Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH ERGONOMI KESEHATAN

Working Posture

Disusun Oleh :

Ranita Pramesti (185059103) NPM

Desy Hardiyanti (165050012) NPM

Henny I Lumban (185059079) NPM

Nur Ratnasari (165059068) NPM

Iqbal Fahamzah (185059102) NPM

Dosen :

Dessy Laksyana Utami, SKM, M.KKK.

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

JAKARTA TIMUR

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat, hidayah, dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
tugas kelompok mata kuliah Ergonomi dengan baik.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para mahasiswa dalam mata kuliah Ergonomi. Dan kami harap
untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik dari mahasiswa demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 18 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan................................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................................4
1. Definisi Working Posture...................................................................................4
2. Kerja Otot Statis dan Dinamis............................................................................4
3. Efek Kerja Otot Statis dan Dinamis...................................................................5
4. Pengaruh Postur Kerja Terhadap Musculos Keletal...........................................5
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Postur Kerja..............................................6
6. Risiko Postur Tubuh Yang Salah........................................................................6
7. Macam-macam Metode Working Posture..........................................................6
8. Keterkaitan Ergonomi Dengan Postur Kerja....................................................22
BAB III PENUTUP...................................................................................................23
A. Kesimpulan.........................................................................................................23
B. Saran....................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................25

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan dalam


menjalankan proses produksi terutama kegiatan yang bersifatmanual. Salah satu
bentuk peranan manusia adalah aktivitas manua lmaterial handling (MMH) untuk
mendukung transportasi barang.Penggunaan MMH yang dominan bukanlah tanpa
sebab, MMH memiliki keunggulan dalam hal fleksibelitas yang tinggi dan murah
biladibandingkan dengan alat transportasi lainnya.

Manusia sebagai bagian dari suatu sistem kerja mempunyai kelebihan dan
keterbatasan dalam melaksanakan fungsinya dalam sistemkerja,oleh karena itu
analisa biomekanika sangat penting untukmengetahui apakah cara kerja operator
sudah benar dan tingkat terjadinyakecelakaan kerja sangat kecil, serta dapat
menyesuaikan antara pekerjaan,dan peralatan dengan kemampuan operator tersebut.
Terutama saat terjadinya interaksi antara operator dengan peralatan yang digunakan
sudah nyaman bagi operator.Resiko Kecelakaan Kerja Pada Manual Material
Handling (MMH) menurut Heran-Le Roy Dkk (1999) membagi factor yang menjadi
penyebab terjadinya kecelakaan kerja MMH menjadi dua faktor :

1. Faktor Fisik (Physical Factor) Faktor ini bila dijabarkan terdiri dari
suhu,kebisingan,bahan kimia.radiasi,gangguan penglihatan,postur kerja,gangguan
sendi (gerakan dan perpindahan berulang),getaran mesin dan alat- alat angkut.

2. Faktor Psikososial (Psychosocial Faktor) Faktor ini terdiri dari


karakteristik waktu kerja seperti shift kerja,peraturan kerja,gaji yang tidak
adil,rangkap kerja,stress kerja,konsekuensi kesalahan kerja,istirahat yang pendek,dan
terganggu saat kerja.

1
Postur kerja menjadi suatu bahan yang menarik untuk dikaji, hal ini terbukti
dengan munculnya berbagai metode analisis postur. Perjalanan metode analisis postur
diawali dengan di aplikasikannya metode OWAS. Pada tahun 1977 metode OWAS
telah diaplikasikan di perusahaan besi baja Ovako Oy Finlandia.
Institute of Occupational Healt,menganalisis postur seluruh bagian tubuh dengan pos
isi duduk dan berdiri (Chaffin,1991). Tahun 1981,
National Institute of Occupational Safety and Health menemukan metode NIOSH
yang mengalisis postur berdasarkan gaya kompresi yang dihasilkan dan
merekomendasikan beban yang aman untuk dikerjakan. Kemudian pada tahun 1995
muncul metode Rapid Entire Body Assesment (REBA) Metode ini dikembangkan
oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn McAtamney yang merupakan ergonom dari
universitas Notingham. Pertama kali di dijelaskan dalam bentuk jurnal ergonomi pada
tahun 2000 (Hignett dan Mc Atamney, 2000).dan Metode RULA
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) pada tahun 1993 diperkenalkan oleh Dr.
Lynn Mc Atamney dan Dr. Nigel Corlett yang merupakan ergonomi dari universitas
di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of Osecupational Ergonomics).

