Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHLUAN

A. Latar Belakang
Kecelakaan kerja merupakan salah satu kejadian yang sering kali
ditemui di tempat kerja. Umumnya kecelakaan terjadi tanpa diduga
sebelumnya dan akibat yang ditimbulkannya bervariasi, bisa berupa cedera
ringan, sedang, berat bahkan sampai meninggal dunia. Berdasarkan jumlah
korban, kecelakaan bisa terjadi dengan satu korban, banyak korban (musibah)
atau sangat banyak korban (bencana).
Tempat kerja sendiri yaitu suatu tempat yang di dalamnya terdapat
tenaga kerja yang bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk urusan
suatu usaha serta adanya sumber-sumber bahaya. Jadi dapat dipastikan bahwa
di tempat kerja pasti terdapat potensi bahaya yang mengancam keselamatan
dan kesehatan pekerja.
Adanya potensi bahaya di tempat kerja terkadang disadari oleh pekerja
tapi mereka tidak mengerti dampak yang ditimbulkannya dan cara
mengendalikannya. Akhirnya mereka membiarkannya begitu saja dan terbiasa
dengan keberadaan potensi bahaya tersebut, padahal jika terjadi kecelakaan
kerja dapat mengakibatkan cideranya pekerja bahkan menimbulkan kematian.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nasib atau akhir derita
korban, antara lain: Keparahan cedera, waktu antara kejadian sampai pelayanan
P3K, sarana/ fasilitas P3K, keterampilan petugas P3K, jarak tempuh ke rumah
sakit, ketersediaan alat transportasi ke rumah sakit dan adanya komunikasi ke
rumah sakit tujuan. Apabila semua faktor ini berfungsi dan tersedia dengan
baik maka dampak dari cedera bias diperkecil dan kerugian yang lebih besar
bias dihindari.
Oleh karena itu, dalam rangka memberikan perlindungan bagi pekerja
yang mengalami kecelakaan di tempat kerja perlu dilakukan pertolongan
pertama secara cepat dan tepat. Menurut Permenakertrans Nomor
:Per.15/MEN/VIII/2008 Bab 1 pasal (1) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
di tempat kerja selanjutnya disebut dengan P3K di tempat kerja, adalah upaya
memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja/buruh/
1
2

dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau
cidera di tempat kerja
Didalam kelompok masyarakat, khususnya di perusahaan mutlak
adanya tenaga P3K yang terampil terutama di lokasi kerja/ perusahaan yang
banyak menggunakan mesin dan teknologi canggih, bahan beracun. Bahkan
ketidakdisiplinan pekerja juga bisa menyebabkan penyakit dan kecelakaan
pekerja. Pemerintah mengatur pelaksanaan P3K di tempat kerja dalam
peraturan perundangan. Pada Pasal 3 ayat (1) huruf (e) Undang-Undang No.1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja disebutkan bahwa “Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberi
pertolongan pada kecelakaan”. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya
peraturan pelaksanaan yang khusus mengatur tentang pertolongan pertama
pada kecelakaan (P3K).
Untuk pelaksanaan pelatihan K3 di suatu perusahaan adalah tanggung
jawab ahli K3, dan bila perlu melibatkan tenaga-tenaga yang lebih
professional. Pelatihan K3 semestinya dilakukan secara mendadak setiap
minggu dan terprogram, agar dapat menumbuhkan kondisi aman bekerja dan
mampu menyelamatkan diri apabila suatu saat terjadi kecelakaan kerja.
Oleh karena itu sebagai mahasiswa yang termasuk dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, penting diperlukan adanya praktikum
pertolongan pertama pada kecelakaan. Praktikum ini dilakukan oleh mahasiswa
Diploma 4 keselamatan dan kesehatan kerja Fakultas kedokteran Universitas
Sebelas Maret sebagai bekal pengetahuan di dunia kerja nantinya sehingga
mahasiswa mampu memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan dengan
baik dan benar.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
2. Untuk mengetahui tujuan dilakukannya P3K
3. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam melakukan pertolongan pertama
pada kecelakaan (P3K).

C. Manfaat
1. Bagi Praktikan
3

a. Dapat mengetahui pengertian pertolongan pertama pada kecelakaan


(P3K).
b. Dapat mengetahui tujuan dilakukannya pertolongan pertama pada
kecelakaan (P3K).
c. Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam melakukan pertolongan
pertama pada kecelakaan (P3K).
2. Bagi Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Dapat membentuk sumber daya mahasiswa ahli K3 yang lebih kompeten
dalam melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
b. Dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik bagi Prodi D4
Keselamatan dan Kesehatan Kerja tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K).
c. Dapat menambah kepustakaan bagi Program Studi DIV K3 yang
diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu dan peningkatan
program belajar mengajar.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
a. Pengertian P3K
Menurut Permenakertrans Nomor :Per.15/MEN/VIII/2008 Bab 1
pasal (1) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja
4

selanjutnya disebut dengan P3K di tempat kerja, adalah upaya


memberikan pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada
pekerja/buruh/ dan/atau orang lain yang berada di tempat kerja, yang
mengalami sakit atau cidera di tempat kerja
Menurut Aip Syarifuddin dan Muhadi (1991:274) pertolongan
pertama pada kecelakaan adalah pertolongan yang segera diberikan
kepada korban kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dokter.
Menurut Mashoed dan Djonet Sutatmo (1979:99) Pertolongan
pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K adalah pertolongan
sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit atau
kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter.
Ini berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau
penanganan yang sempurna, tetapi hanyalah berupa pertolongan
sementara yang dilakukan oleh petugas P3K (petugas medik atau orang
awam) yang pertama kali melihat korban. Tindakan P3K yang dilakukan
dengan benar akan mengurangi cacat atau penderitaan dan bahkan
menyelamatkan korban dari kematian, tetapi bila tindakan P3K dilakukan
tidak baik malah bisa memperburuk akibat kecelakaan bahkan
menimbulkan kematian.
b. Tujuan P3K
Tujuan dari P3K adalah sebagai berikut:
1) Menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian
a) Memperhatikan kondisi dan keadaan yang mengancam korban.
b) Melaksanakan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) kalau perlu.
c) Mencari dan mengatasi pendarahan.
2) Mencegah cacat yang lebih berat (mencegah kondisi memburuk)
a) Mengadakan diagnose. 4
b) Menangani korban dengan prioritas yang logis.
c) Memperhatikan kondisi atau keadaan (penyakit) yang tersembunyi.
3) Menunjang penyembuhan
a) Mengurangi rasa sakit dan rasa takut.
b) Mencegah infeksi.
c) Merencanakan pertolongan medis serta transportasi korban dengan
tepat.
c. Pelaksanaan P3K
Sebelum melaksanakan Tindakan P3K maka perlu dilakukan
tahapan awal sebelum P3K yaitu:
5

