Anda di halaman 1dari 102

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kesehatan Masyarakat Skripsi Sarjana

2017

Gambaran Kelelahan Mata Pada


Pekerja Bengkel Las Di Jalan
Mahkamah Kelurahan Mesjid
Kecamatan Medan Kota Tahun 2017

Simarmata, Juni Anggreni

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1474
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
GAMBARAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BENGKEL LAS
DI JALAN MAHKAMAH KELURAHAN MESJID
KECAMATAN MEDAN KOTA
TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH
JUNI ANGGRENI SIMARMATA
NIM : 131000543

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


GAMBARAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BENGKEL LAS
DI JALAN MAHKAMAH KELURAHAN MESJID
KECAMATAN MEDAN KOTA
TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
JUNI ANGGRENI SIMARMATA
NIM : 131000543

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “GAMBARAN


KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN
MAHKAMAH KELURAHAN MESJID KECAMATAN MEDAN KOTA
TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri,
dan saya tidak melakukan penjiplakan atau mengutip dengan cara-cara yang tidak
sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas
pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada
saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan
dalam karya saya, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Agustus 2017


Yang membuat pernyataan

Juni Anggreni Simarmata

Universitas Sumatera Utara


ii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Kelelahan mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata


seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan
secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan mata
ditandai dengan penglihatan kabur, rangkap, mata merah, mata terasa perih, mata
mengantuk dan berkurangnya kemampuan akomodasi.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran kelelahan mata pada pekerja bengkel las di jalan
Mahkamah. Sampel penelitian sebanyak 30 pekerja las. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan kriteria inklusi
yang telah ditetapkan. Pengukuran menggunakan kuesioner Visual Fatigue Index
(VFI) untuk mengukur kelelahan mata.
Hasil penelitian ini menunjukkan pekerja dengan usia >25 tahun sebanyak
17 orang (56,7%), lama paparan ≥8 jam sebanyak 17 orang (56,7%), masa kerja
selama ≤5 tahun sebanyak 25 orang (83,3%), pemakaian alat pelindung mata
sebanyak 25 orang (83,3%) dan kelelahan mata yang dialami pekerja sebanyak 27
orang (90,0%). Pekerja mengalami kelelahan mata terbanyak yaitu mata terasa
berpasir sebanyak 10 orang (33,3%). Kelelahan mata lain yang dialami pekerja
yaitu mata memerah, silau, mata terasa panas dan mata terasa perih.
Diharapkan kepada pekerja sering mengistirahatkan matanya setelah
mengelas dengan menggunakan metode 20-20-20, setiap bekerja 20 menit
lakukan istirahat 20 detik dengan memandang jarak sejauh 20 kaki (6 meter).
Pemilik bengkel sebaiknya meningkatkan keselamatan terhadap para pekerja
dengan melengkapi APD, seperti kacamata keselamatan (safety glass) dengan
ultraviolet protective side shields, contohnya kacamata (spectacles), Goggles (cup
type/box type) dan tameng muka (face shields).

Kata Kunci: Pekerja, Bengkel Las, Kelelahan Mata

iii

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Eye fatigue arises as intensive stress on eye functions such as on


accommodation muscles at work that require careful observation or to the retina
due to contrast inappropriateness. Eye fatigue is characterized by blurred vision,
double, red eyes, sore eyes, sleepy eyes and reduced accommodation ability.
The research is descriptive research which is aimed to know the eye
fatigue of the welding workshop workers in the Mahkamah’s street. The sample of
research is 30 welding workers. The sampling technique used in this research is
purposive sampling with predetermined inclusion criteria. Measurement uses
Visual Fatigue Index (VFI) questionnaire to measure eye fatigue.
The results of this study indicate the workers with age >25 years as many
as 17 people (56.7%), duration of exposure ≥8 hours as many as 17 people
(56.7%), employment for ≤5 years as many as 25 people (83.3%), the use of eye
protective equipment as much as 25 people (83.3%) and eye fatigue experienced
by workers as many as 27 people (90.0%). Workers are experiencing eye fatigue
most namely the eye feels gritty as many as 10 people (33.3%). Another eye
fatigue experienced by workers that is flushed, eyes dazzled, the eye feels hot and
the eye feels stung.
It is expected that workers often rest their eyes after welding by using the
20-20-20 method, each working 20-minutes do a 20-second break by looking at a
distance of 20 feet (6 meters). The owner of workshop better be improving safety
to workers with the Personal Protective Equipment, like safety glass with
ultraviolet protective side shields, for the example spectacles, goggles (cup
type/box type) and face shields.

Keywords: Worker, Welding’s Workshop, Eye Fatigue

iv

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “GAMBARAN

KELELAHAN MATA PADA PEKERJA BENGKEL LAS DI JALAN

MAHKAMAH KELURAHAN MESJID KECAMATAN MEDAN KOTA

TAHUN 2017”.

Segala proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material.

Untuk itu, disampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sedalam-

dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Depatemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Pembimbing I serta Ketua

Penguji yang telah memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, serta

dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II serta

Anggota Penguji yang telah memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi,

serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


6. Ir. Kalsum, M. Kes selaku Anggota Penguji yang telah memberikan kritik dan

saran serta motivasi untuk perbaikan skripsi ini.

7. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah memberikan

kritik dan saran serta saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

8. Ir. Evi Naria, M. Kes selaku dosen penasihat akademik.

9. Bengkel Las di Jalan Mahkamah Kelurahan Masjid Kecamatan Medan Kota

Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan membantu penulis

untuk melakukan penelitian ini.

10. Ayah dan Ibu atas jasa-jasanya, kasih sayang, kesabaran, motivasi, doa dan

tidak pernah lelah mendidik dan memberi cinta yang tulus kepada penulis

sejak penulis kecil.

11. Abang-adik penulis, Boy Wilmar Simarmata dan Oktiani Devanti Simarmata

yang selalu memberikan doa dan semangat dalam penyelesaian Skripsi ini.

12. Yang Terkasih Arief Binsar Tampubolon yang telah banyak membantu,

menyemangati, mendoakan, mendampingi dan mendukung penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

13. Sahabat saya, Naik Simbolon, Claudia Desy Natalia, Ester Aryanti, Clintony,

Hizkia, Raymond, Veronika Manalu, Selfianis, Salvina, Maria Sinaga, Yuni

Saragih, Diana Pasaribu yang telah memberi semangat, motivasi dan doa

dalam penyelesaian skripsi ini.

14. Teman-teman seperjuangan selama Pengalaman Belajar Lapangan (PBL)

Pakpak Bharat Kota Salak yang selalu memberikan dukungan dan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

vi

Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,

maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk

perbaikan dan kesempurnaannya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi para pembaca.

Medan, Agustus 2017


Penulis

Juni Anggreni Simarmata

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 10

BAB II TINJUAN PUSTAKA................................................................... 12

2.1 Pengelasan (Welding) ............................................................................. 12


2.1.1 Pengertian Las ..................................................................................... 12
2.1.2 Jenis-Jenis Pengelasan ........................................................................ 13
2.1.3 Bahaya Dalam Pengelasan .................................................................. 16
2.1.4 Alat Keselamatan Kerja Las................................................................ 21
2.2 Mata…………………………………………………………………… 26
2.2.1 Definisi Mata....................................................................................... 26
2.2.2 Gambar Anatomi Mata........................................................................ 27
2.2.3 Bagian-bagian Mata ............................................................................ 27
2.2.4 Perlindungan Mata .............................................................................. 28
2.2.5 Fisiologi Mata ..................................................................................... 30
2.2.6 Masuknya Cahaya ke Mata ................................................................. 31
2.3. Kelelahan Kerja ..................................................................................... 31
2.3.1 Definisi Kelelahan Kerja ..................................................................... 31
2.3.2 Jenis Kelelahan Kerja .......................................................................... 32
2.4 Kelelahan Mata ...................................................................................... 32
2.4.1 Definisi Kelelahan Mata ..................................................................... 32
2.4.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kelelahan Mata ............................. 34
2.4.3 Gejala Kelelahan Mata ........................................................................ 39
2.5 Proses Terjadinya Kelelahan Mata......................................................... 40
2.6 Tindakan Mengatasi Kelelahan Mata..................................................... 41

viii

Universitas Sumatera Utara


BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 44

3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 44


3.2 Lokasi dan Waktu Penilitian ................................................................. 44
3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................................................. 44
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................................. 44
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................................. 44
3.3.1 Populasi ............................................................................................... 44
3.3.2 Sampel ................................................................................................. 44
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel............................................................... 45
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................... 45
3.4.1 Data Primer ......................................................................................... 45
3.4.2 Data Sekunder ..................................................................................... 46
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ......................................................... 46
3.5.1 Variabel ........................................................................................... 46
3.5.2 Definisi Operasional............................................................................ 46
3.6 Metode Pengukuran ............................................................................... 47
3.7 Pengolahan Data..................................................................................... 49
3.8 Analisis Data .......................................................................................... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................. 51

4.1 Gambaran Umum Bengkel Las di Jalan Mahkamah Medan ................. 51


4.2 Analisis Univariat .................................................................................. 52
4.2.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ............................ 52
4.2.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Paparan ............ 52
4.2.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja ................. 53
4.2.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemakaian Alat
Pelindung Mata ................................................................................... 53
4.2.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelelahan Mata .......... 54

BAB V PEMBAHASAN ............................................................................ 59

5.1 Karakteristik Responden ........................................................................ 59


5.2 Analisis Kelelahan Mata ........................................................................ 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 63

6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 63


6.2 Saran....................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 65


DAFTAR LAMPIRAN

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Waktu pemajanan radiasi sinar Ultraviolet yang diperkenankan


..................................................................................................... 7

Tabel 2.1 Kriteria untuk penggunaan goggles JIS T 8141-1970 ................. 42

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Pekerja Bengkel Las di Jalan


Mahkamah Medan Tahun 2017 ................................................... 52

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Lama Paparan Pekerja Bengkel Las di


Jalan Mahkamah Medan Tahun 2017 .......................................... 53

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja Bengkel Las di Jalan
Mahkamah Medan Tahun 2017 ................................................... 53

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Mata Pekerja


Bengkel Las di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2017 ................ 54

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Jenis Alat Pelindung Mata Pekerja


Bengkel Las di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2017 ................ 54

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kelelahan Mata Pekerja Bengkel Las di


Jalan Mahkamah Medan Tahun 2017.......................................... 54

Tabel 4.7 Gambaran Kelelahan Mata Pekerja Bengkel Las di Jalan


Mahkamah Medan Tahun 2017 ................................................... 55

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Keselamatan kerja diri bagian muka dan mata (face shield) . 24

Gambar 2.2 Anatomi Mata ................................................................................ 27

xi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner ...................................................................................... 68

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ...................................................................... 70

Lampiran 3. Surat Selesai Melaksanakan Penelitian....................................... 71

Lampiran 4. Master Data ................................................................................. 72

Lampiran 5. Output ......................................................................................... 76

Lampiran 6. Dokumentasi ............................................................................... 84

xii

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Juni Anggreni Simarmata, lahir pada tanggal 12 Juni

1995 di kota Batam. Berasal dari kota Batam Kepulauan Riau dan bertempat

tinggal di jalan berdikari no 17 padang bulan kota Medan. Penulis merupakan

anak dari pasangan Alm. R. Simarmata dan M. Sinaga.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD Swasta Eppata II Muka

Kuning Indah, Kota Batam, Kepulauan Riau (2001-2007), SMP Negeri 21 Kota

Batam, Kepulauan Riau (2007-2010), SMA Negeri 5 Kota Batam, Kepulauan

Riau (2010-2013) dan penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi

Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sejak tahun 2013 dan akan

menyelesaikan studi tahun 2017.

xiii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan kerja merupakan salah satu bidang kesehatan masyarakat yang

memfokuskan perhatian pada masyarakat pekerja baik yang berada di sektor

formal maupun yang berada di sektor informal (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Bab XII tentang Kesehatan Kerja,

upaya kesehatan kerja sangat penting untuk melindungi pekerja agar hidup sehat

dan terbebas dari gangguan kesehatan, serta pengaruh buruk yang diakibatkan

oleh pekerjaannya. Upaya tersebut salah satunya dibidang industri informal.

Perkembangan industri informal di Indonesia saat ini berlangsung amat

pesat, seperti industri rumah tangga, bengkel, pertanian, perdagangan dan

perkebunan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pekerja yang bekerja di

sektor informal mencapai 72,67 juta orang pada Februari 2017. Data statistik

tahun 2017 menunjukkan bahwa 58,35% pekerja Indonesia saat ini bekerja di

sektor informal dengan gaji rendah dan pekerjaan beresiko serta tidak ada kontrak

kerja yang aman, termasuk perlindungan sosial atau perwakilan pekerja.

Setiap pekerjaan baik di perusahaan maupun dibengkel-bengkel kecil,

perlu diperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerjanya. Terdapat peraturan-

peraturan yang mengharuskan setiap pekerjaan perlu memperhatikan keselamatan

dan kesehatan kerja, hal ini di atur dalam pokok peraturan yaitu UU RI No. 1

tahun 1970 tentang Keselamatan kerja, UU No. 14 tahun 1969 pasal 9 dan 10

tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja, PERMENAKER No:

Universitas Sumatera Utara


PER. 02/MEN/1982 tentang kualifikasi juru las di tempat kerja. Peraturan-

peraturan tersebut merupakan beberapa peraturan yang mengatur tentang

keselamatan dan kesehatan kerja. Dari peraturan tersebut maknanya adalah bahwa

setiap perusahaan, pengusaha, maupun tenaga kerja, wajib memperhatikan aspek

keselamatan dan kesehatan kerjanya, dan diantara aturan pekerjaan itu adalah

mewajibkan bagi setiap tenaga kerja untuk memakai alat pelindung diri agar dapat

mengurangi resiko frekuensi dan keparahan akibat kecelakaan kerja.

Faktor penyebab kecelakaan sering terjadi karena kondisi industri informal

saat ini dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih sangat kurang

memadai dan juga kurang mendapat perhatian dari instansi terkait. Pekerja di

industri informal kurang mendapatkan promosi dan pelayanan kesehatan yang

memadai, tidak sesuainya rancangan tempat kerja, kurang baiknya prosedur atau

pengorganisasian kerja, dan kurangnya peralatan pelindung bagi pekerja. Usaha

bidang pengelasan merupakan salah satu industri informal yang kurang memiliki

fasilitas memadai terkait K3.