2
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud Working Posture ?


2. Apa pengaruh Postur Kerja Terhadap Musculos Keletal ?
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Postur Kerja?
4. Risiko Postur Tubuh Yang Salah ?
5. Apa saja metode Working Posture?
6. Keterkaitan Ergonomi dengan Postur Kerja ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang di maksud Working Posture.


2. Mengetahui pengaruh Postur Kerja Terhadap Musculos Keletal.
3. Mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Postur Kerja
4. Mengetahui Risiko Postur Tubuh Yang Salah
5. Mengetahui metode Working Posture.
6. Mengetahui Keterkaitan Ergonomi dengan Postur Kerja.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Definisi Working Posture


Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan dari
suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik dan
ergonomis maka dapat dipastikanhasil yang diperoleholeh operator tersebut akan
baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut tidak ergonomis maka operator
tersebut akan mudah kelelahan. Apabila operator mudah mengalami kelelahan maka
hasil pekerjaan yang dilakukan operator tersebut jugaakan mengalami penurunan dan
tidak sesuai dengan yang diharapkan (Susihono, 2012).

2. Kerja Otot Statis dan Dinamis

Kerja otot statis adalah kerja otot yang tidak bergerak atau dengan kata lain
otot hanya diam. Biasanya kerja otot statis akan lebih cepat mengalami kelelahan
dibandingkan dengan kerja otot dinamis. Walaupun demikian kerja otot stasis tidak
bisa di hilangkan dalam melakukan suatu pekerjaan. Sesuatu hal yang tidak mungkin
dalam melakukan pekerjaan semua bagian tubuh operator mengalami kerja otot statis.
Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu di adakan penelitian tentang perbandingan
berapa lama waktu kerja otot statis dilakukan dibandingkan dengan kerja otot
dinamis. Sebagai contoh seorang satpam yang harus menjaga pintu selama beberapa
jam tanpa bisa duduk. Tentu otot kakinya akan merasa kelelahan dengan kerja otot
statis seperti itu. Untuk mengatasinya perlu dibuat jadwal dimana satpam tersebut
bisa berkeliling sehingga otot kakinya yang tadinya statis bisa kembali rileks. Dan
untuk kerja otot dinamis, perlu dilakukan juga penelitian terhadap otot yang terus
bergerak tanpa henti.

4
3. Efek Kerja Otot Statis dan Dinamis

Efek kerja otot statis adalah otot yang digunakan dalam keadaan diam sehingga akan
terjadi penumpukan asam laktat lebih cepat dibandingkan dengan kerja otot dinamis,
sehingga pekerja akan lebih cepat mengalami kelelahan. Ketika pekerja cepat merasa
lelah meka pekerjaan atau produktivitasnya akan mengalami penurunan. Sebagai
contoh seorang tukang cat yang sedang melakukan pekerjaanya pada saat berdiri,
akan mengalami kelelahan pada kedua otot kakinya.

Efek kerja otot dinamis sebenarnya sangat baik karena tidak menyebabkan
kelelehan pada saat bekerja. Tidak seperti kerja otot statis yang menyebabkan
kelelahan pada pekerja saat bekerja, kerja otot dinamis sangat dianjurkan dalam
melakukan setiap gerakan dan postur kerja. Karena pada saat bekerja, otot si pekerja
akan mengalami relaksasi, sehingga menyebabkan si pekerja tidak cepat merasakan
kelelahan pada saat bekerja dan produktivitasnya tidak akan mengalami penurunan.