1) Penolong mengamankan diri sendiri ( memastikan penolong telah


aman dari bahaya).
2) Amankan Korban ( evakuasi atau pindahkan korban ketempat yang
lebih aman dan nyaman.
3) Tandai tempat Kejadian jika diperlukan untuk mencegah adanya
korban baru.
4) Usahakan Menghubungi Tim Medis
5) Tindakan P3K
Ada dua bentuk persetujuan atau izin bagi penolong untuk
melakukan tindakan pertolongan, yaitu:
1) Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent)
Persetujuan yang umumnya diberikan dalam keadaan penderita
sadar (normal) yaitu penderita memberikan isyarat yang mengizinkan
tindakan pertolongan dilakukan atas dirinya, dan dalam keadaan
gawat darurat.
2) Persetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent)
Persetujuan yang dinyatakan secara lisaan atau secara tertulis
oleh penderita itu sendiri.
d. Prinsip P3K
Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan mempunyai
prinsip-prinsip yang harus dipatuhi baik oleh penolong maupun korban.
Hal ini perlu ditegaskan agar tidak menyalahi perlakuan yang semestinya
diberikan kepada korban kecelakaan. Adapun prinsip pertolongan
pertama pada kecelakaan yaitu:
1) Memberikan perasaan tenang kepada korban kecelakaan.
2) Mencegah atau mengurangi rasa takut dan gelisah korban kecelakaan.
3) Mengurangi bahaya yang lebih besar.
4) Tidak merasa bisa untuk memberikan pertolongan pada korban
kecelakaan.
5) Mempunyai pengetahuan tentang pertolongan pertama pada
kecelakaan.
6) Mampu melihat situasi dan kondisi korban.
6

7) Bekerja dengan tenang Berdasarkan beberapa prinsip di atas maka


jelaslah tugas dari penolong sangat penting untuk membantu korban
kecelakaan
e. Prioritas Pertolongan
Ada beberapa prioritas utama yang harus dilakukan oleh
penolong dalam menolong korban yaitu:
1) Henti napas
2) Henti jantung
3) Pendarahan berat
4) Shock
5) Ketidak sadaran
6) Pendaraahan ringan
7) Patah tulang atau cedera lain
2. Resustasi Jantung Paru (RJP)
a. Pengertian RJP
Resusitasi jantung paru (RJP) adalah tindakan pertolongan
pertama pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab
tertentu. CPR bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang
menyempit atau tertutup sama sekali atau upaya mengembalikan fungsi
nafas dan atau sirkulasi yang berhenti oleh berbagai sebab dan boleh
membantu memulihkan kembali kedua-dua fungsi jantung dan paru ke
keadaan normal. Dilakukan pada kecelakaan:
1) Tersedak,
2) Tenggelam
3) Sengatan Listrik,
4) Penderita tak sadar,
5) Menghirup gas dan atau kurang oksigen,
6) Serangan jantung usia muda, henti jantung primer tejadi.
Keberhasilan Resusitasi jantung paru (RJP) dimungkinkan oleh
adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar
4-6 menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak
rang kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian
pemeliharaan perfusi serebral merupakan tujuan utama pada Resusitasi
jantung paru (RJP).
RJP adalah sebuah langkah darurat yang dapat menjaga
pernapasan dan denyut jantung seseorang. RJP membantu sistem
peredaran darah pasien dengan memasok oksigen melalui mulut pasien
7

dan memberikan kompresi dada untuk membantu jantung memompa


darah. RJP-Resusitasi Jantung Paru pada orang dewasa terbaru adalah
30 kompresi pada jantung.
RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat
korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau
henti napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip
bantuan napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan
kompresi jantung (chest compression), sampai pasien respon positif
atau bantuan ambulance datang. Pada 4 menit pertama jantung gagal
memompakan darah terutama ke otak, maka akan mengalami kekurang
suplai gula darah (utamanya) dan oksigen ke otak sehingga otak
mengalami iskemia. Lewat dari itu selama 10 menit akan menyebabkan
kematian sel otak yang irreversible ini merupakan fase kritis.
b. Fase RJP
Resusitasi jantung paru (RJP) dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1) Bantuan hidup dasar (BHD/ BLS)
a) C (circulation support), yaitu membuka jalan nafas
b) A (airway control), yaitu ventilasi buatan dan oksigenasi paru
darurat
c) B (breathing support), yaitu pengenalan tidak adanya denyut nadi
dan pengadaan pengadaan sirkulasi sirkulasi buatan dengan
kompresi kompresi jantung jantung luar
2) Bantuan hidup lanjut (BHL/ ALS)
a) D (drugs and intravenous infusion), yaitu pemberian obat dan
cairan tanpa menunggu hasil EKG
b) E (electro cardiography)
c) F (fibrilation treatment), yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel atau
merangsang jantung untuk berkontraksi bila item suatu cardiac
asystole. Biasanya dilakukan dengan syok listrik (defibrilasi)
3) Bantuan hidup intensive (PLS)
Untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi terdiri dari :
8

a) G (gauging), yaitu menentukan dan memberi terapi penyebab


kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien diselamatkan
b) H (human mentation), yaitu kesadaran diharapkan pulih dengan
tindakan resusitasi otak yang baru (pentotal dosis tinggi untuk
menurunkan BMR agar otak terlindung dari hipoksia)
c) I (intensive care), yaitu perawatan intensif jangka panjang dengan
biaya tinggi

c. Tujuan Resusitasi jantung paru (RJP)


1) Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas
(respiratory arrest) atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang
dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang
memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi
tersebut bekerja kembali.
2) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas).
3) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung)
dan ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang
mengalami henti jantung atau henti nafas melalui Cardio Pulmonary
Resuciation (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
d. Persiapan Pasien
1) Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
2) Posisi pasien diatur terlentang datar.
3) Baju bagian atas pasien di buka.
e. Bantuan hidup dasar (BHD/ BLS)
Bila Anda melihat seseorang yang tidak sadar maka tindakan
pertama yang perlu anda lakukan adalah sebagai berikut:
1) Berteriak untuk meminta tolong dan sekalian menjadi saksi mata.
2) Dekati penderita dan coba bangunkan penderita.
3) Respon penderita
Untuk menentukan tingkat respon seseorang penderita berdasarkan
rangsangan yang diberikan penolong, dikenal ada 4 tingkatan yaitu:
a) Awake : sadar penuh
9