Kegiatan pengelasan berorientasi dalam menyatukan logam-logam yang

akan menghasilkan percikan api dan pecahan-pecahan logam berupa partikel

kecil. Pengelasan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah karena memiliki resiko

fisik yang sangat tinggi sehingga dalam pengerjaannya memerlukan keahlian serta

peralatan khusus agar seorang pengelas (welder) tidak terkena kecelakaan kerja.

Pengelasan (welding) diartikan sebagai salah satu teknik penyambungan logam

dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau

Universitas Sumatera Utara


tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan

sambungan yang kontinu (Sonawan, 2004).

Contoh metode pengelasan dapat berupa las busur dengan pelindung gas

lembam (inert gas shielded metal arc welding), las busur dengan elektroda karbon

atau grafit (carbon arc welding), las gesek (friction welding), las ultrasonik

(ultrasonic welding), las sinar laser (laser welding), dan lain-lainnya. Berbagai

proses di industri yang merujuk pada istilah pengelasan (welding) yaitu

pembrasingan (brazing), penyolderan (soldering), las busur listrik (electric arc

welding), las karbid (oxyacetylene welding), dan pemotongan (cutting) (Siswanto,

1994).

Pada saat mengelas, banyak sekali sumber bahaya yang dapat

membahayakan juru las. Bahaya tersebut dapat berupa paparan panas, tersengat

listrik, ergonomi kerja, kabel las yang berantakan dan paparan intensitas cahaya

las yang tinggi. Hal lain yang dapat memperburuk risiko bahaya juga dapat

berasal dari faktor individu pekerja sendiri.

Risiko bahaya yang ada pada pekerjaan las adalah debu, gas, sengatan

listrik, cahaya dan sinar, radiasi panas, bahaya ledakan, bahaya kebakaran, dan

bahaya percikan las. Pajanan lain yang timbul dari proses las adalah radiasi

ultraviolet. Sinar ultraviolet dihasilkan oleh pengelasan suhu tinggi, benda-benda

pijar suhu tinggi, lampu-lampu pijar dan lain-lain (Suma’mur, 1996).

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) telah melakukan

penelitian dimana menyatakan bahwa telah terjadi 200 kasus kematian yang

berhubungan dengan kegiatan pengelasan pada umumnya disebabkan karena

Universitas Sumatera Utara


kurangnya kehati-hatian, cara memakai alat yang salah, pemakaian pelindung diri

yang kurang baik, dan kesalahan-kesalahan lainnya (DK3N, 2010).

Kelelahan merupakan reaksi fungsionil dari cortex cerebri yang

dipengaruhi oleh sistem penghambat dan sistem penggerak. Munculnya kelelahan

dapat mengurangi kinerja dan ketahanan tubuh terhadap pekerjaannya. Oleh

karena itu terjadinya kelelahan pada tenaga kerja perlu diawasi oleh pihak yang

terkait (Suma’mur, 2009). Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda

dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan

penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

Menurut Grandjean (1988), salah satu jenis kelelahan adalah kelelahan

mata. Kelelahan mata terjadi akibat penggunaan fungsi penglihatan secara intensif

sehingga memicu penurunan ketahanan penglihatan. Kelelahan mata dapat terjadi

pada juru las karena munculnya bunga api dari las menciptakan intensitas cahaya

yang tinggi pada medan pandang juru las. Pada pekerjaan juru las, cahaya yang

dipancarkan dari pengelasan dapat memberikan efek kelelahan pada mata. Cahaya

dari las dapat mengakibatkan kerusakan pada mata. Kondisi sakit dari kerusakan

mata ini akan terasa secara tidak langsung tetapi akan muncul satu hingga dua hari

dan kemudian akan menghilang.

Beberapa faktor bahaya kondisi fisik di lingkungan kerja yang dapat

menyebabkan kelelahan pekerja antara lain, radiasi, kebisingan, pencahayaan dan

temperatur. Kehidupan pekerja las tidak lepas dari sumber-sumber radiasi. Radiasi

yang berarti pemancaran sinar atau penyinaran merupakan penyebaran partikel-

partikel elementer dan energi radiasi dari suatu sumber radiasi. Proses pengelasan

Universitas Sumatera Utara


menghasilkan radiasi non pengion yang timbul sebagai akibat dari pemberian

panas pada logam hingga mencair.

Jurnal Canadia Centre for Occupational Health and Safety (2008)

menjelaskan bahwa kegiatan pengelasan akan menghasilkan radiasi non pengion.

Radiasi merupakan transmisi energi melalui emisi berkas cahaya atau gelombang.

Energi radiasi bias terletak di rentang sinar tampak, tetapi dapat pula lebih besar

atau lebih kecil dibandingkan sinar tampak. Tiga sinar non pengion tersebut antara

lain :

a. Radiasi Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 200-400 nm

b. Radiasi cahaya tampak dengan panjang gelombang 400-700 nm

c. Radiasi inframerah dengan panjang gelombang antara 700-1400 nm

Sinar ultraviolet banyak terdapat pada saat mengelas, dari sinar matahari

apabila ditatap dalam waktu yang lama, serta juga dari pantulan sinar matahari

diatas salju. Sinar ultraviolet merupakan gelombang pendek yang tidak terlihat

dan dapat diserap oleh kulit, kornea dan epitel konjungtiva. Radiasi sinar

ultraviolet mempunyai panjang gelombang yang pendek dengan frekuensi yang

tinggi bila dibandingkan dengan cahaya tampak tetapi mempunyai panjang

gelombang yang lebih panjang dibandingkan sinar X. Radiasi UV dibagi ke dalam

tiga jenis panjang gelombang yang berbeda yaitu : UV-A 315-400 nm; UV-B 280-

315 nm; UV-C 100-280 nm.

Salah satu organ tubuh yang sangat sensitif dalam menanggapi respon dari

sekitarnya terutama dalam menanggapi rangsangan intensitas cahaya yang terlalu

lemah atau pun terlalu kuat adalah mata. Untuk seorang pekerja di bidang

Universitas Sumatera Utara


pengelasan, terlalu sering berhadapan dengan cahaya intensitas tinggi akan

memberi dampak pada sistem kerja matanya. Menurut penelitian yang dilakukan

oleh Lyon (1977), fisikawan radiasi optik mengatakan terdapat sinar-sinar

elektromagnetik yang dihasilkan selama proses pengelasan tersebut dan terkait

dengan indra mata yaitu salah satunya sinar ultraviolet. Sinar ini dapat menembus

alat pelindung diri sehingga mempengaruhi kesehatan mata pekerja. Penggunaan

alat pelindung diri berupa kaca mata pelindung (google) akan mengurangi

intensitas cahaya yang masuk, namun tidak diketahui seberapa besar pengaruhnya

terhadap kesehatan mata pekerja.

Menurut Alatas (2003), radiasi Ultraviolet-B sebagian besar akan diserap

oleh kornea mata dan sebagian kecil mencapai lensa sehingga akan menimbulkan

kelelahan mata pekerja. Untuk seorang pekerja las, terlalu sering berhadapan

dengan cahaya intensitas tinggi akan memberi dampak pada sistem kerja matanya.

Hadirnya cahaya ini akan membahayakan mata pekerja. Menurut Nurdin (1999)

semua cahaya tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh lensa dan kornea

mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat, maka akan segera menimbulkan

kelelahan mata.

Selain itu menurut CCOHS (Canadian Centre for Occupational Health &

Safety) sinar yang paling umum memberikan dampak nyata bagi mata manusia

dan pekerja adalah sinar Ultraviolet-B. Untuk melindungi pekerja dari pengaruh

sinar ultraviolet, pemerintah telah menetapkan Nilai Ambang Batas yang

dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Universitas Sumatera Utara


Per.13/Men/X/2011 dengan nilai paparan sesuai yang tertera di Tabel 1 di bawah

ini.

Tabel 1.1 Waktu Pemajanan Radiasi Sinar Ultraviolet yang diperkenankan

Masa pemaparan per hari Iradiasi Efektif (Eeff) (µW/cm2)


8 jam 0,1
4 jam 0,2
2 jam 0,4
1 jam 0,8
30 menit 1,7
15 menit 3,3
10 menit 5
5 menit 10
1 menit 50
30 detik 100
10 detik 300
1 detik 3000
0,5 detik 6000
0,1 detik 30000
Sumber dari Permenakertrans RI No. PER. 13/MEN/X/2011

Dalam NIOSH, Criteria for a Recommended Standard Welding, brazing

and Thermal Cutting (1988) dilaporkan efek radiasi sinar las pada mata pekerja

las yang tidak memakai pelindung mata dengan benar dan tidak memakai

pelindung mata sama sekali (Minton, 1949; Sykowski,1951; Entwistle, 1964;

Karai Et al 1984). Juga dituliskan bahwa dalam penelitian yang lain yang

dilakukan oleh Golychev dan Nikatina (1974) ditemukan bahwa akibat dari tidak

dipakainya alat pelindung mata, seorang asisten tukang las yang berumur 42 tahun

menderita katarak karena secara reguler membantu pekerja las selama 19 tahun

masa kerja. Pekerja ini dilaporkan mengalami welder flash dan conjungtivitis

sebanyak 3 sampai 4 kali dalam sebulan. Berdasarkan penelitian Angelina dan

Oginawati (2009) pekerja las yang bekerja tanpa menggunakan kacamata rata-rata

Universitas Sumatera Utara


terpapar radiasi ultraviolet sebesar 2.753 HW/cm2. Hal ini tentunya berada diatas

nilai ambang batas 0,239 HW/cm2.

Yang terpenting harus dilindungi dalam pengelasan adalah keselamatan

indera penglihatan atau mata. Organ ini perlu dilindungi dari busur nyala listrik

yang berupa sinar ultraviolet dan inframerah yang berintensitas sangat tinggi.

Akibat radiasi tersebut retina dan selaput luar mata dapat rusak dan kering. Jika

kerusakan telah demikian lanjut maka mata dapat mengalami kebutaan. Oleh

karena itu perlindungan mata sewaktu pengelasan adalah mutlak (Sriwidharto,

1996).

Medan sebagai salah satu kota industri di Indonesia yang banyak memiliki

usaha-usaha informal, salah satu nya bengkel las. Salah satu pusat bengkel las

terbesar di kota Medan terletak di jalan Mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan

Medan kota dengan jumlah 25 bengkel las dan jumlah pekerja sebanyak 58

pekerja. Bengkel las tersebut menghasilkan berbagai produk seperti pagar

pekarangan, pintu gerbang, jerjak pintu atau jendela rumah, aneka jenis permainan

anak-anak yang terbuat dari besi dan lain-lain. Proses kerja pengelasan diawali

dengan pemilihan bahan yang sesuai dengan kebutuhan, setelah bahan diperoleh

dilakukan pemotongan sesuai dengan kebutuhan, setelah ukuran bahan dipotong

sesuai dengan kebutuhan maka material yang telah dipotong tersebut dibentukan

sesuai dengan model yang diinginkan konsumen, setelah pembentukan selesai

dilakukan pengelasan untuk menyambungkan material-material yang telah

dibentuk tersebut, setelah pengelasan, material dipoles untuk menghasilkan

bentuk yang menarik dan indah.

Universitas Sumatera Utara


Bengkel-bengkel las di Jalan Mahkamah memperkerjakan karyawan 1

sampai 5 orang pekerja pengelasan yang berhubungan dengan penggunaan alat-

alat pengelasan yang menghasilkan suhu tinggi dan kebisingan (noise). Dalam

proses kerjanya sebuah mesin las yang digunakan sebagian besar pekerja adalah

las listrik dan beberapa mesin las argon. Mesin las listrik yang digunakan adalah

Lakoni Falcon 120E Mesin Trafo Las MMA-Inverter. Proses pembuatan produk-

produk, pengelasan menggunakan mesin-mesin yang berhubungan dengan panas

yang berasal dari mesin las, radiasi akibat proses pengelasan, listrik sebagai

sumber tenaga mesin, disamping itu pula akan terjadi percikan-percikan api dan

kerak-kerak logam pada saat pemotongan berbagai logam.

Dari hasil survei awal yang dilakukan dengan mewawancarai 5 orang

pekerja las di dapati pekerja merasakan kelelahan pada mata setelah melakukan

pengelasan seperti mata mengeluarkan air mata atau berair, mata terasa perih,

pandangan kabur, penglihatan ganda, kelopak mata berkedut, mata terasa

gatal/kering, mata kesulitan fokus, ketajaman mata menurun dan kepala pusing.

Pada masing-masing bengkel las saat melakukan pekerjaan pengelasan pekerja

menggunakan kacamata gelap biasa sebagai pelindung mata.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas maka peneliti tertarik

melakukan penelitian mengenai gambaran kelelahan mata pada pekerja bengkel

las di jalan Mahkamah karena kesehatan kerja dalam usaha sektor informal belum

begitu terpantau dengan baik.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan penelitian ini adalah gambaran kelelahan mata pada pekerja bengkel

las di Jalan Mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan Kota tahun 2017.

1. 3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui gambaran kelelahan

mata pada pekerja bengkel las di Jalan Mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan

Medan Kota Tahun 2017.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :

1. Peneliti

Penelitian ini dapat membantu peneliti melihat kondisi yang

sebenarnya di lapangan tentang gambaran kelelahan mata pada pekerja

bengkel las, serta dapat mengaplikasikan teori dan pengalaman belajar

yang telah didapat selama di perkuliahan.

2. Pekerja Bengkel Las

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan evaluasi

mengenai gambaran kelelahan mata pada pekerja las, serta dapat

melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Departemen K3 FKM USU

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan informasi mengenai

gambaran kelelahan mata pada pekerja las sehingga dapat menambah

10

Universitas Sumatera Utara


pengetahuan berbagai pihak yang mendalami ilmu keselamatan dan

kesehatan kerja.