4. Pengaruh Postur Kerja Terhadap Musculos Keletal


Musculos keletal adalah risiko kerja mengenai gangguan otot yang disebabkan
oleh kesalahan posturkerja dalam melakukan suatu aktivitas kerja. Keluhan musculos
keletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh
seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot
menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan padasendi, ligament dan tendon. Keluhan
hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan musculos keletal
disorders (MSDs) atau cedera pada system muskulos keletal. Secara garis besar
keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (Tarwaka, 2010):

5
1) Keluhan sementara (reversible),

yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun
demikian keluhan tersebut akan namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.

2) Keluhan menetap (persistent),

yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah
dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Postur Kerja


Postur adalah posisi relatif bagian tubuh tertentu padasaat bekerja yang
ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerjadan task requirements serta ukuran
peralatan/benda lainnya yang digunakan saat bekerja. Postur dan pergerakan
memegang peranan penting dalam ergonomi. Salah satu penyebab utama gangguan
otot rangka adalah postur janggal (awkward posture).

6. Risiko Postur Tubuh Yang Salah


Postur janggal dapat menyebabkan terjadinya kelelahan dan
ketidaknyamanan. Dilakukannya postur janggal pada jangka waktu panjang dapat
menyebabkan cidera dan keluhan pada jaringan otot rangka maupun saraf tepi.

7. Macam-macam Metode Working Posture

a. Metode OWAS
merupakan salah satu metode yang memberikan output berupa
kategori sikap kerja yang beresiko terhadap kecelakaan kerja pada bagian
musculo skeletal. Metode OWAS mengkodekan sikap kerja pada bagian
punggung, tangan, kaki, dan berat beban. Masing-masing bagian memiliki

6
klasifikasi sendiri-sendiri. Metode ini cepat dalam mengidentifikasi sikap
kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. 

Postur dasar OWAS disusun dengan kode yang terdiri empat digit,
dimana disusun secara berurutan mulai dari punggung, lengan, kaki dan berat
beban yang diangkat ketika melakukan penanganan material secara manual.
Berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh yang diamati untuk dianalisa
dan dievaluasi (Karhu,1981) :

1. Sikap Punggung

a. Lurus

b. Membungkuk

c. Memutar atau miring kesamping

d. Membungkuk dan memutar atau membungkuk kedepan dan


menyamping  

Gambar 1.1: Klasifikasi Sikap Kerja Bagian Punggung

2. Sikap Lengan

a. Kedua lengan berada dibawah bahu

7
b. Satu lengan berada pada atau diatas bahu

c. Kedua lengan pada atau diatas bahu

Gambar 1.2 : Klasifikasi Sikap Kerja Bagian Lengan

3. Sikap Kaki

a. Duduk

b. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus

c. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus

d. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk

e. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk

f. Berlutut pada satu atau kedua lutut

g. Berjalan

8
Gambar 1.3: Klasifikasi Sikap Kerja Bagian Kaki

4. Berat Beban

a. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W = 10 Kg)

b. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg < W ≤ 20 Kg)

c. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W > 20 Kg)

Hasil dari analisa postur kerja OWAS terdiri dari empat level skala
sikap kerja yang berbahaya bagi para pekerja.

KATEGORI 1: Pada sikap ini tidak ada masalah pada sistem muskuloskeletal.


Tidak perlu ada perbaikan.

KATEGORI 2 : Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal, postur


kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan. Perlu perbaikan
dimasa yang akan datang.

KATEGORI 3 : Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal, postur


kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan. Perlu
perbaikan segera mungkin.

9
KATEGORI 4: Pada sikap ini sangat berbahaya pada sistem muskulo skeletal,
postur kerja ini mengakibatkan resiko yang jelas. Perlu perbaikan secara
langsung / saat ini juga.

Gambar 2. Contoh sikap kerja pekerja pencetakam departemen pengiriman


paving
Adapun penjelasan adalah sebagai berikut :

1. Sikap Punggung

Kode OWAS 4 ; bungkuk ke depan dan menyamping.