Penderita sadar dan mengenali keberadaan, lingkungannya serta


waktu.
b) Verbal : suara
Penderita hanya menjawab/bereaksi jika dipanggil atau
mendengar suara.
c) Painfull : nyeri
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan
oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada titik tulang dada.
d) Unrespon : tidak respon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap
suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
4) Jika tetap tidak sadar atau tidak ada respon maka bersama bersama-
sama saksi (orang lain sebagai saksi) tersebut posisikan penderita
dalam keadaan telentang di tempat yang datar untuk melakukan
tindakan RJP
f. Langkah - langkah melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
1) C (circulation support)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah
Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan
mengingat sebagian besar jantung terletak di antara tulang dada dan
tulang punggung, sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan
terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk
mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti
berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun
keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya
mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung yang masih
berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti
jantung karena kekurangan oksigen. Pada saat terhentinya ke dua
sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal
10

pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi


Jantung Paru.
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka
lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke
mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu
siklus). Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung
(CPR-cardiac pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung
telapak tangan di kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang
dada (sternum) bisa sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari
diatas tulang muda di bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan
kedua bahu anda sejajar dan lakukan kompresi jantung. Kecepatan
kompresi adalah 100-120 kali perr menit atau 30 kompresi dalam
waktu 18 detik.
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di
atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan
disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
a) Dewasa : 5 - 6 cm
b) Anak : 5 - 6 cm
c) Bayi : 4 cm
d) Neonatus : 4 cm
2) A (airway control)
a) Membebaskan jalan nafas pada penderita dimana tidak
ditemukan adanya pernafasan, maka harus dipastikan penolong
memeriksa jalan nafas apakah terdapat benda asing ataupun
terdapat lidah penderita yang menghalangi jalan nafas.
(1) Teknik Head Tilt Chin Lifft (angkat dagu tekan dahi)
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak
mengalami cedera kepala, leher maupun tulang belakang.
11

Gambar 2.1 Teknik Head Tilt Chin Lifft


(2) Teknik jaw thrust maneuver (mendorong rahang bawah).
Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami
cedera kepala, leher maupun tulang belakang.

Gambar 2.2 Teknik Jaw Thrust Maneuver


b) Membersihkan Jalan Nafas.
(1) Teknik sapuan jari.
Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak
respon / tidak sadar untuk membersihkan benda asing yang
masuk ke jalan nafas penderita. Jari telunjuk ditekuk seperti
kait untuk mengambil benda asing yang menghalangi jalan
nafas.
(2) Posisi pemulihan.
Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak
ditemukan adanya cedera leher maupun tulang belakang.
Posisi penderita dimiringkan menyerupai posisi tidur
miring. Dengan posisi ini diharapkan mencegah terjadinya
penyumbatan jalan nafas dan apabila terdapat cairan pada
jalur nafas maka cairan tersebut dapat mengalir keluar
melalui mulut sehingga tidak masuk ke jalan nafas.
c) Sumbatan Jalan Nafas.
12

Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran


nafas bagian bawah yaitu bagian bawah laring (tenggorokan)
sampai lanjutannya. Umumnya sumbatan jalan nafas pada
penderita respon/sadar ialah karena makanan dan benda asing
lainnya, sedangkan pada penderita tidak respon / tidak sadar
ialah lidah yang menekuk ke belakang. Untuk mengatasinya
umumnya menggunakan teknik heimlich maneuver (hentakan
perut-dada).
(1) Heimlich maneuver pada penderita respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan
penolong dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga
penderita. Hentakkan rangkulan tangan ke arah belakang
dan atas dan minta penderita untuk memuntahkannya.
Lakukan berulang-ulang sampai berhasil atau penderita
menjadi tidak respon / tidak sadar.
(2) Heimlich maneuver penderita tidak respon / tidak sadar.
Baringkan penderita dengan posisi telentang.
Penolong berjongkok di atas paha penderita. Posisikan
kedua tumit tangan di antara pusat dan iga kemudian
lakukan hentakan perut ke arah atas sebanyak 5 (lima) kali.
Periksa mulut penderita bilamana terdapat benda asing
yang keluar dari mulut penderita. Lakukan 2-5 kali sampai
jalan nafas terbuka.
(3) Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita
hamil yang respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Posisikan
kedua tangan merangkul dada penderita melalui bawah
ketiak. Posisikan rangkulan tangan tepat di pertengahan
tulang dada dan lakukan hentakan dada sambil meminta
penderita memuntahkan benda asing yang menyumbat.
Lakukan berulangkali sampai berhasil atau penderita
menjadi tidak respon / tidak sadar.
13

(4) Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita


hamil yang tidak respon / tidak sadar.
Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada
penderita tidak respon / tidak sadar di atas namum posisi
penolong berada di samping penderita dan posisi tumit
tangan pada pertengahan tulang dada
3) B (breathing support)
Yaitu melakukan bantuan nafas yang bertujuan untuk
memasukkan oksigen dari luar ke dalam alveoli paru sehingga
dapat ditangkap hemoglobin kapiler paru
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel –
Listen (Letakkan pipi penolong di depan mulut korban, sambil
rasakan dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun
(ekspansinya ada). Kalau tidak ada napas – berikan mouth to
mouth ventilation dengan cara tutup hidung korban dan berikan
napas dua kali dengan jarak antaranya 5 detik, lakukan sampai
terlihat rongga dada pasien ekspansi/naik. Ingat posisi pasien
masih hiperfleksi (head till chin lift). Setelah itu kita periksa
denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan – kiri dekat jakun ( 2- 3
jari) selama 10 detik – rasakan. Kompresi dilakukan dengan
kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15, yang terbaru 30
kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi per siklus.
Ini dilakukan selama 5 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100
kompresi). Setelah 5 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis
sampai bantuan Ambulance datang, atau ada respon pasien, atau
pasien terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis. Melakukan
RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada
hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan
tindakan maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:
14

a) Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai


nadi karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup
baik.
b) Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat
memberikan bantuan pernafasan.
c) Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
d) Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
e) Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan
bergerak.
f) Nadi akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah
satu dari berikut ini:
a) Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang
efektif.
b) Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
c) Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan
resusitasi.
d) Pasien dinyatakan mati.
e) Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa
pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi
serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak
ada nadi pada normotermia tanpa RJP.

Gambar 2.3 Cek Napas dengan Look – Feel – Listen


Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan
bantuan pernafasan pada penderita yang ditemukan tidak terdeteksi
adanya nafas namun nadi masih berdetak dan jalan nafas tidak
mengalami gangguan antara lain :
15

a) Menggunakan mulut penolong :


(1) Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru).
(2) Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).
(3) Mulut ke mulut ataupun hidung.