11

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan (Welding)

2.1.1 Pengertian Las

Menurut penemuan-penemuan benda bersejarah, dapat diketahui bahwa

teknik penyambungan logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah,

misalnya pembrasingan logam paduan emas tembaga dan pematrian timbal-timah,

menurut keterangan telah diketahui dan dipratekkan dalam rentang waktu antara

tahun 4000 sampai 3000 sebelum masehi dan diduga sumber panas berasal dari

pembakaran kayu dan arang. Pada abad ke 19 teknologi pengelasan berkembang

dengan pesat karena telah dipergunakannya sumber energi listrik (Suharno, 2008).

Pengelasan (welding) adalah salah satu teknik penyambungan logam

dengan cara mencairkan sebagian logam induk dengan logam pengisi dengan atau

tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan

sambungan kontinyu. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi

sangat luas, meliputi perkapalan, jembatan rangka baja, bejana tekan pipa pesat,

pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk pembuatan, proses las dapat juga

dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran.

Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian-bagian yang sudah aus,

dan macam-macam reparasi lainnya (Suharno, 2008). Pengelasan bukan tujuan

utama dari kontruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi

pembuatan yang lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus

betul-betul memperhatikan dan memperlihatkan kesesuaian antara sifat-sifat las

65

Universitas Sumatera Utara


dengan kegunaan kontruksi serta kegunaan disekitarnya. Prosedur pengelasan

kelihatannya sangat sederhana, tetapi sebenarnya didalamnya banyak masalah-

masalah yang harus diatasi dimana pemecahannya memerlukan bermacam-macam

pengetahuan. Karena itu dalam pengelasan, pengetahuan harus turut serta

mendampingi praktek, secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa perancamgan

kontruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula

tentang cara-cara pengelasan. Cara ini pemeriksaan, bahan las, dan jenis las yang

akan digunakan, berdasarkan fungsi dari bagian-bagian bangunan atau mesin yang

dirancang (Suharno, 2008).

Menurut Deutsce Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada

sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari

defenisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan

setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energy panas. Pada

waktu ini telah dipergunakan 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang

dilaksanakan dengan cara menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi

ikatan antara atom-atom molekul dari logam yang disambungkan (Suharno, 2008).

2.1.2 Jenis-Jenis Pengelasan

Berdasarkan proses pengelasan, maka pengelasan terbagi menjadi dua

antara lain (Bintoro, 1999) :

1. Las Oksigen Asetilin

Las oksi asetilin merupakan proses pengelasan secara manual

dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung

sampai mencair oleh nyala gas asetilin melalui pembakaran C 2H2 dengan

66

Universitas Sumatera Utara


gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Pembakaran gas C 2H2 oleh

oksigen (O2) dapat menghasilkan suhu yang sangat tinggi sehingga dapat

mencairkan logam. Gas asetilin merupakan salah satu jenis gas yang

sangat mudah terbakar dibawah pengaruh suhu dan tekanan. Gas asetilin

disimpan di dalam suatu tabung yang mampu menahan tekanan kerja.

Bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh gas asetilin antara

lain:

a. Polimerasasi, peristiwa ini akan menyebabkan suhu gas meningkat

jauh lebih tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Polimerisasi ini

akan terjadi pada suhu 300oC, jika berada pada tekanan 1 atm. Oleh

sebab itu, gas asetilin tidak boleh disimpan atau digunakan pada

suhu 300oC.

b. Disosiasi, yaitu adanya panas yang ditimbulkan oleh proses

pembentukan zat-zat. Disosiasi terjadi pada suhu 600oC jika berada

pada tekanan 1 atm atau 530oC jika tekanan 3 atm. Jika terjadi

disosiasi maka tekanan gas meningkat dan hal ini sangat

membahayakan karena bias menimbulkan ledakan.

2. Las listrik

Las tahanan listrik adalah proses pengelasan yang dilakukan

dengan jalan mengalirkan arus listrik melalui bidang atau permukan-

permukaan benda yang akan disambung. Elektroda-elektroda yang dialiri

listrik digunakan untuk menekan benda kerja dengan tekanan yang

cukup. Penyambungan dua buah logam atau lebih menjadi satu dengan

67

Universitas Sumatera Utara


jalan pelelehan atau pencairan dengan busur nyala listrik. Tahanan yang

ditimbulkan oleh arus listrik pada bidang-bidang sentuhan akan

menimbulkan panas dan berguna untuk mencairkan permukaan yang

akan disambung.

Bahaya pada las listrik yaitu, loncatan bunga api yang terjadi pada

nyala busur listrik karena adanya potensial tegangan dan beda tegangan

antara ujung-ujung elektroda dan benda kerja. Tegangan yang digunakan

sangat menentukan terjadinya loncatan bunga api, semakin besar

tegangan semakin mudah terjadi loncatan bunga api listrik. Hal yang

perlu diperhatikan, bahwa tegangan yang tinggi akan membahayakan

operator las, karena tubuh manusia hanya mampu menderita tegangan

listrik sekitar 42 volt. Selain penggunaan arus dan tegangan yang bisa

membahayakan operator, nyala busur listrik juga memancarkan sinar

ultraviolet dan sinar infra merah yang berinteraksi sangat tinggi.

Pancaran atau radiasi dari sinar tersebut sangat membahayakan mata

maupun kulit manusia.

Dalam proses kerjanya sebuah mesin las yang digunakan sebagian besar

pekerja adalah las listrik dan beberapa mesin las argon. Mesin las listrik yang

digunakan adalah Lakoni Falcon 120E Mesin Trafo Las MMA-Inverter. Deskripsi

mesin las sebagai berikut, Lakoni Falcon 120E adalah mesin las yang

menggunakan teknologi inverter yang hemat listrik yang sangat populer.

Digunakan umumnya untuk keperluan hobby, rumah tangga atau industri ringan.

Mesin ini cukup ringan sehingga mudah dibawa-bawa. Memerlukan daya listrik

68

Universitas Sumatera Utara


mulai dari 900 watt hingga 1500 watt dan mengeluarkan arus listrik 20 hingga 120

Ampere. Mesin las ini mampu mengelas dengan menggunakan kawat las 1,6 mm

hingga 4,0 mm. Mesin las ini menggunakan teknologi inverter dengan komponen

daya MOSFET atau IGBT. Inverter merubah arus AC dari sumber tegangan

menjadi DC yang kemudian diperkuat menjadi 100 KHz. Hal ini menyebabkan

ukuran transformer menjadi 30% lebih kecil (htpp://www.perkakasku.com/mesin-

trafo-las-mma-inverter-lakoni-falcon-120e-pr389.html).

2.1.3 Bahaya Dalam Pengelasan

Pada pekerjaan pengelasan banyak risiko yang akan terjadi apabila tidak

hati-hati terhadap penggunaan peralatan, mesin dan posisi kerja yang salah.

Beberapa risiko bahaya yang paling utama pada pengelasan (Wiryosumarto dan

Okumura, 2004) antara lain :

1. Cahaya dan sinar yang berbahaya

Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat

membahayakan juru las dan pekerja lain yang berada di sekitar

pengelasan. Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat atau

cahaya tampak, sinar ultraviolet dan sinar inframerah.

a. Sinar Ultraviolet

Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah diserap,

tetapi sinar ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap reaksi kimia

yang terjadi di dalam tubuh. Bila sinar ultraviolet yang terserap oleh lensa

dan kornea mata melebihi jumlah tertentu maka pada mata akan terasa

seakan-akan ada benda asing di dalamnya. Dalam waktu antara 6 sampai

69

Universitas Sumatera Utara


12 jam kemudian mata akan menjadi sakit selama 6 sampai 24 jam. Pada

umumnya rasa sakit ini akan hilang setelah 48 jam. Pencegahan dapat

dilakukan dengan cara menghindari kemungkinan mata terpapar sinar

ultraviolet dengan menggunakan kacamata yang tidak tembus sinar

tersebut. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 240-320

nm. Sumber ultraviolet selain sinar matahari, juga dihasilkan pada

kegiatan pengelasan, lampu-lampu pijar, pengerjaan laser, dan lain lain

(Budiono, 2003).

Sinar ultraviolet sebenarnya adalah pancaran yang mudah terserap,

tetapi sinar ini mempunyai pengaruh besar terhadap reaksi kimia yang

terjadi di dalam tubuh. Sinar ultraviolet akan segera merusak epitel kornea.

Pasien yang telah terkena sinar ultraviolet akan memberikan keluhan 4-10

jam setelah trauma. Pasien akan merasa mata sangat sakit, mata seperti

kelilipan atau kemaukan pasir, fotopobia, blefarospasme, dan konjungtiva

kemotik (Nurdin, 1999). Kornea akan menunjukkan adanya infiltrate pada

permukaannya, yang kadang-kadang disertai dengan kornea yang keruh

dan uji fluorensin positif. Keratitis terutama terdapat pada fisura palpebral.

Pupil akan terlihat miosis. Ketajaman penglihatan juga akan terganggu.

Keratitis ini dapat sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan

lama kerusakan dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan

pada kornea. Keratitis dapat bersifat mematikan akibat efek kumulatif

sinar ultraviolet sehingga gambaran keratitisnya menjadi berat. Pada mata,

sinar ultraviolet juga dapat mengakibatkan fotoelektrika (Ilyas, 2004).

70

Universitas Sumatera Utara


Pajanan radiasi Ultraviolet akan memberikan efek pada mata dan

kulit pekerja las. Efek pajanan pada mata dapat dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Efek akut pada mata

Menurut Boyce (2009), pajanan radiasi Ultraviolet akan

memberikan efek kelelahan mata yang sering disebut aesthenopia.

Efek ini tidak menyenangkan, tetapi hanya sementara. Gejala dari

kelelahan mata ini antara lain penglihatan kabur, mata memerah,

fotofobia dan kelopak mata berkedut. Kondisi ini akan terasa

beberapa jam setelah terpajan dan akan terus ada sampai 24 jam.

2. Efek kronis pada mata

Efek kronis pada mata adalah terjadinya kelainan mata berupa

pterygeum, karsinoma dari sel squamosal conjungtiva dan katarak.

b. Cahaya Tampak

Benda kerja dan bahan tambah yang mencair pada las mengeluarkan

sinar tampak. Sinar tampak yaitu merupakan sinar ionisasi yang

ditimbulkan dari radiasi. Sinar tampak memiliki panjang gelombang 400-

760 nm. Semua sinar tampak yang masuk ke mata akan diteruskan oleh

lensa dan kornea mata ke retina mata. Bila cahaya ini terlalu kuat maka

akan segera menjadi kelelahan pada mata (Nurdin, 1999). Kelelahan pada

mata berdampak pada berkurangnya daya akomodasi mata. Hal ini

menyebabkan pekerja dalam melihat akan mencoba mendekatkan matanya

terhadap obyek untuk memperbesar ukuran benda, maka akomodasi lebih

71

Universitas Sumatera Utara


dipaksa. Keadaan ini menimbulkan penglihatan rangkap dan kabur. Selain

itu, pemaksaan daya akomodasi oleh mata juga menimbulkan sakit kepala

di daerah atas mata (http://sinar-tampak.blogspot.com/all-about-sinar-

tampak.html/. 30 mei 2012).

c. Sinar Infra Merah

Sinar infra merah dan sinar ultraviolet berasal dari busur api. Sinar

infra merah adalah sinar yang merupakan sumber panas yang

memancarkan gelombang-gelombang elektromagnetis. Jika gelombang ini

mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energy yang

berubah menjadi panas. Adanya sinar infra merah tidak segera terasa oleh

mata, karena itu sinar ini lebih berbahaya, sebab tidak diketahui, tidak

terlihat dan tidak terasa. Pengaruh sinar infra merah terhadap mata sama

dengan pengaruh panas, yaitu akan terjadi pembengkakan pada kelopak

mata, terjadinya penyakit kornea, presbiovia yang terlalu dini dan

kerabunan (Nurdin, 1999). Lensa mata mempunyai radiosensitivitas lebih

tinggi dibandingkan retina mata. Radiasi dapat menimbulkan kerusakan sel

pada lensa mata sehingga sel-sel itu tidak mampu melakukan peremajaan.

Sebagai akibatnya, lensa mata dapat mengalami kerusakan permanen.

Lensa mata yang terpapar radiasi dalam waktu cukup lama akan berakibat

pada fungsi transparasi lensa menjadi terganggu sehingga penglihatan

menjadi kabur. Penyinaran yang mengenai mata dengan dosis 2-5 Lux

Meter dapat mengakibatkan terjadinya katarak pada lensa mata. Radiasi

72

Universitas Sumatera Utara


lebih mudah menimbulkan keluhan gangguan penglihatan pada usia muda

dibandingkan dengan usia tua (Akadi, 2000).

2. Arus listrik yang berbahaya

Besarnya kejutan yang timbul karena listrik tergantung pada besarnya

arus dan keadaan badan manusia. Tingkat dari kejutan dan hubungannya

dengan besar arus (Wiryosumarto dan Okumura, 2004) adalah sebagai

berikut:

a. Arus 1 mA hanya akan menimbulkan kejutan yang kecil saja dan tidak

membahayakan.

b. Arus 5 mA akan memberikan stimulasi yang cukup tinggi pada otot

dan menimbulkan rasa sakit.

c. Arus 10 mA akan menyebabkan rasa sakit yang hebat.

d. Arus 20 mA akan menyebabkan terjadi pengerutan pada otot sehingga

orang yang terkena tidak dapat melepaskan dirinya tanpa bantuan

orang lain.

e. Arus 50 mA sangat berbahaya bagi tubuh.

f. Arus 100 mA dapat mengakibatkan kematian.

3. Debu dan gas dalam asap las

Debu dalam asap las besarnya berkisar antara 0,2 μm sampai dengan 3

μm. Komposisi kimia dari debu asap las tergantung dari jenis pengelasan

dan elektroda yang digunakan. Bila elektroda jenis hydrogen rendah, di

dalam debu asap akan terdapat fluor (F) dan oksida kalium (K2O). Dalam

73

Universitas Sumatera Utara


pengelasan busur listrik tanpa gas, asapnya akan banyak mengandung

oksida magnesium (MgO). Gas-gas yang terjadi pada waktu pengelasan

adalah gas karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), ozon (CO3)

dan gas nitrogen dioksida (NO2) (Wiryosumarto dan Okumura, 2004).