2. Sikap Lengan
Kode OWAS 1 :kedua lengan berada dibawah bahu.
3. Sikap Kaki
Kode OWAS 4 :berdiri bertumpu pada kedua kaki ditekuk.
4. Berat Beban
Kode OWAS 1 : berat beban seberat 3,5 Kg.

b. Metode NIOSH
NIOSH Lifting Index pertama kali diperkenalkan oleh NIOSH untuk
aktivitas pekerjaan lifting/mengangkat. NIOSH merekomendasikan metode
sederhana untuk mengukur kemungkinan terjadinya pembebanan otot yang

10
berlebihan atas dasar karakteristik pekerjaan. (Tarwaka, 2004). NIOSH (National
for Occupational Safety and Health) adalah suatu institusi yang menangani hal-hal
yang terkait permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja di Amerika serikat.
NIOSH telah melakukan penelitian terhadap faktor-faktor beban yang
bepengaruh terhadap sistem biomekanika yaitu:

1. Berat dari beban benda yang dipindahkan.

2. Posisi pembebanan dengan mengacu pada tubuh, dipengaruhi oleh:

a. Jarak horisontal beban yang dipindahkan dari titik origin sampai destinasi

b. Jarak vertikal beban yang dipindahkan


c. Sudut pemindahan beban

3. Frekuensi pemindahan dicatat sebagai rata-rata pemindahan per menit untuk


pemindahan berfrekuensi tinggi.

4. Lamanya waktu atau durasi dalam melakukan aktivitas pemindahan atau


pengangkatan beban.

Recommended Weight Limit (RWL) merupakan rekomendasi batas beban


yang dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cidera meskipun pekerjaan
tersebut dilakukan secara repetitive dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
RWL ini ditetapkan oleh NIOSH pada tahun 1991 di Amerika Serikat. Persamaan
NIOSH berlaku pada keadaan : (Waters, et al; 1994)

1. Beban yang diberikan adalah beban statis, tidak ada penambahan ataupun
pengurangan beban ditengah-tengah pekerjaan.

2. Beban diangkat dengan kedua tangan.

3. Pengangkatan atau penurunan benda dilakukan dalam waktu maksimal 8 jam.

11
4. Pengangkatan atau penurunan benda tidak boleh dilakukan saat duduk atau
berlutut.

5. Tempat kerja tidak sempit.


Berdasarkan sikap dan kondisi sistem kerja pengangkatan beban dalam
proses pemuatan barang yang dilakukan oleh pekerja dalam eksperimen, penulis
melakukan pengukuran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dalam
pengangkatan beban dengan acuan ketetapan NIOSH.
Persamaan untuk menentukan beban yang direkomendasikan untuk diangkat
seorang pekerja dalam kondisi tertentu menurut NIOSH adalah sebagai berikut
(Waters, et al, 1993):
RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM .

Keterangan :
LC : (Lifting Constanta) konstanta pembebanan = 23 kg

HM : (Horizontal Multiplier) faktor pengali horisontal = 25/H

VM : (Vertical Multiplier) faktor pengali vertikal = 1 – 0,003 [V – 75]


DM : (Distance Multiplier) faktor pengali perpindahan = 0,82 + 4,5/D
AM : (Asymentric Multiplier) faktor pengali asimentrik = 1 – 0,0032
A(0) FM : (Frequency Multiplier) faktor pengali frekuensi

CM : (Coupling Multiplier) faktor pengali kopling (handle)


Catatan :

H = Jarak horizontal posisi tangan yang memegang beban dengan titik pusat tubuh.

V = Jarak vertikal posisi tangan yang memegang beban terhadap lantai

D = Jarak perpindahan beban secara vertikal antara tempat asal sampai tujuan
A = Sudut simetri putaran yang dibentuk antara tangan dan kaki.

12
Setelah nilai RWL diketahui, selanjutnya perhitungan Lifting Index, untuk
mengetahui index pengangkatan yang tidak mengandung resiko cidera tulang
belakang, dengan persamaan :

Load Weight L
LI = =
Recommended Weight Limit RWL

Dimana L = Berat beban yang


akan dipindahkan Keterangan :
Jika LI ≤ 1, maka aktivitas tersebut tidak mengandung resiko cedera tulang
belakang. Jika LI > 1, maka aktivitas tersebut mengandung resiko cidera tulang
belakang (Waters, et al, 1993).

c. Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)


Metode REBA dikenal sebagai penilaian postur kerja seorang pekerja yang
dikembangkan oleh Sue Hignett dan Lynn McAtamney untuk menilai beberapa
bagian postur tubuh diantaranya leher, punggung, lengan, pergelangan tangan, dan
kaki pengaruh dari faktor coupling, beban yang dibawa, dan jenis aktivitas pekerja.
Untuk pengambilan data metode REBA, dibutuhkan perekaman video untuk
memperoleh proses pengangkatan pekerja pengangkat dan mengambil cuplikan layer
dengan posisi terburuk pekerja. Metode ini relatif mudah digunakan karena untuk
mengetahui nilai suatu anggota tubuh tidak diperlukan besar sudut yang spesifik,
hanya berupa range sudut. Pada akhirnya nilai akhir dari REBA memberikan indikasi
level resiko dari suatu pekerjaan dan tindakan yang harus dilakukan/diambil.
(Stanton,2005). REBA dikembangkan untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko
dan melakukan perbaikan sesegera mungkin. REBA dikembangkan tanpa
membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti untuk dapat dilatih dalam
melakukanpemeriksaan dan pengukuran tanpa. biaya peralatan tambahan.

13
Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa menggangu
pekerja.

Berikut ini adalah Range dan score Pergerakan Tubuh berdasarkan metode REBA.

Gambar 3.1 (Range Pergerakan Punggung (+1 Jika Punggung Memutar/Miring Ke


Samping)

Gambar 3.2 (Range Leher (+1 Jika Leher Memutar/Miring Ke Samping)

14
Gambar 3.3 (Range Pergerakan Lengan Atas (+1 Jika pergelangan tangan memutar)

Gambar 3.4 (Range Pergerakan Kaki (+1 Jika Lutut Antara 30o Dan 60o Flexion +2
Jika Lutut >60o Flexion)

15
Gambar 3.5 (Range Pergerakan Lengan Atas(+1 Jika Posisi Lengan Atas Adducted
And Rotated. +1 Jika Bahu Ditinggikan, +1 Jika Bersandar, Bobot Lengan Ditiopang
Atau Sesuai Gravitasi)

Tabel 1. Action Level Metode REBA


Action Level Skor REBA Level Resiko Tindakan Perbaikan
0 1 Bisa diabaikan Tidak perlu
1 2-3 Rendah Mungkin perlu
2 4-7 Sedang Perlu
3 8-10 Tinggi Pelu segera
4 11-15 Sangat tinggi Perlu saat ini juga

d. Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)


Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan suatu metode penelitian
untuk menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas. Metode ini
dirancang oleh Lynn Mc Atamney dan Nigel Corlett (1993) yang menyediakan
sebuah perhitungan tingkatan beban muskuluskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang
memiliki resiko pada bagian tubuh dari perut hingga leher atau anggota badan bagian
atas.

Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian


postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan di beri skor yang telah
ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi postur
kerja yang merupakan faktor resiko. Metode didesain untuk menilai para pekerja dan
mengetahui beban musculoskletal yang kemungkinan menimbulkan gangguan pada
anggota badan atas.

16
Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk :

1. Mengukur resiko muskuluskeletal, biasanya sebagai bagian dari


perbaikan yang lebih luas dari ergonomi.

2. Membandingkan beban muskuluskeletal antara rancangan stasiun


kerja yang sekarang dengan yang telah dimodifikasi.

3. Mengevaluasi keluaran misalnya produktivitas atau kesesuaian


penggunaan peralatan.

4. Melatih pekerja tentang beban muskuluskeletal yang diakibatkan


perbedaan postur kerja.

Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka tubuh dibagi atas 2


segmen grup yaitu grup A dan grup B.

a. Penilaian postur tubuh group A

1. Lengan Atas (upper arm)

Postur tubuh grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm),
pergelangan tangan (wrist) dan putaran pergelangan tangan (wrist twist).

17
Gambar 4.1. Postur Tubuh Bagian Lengan Atas (Upper Arm)

Tabel 2.1. Skor Bagian Lengan Atas (Upper Arm)

Pergerakan Article I. Skor Skor Perubahan


0
20 (ke depan maupun ke
1
belakang dari tubuh)
+ 1 jika bahu naik
>200 (ke belakang) atau 20-
2 + 1 jika lengan
450
45-900 3 berputar/bengkok
>900 4

2. Lengan Bawah (lower arm)

18
Gambar 4.2. Postur Tubuh Bagian Lengan Bawah (Lower Arm)

Tabel 2.2. Skor Lengan Bawah (lower arm)


Pergerakan Skor Skor Perubahan
60-1000 1 Jika lengan bawah bekerja
melewati garis tengah atau
<600 atau 1000 2
keluar dari sisi tubuh

3. Pergelangan Tangan (wrist)

Gambar 4.3. Postur Tubuh Pergelangan Tangan (wrist)

Tabel 2.3. Skor Pergelangan Tangan (wrist)


Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi netral 1
0 + 1 jika pergelangan tangan
0- 15 (ke atas maupun ke bawah) 2
putaran menjauhi sisi tengah
>150 (ke atas maupun kebawah) 3

4. Putaran Pergelangan Tangan (Wrist Twist)

19
Gambar 4.4. Postur Tubuh Putaran Pergelangan Tangan (wrist twist)

Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) postur netral diberi skor :
1 = Posisi tengah dari putaran
2 = Pada atau dekat dari putaran

b. Penilaian postur tubuh group B


Postur tubuh grup B terdiri atas leher (neck), batang tubuh (trunk), dan kaki
(legs).

1. Leher (neck)

20
Gambar 5.1. Postur tubuh bagian leher (neck)

Tabel 3.1. Skor Bagian Leher (neck)


Section 3.01 Skor
Article II. Pergerakan Article III. Skor
Perubahan
0-100 1
+ 1 jika leher
10-200 2
berputar/bengkok
>200 3
+ 1 batang tubuh bengkok
Ekstensi 4

2. Batang Tubuh (Trunk)

Gambar 5.2. Postur Bagian Batang Tubuh (Trunk)

21
Tabel 3.2. Skor Bagian Batang Tubuh (Trunk
Pergerakan Skor Skor Perubahan
Posisi normal (900) 1
0-200 2 + 1 jika leher berputar/bengkok
20-600 3 + 1 jika batang tubuh bungkuk
>600 4

3. Kaki (Legs)

Gambar 5.3. Posisi Kaki (Legs)

Tabel 3.3. Skor Bagian kaki (legs)


Section 3.02 Pergerakan Skor
Posisi normal/seimbang 1
Tidak seimbang 2

Tabel 3.4. Kategori Tindakan RULA


Kategori
Level Resiko Tindakan
Tindakan
1–2 Minimum Aman

22
Diperlukan beberapa
3–4 Kecil
waktu ke depan
Tindakan dalam
5–6 Sedang
waktu dekat
Tindakan sekarang
7 Tinggi
juga

8. Keterkaitan Ergonomi Dengan Postur Kerja


Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah postur dan sikap tubuh pada
saat melakukan aktivitas tersebut. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan
karena hasil produksi sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan pekerja. Bila
postur kerja yang digunakan pekerja salah atau tidak ergonomis, pekerja akan cepat
Lelah sehingga konsentrasi dan tingkat ketelitiannya menurun. Pekerja menjadi
lambat, akibatnya kualitas dan kuantitas hasil produksi menurun yang pada akhirnya
menyebabkan turunnya produktivitas.

Dengan demikian, terlihatlah bahwa postur kerja sangatlah erat kaitannya


dengan keilmuan ergonomi dimana pada keilmuan ergonomic dipelajari bagaimana
untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera
akibat postur kerja yang salah dan penyakit akibat kerja serta menurunkan beban
kerja fisik dan mental, oleh karena itu perlu dipelajari tentang bagaimana suatu postur
kerja dikatakan efektif dan efisien, tentu saja untuk mendapatkan postur kerja yang
baik kita harus melakukan penelitian-penelitian serta memiliki pengetahuan dibidang
keilmuan ergonomi itu sendiri dengan tujuan agar kita dapat menganalisis dan
mengevaluasi postur kerja yang salah dan kemudian mampu memberikan postur kerja
usulan yang lebih baik sebab masalah postur kerja sangatlah penting untuk
diperhatikan karena langsung berhubungan ke proses operasi itu sendiri, dengan

23
postur kerja yang salah serta dilakukan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan operator akan mengalami beberapa gangguan-gangguan otot
(Musculoskeletal) dan gangguan-gangguan lainnya sehingga dapat mengakibatkan
jalannya proses produksi tidak optimal.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan dari
suatu pekerjaan. Apabila postur kerja yang dilakukan oleh operator sudah baik
dan ergonomis maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh operator tersebut
akan baik. Akan tetapi bila postur kerja operator tersebut tidak ergonomis
maka operator tersebut akan mudah kelelahan. (Susihono, 2012).
2. Keluhan musculos keletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal
yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat
sakit. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
(Tarwaka, 2010):
a). Keluhan sementara (reversible),
b). Keluhan menetap (persistent).
3. Postur dan pergerakan memegang peranan penting dalam ergonomi. Salah
satu penyebab utama gangguan otot rangka adalah postur janggal (awkward
posture).
4. Risiko Postur Tubuh Yang Salah, Postur janggal dapat menyebabkan
terjadinya kelelahan dan ketidaknyamanan.

24
5. Macam-macam Metode Working Posture :
a). Metode OWAS
b). Metode NIOSH
c). Metode Rapid Entire Body Assessment (REBA)
d). Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA)
6. Postur kerja sangatlah erat kaitannya dengan keilmuan ergonomi dimana
pada keilmuan ergonomic dipelajari bagaimana untuk meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera akibat postur
kerja yang salah dan penyakit akibat kerja.

B. Saran
1. Melakukan upaya keselamatan dan kesehatan kerja dengan cara melakukan
penyuluhan seperti memasang poster-poster mengenai posisi kerja yang
ergonomis, Dan pelatihan mengenai tata cara kerja ergonomis.

2. Pekerja sebelum melakukan aktivitasnya sesekali merelaksasikan otot-otot


tangan, leher, badan, dan kaki untuk mengurangi keluhan.

3. Pekerja diharapkan agar memperbanyak kegiatan olahraga untuk


pencegahan, melakukan istirahat dan peregangan otot apabila merasakan
keluhan-keluhan selama bekerja.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Wresni, dkk. 2012. Analisis Postur Kerja Dengan Menggunakan Metode


Ovako Work Posture Analysis System (OWAS) Pada StasiunPengepakan Bandela
Karet(StudiKasusDiPT.RiauCrumbRubberFactoryPekanBaru). UIN SUSKA: Riau
Bridger, R.S. Introduction to The Ergonomics. New York : McGraw-
HillInternational Edition, 1994.
Chaffin, D.B. and Park, K.S., A lonitudinal Study of low back pain as associated with
Occupational lifting factors, American Industrial Hygiene Association Journal,
1973
DHHS (NIOSH) Publication. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors :
A Critical Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related
Musculoskeletal Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back .
U.S. Department of Health And Human Services, 1997.
Fahmi Sulaiman, Yossi Purnama Sari, Analisis Postur Kerja Pekerja Pengasah
Batu Akik
McAtamney, L., & Hignett, S. (2000). Rapid Entire Body Assessment
(REBA). Applied Ergonomics, Vol. 31, pp. 201–205.

M Safri Setiawan, Intania W, Arum Dwi, M Ragil S S.T., M.Sc Penilaian Postur
Pekerja Pengangkatan Galon Dengan Metode REBA dan Biomekanika di
Yogyakarta

26

Anda mungkin juga menyukai