Gambar 2.5 Mouth to Mouth

Gambar 2.6 Mouth to Nose

Gambar 2.7 Mouth to Mouth and Nose


b) Menggunakan alat bantu: Kantung Masker Berkatup ( Bag
Valve Mask/BVM)
Kandungan oksigen di udara bebas kurang lebih 21%.
Proses bernafas manusia hanya memanfaatkan sekitar 5% saja,
yang berarti udara yang kita keluarkan masih mengandung
sebanyak kira-kira 16% oksigen. Udara ini dapat diberikan
kepada penderita yang mengalami henti nafas sampai ada
sumber oksigen yang lebih tinggi kandungannya.
16

Gambar 2.8 Teknik Pemberian Nafas dengan Alat


4) Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Bila sirkulasi dan respirasi sudah dipulihkan maka sangat
penting untuk mempertahankan jalan nafas dan mencegah jangan
sampai lidah menutup jalan nafas, serta jangan sampai terjadi
inhalasi isi lambung
Meskipun sirkulasi dan respirasi sudah spontan normal,
tetapi kesadaran belum pulih dan reflek perlindungan (reflek batuk
dan reflek menelan) belum berfungsi baik
Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return
of Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position
meliputi:
a) Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke
atas.
b) Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak
tangan pada pipi pasien.
c) Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan
ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban
ke arah penolong.Dengan posisi ini jalan napas diharapkan
dapat tetap bebas (secure airway) dan mencegah aspirasi jika
terjadi muntah. Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan
secara berkala (Resuscitation Council UK, 2010).
17

Gambar 2.9 Empat Langkah Recovery Position


3. Perdarahan
a. Pengertian Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah akibat rusaknya dinding
pembuluh darah karena trauma atau penyakit. Luka adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tubuh akibat kekerasan dari luar
b. Jenis perdarahan
1) Perdarahan dalam
Perdarahan dalam adalah perdarahan yang bersumber dari
luka/ kerusakan dari pembuluh darah yang terletak di dalam tubuh
(misanya perdarahan dalam perut, rongga dada, rongga perut, kepala
dan lainnya. Perdarahan tidak kelihatan keluar, sehingga tidak dapat
ditaksir volume darah yang sudah terkuras. Tanda perdarahan juga
tidak begitu jelas, kecuali perdarahan pada rongga kepala (darah
keluar dari hidung, telinga dan mulut). Penyebab umum perdarahan
dalam ialah benturan keras dengan benda tumpul, terjatuh, ledakan
dan sejenisnya. Kehilangan darah pada perdarahan dalam tidak
terlihat dikarenakan jaringan kulit yang masih utuh. Ada kalanya
kita dapat melihat darah yang terkumpul di bawah kulit seperti
pada kasus memar.
Perdarahan dalam juga bersifat variatif dari yang paling
ringan sampai dengan mengancam nyawa. Kerusakan alat dalam
tubuh dan pembuluh darah besar dapat mengakibatkan kehilangan
18

darah dalam waktu singkat. Kehilangan darah tidak terlihat,


karenanya penderita dapat meninggal tanpa mengalami luka luar
yang berat.
Dikarenakan kasus perdarahan dalam dimana kehilangan
darah tidak terlihat, maka kecurigaan adanya perdarahan dalam
seharusnya dinilai dari pemeriksaan fisik lengkap termasuk
wawancara dan menganalisa kronologis kejadiannya. Lebih baik
menganggap seseorang mengalami perdarahan dalam daripada
ridak dikarenakan penanganan perdarahan dalam tidak akan
memperburuk keadaan penderita yang ternyata tidak
mengalaminya. Tanda-tanda pendarahan dalam:
a) Batuk atau muntah darah
b) Pembengkakan atau pengerasan di perut atau paha
c) Tinja berwarna merah atau hitam
d) Air kencing merah
e) Otot perut nyeri, lemas, atau kaku
f) Luka tusuk
g) Darah keluar dari telinga/hidung
h) Memar luas pada batang tubuh
i) Luka tembus dada / perut
2) Perdarahan luar
Perdarahan luar terjadi akibat rusaknya pembuluh darah
disertai dengan kerusakan kulit yang memungkinkan darah keluar
dari tubuh.
Pada perdarahan jenis ini penolong wajib berhati-hati dikarenakan
darah yang keluar bisa saja menjadi penularan suatu penyakit.
Berdasarkan pembuluh darah yang mengalami kerusakan,
perdarahan luar dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, antara lain :
a) Perdarahan Arteri
Ditandai dengan darah yang berasal dari pembuluh nadi
keluar menyembur sesuai dengan denyut pada nadi dan darah
berwarna merah terang karena darah kaya akan oksigen. Apabila
tekanan sistolik berkurang, maka semburan juga ikut berkurang.
Umumnya perdarahan arteri lebih sulit dikendalikan, oleh sebab
itu pemantauan dan pengendalian dilaksanakan sepanjang
perjalanan menuju fasilitas kesehatan terdekat.
19

Gambar 2.10 Perdarahan Arteri


b) Perdarahan Balik (Vena)
Ditandai dengan darah yang keluar dari pembuluh balik
(vena) yang berwarna agak gelap. Walau terlihat banyak & luas,
namun umumnya lebih mudah dikendalikan. Bahaya yang
mungkin terjadi ialah masuknya kotoran tersedot oleh pembuluh
darah vena.
c) Perdarahan Rambut (Kapiler)
Berasal dari pembuluh rambut (kapiler), dimana darah
merembes keluar perlahan. Darah yang keluar bervariasi antara
merah terang ataupun merah gelap. Umumnya membeku sendiri
perlahan.

Gambar 2.11 Perdarahan kapiler


c. Perawatan (pengendalian) perdarahan
Prinsip dasar pertolongan pada pendarahan adalah tekan,
tinggikan, tinggikan, tekan pembuluh darah dan tenangkan korban serta
balut bila perlu (5T), kita juga bisa meneteskan betadine pada bagian
yang luka supaya darah terhenti dan tidak terinfeksi
1) Perlindungan terhadap infeksi :
a) Pakai APD (Alat Perlindungan Diri)
b) Jangan sentuh mata, hidung, mulut, makanan saat merawat
c) Cuci tangan (post)
d) Dekontaminasi
2) Penanganan Perdarahan Dalam
20

a) Baringkan dan istirahatkan


b) Buka jalan nafas dan pertahankan
c) Periksa berkala nafas dan nadi
d) Perawatan syok
e) Jangan beri makan / minum
f) Rawat cedera lain
g) Beri O2 bila ada
h) Rujuk

3) Penanganan Perdarahan luar umumnya dapat dilakukan dengan 4


(empat) cara sebagai berikut
a) Tekanan Langsung.
Menekan bagian yang berdarah tepat di atas luka (jangan
buang waktu untuk mencari penutup luka). Umumnya
perdarahan akan berhenti 5 - 15 menit kemudian. Selanjutnya
berikan penutup luka yang tebal di daerah perdarahan.

Gambar 2. 12 Tekanan Langsung


b) Elevasi yang dilakukan bersamaan dengan tekanan langsung.
Tindakan ini hanya dilakukan pada perdarahan di daerah
anggota gerak saja yaitu dengan meninggikan daerah luka lebih
tinggi dari jantung disertai dengan teknik penekanan langsung di
atas. Hal ini berguna untuk memperlambat perdarahan. Teknik
ini tidak disarankan untuk penderita yang mengalami cedera
tulang (rangka) pada anggota gerak.
21

Gambar 2.13 Elevasi


c) Titik tekan.
Apabila kedua upaya di atas belum berhasil, maka
dilakukan cara ke tiga yaitu dengan menekan pembuluh nadi di
atas daerah yang mengalami perdarahan. Terdapat 2 (dua) titik
tekan yaitu nadi brakialis (pembuluh nadi di lengan atas) dan
nadi femoralis (pembuluh nadi di lipat paha).
d) Cara lain :
(1) Immobilisasi dengan atau tanpa pembidaian.
(2) Kompres dingin.
(3) Torniket.
Torniket ialah suatu alat yang menutup seluruh aliran
darah pada alat gerak. Torniket dilakukan apabila cara-cara
di atas belum dapat menghentikan perdarahan. Kerugian
teknik torniket ialah kematian jaringan bagian yang
dipasang torniket, sehingga bagian tersebut mati dan harus
diamputasi. Torniket umumnya digunakan pada luka
amputasi ataupun robekan dengan tepi yang tidak rata. Pada
kasus amputasi dengan tepi yang rata umumnya
penanggulangan perdarahan hanya menggunakan pembalut
tekan. Torniket merupakan upaya terkahir untuk
menghentikan perdarahan.
Torniket dilakukan dengan cara pemasangan
pembalut yang diikatkan sangat kencang di atas daerah luka
untuk menghentikan perdarahan. Umumnya torniket
dipasang tidak lebih dari 5 cm di atas bagian yang
mengalami perdarahan. Apabila perdarahan ada pada bagian
sendi, maka torniket dipasang tepat di atas sendi. Umumnya
digunakan tongkat kecil ataupun pena dan sejenisnya yang
dipasang di atas simpul dan diputar untuk mengencangkan
ikatan torniket sehingga perdarahan terhenti kemudian
diikat supaya tidak berputar kembali. Torniket yang sudah
22

terpasang dan menghentikan perdarahan tidak


diperbolehkan untuk dikendorkan.
4. Cedera Sistem Otot dan Rangka
a. Patah Tulang
1) Pengertian Patah Tulang
Patah tulang ialah terputusnya jaringan tulang baik
seluruhnya maupun sebagian saja. Penyebab umumnya ialah gaya
yang cukup besar baik gaya langsung, tidak langsung maupun gaya
puntir yang berkontak dengan tubuh kita (sistem otot-rangka)
2) Jenis Patah Tulang
Terdapat 2 (dua) jenis patah tulang, antara lain :
a) Patah Tulang Terbuka
Patah tulang terbuka ditandai dengan adanya luka di
permukaan kulit di atas/dekat bagian tulang yang patah sehingga
bagian tulang yang patah berhubungan langsung dengan udara,
akan tetapi patahan tulang tidak selalu terlihat menonjol keluar.
Patah tulang terbuka memerlukan pertolongan lebih cepat
dikarenakan adanya resiko perdarahan serta kemungkinan
terjadinya infeksi lebih besar karena terpapar lingkungan.
b) Patah Tulang Tertutup
Pada patah tulang tertutup permukaan kulit di dekat
daerah patahan masih utuh sehingga patahan tulang tidak
berhubungan dengan kontak udara luar.
3) Tanda-tanda patah tulang :
a) Perubahan bentuk anggota badan.
b) Nyeri dan kaku pada daerah yang mengalami patah.
c) Terdengar suara berderik di daerah patah karena gesekan antara
tulang yang patah.
d) Pembengkakan (dikarenakan jaringan lunak di sekitar patahan
robek dan mengalami perdarahan).
e) Memar (perubahan warna kulit menjadi agak kebiruan akibat
cedera di bawah kulit).
f) Gangguan peredaran darah dan persyarafan.
b. Dislokasi (Cerai sendi)
Adalah keluarnya sendi dari mangkok sendi, karena sendi
teregang melebihi batas normal sehingga kedua ujung tulang
persendian terpisah tidak pada tempatnya. Jaringan ikat sendi tertarik
23

dan kemungkinan sampai terobek. Tanda-tandanya hampir sama


dengan tanda-tanda patah tulang , namun lokasinya di daerah
persendian secara khusus.
c. Terkilir / keseleo)
Kerusakan tendon karena pembebanan berlebih / tiba-tiba.
Terkilir/ keseleo dibedakan menjadi 2 (dua) macam, antara lain:
1) Terkilir Sendi (Sprain)
Robek/putusnya jaringan ikat sekitar sendi karena sendi
teregang melebihi batas normal yang bisa disbabkan karena salah
gerakan atau pun terpeleset. Gejala dan tanda terkilir sendi antara
lain : nyeri, bengkak dan warna kulit merah kebiruan di sekitar
persendian.
2) Terkilir otot (Strain)
Robek/putusnya jaringan otot pada bagian tendon (ekor
otot) karena otot teregang melebihi batas normal. Cedera ini
umumnya terjadi karena pembebanan secara tiba-tiba pada otot
tertentu. Bisa juga terjadi karena pembebanan berat tanpa
pemanasan otot terlebih dahulu ataupun pemanasan dengan gerakan
yang salah dan teregang melebihi batas normal. Tanda-tanda terkilir
otot antara lain : nyeri yang tajam dan mendadak pada daerah otot
tertentu, nyeri menyebar keluar disertai kejang dan kaku (kaku
otot) dan bengkak pada daerah cedera.
d. Penanganan (P3K) Cedera Otot dan Rangka
1) Lakukan penilaian dini (respon, tanda nafas dan nadi).
2) Lakukan penilaian fisik (perubahan bentuk, luka, nyeri tekan dan
bengkak).
3) Stabilkan bagian yang patah.
4) Atasi perdarahan dan luka (bila ada).
5) Persiapkan alat dan bahan untuk pembidaian kemudian lakukan
pembidaian. Sesuaikan ukuran bidai sesuai ukuran daerah cedera
dan jangan terlalu kuat sehingga peredaran darah terganggu.
6) Kurangi rasa sakit dengan kompres dingin, jika bukan cedera patah
tulang terbuka.
7) Baringkan penderita pada posisi nyaman.
24

8) Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.


e. Jenis-jenis Bidai
Secara umum terdapat jenis-jenis bidai, antara lain :\
1) Bidai Keras
Secara umum terbuat dari bahan yang keras dan kaku.
Bahan yang sering dipakai ialah kayu, aluminium, karton, plastik
ataupun bahan lain yang kuat. Contoh : bidai kayu dan bidai
vakum.
2) Bidai yang dapat dibentuk
Bidai yang dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan
kombinasi sesuai dengan daerah cedera. Contoh : bidai vakum,
bantal, selimut, karton dan kawat.
3) Bidai Traksi
Bidai bentuk jadi yang bervariasi tergantung dari
pembuatannya. Umumnya digunakan oleh tenaga ahli (khusus) dan
dipakai untuk patah tulang paha. Tujuannya ialah untuk menjaga
kelurusan dari tulang yang patah.
4) Bidai Gendongan/Bebat
Umumnya menggunakan pembalut mitela (pembalut segi
tiga). Menggunakan prinsip memanfaatkan tubuh penderita untuk
menghentikan pergerakan pada daerah cedera. Merupakan bidai
yang sering digunakan untuk cedera anggota gerak bagian atas.
Contoh : bidai gendongan lengan.

B. Perundang-undangan
1. Undang-Undang Nomor. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pasal 3 ayat (1) huruf (e) Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja disebutkan bahwa “Dengan peraturan perundangan
ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberi pertolongan pada
kecelakaan”.
2. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 86 tentang Ketenagakerjaan.
“Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja”.
3. Pasal 531 KUHP Yang Menyebutkan Bahwa “Barangsiapa menyaksikan
sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau
mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
25

diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia


sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika
orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165, 187,
304s, 478, 535, 566.”
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Per.15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan di Tempat Kerja Pasal 2 ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa
“Pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat
kerja” serta “Pengurus wajib melaksanakan P3K di tempat kerja”.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 tahun 1982 tentang Kewajiban
Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Kerja di perusahaan
6. Permenaker No. Per-02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. Pasal 1.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 023/Birhub/1972 tentang
Penyelenggaraan Pertolongan Pertama.

BAB III
HASIL
A. Gambar Alat
Tabel gambar alat praktikum P3K

Gambar Keterangan
26

a. Manekin Half Body CPR


1. Komponen: kepala, dada,
mensimulasikan saluran
napas pembukaan.
2. Mulut ke mulut
pernapasan buatan
(meniup).
3. Manual kompresi dada.

b. Bidai Segitiga
Fungsi :
untuk membalut luka,
membalut bidai kayu dan
menopang anggota tubuh
yang mengalami patah
tulang.

c. Bidai Kayu

Fungsi:
Untuk pergerakan atau
pergeseran dari ujung
tulang yang patah

B. Prosedur Kerja
1. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
a. Circulation Support (C)
Pijat Jantung adalah usaha untuk ”memaksa” jantung
memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan pada
28tidak teraba. Prosedur Pijat Jantung :
korban dengan nadi karotis yang
1) Posisikan diri di samping korban.
2) Posisikan tangan di center of chest (tajuk pedang).
3) Posisikan tangan tegak lurus korban.
27

4) Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi


panggul (hip joint).
5) Tekanlah dada kira-kira 4-5 cm.
6) Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali
normal.
7) Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk
memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
satu dua tiga empat satu, satu dua tiga empat dua, satu dua tiga empat.
Setiap satu kali set pijat jantung, lakukan dua kali pemberian nafas
bantuan (30:2).
Prinsip pijat jantung adalah :
a) push deep
b) push hard
c) push fast
d) maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
e) minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong
tidak boleh diinterupsi)
8) Sekali RCP adalah lima set pijat jantung (lima kali 30:2).
b. Airway Control (A)
1) Bebaskan jalan nafas dari sumbatan pangkal lidah
2) Chin lift (angkat dagu)
3) Jaw Thrust (manuver angkat dagu)
c. Breathing Support (B)
Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk
menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal
frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan di
sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas permenitnya menjadi
normal (12 kali). Prosedurnya :
1) Posisikan diri di samping korban
2) Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakanlah
kain sebagai pembatas antara mulut anda dan korban untuk mencegah
penularan penyakit.
28

3) Sambil tetap melakukan Chin lift, gunakan tangan yang digunakan


untuk Head Tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yang
diberikan tidak keluar lewat hidung)
4) Mata memperhatikan dada korban, kemudian tutuplah seluruh mulut
korban dengan mulut penolong. hembuskanlah nafas satu kali (tanda
jika nafas yang diberikan masuk adalah dada korban mengembang)
lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan
korban menghembuskan nafas keluar (ekspirasi) lakukan lagi
pemberian nafas sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali
normal.
2. Pembalutan Menggunakan Bidai Segitiga
Dalam kasus pertolongan pertama, pembalut segitiga sangat
banyak gunanya, sehingga dalam perlengkapan medis pertolongan
pertama pembalut jenis ini sebaiknya disediakan lebih dari satu macam.
a. Membalut dada
Puncak kain segitiga diletakkan di salah satu bahu penderita,
sedang sisi alasnya dirapatkan di perut dan kedua sudut alasnya ditarik
ke punggung kemudian disimpulkan.
Puncak kain tadi dari atas bahu ditarik ke punggung dan
disimpulkan dengan salah satu sudut alas.
b. Membalut punggung
Pemasangan pembalut dibalik, merujuk pada cara membalut dada
diatas.
c. Membalut sendi siku atau sendi lutut
Sendi siku (atau sendi lutut) dibalut pada posisi dengan nyeri yang
minimum. Sebuah kain segitiga berbentuk dasi selebar 20 cm, bagian
tengahnya diletakkan pada lekuk siku (atau lekuk lutut) dan ujung-
ujungnya dililitkan mengelilingi sendi –ujung atas mengelilingi
lengan atas (atau tungkai atas) dari proksimal ke lekuk sendi, sedang
ujung bawah mengelilingi lengan bawah (atau tungkai bawah) dari
29

distal ke lekuk sendi. Lalu kedua ujug itu disimpukan di sisi lateral
sendi.
d. Menggendong lengan
1) Pilihlah jenis dan ukuran pembalut mitella yang sesuai dengan
keadaan luka dan postur pasien
2) Letakkan kain segitiga di depan dada dan di bawah lipatan
ketiak, dengan puncak alas kain mengarah ke sisi lengan yang
cedera dan salah satu sudut alas kain ujungnya mencapai
belakang leher dari sisi yang berlawanan dengan lengan yang
cedera
3) Dalam posisi badan tegak, lekukkan siku dan letakkan lengan
bawah yang patah di atas kain dalam posisi datar
4) Untuk mengurangi perdarahan atau pembengkakan, letakkan jari
tangan lebih tinggi daripada siku
5) Lipatlah ke atas sudut alas lain dengan ujung mencapai belakang
leher dari arah sisi yang cedera sehingga membungkus lengan bawah
seperti menggendong
6) Simpul kedua ujung alas kain di belakang leher, dengan posisi tidak
boleh terletak di tengah untuk menghindari simpul menekan kulit
ke tulang belakang, dan juga tidak boleh diletakkan diatas pleksus
brakialis
7) Tarik puncak kain di lateral siku ke arah ventral dan lekatkan dengan
peniti.
e. Membalut pergelangan tangan
Sebuah kain segitiga berbentuk dasi bagian tengahnya diletakkan
di telapak tangan; ujung-ujungnya disilang di punggung tangan,
lalu mengitari pergelangan tangan dan disimpulkan disitu.
f. Membalut tumit dan dan pergelangan kaki
Kain segitiga dilipat-lipat dari sisi alas sampai 2/3 tinggi kain, lalu
letakkan alas (yang telah dilipat tadi) di pangkal tumit. Kedua
ujungnya dililitkan di pergelangan kaki membentuk angka delapan;
30

setelah diulang secukupnya, lalu disimpulkan di sisi dorsal


pergelangan kaki.
3. Pembidaian
Membidai dengan bidai jadi ataupun improvisasi, haruslah tetap
mengikuti pedoman umum sebagai berikut :
a. Sedapat mungkin beritahukan rencana tindakan kepada penderita.
b. Sebelum membidai paparkan seluruh bagian yang cedera dan rawat
perdarahan bila ada.
c. Selalu buka atau bebaskan pakaian pada daerah sendi sebelum
membidai, buka perhiasan di daerah patah atau di bagian distalnya.
d. Nilai gerakan-sensasi-sirkulasi (GSS) pada bagian distal cedera
sebelum melakukan pembidaian.
e. Siapkan alat-alat selengkapnya.
f. Jangan berupaya merubah posisi bagian yang cedera. Upayakan
membidai dalam posisi ketika ditemukan.
g. Jangan berusaha memasukkan bagian tulang yang patah.
h. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum
dipasang diukur lebih dulu pada anggota badan penderita yang sehat.
i. Bila cedera terjadi pada sendi, bidai kedua tulang yang mengapit sendi
tersebut. Upayakan juga membidai sendi distalnya.
j. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak, bila memungkinkan.
k. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai dengan bahan
pelapis.
l. Ikatan jangan terlalu keras dan jangan longgar.
m. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak
bergerak, kemudian sendi atas dari tulang yang patah.
n. Selesai dilakukan pembidaian, dilakukan pemeriksaan GSS kembali,
bandingkan dengan pemeriksaan GSS yang pertama.
o. Jangan membidai berlebihan.
Pertolongan cedera alat gerak:
a. Lakukan penilaian dini. Kenali dan atasi keadaan yang mengancam
jiwa. Jangan terpancing oleh cedera yang terlihat berat.
b. Lakukan pemeriksaan fisik.
c. Stabilkan bagian yang patah secara manual, pegang sisi sebelah atas
dan sebelah bawah cedera. Jangan sampai menambah rasa sakit
penderita.
d. Paparkan seluruh bagian yang diduga cedera.
31

e. Atasi perdarahan dan rawat luka bila ada.


f. Siapkan semua peralatan dan bahan untuk membidai.
g. Lakukan pembidaian.
h. Kurangi rasa sakit dengan cara mengistirahatkan bagian yang cedera,
mengompres es pada bagian yang cedera (khususnya pada patah
tulang tertutup) dan membaringkan penderita pada posisi yang
nyaman.
4. Pertolongan luka benda asing yang menancap
a. Stabilkan benda dengan manual
b. Jangan dicabut, kecuali pipi
c. Buka daerah luka
d. Kendalikan perdarahan
e. Stabilkan benda asing dengan penutup tebal
f. Rawat syok (bila ada)
g. Jaga penderita tetap istirahat dan tenang, rujuk ke RS.
32

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Praktikum Pembidaian, RJP, dan Perdarahan
Praktikum P3K adalah salah satu kegiatan praktikum yang
dilaksanakan oleh mahasiswa Diploma 4 Program Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Universitas Sebelas Maret pada semester 5. Praktikum
Pertolongan Pertama pada Kecelakaan yang dilatih langsung oleh PMI
Surakarta meliputi praktek Resusitasi Jantung dan Paru (RJP), pembidaian
pada patah tulang dan dislokasi, serta perdarahan dan luka. Praktikum ini
berjalan dengan baik dimana setiap mahasiswa wajib melakukan praktek PK3.
Berikut adalah pembahasan dari praktikum P3K yan telah dilakukan:
1. Pertolongan pada pembidaian
Cara yang benar pada saat melakukan pembidaian khususnya pada
bidai keras, pembidaian dilakukan dari bawah ke atas, bukan dari atas ke
bawah. Dan jangan terlalu kencang maupun terlalu longgar saat melakukan
pembidaian. Tujuan Pembidaian adalah; Mencegah pergerakan ujung tulang
yang patah, mengurangi cedera baru, mengistirahatkan, mengurangi nyeri,
empercepat penyembuhan. Pertolongan cedera alat gerak adalah sebagai
berikut :
a. Melakukan penilaian dini dan lakukan pemeriksaan fisik
b. Menstabilkan bagian patah secara manual
c. Memaparkan daerah cedera
d. Mengatasi pendarahan dan rawat luka
e. Menyiapkan alat dan lakukan pembidaian
f. Kurangi rasa sakit
g. Baringkan dalam posisi nyaman
Penanganan untuk terkilir adalah :
a. Posisikan nyaman dan istirahatkan daerah cedera
b. Tinggikan
c. Compres dingin ( max 30 menit )
d. Balut tekan
e. Bila ragu bidai
34
33

f. Rujuk
2. Pertolongan pertama pada luka tusuk
Apabila korban mengalami luka tusuk dengan benda yang masih
menacap pada tubuh korban maka pertolongan yang dapat diberikan yaitu
dengan menstabilkan benda yang menancap agar tidak baergerak dengan
menggunakan penutup luka atau kain apapun yang berada disekitar korban
tetapi kain yang digunakan harus kain yang bersih/ steril agar tidak
menimbulkan infeksi. Menstabilkan benda yang menancap dilakukan agar
tidak menyebabkan luka bertambah lebar dan parah. Jangan mencabut benda
yang menancap, benda dapat dicabut setelah korban mendapat penanganan
khusus dari petugas medis atau dokter karena petugas medis atau dokter
yang lebih tahu seberapa dalam luka tusuk dan seberapa bahayanya bagi
korban sehingga dapat dilakukan penanganan yang lebih baik. Segera
menghentikan pendarahan tetapi jangan sampai menekan benda yang
menancap. Segera menghubungi atau membawa korban ke fasilitas
kesehatan untuk mendapatkan pertolongan medis.
3. Pertolongan Resusitasi Jantung Paru ( RJP )
Pada kasus ini yaitu seseorang yang pingsan, tidak ada denyut nadi,
dan tidak dapat bernafas maka pertolongan yang dapat dilakukan kepada
korban ini adalah :
a. Cek respon, beri rangsang, bisa dilakukan dengan memanggil korban
atau menepuk area tubuh korban, misalnya bahu atau bisa juga menekan
dengan ujung jari di bawah hidung.
b. Siklus CAB, yaitu :
1) Circulation, cek nadi di temporalis leher satu sisi, gunakan minimal 2
jari. Bila negatif (nadi tidak terasa), Lakukan compressi selama 5
siklus. Setelah 5 siklus, cek nadi. Lakukan compressi atau PJL ( Pijat
Jantung Luar ) diantara sternum sebanyak 30 kali selamat 18 detik 1
irama dengan tekanan dan kecepatan yang sama.
2) Airway Control yaitu membuka jalan nafas. Setelah itu cek leher
bagian belakang, ada cidera atau tidak. Jika tidak, lakukan Headtil
chin lift dengan pengecekan jalan nafas dengan mengangkat dagu dan
34

menarik kepala bagian atas ke belakang dengan. Pengecekan ini


dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan. Jika tidak ada
sumbatan, beri bantuan nafas sebanyak 2 kali, bantuan nafas berhasil
jika dada korban mengembang.
3) Breathing atau bantuan nafas lakukan selama 5 – 6 detik dilakukan
sebanyak 2x. Cara Breathing dapat dilakukan dengan :
a) Dengan alat Valp Bag Master atau dengan pipa.
b) Dari mulut ke mulut dengan hidung di tutup.
c) Dari hidung ke hidung mulut ditutup.
d) Mulut ke mulut dan hidung yang dilakukan pada bayi.
e) Jika nadi teraba, nafas terasa, cek respon, jika korban sadar,
tanyakan bagaimana kondisinya, bagaimana bisa terjadi seperti itu.
f) Jika nadi teraba namun lemah, nafas tidak terasa, berikan nafas
bantuan sebanyak 12 kali. Setelah itu, posisikan korban ke posisi
lateral stabil.
g) Jika nadi tidak teraba, lakukan compressi ulang, jika ada orang lain,
minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.

B. Kesalahan yang Sering Dilakukan Saat Melakukan P3K


1. Pembidaian
Teknik pembidaian yang kurang tepat dapat memperburuk keadaan
korban. Kesalahan yang terjadi adalah pada saat pembidaian, praktikan tidak
memperhatikan ada luka terbuka yang perlu penanganan terlebih dahulu.
setelah luka dibalut dengan kain bersih, pembidaian baru dapat dilakukan
dengan memperhatikan letak anggota tubuh yang mengalami patah tulang
dan memastikan posisinya statis atau tidak mudah digerakkan. Hal ini
bertujuan agar tidak memperburuk tulang yang patah. Bidai kayu harus
mempunyai ukuran yang sesuai dengan kondisi korban.
2. Perdarahan
Hal yang harus diperhatikan dalam perawatan luka adalah kain yang
digunakan untuk membalut luka tersebut harus bersih. Sebelum membalut,
kita harus memastikan bahwa perdarahan berhenti dengan cara meninggikan
bagian yang luka. Saat membalut tidak boleh terlalu kencang dan tidak
boleh terlalu longgar. Tidak jarang terjadi korban kecelakaan dengan
multiple injury, sehingga mempersulit bagi penolong. Pada keadaan
demikian ini berlaku “ skala prioritas”. Terpenting adalah menjaga system
35

saluran pernapasan dan detak jantung berfungsi dengan baik, sehingga kita
masih dapat menyelamatkan nyawa korban. Setiap usaha pertolongan berarti
diawali dengan niat yang baik, sehingga untuk menghasilkan hasil yang baik
diperlukan ketrampilan serta pengetahuan yang cukup agar tidak terjadi
kesalahan dalam bertindak.
3. RJP
a. Ketika mengecek nadi, peletakan jari tidak sesuai seharusnya sehingga
nadi tidak teraba.
b. Urutan saat melakukan pertolongan RJP tidak sesuai
c. Letak tangan kurang tepat dan arah tekanan kurang baik, bisa
menimbulkan patah tulang, luka dalam paru-paru.
d. Tekanan terlalu dalam dan terlalu cepat, maka jumlah darah yang
dialirkan kurang.
e. Rasio kompresi dan nafas buatan tidak baik, maka oksigenisasi darah
kurang.
f. Dalam pemberian nafas bantuan kurang mantap (masih ada celah antar
mulut, lupa menutup hidung korban, pengangkatan dagu dan penarikan
kepala bagian atas ke belakang kurang tepat) sehingga dada tidak dapat
mengembang, udara tidak masuk.
36

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Pengertian P3K
Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K
adalah pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang
menderita sakit atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari
dokter.
2. Tujuan dilakukannya P3K
a. Menyelamatkan nyawa atau mencegah kematian
b. Mencegah cacat yang lebih berat (mencegah kondisi memburuk)
c. Menunjang penyembuhan
3. Tahapan-tahapan dalam melakukan pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K).
a. Resustansi Jantung dan Paru
1) C (circulation support), yaitu membuka jalan nafas
2) A (airway control), yaitu ventilasi buatan dan oksigenasi paru darurat
3) B (breathing support), yaitu pengenalan tidak adanya denyut nadi dan
pengadaan pengadaan sirkulasi sirkulasi buatan dengan kompresi
kompresi jantung jantung luar
b. Perdarahan
Prinsip dasar pertolongan pada pendarahan adalah tekan,
tinggikan, tinggikan, tekan pembuluh darah dan tenangkan korban serta
balut bila perlu (5T)
c. Patah Tulang
1) Lakukan penilaian dini (respon, tanda nafas dan nadi).
2) Lakukan penilaian fisik (perubahan bentuk, luka, nyeri tekan dan
bengkak).
3) Stabilkan bagian yang patah.
4) Atasi perdarahan dan luka (bila ada).
5) Persiapkan alat dan bahan untuk pembidaian kemudian lakukan
pembidaian. Sesuaikan ukuran bidai sesuai ukuran daerah cedera dan
jangan terlalu kuat sehingga38
peredaran darah terganggu.
6) Kurangi rasa sakit dengan kompres dingin, jika bukan cedera patah
tulang terbuka.
7) Baringkan penderita pada posisi nyaman.
8) Rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat.

B. Saran
37

1. Sebaiknya praktikan mempersiapkan diri dengan baik sebelum praktikum


2. Sebaiknya praktikan lebih teliti dan serius dalam melakukan praktek
sehingga kemungkinan kesalahan dapat diminimalkan.
3. Sebaiknya pemandu praktikum ditambah lagi agar praktikum terlaksana
dengan alokasi waktu yang efektif
38

DAFTAR PUSTAKA

Hartami D. 2014. Makalah RJP. http://www.academia.edu/9450256/makalah_rjp/


(18 November 2017)
Darmawan, Armaidi. 2014. Manajemen P3K Di Tempat Kerja.
https://willimhaveyou.files.wordpress.com/2014/04/6-manajemen-p3k-
di-tempat-kerja.pdf (18 November 2017)
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/P3K.pdf (17 November 2017)
Tim Penyusun. 2006. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Surakarta : Palang
Merah Indonesia Cabang Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai