologi Klinik P- TREATMENT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

DEMAM TIFOID
Dipresentasikan pada tanggal: 3 November 2015

Oleh:

Aris Novianto
Muhammad Noor Fitriansyah

Pembimbing:

dr. Ika Fikriah, M.Kes

Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada


Lab/SMF Farmakologi Klinik RSUD A. Wahab Sjahranie

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas rahmat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nyalah kelompok penulis dapat menyelesaikan laporan
mengenai “Demam Tifoid” ini dengan baik dan tepat waktu. Laporan ini
merupakan hasil dari belajar mandiri selama berada di stase farmakologi di
Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman.

Dalam pembuatan laporan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih


kepada:

1. Dr.Emil Bachtiar Moerad, Sp.P selaku Dekan Fakultas Kedokteran


Universitas Mulawarman.
2. dr. Sukartini, Sp.A selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Pendidikan
Dokter Umum.
3. Dra Khemasili Kosala,Apt.Sp.FRS, dr. Sjarif Ismail, M.Kes, dr.Ika
Fikriah, M.Kes, dr. Lukas Daniel Leatemia, M.Kes, M.Pd.Ked, dan dr.
Marihot Pasaribu, M.Kes,Sp.OG selaku dosen pembimbing di stase
farmakologi yang telah mendidik dan member banyak masukan
mengenai bidang farmakologi.
4. Orang tua serta teman-teman yang telah mendukung dan membantu
terselesaikannya laporan ini.

Seperti kata pepatah “tak ada gading yang tak retak” maka penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu,
penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun
kepada penulis. Sebagai penutup penulis hanya bisa berdoa semoga laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca.
Samarinda, 3 November 2015

Penulis

1
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella thypii.
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui
makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella
thypii.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella
thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan, mulut
atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

B. Penyebab
Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A, B
dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella thypii dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Di Indonesia, thypoid terdapat dalam
keadaan endemik. Pasien anak yang ditemukan berumur di atas satu tahun.
Sebagian besar pasien yang dirawat dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM Jakarta berumur diatas 5 tahun.

2
C. Patofisiologi
Penularan Salmonella thypii dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita
typhoid dapat menularkan kuman Salmonella thypii kepada orang lain. Kuman
tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap
dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman Salmonella thypii masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut.
Salmonella thyposa masuk melaui saluran pencernaan kemudian masuk
ke lambung. Basil akan masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limfoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu ke organ terutama hati dan
limpa serta berkembangbiak sehingga organ-organ tersebut membesar.
Semula klien merasa demam akibat endotoksin, sedangkan gejala pada
saluran pencernaan di sebabkan oleh kelainan pada usus halus. Pada minggu
pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks payers. Ini terjadi pada kelenjar limfoid
usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plak pyeri.

3
D. Pathway
Salmonella Thyposa

Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung

Usus halus

Jaringan limfoid

Otak Aliran darah

SSP Seluruh Tubuh Kel. Limfoid Usus Halus Masuk retikuloendotelial

Mengeluarkan
Merangsang pusat endotoksin Nekrosis usus halus Masuk limfa dan hati
muntah di medulla
oblongata
Pelepasan mediator Ulkus di Plak Pyeri Pembesaran hati dan limfa
inflamasi

Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan


kuadran atas
Suhu Tubuh Nyeri kepala
Peristaltik usus Peristaltik usus
Gg. Rasa Gg. Rasa
Hipertermia
nyaman nyaman
nyeri kepala Diare nyeri perut
Konstipasi

Mual Muntah Anoreksia Kekurangan cairan dan Dehidrasi


Bedrest
Kelemahan elektrolit
Total

Gg. Pemenuhan Nutrisi Bibir kering dan


Defisit Defisit volume cairan pecah-pecah
Perawatan Diri dan elektrolit
(Oral hygine)

Lidah tertutup Napas berbau


selaput putih kotor tidak sedap
(coated tongue)

4
E. Manifestasi Klinik
Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri kepala dan terlihat
lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu tubuh meningkat
pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus
meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering
dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue) , ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan
perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan.
Biasanya terjadi konstipasi tetapi juga terdapat diare atau normal. Umumnya klien
mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang terjadi stupor,
koma, atau gelisah kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan pada pasien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari:
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit
walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan
jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor:

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

6
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain,
hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan
darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella
thypii, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
5. Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif untuk mendeteksi penyakit demam
tifoid lebih dini adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman Salmonella
(lipopolisakarida O9) melalui pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF).
7
Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan lebih praktis untuk deteksi dini
infeksi akibat kuman Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan Tubox TF antara
lain bisa mendeteksi secara dini infeksi akut akibat Salmonella thypii, karena antibody
IgM muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman
Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya dibutuhkan sampel darah sedikit,
dan hasil dapat diperoleh lebih cepat.

F. Penatalaksanaan Medis
Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap
dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan di berikan perawatan
sebagai berikut:
1. Perawatan
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya kondisi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
o Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
o Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang kerja
usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada anak dengan thypoid yaitu :

o Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari (maksimum) 2


gram/hari, diberikan peroral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek
negatifnya adalah mungkin pembentulan zat anti berkurang karena basil terlalu
cepat di musnahkan. Dapat juga diberikan Tiampenikol, Kotrimoxazol, Amoxilin
dan ampicillin disesuaikan dengan keluhan anak. Kloramfenikol digunakan untuk

8
memusnahkan dan menghentikan penyebaran kuman. Diberikan sebagai pilihan
utama untuk mengobati demam thypoid di Indonesia.
o Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi
dehidrasi dan asidosis diberikan cairan intravena.

9
BAB III
PERSONAL TREATMENT

SKENARIO
Tuan Lakoni, 30 tahun, datang ke praktek umum dengan keluhan demam berkelanjutan
selama 8 hari berturut-turut dengan nyeri pada epigastrik, mual, rasa pahit di lidah dan
konstipasi sejak 5 hari yang lalu.Dokter menguji kondisi umum pada Tuan Lakoni. Pada
pemeriksaan fisik, suhu tubuhnya 390C, denyut nadi 88x/menit, tekanan darah 110/80
mmHg, gerak nafas 18x/menit, ada lapisan pada lidah (coated tongue) dan nyeri pada epistrik
pada saat palpasi.
Si pasien melakukan tes laboratorium dengan hasil Hb: 12 mg/dl, WBC (White Blood
Cells/sel darah putih): 4500/mm3, ESR (Erytrocyt Sedimen Rate/Kadar sedimen Eritrosit):
12 mm/jam, haematokrit 36 mg%, trombosit 210.000/mm3, Widal test Thypii O: 1/320,
Parathypii H: 1/640. Setelah pemeriksaan selesai, dokter memberikan injeksi dengan
menggunakan cefotaxim intramuscular tanpa melakukan skin test. Dan 5 menit kemudian
Tuan Lakoni pingsan, filiformic pulse dan tekanan darah 80/60 mmHg.

1. Langkah Pertama : Menentukan Problem Pasien

 Keluhan utama : demam berkelanjutan selama 8 hari berturut-turut.

 Keluhan tambahan : dengan nyeri pada epigastrik, mual, rasa pahit di lidah dan
konstipasi sejak 5 hari yang lalu.

 Diagnosis : Demam Tifoid.

2. Langkah Kedua : Menentukan Tujuan Pengobatan

 Mengobati penyakit dasar yang menyebabkan demam dan gejala lainnya.

 Memberikan pengobatan simtomatik.

3. Langkah Ketiga : Merencanakan Pengobatan

 Terapi non farmakologis :

10
o Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya kondisi bila ada
komplikasi perdarahan.
o Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
o Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang kerja
usus dan tidak mengandung gas, dapat diberikan susu 2 gelas sehari
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
 Terapi farmakologis:
o Menghilangkan penyebab penyakit
o Menurunkan panas

Pemberian antimikroba yang merupakan terapi spesifik untuk demam typhoid

Antibiotik efektif untuk menangani infeksi Salmonella typhi:

Antibiotik Efficacy Safety Suitability Cost


Kloramfenikol +++ ++ ++ +++
FK: diserap dengan cepat Efek samping: KI: Hipersensitif, Rp.
setelah diberikan secara oral. Anemia, hamil dan laktasi 300/tablet
Kadar puncak dicapai dalam 2 retikulositopenia, Suitability: 250 mg
jam, T1/2 3 jam untuk orang peningkatan serum Obat telah lama
dewasa 50%, terikat dengan iron binding capacity digunakan untuk
albumin, terdistribusi dengan serta vakuolisasi seri Tifoid, dapat
baik ke berbagai jaringan eritrosit muda diberikan PO/IV
termasuk otak, CSS, dan mata, IO: dalam dosis
terkonjugasi di hepar, 80-90% terapi
kloramfenikol dieksresikan oleh
urine
Amoksisilin ++ ++ ++ ++
FK: diabsorpsi di saluran cerna ES: reaksi alergi, KI: hipersensitif Rp.
dan lebih baik diabsorpsi dari gangguan GI tract, terhadap penicillin 1000/tablet
ampisilin. Distribusinya secara kegagalan fungsi Peringatan: hamil, 500 mg
garis besar sama dengan hati, kerusakan penggunaan lama

11
ampisilin ginjal, anemia, dan dosis tinggi
trombositopeni, menyebabkan
leukopeni, superinfeksi
agranulositosis Suitability: aman
untuk penderita
hamil
Kotrimoksazol ++ ++ ++ +++
Trimetropim cepat di ES: Ruam kulit, KI: Kerusakan Rp. 500/
distribusikan ke dalam jaringan leukopenia, hati, payah ginjal tablet
dan kira-kira 40% terikat pada neutropeni, berat, diskrasia
protein plasma dengan adanya trombositopeni, darah berat, hamil,
sulfametoksazol.volume sindrom steven laktasi.
distribusi trimetropim hampir johnson
9x lebih besar daripada
sulfametosazol. Obat masuk ke
CSS dan saliva dengan mudah.
Masing-masing komponen juga
di temukan dalam empedu.
Kira-kira 65% sulfametoksazol
terikat protein plasma. Sampai
60 % trimetropim dan 25-50%
sulfametoksazol di ekskresi
melalui urine dalam 24 jam
setelah pemberian. 2/3
sulfonamid tidak mengalami
konjugasi. Metabolit
trimetropim di temukan dalam
urine. Mikroba yang peka 50-
90% strain S. Aureus, E.coli,
Enterobacter, Salmonella,
Shigella, Klebsiella, dan lain-
lain. Berguna untuk infeksi GIT
yang telah resisten terhadap
ampicilin.

12
+++ + ++ +
FD: Flouroquinolon yang ES: Anafilaksis, KI: Hipersensitif Vial: 1g Rp.
menginhibisi enzim DNA kolitis pada quinolon 154.000
gyrase pada bakteri, pseudomembran, gangguan ginjal,
mempengruhi replikasi sel trombofeblitis, tidak dianjurkan
bakteri anemia multiformis pada pasien anak
FK: diabsorbsi secara IV P: Usia tua,

Seftriakson D: ikatan prtein 20-40%, gangguan ginjal,


didistribusi luas termasuk CSF, epilepsy,
M: di hepar menjadi metabolit gangguan SSP
aktif, E: melalui urine, T ½ 4-6 Suitability: Cepat
jam menurunkan suhu,
lama pemberian
pendek

+++ + ++ +
FD: Flouroquinolon yang ES: Mual, diare, KI: Hipersensitif Tab salut
menginhibisi enzim DNA dyspepsia, muntah, pada quinolon selaput 250
gyrase pada bakteri, konstipasi, flatulen, gangguan ginjal, mg x2x10
mempengruhi replikasi sel nyeri perut, sakit ibu hamil (Rp.79.200),
bakteri kepal, rash, rasa P: Usia tua, 500 mg
FK: A: diabsorbsi baik di GIT panas di mata gangguan ginjal, x3x10 (Rp.
(makanan memperlambat epilepsy, 224.950)
ciprofloksasin absorbsi) gangguan SSP,
D: ikatan prtein 20-40%, kehamilan dan
didistribusi luas termasuk CSF, laktasi
M: di hepar menjadi metabolit Suitability :
aktif, E: melalui urine, T ½ 4-6 Efektif mencegah
jam relaps dan karier,
tidak dianjurkan
pada ana

Antibiotik yang dipilih yaitu Kloramfenicol 500 mg tab pemberian 4x1

13
Antipiretik

Obat Efficacy Safety Suitability Cost

+++ ++ +++ +++


FD: menghilangkan atau ES: kerusakan hati KI: gangguan Tab 500
mengurangi nyeri ringan sampai (dosis tinggi, fungsi hati berat, mgx1000
sedang. Menurunkan suhu tubuh penggunaan jangka hipersensitivitas (Rp.
secara sentral. Antiinflamasi panjang), terhadap
49.500)
sangat lemah hipersensitivitas parasetamol
Sir 120
FK: diabsorbsi cepat dan SP: penyakit
Acetaminophen mg/5
sempurna melalui GIT, ginjal, alkoholik
konsentrasi tertinggi plasma meningkatkan mlx60 ml
dalam ½ jam, T1/2 1-3 jam. resiko kerusakan (Rp.
Didistribusi ke seluruh cairan hati 2.159)
tubuh. Metabolisme oleh enzim
mikrosom hati, ekskresi melalui
urine
+++ ++ ++ ++
FD : Menghambat ES: CNS:ansietas, KI :Px riwayat Febris :
siklooksigenase scr reversible bingung, depresi, pyk sal. Cerna susp 100
(menghambat sintesa PG), scr dizziness, bag atas, ulkus
mg/5ml x
peptikum,
nonselektif ↓pemb. PG mengantuk, lemah, 60 ml
kegagalan f/I
&tromboksan A2, efek insomnia, tremor ginjal, ggl
(Rp.9.500
bervariasi pd sintesis jantung, HT & )
CV: CHF, disritmia, keadaan lain yg
lipoksigenase & produksi
HT, edema perifer, berhub dgn
leukotrien, antiinflamasi, retensi cairan &
takikardi
Ibupropen antipiretik, aktivitas analgetik, ggn koagulasi
menghambat agregasi platelet. intrinsic. Jgn
GI: anoreksia,
digunakan pd
hepatitis kolestasis, kehamilan
konstipasi, keram, trimester 3
FK : ½ jam, puncak 1-2 jam, M: diare, mulut kering,
hepar metab.inaktif dlm 24 flatulens, perdarahan
jam, E:T1/2 2-4 jam GI, jaundice, mual,
ulkus peptik, muntah
Tdk dieksresi ke ASI

14
Aspirin ++ + ++ +++

Analgetik, antipiretik dan Efek samping: Kontraindikasi: Rp.250.K


inflamasi
 Pada saluran  Hemofilia,
Jarang digunakan untuk demam cerna: iritasi wanita hamil
ringan-sedang lambung, muntah  Hati-hati pada
 SSP: tinitus, penderita asma
penurunan dan polip
pendengaran dan hidung
vertigo,  Anak dibawah
penigkatan usia 12 tahun
ventilasi  Hipersensitif
 Menurunkan laju
filtrasi glomerulus
 Kardiovaskuler:
menekan fungsi
jantung,
vasodilator perifer
 Reaksi
hipersensitivitas

Antipiretik yang dipilih yaitu Acetaminophen 500 mg tab pemberian 3x1

Pemberian Terapi
a) Terapi Non Farmakologis
 Banyak minum air putih
 Kompres air hangat untuk menurunkan suhu tubuh
 Tirah baring sampai pasien bebas demam
 Konsumsi makanan bergizi
 Pemberian makanan yang lunak
b) Terapi Farmakologi
 Kloramfenikol 500 mg

15
 Acetaminophen 500 mg
4. Langkah Keempat : Penulisan Resep

dr. Alberto Queque

Jl. Kenangan Mantan Terindah, Samarinda Sebrang

SIP 1010015099

Samarinda, 23 Desember 2015

R/ Kloramfenikol 500 mg tab. no. XX


S 4 dd tab I
ε
R/ Acetaminophen 5000 mg tab No. X
S 3 dd tab I (prn panas)
ε

Pro: Tn. Lakoni Lakote

Usia : 30 tahun

5. Langkah Kelima : Komunikasi Terapi


a. Informasi Penyakit

Demam tifoid banyak ditemukan di masyarakat baik di desa maupun di kota. Penyakit
ini disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang bersifat basil gram negatif. Jalur penularan
dari penyakit ini ialah melalui jalur fecal-oral. Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa
minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kualitas mendalam dari higiene pribadi dan lingkungan. Ketika kuman
masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan kemudian menyebar ke semua sistem tubuh

16
sehingga menimbulkan demam, sakit perut, diare, sembelit, muntah bahkan dapat mengalami
gangguan kesadaran.

b. Informasi tujuan terapi


 Pengobatan yang diberikan bertujuan untuk menghilangkan bakteri penyebab melalui
antibiotik,menurunkan panas dengan obat penurun panas (antipiretik)
 Pemberian nasehat kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan kepada
pasien seperti:
 Istirahat total (Bed Rest)
 Minum yang banyak
 Makanan yang cukup gizi dan meningkatkan daya tahan tubuh.
 Makan makanan yang lunak
 Makan makanan yang tidak merangsang, tidak mengandung serat dan bahan-bahan
yang menimbulkan gas
c. Informasi obat dan penggunaan
 Antibiotik kloramfenicol diminum tiap 6 jam setiap hari sampai obat habis
 Acetaminophen diminum 3 kali sehari bila demam

Langkah Keenam : Monitoring dan Evaluasi

Efek antibiotik dinilai, kurang lebih 3-5 hari setelah pemberian


Menilai efek :
o Penurunan suhu
o Nafsu makan
o Dll.

Setelah 2-3 hari bebas panas dapat diberikan program mobilisasi dan perubahan diet.

17
BAB IV
KESIMPULAN DAN PENUTUP

Kesimpulan dari kasus pasien di atas antara lain:

1. Pasien menderita demam tifoid


2. Pasien memulai terapi dengan terapi pemberian antibiotik dan kontrol dalam waktu 3-5
hari untuk melihat kondisi infeksi.
3. Terapi antipiretik hanya diberikan bila pasien daam kondisi demam.
4. Pengobatan yang diberikan kepada pasien ini adalah golongan resin yaitu kloramfenicol
yang merupakan obat pilihan pertama untuk terapi demam tifoid di Indonesia.
5. Setelah kondisi pasien membaik pasien harus mengubah pola hidup terutama
kebersihan sanitari di sekitar lingkungan tempat tinggal pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

Adam John F. 2009. Pada Aru. W, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5 ed.). Jakarta:
Interna Publishing.

Howland Richard D. 2006., Pharmacology (3 ed.). Baltimore: Lippincott Williams &


Wilkins

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2006, Pedoman Pengendalian Demam


Tifoid. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. (2012/2013). Edisi 12. Jakarta: PT. Infomaster
Lisensi dari CMP Medica.

Suyatna F D.. 2008. Pada Mahar d. Mardjono, Farmakologi dan Terapi (5 ed.). Jakarta:
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta. 2004.

Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:


Jakarta. 2002.

Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.

19

Anda mungkin juga menyukai