Anda di halaman 1dari 59

BAB 6

ERGONOMI UNTUK
ORANG TUA
Menua atau menjadi tua

adalah suatu proses menghilang secara perlahan kemampuan


jaringan untuk memperbaiki diri, atau mengganti dan
mempertahankan struktur dari fungsi normal.
Menurut Morris, 1996; Darmojo, 1999; dan Wijaya, 2000,
Proses penuaan merupakan kombinasi antara berbagai
faktor yang saling berkaitan. Secara umum penurunan
kemampuan tubuh dan kebolehan lansia.
Kemper, 1994.

Proses penuaan seseorang ditandai dengan tubuh


yang mulai melemah, gerakan tubuh makin lamban
dan kurang bertenaga, keseimbangan tubuh semakin
berkurang, dan makin menurunnya waktu reaksi.
Manuaba (1998)

“..Pada usia 60 tahun, kapasitas fisik seseorang akan


menurun 25% yang ditandai dengan penurunan kekuatan
otot, sedang kemampuan sensoris dan motorisnya turun
sebesar 60%..”
Banyak perubahan respek pada sensasi orang tua. Contoh :

 Visual Acuity (Tajam penglihatan) terus menurun.

 Pengurangan/penurunan penglihatan

 Penurunan persepsi warna

 Penurunan daya dengar

 Penurunan kecakapan berbicara


Cremer, dkk (1994) menyatakan bahwa perubahan
sistim saraf pada lansia :

1. Matinya sel di dalam otak secara kontinyu mulai seseorang


berumur 50 tahun, hal ini akan mengakibatkan berkurangnya
pasokan darah ke otak.
2. Berkurangnya kecepatan konduksi saraf, disebabkan
oleh penurunan kemampuan saraf dalam
menyampaikan impuls dari dan ke otak.
Rabbitt & Carmichael (1994)

Penurunan kapasitas prosessing akan berakibat


kepada lambatnya reaksi tubuh dan ketidak tepatan
reaksi pada kondisi kritis. Akibat lain yang perlu
mendapat perhatian adalah penurunan kepekaan
panca indera.

Seperti :
1. Berkurangnya keseimbangan
tubuh, diupayakan dengan
mengurangi lintasan yang
membutuhkan keseimbangan tinggi
seperti titian, blind-step, juga tangga.
2. Penurunan sensitifitas alat perasa pada kulit,
upayakan untuk menggunakan peralatan kamar
mandi yang relatif aman bagi lansia, seperti;
pemanas air dengan thermostat.
3. Buta parsial, melemahnya kecepatan focusing
pada mata lansia, dan makin buramnya lensa yang
ditandai dengan lensa mata makin berwarna putih,
mempersulit lansia membedakan warna hijau, biru
dan violet.
Keadaan ini berakibat pada pergerakan
lansia yang semakin lamban dan terbatas,
sehingga diperlukan alat bantu untuk
memudahkan dalam bergerak seperti
pegangan tangan, seperti pada gambar 6.2

(Gandjean, 1993; Tilley, 1993).


Tilley, 1993.

Penurunan kekuatan otot tubuh pada lansia meliputi, penurunan


kekuatan otot tangan sebesar (16-40)%.
Variasi ini tergantung kepada tingkat kesegaran jasmani seseorang.
Penurunan kekuatan genggam tangan menurun sebesar 50%, dan
kekuatan otot lengan menurun 50%.
Kemper, 1994.

Berkurangnya kekuatan dan keleluasaan bergerak pada tubuh


lansia terjadi karena menurunnya kemampuan fungsi organ-
organ penggerak, stimulus sensory organ, motor neurones,
tingkat kesegaran jasmani (VO2max) dan kontraksi otot.
Penurunan kemampuan otot untuk masing-masing anggota tubuh
pada lansia tidaklah berbarengan, kekuatan otot paha bagian bawah
lebih cepat melemah dibanding kekuatan otot pada tangan. Sehingga
otot lengan akan lebih intensif penggunaannya dibandingkan otot
kaki (gambar 6.2).
Manuaba, 1988; Kok dkk., 1994.

Makin berkurangnya kemampuan koordinasi


tubuh, akan mempersulit lansia melakukan
koordinasi pekerjaan yang berisi informasi
yang kompleks.
Kecelakaan sering terjadi pada lansia, karena mereka
melakukan kegiatan pada saat tersebut berada di luar
kemampuannya, padahal jenis pekerjaan itu merupakan
kegiatan rutin di waktu mudanya.
Morris (1996)

Menyatakan bahwa karena makin melemahnya


koordinasi tubuh, 25% lansia pernah nyaris
terjatuh (near miss) di kamar mandi.

Pada kondisi inilah merupakan tanda awal akan makin


melemahnya sistem kontrol koordinasi pada lansia yang
perlu diwaspadai.
Degenerasi proses pada tulang rawan (cartilage)
dan otot menyebabkan penurunan mobilitas dan
meningkatnya resiko cedera.

Pekerjaan yang dilakukan oleh orang tua


sebaiknya yang tidak memerlukan kekuatan otot,
ketahanan, kecepatan dan fleksibilitas.
 50% kekuatan hilang pada umur 65 tahun, tetapi
kekuatan tangan hanya turun 16%.

 Waktu reaksi sekurang-kurangnya turun 20%


pada umur 60 dibandingkan umur 20 tahun.

Kata kuncinya adalah:

lansia butuh tempat tinggal dan beraktivitas yang lebih


aman dan nyaman untuk bergerak, dan latihan untuk
menyesuaikan diri terhadap hambatan koordinasi yang
dimilikinya.
Wignyosoebroto, 1995

Antropometri memiliki arti tentang ukuran badan


manusia dan mengupayakan evaluasi dan pembakuan
jarak jangkau yang memungkinkan rerata manusia untuk
melaksanakan kegiatannya dengan mudah dan gerakan-
gerakan yang sederhana.
Sritomo, 1989.

Istilah anthropometri yang berasal dari “anthro” yang


berarti manusia dan “metron” yang berarti ukuran. Secara
definitive anthropometri dinyatakan sebagai suatu studi
yang menyangkut pengukuran dimensi tubuh manusia dan
aplikasi rancangan yang menyangkut geometri fisik, massa,
dan kekuatan tubuh.
Ukuran tubuh lansia baik pria maupun wanita, terjadi penyusutan
ukuran tinggi badan lebih kurang 5% dibanding sewaktu berumur 20
tahun. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor di antaranya:

1. bongkok dan pembengkokan tulang belakang karena


proses penuaan

2. perubahan tulang rawan dan persendian


menjadi tulang dewasa; dan

3. perubahan susunan tulang kerangka pembentuk


tubuh karena proses penuaan, dan akibat penyakit
lain yang diderita (Tilley, 1993; Samekto & Pranarka,
1999)
A. Tinggi badan : Tinggi dari lantai sampai
vertex, posisi subjek berdiri.
B. Tinggi bahu : Tinggi dari lantai sampai tepi bahu
atas, posisi subjek berdiri.
C. Tinggi siku : Tinggi dari lantai sampai tepi bawah
siku, posisi subjek berdiri
D. Tinggi knuckle : Tinggi dari lantai sampai
pertengahan kayu yang digenggam telapak tangan,
posisi subjek berdiri dan tangan tergantung lemas di
samping badan.
E. Tinggi popliteal : Tinggi dari lantai sampai sudut
bagian belakang lutut, posisi subjek duduk di atas
bangku dengan tungkai bawah tegak lurus lantai
F. Jarak raih tangan : Panjang lengan dari tepi belakang
bahu sampai pertengahan kayu yang digenggam
telapak tangan.
G. Diameter lingkar genggaman : Garis tengah
lingkaran karena bertemunya ibu jari dengan ujung
telunjuk dan dirasakan paling nyaman oleh subjek.
Pengukuran dilakukan dengan mempergunakan
kerucut kayu pengukur genggaman.
Tinjauan antropometri pada lansia tidak hanya terbatas
pada pengukuran statis, dan pengamatan perubahan
anatomi karena proses penuaan.

Pengukuran secara dinamis menjadi penting, karena


berkurangnya kemampuan pergerakan lansia, berpengaruh
kepada rancangan sarana yang akan digunakannya.
Kroemer, 1994.

Menyatakan bahwa, ”..sebuah rumah tinggal yang dihuni


oleh lanjut usia (lansia), perlu penyesuaian dan rancangan
ulang kamar mandinya..”

Bathing, 1998.

Dengan demikian pemilihan bahan dan parabot kamar


mandi pada rumah tinggal, terkadang kurang
mempertimbangkan aspek kesesuaian penggunanya.
Kemampuan gerak motorik lansia telah banyak menurun,
hal ini disebabkan oleh karena penurunan kapasitas sensor
motoriknya.

Disamping itu, kamar mandi merupakan wilayah paling


berbahaya di dalam suatu rumah tinggal, maka perlu
perhatian khusus melalui sentuhan rancangan bangunan
yang ergonomis, Seperti:
1. Kloset untuk Lansia
2. Bak Penampung Air Pegangan Tangan (railling)
3. Lantai Kamar Mandi
4. Handel Pintu Kamar Mandi
Lansia yang mengalami kesulitan berjongkok dan berdiri
setelah jongkok dalam waktu tertentu, perlu
dipertimbangkan penggunaan kloset duduk. Pengaturan
ketinggian kloset duduk, disesuaikan dengan rerata tinggi
popliteal lansia, yaitu 39,43 ± 5,52 cm.
Manuaba, 1998.

Peralatan toilet harus disesuaikan dengan kebutuhan. Tempat


buang air besar (kloset), tentukan dengan tepat model duduk
atau jongkok, sesuaikan pula dengan kebiasaan pemakai.
Bathing, 1998.

Telah banyak dikembangkan peralatan untuk memudahkan


pembilasan (flusher) setelah buang hajat di kloset, seperti alat
bidet dan beberapa shower khusus yang tergolong peralatan
untuk meningkatkan keamanan pengguna kamar mandi.
Pada survei di pusat kegiatan lansia, diperoleh hasil mereka
merasa lebih nyaman membilas setelah buang hajat dengan
mempergunakan air dengan gayung, hal ini karena
kebiasaan dan budaya kehidupan para lansia sebelumnya.
Kebiasaan penghuni untuk membilas dengan air dan gayung,
dibutuhkan tempat penampung air yang mudah dijangkau.
Kemudahan ini hendaknya mempertimbangkan letak, volume
dan ukuran penampung air.

Menurut Manuaba (1998), apabila disediakan ember dan


gayung, letakkan pada posisi dan tata letak yang tepat.
Penggunaan railling di luar dan dalam kamar mandi diperlukan
untuk meningkatkan kemandirian dan keamanan beraktivitas.
Penentuan diameter railling disesuaikan dengan ukuran
diameter rerata genggaman lansia, dan dipilih dari bahan yang
tidak licin.

“Kamar mandi dengan kondisi lantai yang licin, lansia


berpotensi tergelincir dan jatuh karena hilangnya
keseimbangan tubuh. Sangat penting menambahkan pegangan
tangan (railling) di dinding” (Kroemer, 1994).
Kroemer, 1994; Bathing, 1998.

Pemilihan bahan dan permukaan/tekstur yang baik dan


tepat, akan mengurangi kemungkinan seseorang tergelincir
pada saat melewatinya.

Pilihan penggunaannya disamakan antara ruang tinggal dan


kamar mandi. Beberapa persyaratan cara penggunaan bahan
lantai untuk kamar mandi, di antaranya adalah :
1. pilih bahan yang memiliki tekstur permukaannya agak kasar,

2. permukaan bahan menyerap air/kedap air, sehingga


menghindari adanya genangan dipermukaan,

3. apabila terkena air tidak menyebabkan permukaan menjadi


licin, dan
4. lantai dipasang dengan tingkat kemiringan yang memadai ( ±
4o ), agar air tidak terlampau lama menggenang dan
pengguna kamar mandi tidak terganggu dengan kemiringan
lantai.
Solichul Hadi; dkk, 2001.
Menurut survei diperoleh hasil bahwa handel pintu
bergagang merupakan handel pintu yang paling sesuai
untuk dipergunakan lansia.

Dari hasil wawancara dan pemantauan di pusat kegiatan lansia,


banyak para lansia terkunci di dalam kamar mandi dan
membutuhkan pertolongan. Hal ini terjadi karena beberapa lansia
kesulitan dalam mengoperasikan handel pintu berbentuk bulat,
dalam kondisi tangan yang basah.
Sebagian orang menyatakan kenyamanan adalah segala sesuatu yang
sesuai dan selaras dengan penggunanaan suatu ruang, baik dengan
ruang itu sendiri maupun dengan berbagai bentuk, tekstur, warna,
simbol, suara atau apapun juga.

Dengan kata lain kenyamanan sangat ditentukan oleh adanya


keseimbangan antara faktor dalam diri manusia dengan faktor
lingkungan luar yang mempengaruhinya.
Sujadnja, 1998.

Dengan kondisi lingkungan yang nyaman, membuat manusia


merasa betah melakukan suatu aktivitas dalam ruangan
tersebut.
Tilley, 1993; Kroemer, 1994.

Kenyamanan penggunaan suatu kamar mandi bagi lansia, menitik


beratkan pada penyesuaian peralatan yang lebih ergonomis,
seperti :

menghindari penggunaan bahan lantai yang licin, penambahan


hand rails dan grab bars untuk memudahkan lansia mengangkat
tubuhnya dari kloset, bathtub, dan keluar masuk kamar mandi.
Secara lebih operasional, konsep kenyamanan penggunaan
kamar mandi bagi lansia dapat diuraikan seperti gambar :
6.4.
A. Kemandirian lansia dipengaruhi oleh kebiasaan hidup
secara mandiri atau menggantungkan pada bantuan orang
lain dan faktor lingkungan.

“..Faktor lingkungan adalah fasilitas dan sarana yang


memudahkan lansia beraktivitas secara mandiri”.
(Mardjikun, 1993; Ilmarinen,1994; Rabbit & Carmichael, 1994)
B. Kelegaan secara subjektif dapat diukur dengan wawancara
atas kesan dan respon fisiologis, penggunaan kamar mandi dan
kenyamanan yang dirasakannya, menggunakan alat pengukur
kuesioner/daftar wawancara tentang kenyamanan.
C. Efisiensi waktu.

Wignyosubroto (1995) menguraikan tentang manfaat studi gerak dan


waktu (time & motion study) untuk teknik analisis gerakan pada
rancangan yang diharapkan akan diperoleh efisiensi yang lebih tinggi.

Hambatan pergerakan dalam suatu aktivitas akan mempengaruhi


hasil dan kinerja suatu proses.

Anda mungkin juga menyukai