4. Bahaya kebakaran

Kebakaran terjadi karena adanya kontak langsung antara api

pengelasan dengan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti solar,

bensin, gas, cat kertas dan bahan lainnya yang mudah terbakar. Bahaya

kebakaran juga dapat terjadi karena kabel yang menjadi panas yang

disebabkan karena hubungan yang kurang baik, kabel yang tidak sesuai

atau adanya kebocoran listrik karena isolasi yang rusak (Wiryosumarto

dan Okumura, 2004).

5. Bahaya Jatuh

Didalam pengelasan dimana ada pengelasan di tempat yang tinggi akan

selalu ada bahaya terjatuh dan kejatuhan. Bahaya ini dapat menimbulkan

luka ringan ataupun berat bahkan kematian karena itu usaha

pencegahannya harus diperhatikan. (Wiryosumarto dan Okumura, 2004).

2.1.4 Alat Keselamatan Kerja Las

Alat keselamatan kerja las atau sering disebut alat perlindungan diri adalah

alat-alat untuk memberikan perlindungan dan pencegahan terhadap bahaya-

bahaya kecelakaan dalam pengelasan. Alat keselamatan kerja las wajib digunakan

saat bekerja sesuai standar, bahaya dan risiko untuk menjaga keselamatan pekerja

las dan orang lain atau benda lain disekitarnya.

74

Universitas Sumatera Utara


Alat keselamatan kerja menurut Balai Hiperkes memiliki beberapa syarat,

yaitu:

1. Memberikan perlindungan untuk pekerja

2. Ringan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja

3. Dapat dipakai secara fleksibel

4. Tidak menimbulkan bahaya tambahan jika terdapat pemakaian yang

kurang tepat

5. Memenuhi standar

6. Tidak membatasi pekerja

7. Suku cadang yang mudah didapatkan dan mudah perawatannya

Alat Keselamatan kerja diri dalam pengelasan terdapat tiga jenis, yaitu:

a) Alat keselamatan kerja diri bagian kepala

Alat ini dapat berupa topi kepala yang berguna untuk melindungi kepala

dari benda-benda keras yang terjatuh, pukulan, benturan kepala, dan terkena

arus listrik. Tutup kepala yang berguna untuk melindungi kepala dari

kebakaran. Korosi panas atau dingin dapat terbuat dari asbetosis, kain khusus

tahan api dan korosi, yang terbuat dari kulit dan kain tahan air. Hats/cap

berguna untuk melindungi kepala (rambut) dari kotoran debu-debu mesin-

mesin berputar, biasanya terbuat dari katun (Niken Diana Hapsari, 2003)

b) Alat keselamatan kerja diri bagian muka dan mata (face shield)

Perlindungan ini harus diberikan untuk menjaga dampak-dampak partikel

kecil yang terlempar dengan kecepatan rendah, dampak partikel-partikel berat

dengan kecepatan tinggi. Adanya percikan caira panas atau korisif, kontak

75

Universitas Sumatera Utara


dengan gas atau uap iritan serta radiasi elektromagnetik dengan berbagi

panjang gelombang, temasuk sinar laser (Darmini, 2007). Alat pelindung ini

dapat berupa spectacles yang berguna untuk melindungi mata dari partikel-

partikel kecil, debu dan radiasi gelombang elektromagnetik, kilatan cahaya atau

sinar yang menyilaukan. Digunakan pada tingkat yang rendah. Goggles yang

digunakan untuk melindung mata gas, debu dan percikan larutan kimia. Bahan

dapat terbuat dari plastik yang transparan dengan lensa yang dilapisi koblat

untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik non ionisasi dan

kesilauan atau lensa yang terbuat dari kaca yang dilapisi timah. Selain kedua

alat tersebut perisai muka, yang digunakan untuk melindungi mata dan muka.

Alat ini dapat dipasang pada helm atau pada kepala langsung. Dapat pula

dipegang dengan tangan, alat ini banyak digunakan pada pekerjaan pengelasan

(Niken Diana Hapsari, 2003)

1) Kacamata (spectacles)

Dengan atau tanpa pelindung samping (side shields) berguna untuk

melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu dan radiasi gelombang

elektomagnetik, kilatan cahaya atau sinar yang menyilaukan.

2) Goggles (cup type/box type)

Digunakan untuk melindungi mata, gas, uap debu dan percikan larutan

kimia. Bahan dapat terbuat dari plastik yang transparan dengan lensa yang

dilapisi kobalt untuk melindungi bahaya radiasi gelombang elektromagnetik

non ionisasi dan kesilauan atau lensa yang terbuat dari linsa yang dilapisi timah

hitam untuk melindungi dari radiasi gelombang elektromagnetik dan mengion.

76

Universitas Sumatera Utara


Goggles umumnya kurang disenangi oleh pemakainya karena selain tidak

nyaman, tapi alat pelindung mata ini juga akan menutupi mata dengan ketat

sehingga tidak terjadi pertukaran udara didalamnya dan hal ini akan

menyebabkan lensa dari goggles dilengkapi dengan lubang-lubang ventilasi

(Disnakertrans, 2002).

3) Tameng muka (face shield)

Tameng muka digunakan untuk melindungi muka dari sinar las (sinar

ultraviolet, inframerah), radiasi panas las serta percikan bunga api las. apabila

muka juru las tidak dilindungi maka kulit muka akan terbakar dan sel-sel kulit

maupun daging akan rusak. Pelindung muka dipakai untuk melindungi seluruh

muka terhadap kebakaran kulit akibat dari cahaya busur, percikan dan lain

yang tidak dapat dilindungi dengan hanya memakai pelindung mata saja.

Bentuk dari pelindung muka bermacam-macam dapat berbentuk helmet dan

dapat berupa pelindung yang harus dipegang.

Sumber: Alat Pelindung Diri (APD) PT. Mandiri Karya Teknindo

Gambar 2.1 Alat keselamatan kerja diri bagian muka dan mata (face shield)

Manfaat Alat Keselamatan Kerja Las dalam pengelasan:

1. Menghindari percikan bunga api las, agar tidak mengenai mata, tangan,

telinga, muka dan anggota badan yang lain.

77

Universitas Sumatera Utara


2. Agar terhindar dari panas dan listrik pengelasan dan sinar ultraviolet

maupun inframerah.

3. Agar terhindar dari debu dan asap beracun.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih goggels adalah

(Wiryosumarto, 2000) :

a) Harus mempunyai daya penerus yang tepat terhadap cahaya tampak.

b) Harus mampu menahan cahaya dan sinar yang berbahaya.

c) Harus mempunyai sifat-sifat yang tidak melelahkan mata.

d) Harus tahan lama dan mempunyai sifat yang tidak mudah berubah.

e) Harus memberikan rasa nyaman kepada pemakai.

Dalam tahun-tahun terakhir ini pembuatan kacamata las telah mengalami

kemajuan, karena menggunakan bahan buatan. Gagang kacamata las terbuat

dari bahan yang tidak begitu keras, sehingga pada saat kacamata dipakai

sepanjang hari dan berkeringat, tidak membuat sakit pada kulit muka. Karena

lubang hawa yang kecil pada gagangnya dan karena kaca mukanya bukan

penghantar panas yang baik, maka kacamata itu tidak akan menjadi buram

karena penglihatan. Bagian bundar dari kacamata dihubungkan dengan sebuah

kawat baja, yang berfungsi untuk mengikat kaca. Karena sifat lengkung dari

kawat baja tersebut, maka kacamata nyaman dipakai. Selain itu, pada bagian

dalam kaca yang sudah kuat tersebut masih bisa dilapisi dengan sebuah pelat

bening dari mika atau celon. Mika dan celon ini mencegah kaca menjadi

buram.

78

Universitas Sumatera Utara


2.2 Mata

2.2.1 Definisi Mata

Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima

rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan serabut-

serabut nervus optikus, mengalihan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada

otak, untuk ditafsirkan. Mata berperan sebagai kamera untuk melihat. Mata

mempunyai kemampuan untuk mengatur sinar yang masuk kedalamnya sebagai

layaknya diafragma kamera. Bila sinar masuk kedalam bola mata normal maka

sinar akan difokuskan pada selaput jala terutama pada daerah yang dinamakan

bintik kuning. Mata dan saraf matahanya merupakan alat penerus rangsangan

sinar masuk ke pusat penglihatan pada otak. Otak belakang akan menilai

rangsangan yang dilihat. Pada otak belakang terjadi penggabungan rangsangan

yang berasal dari kedua mata. Fungsi mata terutama untuk melihat. Melihat

ditentukan oleh tajam penglihatan, kemampuan penglihatan warna, penglihatan

kedua mata untuk melihat stereoskopik, dan luasnya lapang pandangan (Ilyas,

2004).

Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam goncangan. Mata

dapat bekeja secara efektif menerima cahaya dalam rentang intensitas yang sangat

lebar sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan

otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk mempertahankan

bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg) ditafsirkan (Cambridge

Communication limited, 1999) dalam (Eka, 2009).

79

Universitas Sumatera Utara


2.2.2 Gambar Anatomi Mata

Sumber: http:www.biotechfordummies.com

Gambar 2.2 Anatomi Mata

2.2.3 Bagian-bagian Mata

a. Kornea

Kornea merupakan bagian anterior lapisan fibrosa. Kornea menonjol

sedikit dari permukaan mata dan bersifat transparan, yang memungkinkan

sinar cahaya masuk ke mata dan membelokkannya untuk fokus pada retina

(Ilyas, 2008).

b. Iris

Iris adalah selaput berwarna yang terletak di depan lensa yang

bersambung dengan selaput koroid. Iris terdiri dari dua serabut otot polos,

kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang

lain melebarkan ukuran pupil.

80

Universitas Sumatera Utara


c. Pupil

Pupil berupa bintik tengah berwarna hitam, yang merupakan celah

dalam iris sebagai jalan masuknya cahaya.

d. Lensa

Lensa adalah sebuah benda transparan bikonveks yang terletak persis

di belakang iris. Lensa berfungsi mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya

jautuh tepat pada retina.

e. Aqueus Humor

Aqueus Humor adalah suatu cairan jernih yang memberi makan kornea

dan lensa, dihasilkan di korpus siliaris melalui proses difusi dan transport

aktif dari plasma. Cairan ini mengalir melalui pupil untuk mengisi kamera

okuli anterior atau ruang anterior mata (Ilyas, 2008).

f. Vitreus Humor

Vitreus Humor yaitu zat gelatinosa jernih yang mengisi ruang antara

lensa dan retina. Vitreus Humor berfungsi untuk memberi bentuk dan

kekokohan pada mata, serta mempertahankan hubungan antara retian dengan

selaput koroid dan sklerotik (Ilyas, 2008).

2.2.4 Perlindungan Mata

Menurut Eka (2009) yang mengutip pendapat Roger Watson menjelaskan

bahwa mata merupakan organ yang sangat lembut dan dilindungi oleh alis mata,

kelopak mata, kelenjar lakrimalis dan tulang orbital yang tersimpan di dalam

jaringan lemak.

81

Universitas Sumatera Utara


a. Alis

Alis berfungsi melindungi mata dari cidera dan cahaya yang terlalu

banyak. Rambut alis berfungsi menahan keringat dan mencegahnya jatuh ke

mata.

b. Kelopak mata

Kelopak mata terdiri dari jaringan fibrosa yang ditutupi kulit dan

dibatasi oleh membran mukosa. Bagian dari kelopak ditumbuhi rambut,

berupa bulu mata yang mencegah masuknya debu, serangga dan cahaya

berlebihan. Membran mukosa transparan yang membatasi kelopak mata dan

menutupi bagian depan bola mata disebut konjungtiva. Hal ini menyebabkan

terbentuknya sakus konjungtiva di bawah dan atas kelopak mata. Debu dan

bakteri cenderung menempel pada permukaan membran yang lembab. Untuk

membuat membran ini tetap bersih, secara terus menerus membran dicuci

oleh kelenjar lakrimal.

c. Kelenjar Lakrimalis

Kelenjar Lakrimalis menghasilkan cairan yang berfungsi mencuci

bola mata secara keseluruhan dan diusap oleh gerakan mengejap kelopak

mata. Menurut A. Soetiono Mangoenprasodjo (2005), air mata berfungsi

membentuk serta mempertahankan permukaan kornea agar tetap rata dan

licin. Air mata juga berfungsi memperbaiki tajam penglihatan sesaat saat

berkedip.

Gerakan mengedip disebabkan oleh otot-otot yang menekan sakus

lakrimalis dan mengontraksinya sehingga seiring dengan relaksasi otot, sakus

82

Universitas Sumatera Utara


mengembang dan mengisap cairan dari tepi kelopak di sepanjang kanal lunak

sakus, kemudian dengan bantuan gaya gravitasi cairan mengalir ke dalam

hidung. Dengan demikian jendela yang memungkinkan cahaya masuk

kedalam mata secara konstan diirigasi oleh cairan secara perlahan yang

membuatnya tetap bersih serta membuang sel-sel benih (germs) dan substansi

yang membahayakan. Cairan tersebut terdiri dari air, garam dan substansi anti

bakteri yang disebut lisozim.

2.2.5 Fisiologi Mata

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui

berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya

yang uniform, avaskuler dan degurtenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan

kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh

fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam

mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat

daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema

kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya

menyebabkan edema lokal stroma kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-

sel epitel tersebut telah beregenerasi. Penguapan air dari film airmata prakornea

akan mengakibatkan film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan

langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisialis

untuk mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh oleh obat

bersifat bifasik. Sustansi larut lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut

83

Universitas Sumatera Utara


air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat

harus larut lemak dan larut air sekaligus (Majiid, 2011).

2.2.6 Masuknya Cahaya ke Mata

Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya melalui

bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aquerus humour kearah pupil. Pada

bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk kedalam mata dikontrol secara otomatis,

dimana untuk jumlah cahaya yang banyak, bukaan pupil akan mengecil,

sedangkan jumlah cahaya yang sedikit, bukaan pupil akan membesar.

Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata dan oleh lensa mata

difokuskan ke retina melalui vitreous humour. Cahaya apapun objek yang telah

difokuskan ke bagian retina, merangsang sel saraf batang dan kerucut untuk

bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke saraf optik, ke otak dan kemudian otak

bekerja untuk memberikan tanggapan sehingga menghasilkan penglihatan. Sel

saraf batang bekerja untuk penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya

malam hari. Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana

terang, misalnya siang hari (Mendrofa, 2003).

2.3 Kelelahan Kerja

2.3.1 Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat subjektif.

Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan

dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh

menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah

pemulihan (Suma’mur, 1999). Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-

84

Universitas Sumatera Utara


beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan

penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).

2.3.2 Jenis Kelelahan Kerja

Beberapa jenis kelelahan menurut Granjean (1988) adalah :

1. Kelelahan mata, muncul dari terlalu letihnya mata.

2. Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik bagi

seluruh organ tubuh.

3. Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental

dan intelektual.

4. Kelelahan saraf, disebabkan oleh terkenanya salah satu bagian dari sistem

psikomotorik.

5. Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada

jangka waktu yang panjang.

6. Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam

serta pertukaran periode tidur.

2.4 Kelelahan Mata

2.4.1 Definisi Kelelahan Mata

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi

penglihatan. Stress pada otot yang berfungsi untuk akomodasi dapat terjadi pada

saat seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak

yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan

bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot

85

Universitas Sumatera Utara


pengakomodasi (korpus siliaris) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam

laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata (DEPKES, 1990).

Kelelahan mata disebabkan oleh stres yang terjadi pada fungsi penglihatan.

Stres pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk

melihat objek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama.

Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus-menerus dan

lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin

besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi

kelelahan mata, stres pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang

berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama

(Ilyas, 1991).

Manifestasi kelelahan mata sebagian tergantung dari pemakaian kedua

mata, sebagian dari kemampuan alat penglihatan dan sebagian lagi dari

kemampuan seseorang untuk mempertahankan usaha yang terus menerus tanpa

menjadi lelah. Kelelahan mata sendiri sebenarnya adalah kelelahan otot, karena

kelebihan beban pada otot siliar. Kemudian baru ditambahkan kelelahan dari saraf

yang mengatur pergerakan bola mata untuk mempertahankan konvergensi (Ivone,

2004).

Menurut Pheasant (1991), Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata

dan disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam pekerja yang

memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang

biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman.

86

Universitas Sumatera Utara


Menurut Suma’mur (1999), kelelahan mata timbul sebagai stress intensif

pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang

perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina akibat ketidaktepatan kontras.

Kelelahan mata ditandai dengan penglihatan kabur, rangkap, mata merah, mata

terasa perih, mata mengantuk dan berkurangnya kemampuan akomodasi.

2.4.2 Faktor-faktor Yang Memengaruhi Kelelahan Mata

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan mata :

1. Faktor Pekerja, yaitu :

a. Kelainan Refraksi

Menurut Ilyas (2006) kelainan refraksi yaitu keadaan bayangan

tegas yang tidak di bentuk di retina. Pada kelainan refraksi terjadi

ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan

bayangan kabur.

b. Usia

Semua makhluk hidup akan mengalami kemunduruan dalam

hidupnya sesuai dengan bertambahnya usia. Guyton (1991),

menyebutkan bahwa daya akomodasi menurun pada usia 40-50 tahun.

Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang

semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata

untuk mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko

kecelakaan. Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat

objek dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap

cahaya empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya

87

Universitas Sumatera Utara


yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45

tahun karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi

berkurang.

Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk

menebal atau menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar

bayangan jatuh tepat di retina. Ketajaman penglihatan berkurang

menurut bertambahnya usia. Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40

tahun, visus jarang ditemukan 6/6, melainkan berkurang. Semakin tua

seseorang, lensa semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya

akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam

menebalkan dan menipiskan mata. Sebaliknya, semakin muda

seseorang. Kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan dengan

usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata

lebih sedikit (Maryamah, 2011).

Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia.

Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan

6/6, melainkan berkurang. Maka dari itu, kontras dan ukuran benda

perlu lebih besar untuk melihat dengan ketajaman yang sama. Makin

banyak umur, lensa bertambah besar dan lebih pipih, berwarna

kekuningan dan menjadi lebih keras. Hal ini mengakibatkan lensa

kehilangan kekenyalannya, dan karena itu, kapasitasnya untuk

melengkung juga berkurang. Akibatnya, titik-titik dekat menjauhi

mata, sedang titik jauh pada umumnya tetap saja (Suma’mur, 2009).

88

Universitas Sumatera Utara


c. Masa Kerja

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun

negatif. Akan memberikan pengaruh positif bila semakin lama

seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam melakukan

pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila

semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan.

Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah

terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.

(Budiono, 1999).

Encyclopaedia of Occupational Health & Safety (1998)

mengatakan bahwa gangguan mata rata-rata akan terjadi setelah

bekerja dengan masa kerja lebih dari 3-4 tahun.

2. Faktor Lingkungan, yaitu:

a. Lama Paparan

Pemaparan terus menerus misalnya pada pekerja sektor

perindustrian yang jam kerjanya melebihi 40 jam/minggu dapat

menimbulkan berbagai penyakit akibat kerja. Yang dimaksud dengan

jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat.

Meskipun terjadi keanekaragaman jam kerja, umumnya pekerja

informal bekerja lebih dari 7 jam/hari. Hal ini menimbulkan adannya

beban tambahan pada pekerja yang pada akhirnya menyebabkan

kelelahan mental dan kelelahan mata (Direktorat Bina Peran Serta

Masyarakat, 1990).

89

Universitas Sumatera Utara


Menurut Diffey, pekerja dari berbagai industri dapat terpapar

oleh sinar UV dari sumber buatan (artificial sources) seperti kegiatan

pengelasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shah, dkk

tahun 2005, kegiatan pengelasan ditemukan sebagai faktor yang

signifikan terhadap paparan yang berulang dari sinar UV. Maka, salah

satu kelompok yang berisiko terhadap keluhan photokeratitis adalah

pekerja yang terpapar sinar UV yang bersumber dari bunga api listrik

kegiatan pengelasan.

b. Kuat Penerangan atau Pencahayaan

Mata manusia sensitif terhadap kekuatan pencahayaan, mulai dari

beberapa lux di dalam ruangan gelap hingga 100.000 lux di tengah

terik matahari. Kekuatan pencahayaan ini aneka ragam yaitu berkisar

2000-100.000 di tempat terbuka sepanjang siang dan 50-500 lux pada

malam hari dengan pencahayaan buatan. Penambahan kekuatan

cahaya berarti menambah daya, tetapi kelelahan relatif bertambah

pula. Kelelahan ini diantaranya akan mempertinggi kecelakaan.

Namun meskipun pencahayaan cukup, harus dilihat pula aspek

kualitas pencahayaan, antara lain faktor letak sumber cahaya. Sinar

yang salah arah dan pencahayaan yang sangat kuat menyebabkan

kilauan pada obyek. Kilauan ini dapat menimbulkan kerusakan mata.

Begitu juga penyebaran cahaya di dalam ruangan harus merata supaya

mata tidak perlu lagi menyesuaikan terhadap berbagai kontras silau,

90

Universitas Sumatera Utara


sebab keanekaragaman kontras silau menyebabkan kelelahan mata.

Sedangkan kelelahan mata dapat menyebabkan:

a) Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah

(konjungtivitis)

b) Penglihatan rangkap

c) Sakit kepala

d) Ketajaman penglihatan merosot, begitu pula kepekaan terhadap

perbedaan (contrast sensitivity) dan kecepatan pandangan

e) Kekuatan menyesuaikan (accomodation) dan konvergensi

menurun

(Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990).

c. Pemakaian Alat Pelindung Mata

Kecelakaan kerja pada pekerja las umumnya disebabkan karena

kurang hati-hati pada pengerjaan las, pemakaian alat pelindung diri

yang kurang benar, pengaturan lingkungan yang tidak tepat. Untuk

menghindari kecelakaan tersebut perlu diperlukan adanya

pengetahuan yang baik terhadap pemakaian alat pelindung diri dan

mengetahui tindakan-tindakan yang bisa menyebabkan faktor-faktor

terjadinya kecelakaan kerja.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Albertus Ari Eka

Prasetia pada 21 tenaga pengelas di 10 bengkel las menunjukkan

bahwa kecelakaan kerja yang pernah mereka alami diantaranya adalah

terpukul, tertusuk dan tergores pada waktu pemotongan bahan,

91

Universitas Sumatera Utara


perakitan, penggerindaan dan pengamplasan. Selain itu 8 pekerja

mengeluh mata merah, pedih pandangan menjadi gelap dalam waktu

tertentu, 9 pekerja mengalami kulit wajah terasa terbakar serta kulit

wajah mengelupas, sedangkan untuk pemakaian APD belum terlalu

diperhatikan oleh tenaga kerja yaitu sebanyak, 15 orang (71,4%)

pekerja memakai topeng muka pada saat mengelas karena dianggap

merepotkan, 15 orang (71,4%) tidak memakai sepatu sehingga kaki

mereka terluka, 13 orang (61,9%) tidak memakai masker saat bekerja

dan 13 orang (61,9%) tidak memakai kacamata gelap biasa saat

bekerja.

2.4.3 Gejala Kelelahan Mata

Pada dasarnya gejala umum yang dirasakan oleh pekerja yang mengalami

eyestrain adalah mata yang terasa mengantuk dan berair. Menurut Pheasant (1991)

menyebutkan gejala kelelahan mata adalah sebagai berikut:

a) Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar bola mata

b) Mata terasa sakit.

c) Mata terasa berat.

d) Penglihatan kabur.

e) Penglihatan ganda atau berbayang.

f) Mata terasa panas.

g) Mata berair.

h) Mengantuk.

i) Mata terasa tegang.

92

Universitas Sumatera Utara


j) Mata terasa kering.

k) Mata terasa gatal.

l) Sakit kepala.

m) Mata memerah.

n) Sulit memfokuskan penglihatan.

o) Mata sering dikucek.

p) Silau

q) Kelopak mata berkedut atau kejang

r) Kelopak mata sulit memejam

s) Terasa sakit pada mata saat menggerakkan bola mata

t) Mata terasa sakit ketika dipejamkan dengan kuat

u) Mata terasa perih

v) Mata terasa berpasir

2.5 Proses Terjadinya Kelelahan Mata

Selama proses pengelasan akan timbul cahaya dan sinar yang dapat

membahayakan pekerja las. Cahaya tersebut meliputi cahaya yang dapat dilihat

atau cahaya tampak, Sinar Ultraviolet dan Sinar Inframerah. Menurut Lyon

(1997), fisikawan radiasi optik, terdapat sinar-sinar elektromagnetik yang

dihasilkan selama proses pengelasan yang salah satunya adalah Sinar Ultraviolet.

Menurut Alatas, dkk (2003), energi radiasi Ultraviolet-B sebagian besar akan

diserap kornea dan dapat pula mencapai lensa sehingga menimbulkan kelelahan

mata pekerja.

93

Universitas Sumatera Utara


Mata lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena

otot-ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat

dalam jangka waktu yang lama. Otot mata sendiri terdiri tiga sel-sel otot eksternal

yang mengatur gerakan bola mata, otot ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa

mata dan otot iris yang mengatur sinar yang masuk kedalam mata. Semua aktifitas

yang berhubungan dengan pemaksaan otot-otot tersebut untuk bekerja keras,

sebagaimana otot-otot yang lain akan bisa membuat mata mengalami kelelahan.

Pada saat otot mata menjadi letih, mata akan menjadi tidak nyaman atau sakit

(Kismawadi, 2009).

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi

penglihatan. Stress pada otot yang berfungsi untuk akomodasi dapat terjadi pada

saat seseorang berupaya untuk melihat obyek berukuran kecil dan pada jarak yang

dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja

secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi

(korpus siliaris) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai

akibatnya terjadi kelelahan mata (DEPKES, 1990).

Ini akan dapat mempengaruhi pandangan yang bisa menjadi samar karena

terganggunya kemampuan untuk memfokuskan, hingga sakit kepala ringan

sampai cukup serius. Seperti dijelaskan tadi, bahwa melihat suatu objek pada jarak

yang sama terus-menerus akan dapat meyebabkan otot-otot mata menjadi lelah,

terutama pada orang yang bekerja dengan jarak sangat dekat dengan sumber

radiasi sinar las.

94

Universitas Sumatera Utara


Kelelahan mata yang merupakan efek akut dari radiasi Ultraviolet akan

dirasakan oleh pekerja antara 2-24 jam setelah pajanan. Pekerja akan merasakan

mata sakit, mata kemerahan, photopobia dan mata seperti kelilipan. Keadaan ini

akan kembali normal dalam waktu 48 jam (Wiryosumarto, 1985).

2.6 Tindakan Mengatasi Kelelahan Mata

Untuk mengatasi kelelahan mata akibat pajanan radiasi Ultraviolet-B dari

proses pengelasan, maka perlu dilakukan tindakan perlindungan terhadap radiasi

sinar Ultraviolet-B itu sendiri. Menurut American Welding Society (2003), berikut

ini adalah tindakan yang harus dilakukan untuk melindungi pekerja dari bahaya

radiasi sinar las:

1. Pekerja harus menggunakan topeng las (Welding Shield) dengan shade of filter

plate yang tepat. Menurut JIS T 8141-1970 yang dituliskan oleh

Wiryosumarto (1985), kriteria untuk pelindung mata yang baik adalah :

Tabel 2.1 Kriteria untuk penggunaan goggels JIS T 8141-1970

Nomor warna Pengelasan atau Pengelasan atau


pemotongan dengan busur pemotongan dengan gas
listrik
1.5 Untuk sinar bias atau -
1.7 sinar samping
2
2.5 - Untuk cahaya rendah
3
4
5 Untuk busur dibawah 30 Untuk cahaya sedang
6 Amper
7 Untuk busur antara 30 Untuk cahaya kuat
8 sampai 75 Amper
9 Untuk busur 75 sampai -
10 200 Amper
11
12 Untuk busur antara 200
13 sampai 400 Amper

95

Universitas Sumatera Utara


14 Untuk busur lebih dari 40
Amper

2. Lokasi pengelasan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga pekerja lain

tidak terpapar dengan radiasi sinar las ataupun pantulannya.

3. Setiap pekerja harus memakai kacamata keselamatan (safety glass) dengan

Ultraviolet protective side shields sebagai tambahan terhadap topeng las yang

sesuai. Side shields akan melindungi pekerja dari sinar radiasi yang terpantul.

4. Setiap orang yang bukan pekerja las, tetapi berada disekitaran pekerjaan las

harus memakai kacamata keselamatan dengan Ultraviolet protective side

shields.

96

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui

gambaran kelelahan mata pada pekerja las di Jalan Mahkamah Kelurahan Mesjid

Kecamatan Medan Kota Tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian di lakukan di kawasan bengkel las yang terdapat di Jalan

Mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan Kota.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama bulan Juni – Agustus tahun 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja yang ada di 25 bengkel

las di kawasan jalan Mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan Kota yang

berjumlah 58 orang pekerja laki-laki.

3.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2010).

97

Universitas Sumatera Utara


3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive

sampling merupakan teknik pengambilan sampel dengan memperhatikan

pertimbangan-pertimbangan yang dibuat oleh peneliti. (Notoadmodjo, 2010).

Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang mempunyai syarat menjadi sampel

(Hidayat, 2007).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pekerja las yang bersedia menjadi responden.

2. Pekerja las yang bekerja sebagai juru las.

3. Pekerja yang tidak memiliki kelainan atau gangguan mata seperti rabun (jauh,

dekat, senja), katarak, buta warna, dan mata juling.

4. Pekerja tetap.

5. Tidak mempunyai pekerjaan lain.

6. Sebelumnya tidak pernah bekerja di tempat las.

Berdasarkan kriteria tersebut maka jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah sebanyak 30 orang pekerja las.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti.

Data diperoleh berdasarkan pengamatan atau survey lapangan, kuesioner dan

wawancara.

98

Universitas Sumatera Utara


3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder berupa jumlah pekerja yang diperoleh dari pemilik bengkel

las yang berada di jalan Mahkamah Kelurahan Masjid Kecamatan Medan Kota.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel

1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya

atau berubahnya variabel terkait. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

independen adalah usia pekerja, lama paparan, masa kerja dan pemakaian

alat pelindung mata.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel independen. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah kelelahan mata.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional dari kerangka konsep di atas adalah sebagai berikut :

1. Usia Pekerja :

Usia pekerja adalah perhitungan waktu yang dihitung dari tahun

kelahiran sampai hari pada tahun saat dilakukan penelitian.

2. Lama Paparan :

Lama Paparan adalah jumlah waktu kerja per hari pekerja khusus

melakukan pengelasan.

99

Universitas Sumatera Utara


3. Masa Kerja :

Lamanya pekerja bekerja sebagai juru las.

4. Alat Pelindung Mata

Penggunaan kacamata las di mana pekerja memakai atau tidak memakai

kacamata las pada saat melakukan pekerjaan pengelasan.

5. Kelelahan Mata :

Kelelahan mata merupakan rasa nyeri yang terjadi di daerah mata

karena terjadi spasme (kekakuan) otot mata yang dirasakan oleh pekerja

selama bekerja dengan melakukan pengelasan.

3.6 Metode Pengukuran

1. Usia pekerja

Cara ukur dengan wawancara, alat ukur menggunakan kuesioner,

menggunakan skala ordinal, hasil ukur dikelompokkan dalam kategori:

a. Maksimum > nilai Median

b. Minimum ≤ nilai Median

2. Lama paparan

Cara ukur dengan wawancara, alat ukur menggunakan kuesioner,

menggunakan skala ordinal, hasil ukur dikelompokkan dalam kategori:

a. Maksimum ≥ nilai Median

b. Minimum < nilai Median

3. Masa kerja

Cara ukur dengan wawancara, alat ukur menggunakan kuesioner,

menggunakan skala ordinal, hasil ukur dikelompokkan dalam kategori:

100

Universitas Sumatera Utara


a. Maksimum > nilai Median

b. Minimum ≤ nilai Median

4. Alat pelindung mata

Cara ukur dengan wawancara, alat ukur menggunakan kuesioner,

menggunakan skala ordinal, hasil ukur dikelompokkan dalam kategori:

a. Pakai

b. Tidak pakai

5. Kelelahan mata

Cara ukur dengan wawancara, alat ukur menggunakan kuesioner Visual

Fatigue Index (VFI) adopsi dan modifikasi dari Chiuloto (2011), hasil

pengukuran melalui skoring dari kuesioner, menggunakan skala nominal.

Pengukuran variabel kelelahan mata dengan menggunakan kuesioner

VFI yang terdiri dari 22 pertanyaan dengan alternatif jawaban Tidak

Pernah (skor 1), Kadang-kadang (skor 2), Sering (skor 3) dan Selalu (skor

4). Penilaian Kelelahan Mata berdasarkan VFI:

a. Tidak Pernah = Tidak pernah mengalami keluhan

b. Kadang-kadang = Keluhan 1-2 kali/minggu

c. Sering = Keluhan 3-4 kali/minggu

d. Selalu = Keluhan 5-7 kali/minggu

Kemudian dilakukan perhitungan VFI yaitu:

VFI = Total of answer for each operator

Total of higher coeficient of occurence for each ailment

101

Universitas Sumatera Utara


Keterangan:

Total of answer for each operator : Jumlah skor total

yang diperoleh setiap

responden.

Total of higher coeficient of occurence for each ailment : Jumlah skor

maksimal dari 22

pertanyaan

(22 x 4) = 88

Hasil pengukuran:

a. Ya (mengalami kelelahan mata) jika VFI ≥ 0,4

b. Tidak (tidak mengalami kelelahan mata) jika VFI < 0,4.

3.7 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui proses pengolahan data yang

mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Editing yaitu melakukan pengecekan berfungsi untuk memeriksa kembali

isian lembar kuesioner yang dikumpulkan oleh responden dengan cara

memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian dan konsistensi dari setiap

jawaban sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.

2. Coding yaitu mengklasifikasi jawaban-jawaban yang sudah diedit menurut

macamnya. Klasifikasi dilakukan dengan cara menandai masing-masing

jawaban berupa angka kemudian dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja

guna mempermudah pembacaannya.

102

Universitas Sumatera Utara


3. Scoring yaitu masing-masing variabel diberi nilai agar mudah untuk

dikelompokkan jawaban dan mengkategorikan responden sesuai dengan

jumlah nilai jawaban yang dijawabnya.

4. Entry data yaitu memasukkan data yang telah diberi kode tersebut kemudian

dimasukkan dalam program komputer untuk selanjutnya akan diolah

menggunakan program SPSS.

5. Analysis yaitu data-data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan analisis

univariat.

3.8 Analisis Data

Analisa data digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat.

Analisis univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif mengenai

distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti. Analisis

univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap

variabel penelitian (Sumantri, 2011).

103

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Bengkel Las di Jalan Mahkamah Medan

Bengkel las Jalan Mahkamah Medan terletak di Lingkungan 7 Kelurahan

Mesjid Kecamatan Medan Kota Provinsi Sumatera Utara. Bengkel las terdiri dari

25 bengkel las memiliki jumlah pekerja yang berbeda-beda, satu bengkel las ada

yang terdiri dari 1 sampai 5 pekerja dan semuanya adalah pekerja laki-laki.

Pekerja di bengkel las Jalan Mahkamah Medan merupakan buruh tetap yang

tinggal di sekitar Jalan Mahkamah Medan.

Bengkel las di Jalan Mahkamah Medan merupakan usaha yang di kelola

secara perorangan yang menghasilkan berbagai produk seperti pagar pekarangan,

pintu gerbang, jerjak pintu atau jendela rumah, aneka jenis permainan anak-anak

yang terbuat dari besi dan lain-lain. Dalam proses produksinya pengelasan

menggunakan peralatan seperti las busur listrik, las oksi asitelin, mesin gerinda,

palu, kabel-kabel las, penjepit atau klem, dan perlengkapan-perlengkapan

pendukung lainnya.

Proses kerja pengelasan diawali dengan pemilihan bahan yang sesuai

dengan kebutuhan, setelah bahan diperoleh dilakukan pemotongan sesuai dengan

kebutuhan, setelah ukuran bahan dipotong sesuai dengan kebutuhan maka

material yang telah dipotong tersebut dibentukan sesuai dengan model yang

diinginkan konsumen, setelah pembentukan selesai dilakukan pengelasan untuk

menyambungkan material-material yang telah dibentuk tersebut, setelah

pengelasan, material dipoles untuk menghasilkan bentuk yang menarik dan indah.

104

Universitas Sumatera Utara


Dalam proses kerja, produk-produk las mengandung bahaya terhadap

pekerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja

karena mesin pengelasan menggunakan mesin-mesin yang berhubungan dengan

panas yang berasal dari mesin las dan radiasi akibat proses pengelasan.

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari

variabel independen (usia, lama paparan dan masa kerja) dan variabel dependen

(kelelahan mata).

4.2.1 Usia

Distribusi usia pekerja bengkel las di jalan Mahkamah Medan dapat dilihat

pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Usia Pekerja Bengkel Las di Jalan Mahkamah
Medan Tahun 2017

Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)


>25 17 56,7
≤25 13 43,3
Total 30 100

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa responden dengan kelompok usia >25

tahun sebanyak 17 orang (56,7%) dan responden dengan kelompok usia ≤25 tahun

sebanyak 13 orang (43,3%).

4.2.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Paparan

Distribusi lama paparan pekerja bengkel las di jalan Mahkamah Medan

dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

105

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Lama Paparan Pekerja Bengkel Las di Jalan
Mahkamah Medan Tahun 2017

Lama Paparan (Jam) Jumlah (Orang) Persentase (%)


≥8 17 56,7
<8 13 43,3
Jumlah 30 100,0

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden dengan nilai maksimum lama

paparan ≥8 jam sebanyak 17 orang (56,7%) dan responden dengan nilai minimum

lama paparan <8 jam sebanyak 13 orang (43,3%).

4.2.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Distribusi masa kerja pekerja bengkel las di jalan Mahkamah Medan dapat

dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Pekerja Bengkel Las di Jalan
Mahkamah Medan Tahun 2017

Masa Kerja (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)


>5 5 16,7
≤5 25 83,3
Jumlah 30 100,0

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden dengan nilai maksimum masa

kerja selama >5 tahun sebanyak 5 orang (16,7%) dan masa kerja ≤5 tahun

sebanyak 25 orang (83,3%).

4.2.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemakaian Alat


Pelindung Mata

Distribusi pemakaian alat pelindung mata pekerja bengkel las di jalan

Mahkamah Medan dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini.

106

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Pemakaian Alat Pelindung Mata pada
Pekerja Bengkel Las di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2017

Alat Pelindung Mata Jumlah (Orang) Persentase (%)


Pakai 25 83,3
Tidak Pakai 5 16,7
Jumlah 30 100,0

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa 25 responden (83,3%) selalu memakai

pelindung mata selama melakukan pengelasan, dan 5 responden (16,7%) tidak

memakai pelindung mata ketika melakukan pengelasan.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Jenis Alat Pelindung Mata pada Pekerja
Bengkel Las di Jalan Mahkamah Medan Tahun 2017

Jenis Alat Pelindung Mata Jumlah (Orang) Persentase (%)


Kacamata Gelap Biasa 25 83,3
Tidak Pakai Kacamata 5 16,7
Jumlah 30 100,0

Jenis alat pelindung mata berdasarkan kuesioner ada 3 yaitu kacamata

gelap biasa, kacamata gelap tertutup (goggles) dan tameng muka. Dari tabel 4.5

dapat dilihat bahwa 25 responden (83,3%) yang memakai alat pelindung mata

yaitu kacamata gelap biasa, dan 5 responden (16,7%) tidak memakai kacamata

atau pelindung mata sama sekali.

4.2.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelelahan Mata

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kelelahan Mata pada Pekerja Bengkel Las di
Jalan Mahkamah Medan Tahun 2017

Kelelahan Mata Jumlah (Orang) Persentase (%)


Ya 27 90,0
Tidak 3 10,0
Jumlah 32 100,0

107

Universitas Sumatera Utara


Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pekerja yang mengalami kelelahan

mata sebanyak 27 orang (90,0%) dan yang tidak mengalami kelelahan mata

sebanyak 3 orang (10,0%).

Tabel 4.7 Gambaran Kelelahan Mata pada Pekerja Bengkel Las di Jalan
Mahkamah Medan Tahun 2017

Jumlah Persentase
No Kelelahan Mata
(Orang) (%)
1 Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar
mata
Tidak Pernah 17 56,7
Kadang-kadang 12 40,0
Sering 1 3,3
Selalu - -
Total 30 100
2 Mata Terasa Sakit
Tidak Pernah 11 36,7
Kadang-kadang 15 50,0
Sering 4 13,3
Selalu - -
Total 30 100
3 Mata Terasa Berat
Tidak Pernah 12 40,0
Kadang-kadang 15 50,0
Sering 2 6,7
Selalu 1 3,3
Total 30 100
4 Penglihatan Kabur
Tidak Pernah 9 30,0
Kadang-kadang 15 50,0
Sering 5 16,7
Selalu 1 3,3
Total 30 100
5 Penglihatan Ganda atau Berbayang
Tidak Pernah 9 30,0
Kadang-kadang 17 56,7
Sering 2 6,7
Selalu 2 6,7
Total 30 100
6 Mata Terasa Panas
Tidak Pernah 5 16,7
Kadang-kadang 17 56,7
Sering 3 10,0

108

Universitas Sumatera Utara


Selalu 5 16,7
Total 30 100
7 Mata Berair
Tidak Pernah 11 36,7
Kadang-kadang 12 40,0
Sering 3 10,0
Selalu 4 13,3
Total 30 100
8 Mengantuk
Tidak Pernah 22 73,3
Kadang-kadang 4 13,3
Sering 3 10,0
Selalu 1 3,3
Total 30 100
9 Mata Terasa Tegang
Tidak Pernah 7 23,3
Kadang-kadang 15 50,0
Sering 5 16,7
Selalu 3 10,0
Total 30 100
10 Mata Terasa Kering
Tidak Pernah 15 50,0
Kadang-kadang 9 30,0
Sering 4 13,3
Selalu 2 6,7
Total 30 100
11 Mata Terasa Gatal
Tidak Pernah 15 50,0
Kadang-kadang 13 43,3
Sering 2 6,7
Selalu - -
Total 30 100
12 Sakit Kepala
Tidak Pernah 19 63,3
Kadang-kadang 6 20,0
Sering 3 10,0
Selalu 2 6,7
Total 30 100
13 Mata Memerah
Tidak Pernah 4 13,3
Kadang-kadang 10 33,3
Sering 8 26,7
Selalu 8 26,7
Total 30 100

109

Universitas Sumatera Utara


14 Sulit Memfokuskan Penglihatan
Tidak Pernah 15 50,0
Kadang-kadang 9 30,0
Sering 6 20,0
Selalu - -
Total 30 100
15 Mata Sering Dikucek
Tidak Pernah 22 73,3
Kadang-kadang 2 6,7
Sering 6 20,0
Selalu - -
Total 30 100
16 Silau
Tidak Pernah 8 26,7
Kadang-kadang 8 26,7
Sering 7 23,3
Selalu 7 23,3
Total 30 100
17 Kelopak Mata Berkedut atau Kejang
Tidak Pernah 23 76,7
Kadang-kadang 6 20,0
Sering 1 3,3
Selalu - -
Total 30 100
18 Kelopak Mata Sulit Memejam
Tidak Pernah 13 43,3
Kadang-kadang 9 30,0
Sering 4 13,3
Selalu 4 13,3
Total 30 100
19 Terasa Sakit pada Mata saat
menggerakkan bola mata
Tidak Pernah 15 50,0
Kadang-kadang 12 40,0
Sering 1 3,3
Selalu 2 6,7
Total 30 100
20 Mata Terasa Sakit Ketika Dipejamkan
dengan kuat
Tidak Pernah 8 26,7
Kadang-kadang 15 50,0
Sering 3 10,0
Selalu 4 13,3
Total 30 100
21 Mata Terasa Perih
Tidak Pernah 2 6,7

110

Universitas Sumatera Utara


Kadang-kadang 4 13,3
Sering 19 63,3
Selalu 5 16,7
Total 30 100
22 Mata Terasa Berpasir
Tidak Pernah 5 16,7
Kadang-kadang 11 36,7
Sering 4 13,3
Selalu 10 33,3
Total 30 100

Dari tabel 4.7 hasil pengukuran kuesioner kelelahan mata terhadap 30

responden diperoleh data bahwa pekerja bengkel las di Jalan Mahkamah selalu

mengalami kelelahan mata berupa mata terasa berpasir sebanyak 10 orang

(33,3%), diikuti mata memerah sebanyak 8 orang (26,7%), selanjutnya silau

sebanyak 7 orang (23,3%). Mata terasa panas dan mata terasa perih masing-

masing sebanyak 5 orang (16,7%). Mata berair, kelopak mata sulit memejam dan

mata terasa sakit ketika dipejamkan dengan kuat masing-masing sebanyak 4 orang

(13,3%). Mata terasa tegang sebanyak 3 orang (10,0%). Penglihatan ganda atau

berbayang, mata terasa kering, sakit kepala, dan terasa sakit pada mata saat

menggerakkan bola mata masing-masing sebanyak 2 orang (6,7%). Mata terasa

berat, penglihatan kabur dan mengantuk masing-masing sebanyak 1 orang (3,3%).

Kelelahan mata yang dirasakan oleh para pekerja bengkel las tersebut terjadi

karena pijaran atau cahaya yang dihasilkan dari proses pengelasan.

111

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran umum kelelahan mata

pada pekerja bengkel las di Jalan Mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan

Medan Kota. Dengan demikian dapat pula diketahui gambaran umum kelelahan

mata pada pekerja bengkel las di Jalan Mahkamah Kelurahan Mesjid Kecamatan

Medan Kota yang ditinjau dari gejala-gejala kelelahan mata yang dialami oleh

para pekerja bengkel las.

5.1 Karakteristik Responden

Usia pekerja adalah perhitungan waktu yang dihitung dari tahun kelahiran

sampai hari pada tahun saat dilakukan penelitian. Dari hasil penelitian dari 30

responden diketahui bahwa usia terendah responden adalah 21 tahun dan usia

tertinggi adalah 61 tahun. Dikelompokkan berdasarkan median, diperoleh bahwa

responden paling banyak pada kelompok usia >25 tahun sebanyak 17 orang

(56,7%). Lama paparan adalah jumlah waktu kerja per hari pekerja khusus

melakukan pengelasan. Dari hasil peneltian untuk data lama paparan diketahui 7

dan 8 jam dari 30 responden dan dikelompokkan berdasarkan median, diperoleh

bahwa responden dengan nilai maksimum lama paparan ≥8 jam sebanyak 17

orang (56,7%). Masa kerja adalah lamanya pekerja bekerja sebagai juru las. Dari hasil

peneltian untuk data masa kerja diketahui masa kerja minimum responden adalah

1 tahun dan masa kerja maksimum adalah 40 tahun. Hasil data dikelompokkan

berdasarkan median, diperoleh bahwa responden dengan nilai maksimum masa

kerja selama ≤5 tahun sebanyak 25 orang (83,3%). Alat pelindung mata adalah

112

Universitas Sumatera Utara


Penggunaan kacamata las di mana pekerja memakai atau tidak memakai kacamata

las pada saat melakukan pekerjaan pengelasan. Dari hasil peneltian untuk data

pemakaian alat pelindung mata dari 30 responden diperoleh bahwa 25 responden

(83,3%) selalu memakai pelindung mata selama melakukan pengelasan akan

tetapi responden tidak menggunakan alat pelindung mata yang sesuai dengan

standar keselamatan juru las melainkan jenis alat pelindung mata yang diperoleh

dari 30 responden yaitu 25 responden (83,3%) memakai alat pelindung mata

berupa kacamata gelap biasa.

5.2 Analisis Kelelahan Mata

Penilaian kelelahan mata dilakukan dengan mengisi kuesioner Visual

Fatigue Index setelah pekerja selesai melakukan pekerjaan atau saat sedang

istirahat dan makan siang. Kuesioner terdiri dari 22 pertanyaan dengan tingkat

kelelahan yaitu tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu sesuai yang

dialami oleh pekerja bengkel las tersebut. Berdasarkan hasil kuesioner Visual

Fatigue Index pada pekerja bengkel las di jalan Mahkamah, menunjukkan bahwa

kelelahan mata yang dialami oleh pekerja bengkel las berada pada kategori ya dan

tidak. Penentuan kategori kelelahan mata tersebut berdasarkan hasil perhitungan

skor Visual Fatigue Index terhadap 30 pekerja bengkel las di jalan Mahkamah

Medan. Hasil perhitungan skor Visual Fatigue Index yaitu Ya (mengalami

kelelahan mata) jika VFI ≥ 0,4 dan Tidak (tidak mengalami kelelahan mata) jika

VFI < 0,4. Berdasarkan hasil perhitungan skor Visual Fatigue Index pada pekerja

bengkel las didapatkan bahwa pekerja yang mengalami kelelahan mata sebanyak

27 orang (90,0%) dan yang tidak mengalami kelelahan mata sebanyak 3 orang

113

Universitas Sumatera Utara


(10,0%). Pekerja yang mengalami kelelahan mata artinya pekerja tersebut

merasakan gejala kelelahan mata yang tinggi dan diperlukan tindakan segera.

Mayoritas pekerja las yang menjadi responden penelitian ini mengalami

gejala kelelahan mata, hanya 10% responden yang tidak mengalami gejala

kelelahan mata dari 22 gejala kelelahan mata yang ada pada penelitian ini.

Tingginya presentasi jumlah pekerja las yang mengalami kelelahan mata

diakibatkan oleh karena mereka melihat cahaya atau radiasi atau yang disebut oleh

pekerja dengan pijaran yang dihasilkan selama melakukan pengelasan dalam

waktu tertentu. Kondisi tersebut mengakibatkan kemampuan akomodasi lensa

mata mereka menjadi terganggu atau berkurang, otot-otot mata juga akan bekerja

secara terus-menerus dan jika lebih dipaksakan akan mengakibatkan kelelahan

mata.

Kelelahan mata yang dialami pekerja bengkel las di jalan Mahkamah

selalu mengalami kelelahan mata berupa mata terasa berpasir sebanyak 10 orang

(33,3%), diikuti mata memerah sebanyak 8 orang (26,7%), selanjutnya silau

sebanyak 7 orang (23,3%). Mata terasa panas dan mata terasa perih masing-

masing sebanyak 5 orang (16,7%). Mata berair, kelopak mata sulit memejam dan

mata terasa sakit ketika dipejamkan dengan kuat masing-masing sebanyak 4 orang

(13,3%). Mata terasa tegang sebanyak 3 orang (10,0%). Penglihatan ganda atau

berbayang, mata terasa kering, sakit kepala, dan terasa sakit pada mata saat

menggerakkan bola mata masing-masing sebanyak 2 orang (6,7%). Mata terasa

berat, penglihatan kabur dan mengantuk masing-masing sebanyak 1 orang (3,3%).

114

Universitas Sumatera Utara


Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi

penglihatan. Stress pada otot yang berfungsi untuk akomodasi dapat terjadi pada

saat seseorang berupaya untuk melihat pada obyek berukuran kecil dan pada jarak

yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian, otot-otot mata akan

bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan. Ketegangan otot-otot

pengakomodasi (korpus siliaris) makin besar sehingga terjadi peningkatan asam

laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan mata (DEPKES, 1990). Kelelahan

mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-

otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap

retina akibat ketidaktepatan kontras. Kelelahan mata ditandai dengan penglihatan

kabur, rangkap, mata merah, mata terasa perih, mata mengantuk dan

berkurangnya kemampuan akomodasi (Suma’mur 1999).

115

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja bengkel

las di jalan Mahkamah tahun 2017 mengenai gambaran kelelahan mata dapat

disimpulkan bahwa:

1) Karakteristik responden pada penelitian ini sebagian besar berusia >25 tahun,

lama paparan ≥8 jam, memiliki masa kerja ≤5 tahun kerja dan memakai alat

pelindung mata selama pengelasan menggunakan kacamata gelap biasa.

2) Hasil penelitian pada 30 orang pekerja bengkel las sebanyak 27 orang (90,0%)

mengalami kelelahan mata.

6.2 Saran

1) Diharapkan kepada pekerja sering mengistirahatkan matanya setelah

mengelas dengan menggunakan metode 20-20-20, setiap bekerja 20 menit

lakukan istirahat 20 detik dengan memandang jarak sejauh 20 kaki (6 meter).

2) Pemilik bengkel sebaiknya meningkatkan keselamatan terhadap para pekerja

dengan melengkapi APD, seperti kacamata keselamatan (safety glass) dengan

ultraviolet protective side shields, contohnya kacamata (spectacles), Goggles

(cup type/box type) dan tameng muka (face shields).

3) Pemilik bengkel sebaiknya mengadakan sistem rotasi tenaga kerja bagi

pekerja yang sudah mengalami kelelahan mata. Sistem rotasi kerja yang

dimaksud adalah melakukan pertukaran pekerjaan dengan helper, pekerja

116

Universitas Sumatera Utara


tidak hanya selalu mengerjakan pengelasan tetapi juga pemotongan,

pengecatan atau melakukan istirahat.

4) Pemilik bengkel sebaiknya memberikan perhatian lebih, pengawasan dan

bimbingan kepada pekerja yang baru bekerja selama ≤5 tahun daripada

pekerja yang sudah lama bekerja yang memiliki pengalaman. Segala sesuatu

yang baru bagi mereka seperti alat las yang digunakan, prosedur kerja,

kebiasaan, peraturan-peraturan ditempat kerja serta lingkungan tempat kerja

mereka.

117

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Akadi, M. (2000). Dasar-dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: Rineka Cipta

Alatas, Z., dan Lusiyanti, Y, 2003. Efek Kesehatan Radiasi Non-Pengion pada
manusia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Keselamatan
Radiasi dan Biometri Nulkir, BATAN.

American Welding Society, 2003. Radiation. Safety and Health Fact Sheet no. 2.
http://www.aws.org/technical/facts/FACT-02.pdf.

Angelina, C., dan Oginawati, K, 2009. Paparan Fisis Pencahayaan Terhadap Mata
Dalam Kegiatan Pengelasan Studi Kasus Pengelasan di Jalan Bogor.
Laporan Penelitian Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut
Teknologi Bandung. (Tidak dipublikasikan)

Badan Pusat Statistik., 2017. Peningkatan Angkatan Kerja. Jakarta: CNN


Indonesia

Bintoro, A, 1999. Dasar-dasar Pekerja Las. Yogyakarta: Kanisius

Budiono, A.M, 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang:
CV Nugraha Sentosa.

Boyce, P.R, 2009. The Impact of Light in Buildings on Human Health. Paper
presented at the 2nd International Conference on Sustainable Healthy
Buildings, South Korea.

Canadian Centre for Occupational Health & Safety, 2008. Radiation and the
Effects On Eyes and Skin. Canada : Canadian Government.

DEPKES RI, 1990. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal Industri. Jakarta:
Dirjen Peran Serta Masyarakat, Depkes.

DEPKES RI, 2008. Kajian Kondisi Kerja pada Sektor Informal/UKM dan
Dampaknya Pada Kesehatan Pekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990. Upaya Kesehatan Kerja Sektor
Informal di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta

Direktorat Hilir Bidang Pemasaran dan Niaga, 2009. Buku Panduan Keselamatan,
dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja. Jakarta: Pertamina.

Goff, T, 2006. Flexible Welding Protection, Occupational Health & Safety, Vol.
75, No. 9, pp. 32-34.

118

Universitas Sumatera Utara


Grandjean, E., Kogi, K., 1993. Introductory Remarks. Kyoto Symposium on
Methodology of Fatique Assessment. Industrial Fatique Research
committee of the Japan Assessment of Industry Health Japan.

Ilyas, S, 2004. Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: Sagung Seto

Ilyas, S, 2006. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.

Ilyas, S, 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Lyon, T.L, 1997. Knowing the Dangers of Actinic Ultraviolet Emissions.


American Welding Society – Welding Journal.
http://www.aws.org/wj/dec02/feature/html.

Majiid, Sumardi, 2011. Anatomi dan Fisiologi Kornea. 12 Agustus 2014


blogdokter.com

Mendrofa, F, 2003. Teknik Pencahayaan. Jakarta.

NIOSH., 1999. NIOSH Publications on Video Display Terminals. (3rdEd).


Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan, (Edisi Revisi).
Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho, B.A, 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS, (Edisi ke-satu). Yogyakarta: Penerbit Andi.

Nurdin, A, 1999. Peralatan Las Busur Manual. Bandung: Angkasa

Occupational Safety and Health Administration, 1996. Welding Health Hazards.


http:..www.osha.gov/doc/outreachtraining/htmlfiles/weldhlth.html.

Permenaker No: PER.02/MEN/1982 tentang Kualifikasi juru las di tempat kerja

Permenakertrans RI No. PER.13/MEN/X/2011 tentang Waktu pemajanan radiasi


sinar Ultraviolet yang diperkenankan

Pheasant, S, 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland: Aspen Publisher.

Sriwidharto, 1996. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: Pradnya Paramita.

Suharno, 2008. Prinsip-prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam.


Surakarta: UNS Press

Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung.

119

Universitas Sumatera Utara


Suma’mur, PK, 1999. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung
Agung.

Suma’mur, 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit Sagung


Seto. Jakarta.

Suratman, M, 2001. Teknik Mengelas Asetilin, Brazing, dan Las Busur Listrik.
Bandung: Pustaka

Vertinsky, T., and Forster, B, 2004. Prevalence of Eye Strain Among


Radiologists: Influence of Viewing Variables on Symptom. American
Journal of Roentgenology (AJR 2005; 184:681-686)

Tarwaka, Solichul, H.B., dan Lilik, S. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan Kerja
dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA PRESS

Tentake, T.D. 1998. Occupational exposure to ultraviolet radiation: a health risk


assessment. Journal of Environment Health

Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan pokok mengenai


tenaga kerja

Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Kerja

Wahyuni, Tri. 2013. Fotoelektrik Pada Pekerja Pengelasan di Kecamatan Cilacap


Tengan Kabupaten Cilacap. Semarang: Universitas Diponegoro

Wiryosumarto dan Okumura. T, 2004. Teknologi Pengelasan Logam. Penerbit PT


Pradnya Paramitha, Jakarta.

120

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Gambaran Kelelahan Mata Pada Pekerja Bengkel Las di Jalan Mahkamah


Kelurahan Mesjid Kecamatan Medan Kota
Tahun 2017

Nomor Responden : ____________


Tanggal Wawancara : ____________
Identitas Responden
1. Nama : __________
2. Umur : _____ Tahun
3. Masa Kerja : _____ Tahun
4. Lama Paparan : _____ Jam

Petunjuk Pengisian :
Berikan tanda checklist () pada salah satu jawaban untuk setiap pertanyaan
(penilaian ini bersifat subjektif).

Penilaian Kelelahan Mata berdasarkan Visual Fatigue Index (VFI)


e. Tidak Pernah = Tidak pernah mengalami keluhan
f. Kadang-kadang = Keluhan 1-2 kali/minggu
g. Sering = Keluhan 3-4 kali/minggu
h. Selalu = Keluhan 5-7 kali/minggu

Jawaban
No Pertanyaan Tidak Kadang
Sering Selalu
Pernah -kadang
Nyeri atau terasa berdenyut
1
disekitar bola mata
2 Mata terasa sakit
3 Mata terasa berat
4 Penglihatan kabur
5 Penglihatan ganda atau berbayang
6 Mata terasa panas
7 Mata berair
8 Mengantuk
9 Mata terasa tegang
10 Mata terasa kering
11 Mata terasa gatal

Universitas Sumatera Utara


12 Sakit kepala
13 Mata memerah
14 Sulit memfokuskan penglihatan
15 Mata sering dikucek
16 Silau
17 Kelopak mata berkedut atau kejang
18 Kelopak mata sulit memejam
Terasa sakit pada mata saat
19
menggerakkan bola mata
Terasa sakit ketika dipejamkan
20
dengan kuat
21 Mata terasa perih
22 Mata terasa berpasir

Pertanyaan Pemakaian Alat Pelindung Mata

1. Apakah Anda memakai alat pelindung mata ketika melakukan pengelasan?


a. Ya
b. Tidak
2. Jenis alat pelindung mata yang Anda dipakai ketika melakukan
pengelasan?
a. Kacamata gelap biasa
b. Kacamata gelap tertutup (Goggles)
c. Tameng muka (Face Shields)
d. Tidak pakai

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Surat Selesai Melaksanakan Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Master Data

Lama Masa Alat


Nama Umur Kelelahan
NO Paparan Kerja Pelindung
Responden (Tahun) Mata
(Jam) (Tahun) Mata
1 Anto T 30 8 6 Ya Ya
2 Roy S 23 7 5 Ya Ya
3 Togaraja S 21 8 2 Ya Ya
4 Rio Purba 24 8 2 Ya Ya
5 Ario 25 7 5 Ya Ya
6 Aldo 24 8 3 Ya Ya
7 Patmono 54 8 30 Tidak Tidak
8 Dahlan 61 7 40 Tidak Tidak
9 Pendi P 22 7 1 Ya Ya
10 Rex S 22 7 4 Ya Ya
11 Aan 25 8 5 Ya Ya
12 Indra 27 7 3 Tidak Ya
13 Agus P 28 7 4 Tidak Ya
14 Supriadi 24 8 2 Ya Ya
15 Alex S 21 7 5 Ya Ya
16 Rifan 28 8 8 Tidak Tidak
17 Dedi 27 7 5 Ya Ya
18 Munthe 22 8 2 Ya Ya
19 Asrin 42 8 15 Ya Ya
20 Candra 26 7 4 Ya Ya
21 Rio 27 8 5 Ya Ya
22 Amat 27 8 5 Ya Ya
23 Rudi 47 8 5 Ya Ya
24 Leo S 23 8 3 Ya Ya
25 Tono 22 7 4 Ya Ya
26 Hardi M 23 7 5 Ya Ya
27 Aliski 25 8 5 Ya Ya
28 Gilang W 28 7 5 Ya Ya
29 Asep S 22 8 2 Ya Ya
30 Fitqi 26 8 3 Ya Ya

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Keterangan:

1 = Tidak pernah merasakan


2 = Kadang-kadang merasakan
3 = Sering merasakan
4 = Selalu merasakan
PKM1 = Pertanyaan Kelelahan Mata 1 (Nyeri/terasa berdenyut disekitar bola
mata)
PKM2 = Pertanyaan Kelelahan Mata 2 (Mata terasa sakit)
PKM3 = Pertanyaan Kelelahan Mata 3 (Mata terasa berat)
PKM4 = Pertanyaan Kelelahan Mata 4 (Penglihatan kabur)
PKM5 = Pertanyaan Kelelahan Mata 5 (Penglihatan ganda/berbayang)
PKM6 = Pertanyaan Kelelahan Mata 6 (Mata terasa panas)
PKM7 = Pertanyaan Kelelahan Mata 7 (Mata berair)
PKM8 = Pertanyaan Kelelahan Mata 8 (Mengantuk)
PKM9 = Pertanyaan Kelelahan Mata 9 (Mata terasa tegang)
PKM10 = Pertanyaan Kelelahan Mata 10 (Mata terasa kering)
PKM11 = Pertanyaan Kelelahan Mata 11 (Mata terasa gatal)
PKM12 = Pertanyaan Kelelahan Mata 12 (Sakit kepala)
PKM13 = Pertanyaan Kelelahan Mata 13 (Mata memerah)
PKM14 = Pertanyaan Kelelahan Mata 14 (Sulit memfokuskan penglihatan)
PKM15 = Pertanyaan Kelelahan Mata 15 (Mata sering dikucek)
PKM16 = Pertanyaan Kelelahan Mata 16 (Silau)
PKM17 = Pertanyaan Kelelahan Mata 17 (Kelopak mata berkedut/kejang)
PKM18 = Pertanyaan Kelelahan Mata 18 (Kelopak mata sulit memejam)
PKM19 = Pertanyaan Kelelahan Mata 19 (Terasa sakit saat menggerakkan bola
mata)
PKM20 = Pertanyaan Kelelahan Mata 20 (Terasa sakit ketika dipejamkan dengan
kuat)
PKM21 = Pertanyaan Kelelahan Mata 21 (Mata terasa perih)
PKM22 = Pertanyaan Kelelahan Mata 22 (Mata terasa berpasir)
VFI (Visual Fatigue Index) = Hasil perhitungan kusioner kelelahan mata
PAPM1 = Pertanyaan Alat Pelindung Mata 1 (Pemakaian alat pelindung mata)
PAPM2 = Pertanyaan Alat Pelindung Mata 2 (Jenis alat pelindung mata)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Output

Frequency Table

Statistics

Kategori Kategori Kategori Lama Kategori Alat Kategori


Usia Masa Kerja Paparan Pelindung Mata Pertanyaan
Kelelahan Mata

Valid 30 30 30 30 30
N
Missing 0 0 0 0 0
Mean 1,43 1,83 1,43 1,17 1,10
Median 1,00 2,00 1,00 1,00 1,00

Kategori Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

>25 17 56,7 56,7 56,7

Valid <=25 13 43,3 43,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Kategori Lama Paparan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

>=8 17 56,7 56,7 56,7

Valid <8 13 43,3 43,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Kategori Masa Kerja

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

>5 5 16,7 16,7 16,7

Valid <=5 25 83,3 83,3 100,0


Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Kategori Alat Pelindung Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Pakai 25 83,3 83,3 83,3

Valid Tidak Pakai 5 16,7 16,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Kategori Pertanyaan Kelelahan Mata

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Ya 27 90,0 90,0 90,0

Valid Tidak 3 10,0 10,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Frequency Table

Pertanyaan Kelelahan Mata 1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent
Tidak Pernah 17 56,7 56,7 56,7

Kadang-kadang 12 40,0 40,0 96,7


Valid
Selalu 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak Pernah 11 36,7 36,7 36,7

Kadang-kadang 15 50,0 50,0 86,7


Valid
Sering 4 13,3 13,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pertanyaan Kelelahan Mata 3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 12 40,0 40,0 40,0

Kadang-kadang 15 50,0 50,0 90,0

Valid Sering 2 6,7 6,7 96,7

Selalu 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 9 30,0 30,0 30,0

Kadang-
15 50,0 50,0 80,0
kadang
Valid
Sering 5 16,7 16,7 96,7

Selalu 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 5

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 9 30,0 30,0 30,0

Kadang-
17 56,7 56,7 86,7
kadang
Valid
Sering 2 6,7 6,7 93,3

Selalu 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pertanyaan Kelelahan Mata 6

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 5 16,7 16,7 16,7

Kadang-
17 56,7 56,7 73,3
kadang
Valid
Sering 3 10,0 10,0 83,3

Selalu 5 16,7 16,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 7

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 11 36,7 36,7 36,7

Kadang-
12 40,0 40,0 76,7
kadang
Valid
Sering 3 10,0 10,0 86,7

Selalu 4 13,3 13,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 8

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 22 73,3 73,3 73,3

Kadang-
4 13,3 13,3 86,7
kadang
Valid
Sering 3 10,0 10,0 96,7

Selalu 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pertanyaan Kelelahan Mata 9

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 7 23,3 23,3 23,3

Kadang-kadang 15 50,0 50,0 73,3

Valid Sering 5 16,7 16,7 90,0

Selalu 3 10,0 10,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 10

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 15 50,0 50,0 50,0

Kadang-kadang 9 30,0 30,0 80,0

Valid Sering 4 13,3 13,3 93,3

Selalu 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 11

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 15 50,0 50,0 50,0

Kadang-kadang 13 43,3 43,3 93,3


Valid
Selalu 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 12

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 19 63,3 63,3 63,3

Kadang-kadang 6 20,0 20,0 83,3

Valid Sering 3 10,0 10,0 93,3

Selalu 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pertanyaan Kelelahan Mata 13

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 4 13,3 13,3 13,3

Kadang-kadang 10 33,3 33,3 46,7

Valid Sering 8 26,7 26,7 73,3

Selalu 8 26,7 26,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 14

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 15 50,0 50,0 50,0

Kadang-kadang 9 30,0 30,0 80,0


Valid
Sering 6 20,0 20,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 15

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 22 73,3 73,3 73,3

Kadang-kadang 2 6,7 6,7 80,0


Valid
Sering 6 20,0 20,0 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 16

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Tidak Pernah 8 26,7 26,7 26,7

Kadang-kadang 8 26,7 26,7 53,3

Valid Sering 7 23,3 23,3 76,7

Selalu 7 23,3 23,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pertanyaan Kelelahan Mata 17

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak Pernah 23 76,7 76,7 76,7

Kadang-
6 20,0 20,0 96,7
Valid kadang

Selalu 1 3,3 3,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 18

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak Pernah 13 43,3 43,3 43,3

Kadang-
9 30,0 30,0 73,3
kadang
Valid
Sering 4 13,3 13,3 86,7

Selalu 4 13,3 13,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 19

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak Pernah 15 50,0 50,0 50,0

Kadang-kadang 12 40,0 40,0 90,0

Valid Sering 1 3,3 3,3 93,3

Selalu 2 6,7 6,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pertanyaan Kelelahan Mata 20

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak Pernah 8 26,7 26,7 26,7

Kadang-kadang 15 50,0 50,0 76,7


Valid Sering 3 10,0 10,0 86,7

Selalu 4 13,3 13,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 21

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak Pernah 2 6,7 6,7 6,7

Kadang-kadang 4 13,3 13,3 20,0

Valid Sering 19 63,3 63,3 83,3

Selalu 5 16,7 16,7 100,0

Total 30 100,0 100,0

Pertanyaan Kelelahan Mata 22

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

Tidak Pernah 5 16,7 16,7 16,7

Kadang-kadang 11 36,7 36,7 53,3


Valid Sering 4 13,3 13,3 66,7

Selalu 10 33,3 33,3 100,0

Total 30 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6. Dokumentasi

Gambar 1. Kondisi Lingkungan Kerja salah satu Bengkel Las


di Jalan Mahkamah

Gambar 2. Mesin Las Listrik yang digunakan pekerja

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Pekerja saat melakukan pengelasan

Gambar 4. Pengisian Kuesioner dengan Responden

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5 Wawancara Singkat dengan Responden

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai