Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM SPPK

INTEGRATED SYSTEM

KELOMPOK :1
NAMA : Intan Maharani
NRP : 0515040116
KELAS : K3-4D

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2017

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyaknya kasus kebakaran yang telah terjadi di tempat kerja mengakibatkan


banyaknya korban jiwa. Hal ini juga sangat berdampak bagi tempat kerja tersebut
baik dari segi finansial maupun non finansial. Penerapan Integrated System
adalah salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut.

Integrated system sendiri merupakan suatu sistem yang dirangkai sedemikian


rupa untuk mengatasi adanya kebakaran dalam suatu tepat kerja. Integrated
system memiliki 3 tahap dalam cara kerjanya yaitu pengindraan (sensoring),
pemrosesan (processing) dan pemadaman (extinction). Dalam pemasanannya
diperlukan perhitungan-perhitungan khusus agar sistem ini dapat melakukan
perannya dengan baik berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Sangatlah
penting untuk mengetahui cara pemasangan dan juga cara kerja suatu Integrated
system dalam pemadaman api. Oleh karena itu dilakukanlah praktikum tentang
Integrated System ini.

1.2 Tujuan
TIU : Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan teori pemadaman
kebakaran
TIK : Mahasiswa mampu memahami tentang prosedur pemadaman kebakaran
Integrated System

1.3 Manfaat
Dengan dilakukannya praktikum ini,
Mahasiswa dapat mengetahui cara pemasangan Integrated System pada
suatu tempat kerja berdasarkan standar yang berlaku.
Mahasiswa dapat mengetahui cara kerja Integrated System

BAB II

DASAR TEORI
2.1 Teori dan Anatomi Api
2.1.1 Teori Api
Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya
yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang
terbakar.Gejala lainnya yang dapat diamati adalah bila suatu bahan telah
terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya maupun
kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar akan berubah pula
menjadi zat baru. Gejala perubahan tersebut menurut teori perubahan zat
dan energy adalah perubahan secara kimia.
2.1.2 Teori Segitiga Api (Triangel of Fire)
Untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan adanya
tiga unsur pokok yaitu adanya unsur : bahan yang dapat terbakar (fuel),
oksigen (O2) yang cukup dari udara atau bahan oksidator dan panas yang
cukup. Apabila salah satu unsur tersebut tidak berada pada keseimbangan
yang cukup, maka api tidak akan muncul.

Gambar 2.1 Segitiga api


2.1.3 Bahan Bakar
Bahan bakar adalah semua jenis bahan yang mudah terbakar.
Dilihat dari wujudnya, bahan bakar dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Bahan bakar padat : kayu, kertas, karet, plastic, dan lain
sebagainya
2. Bahan bakar cair : bensin, spirtus, solar, oli, dan lain sebagainya
3. Bahan bakar gas : LPG dan lain sebagainya
2.1.4 Oksigen
Udara disekitar kita mengandung 21% oksigen. Dalam keadaan
normal, bahan bakar mudah bergabung dengan oksigen. Karena oksigen
adalah suatu gas pembakar, maka keberadaan oksigen aan sangat
menentukan keaktifan pembakaran. Suatu tempat dinyatakan masih
mempunyai keaktifan pembakaran, bila kadar oksigen lebih dari 15%.
Sedangkan pembakaran tidak akan terjadi bila kadar oksigen di udara
kurang dari 12%. Oleh karena itu salah satu teknik pemadaman api yaitu
dengan cara menurunkan kadar oksigen di sekitar daerah pembakaran
menjadi kurang dari 12%.
2.1.5 Panas
Panas berasal dari matahari, energi mekanik (benturan, gesekan),
kompresi, listrik dan reaksi kimia perpindahan panas dapat radiasi.

2.2 Kebakaran
2.2.1 Pengertian Kebakaran
Kebakaran adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan dan kadang
kala tidak dapat dikendalikan, sebagai hasil pembakaran suatu bahan
dalam udara dan mengeluarkan energy panas dan nyala (api). Proses
pembakaran adalah suatu reaksi eksotermis, yaitu suatu reaksi yang
mengeluarkan panas. Bila api yang terjadi sangat terbatas maka gejala
tersebut belum dinyatakan sebagai kebakaran, tetapi bila api mulai
memungkinkan terjadinya penjalaran maka gejala itu dapat dikatakan
kebakaran.
Kebakaran merupakan salah satu bencana yang sangat sering
terjadi khusunya di daerah perkotaan padat penduduk. Penanggulangan
bahaya kebakaran merupakan salah satu bagian dari Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Berikut beberapa contoh perundang undangan
mengenai pencegahaan dan penanggulangan bahaya kebakaran :
a. Perda Pemko Medan No. 16 Tahun 2002 pasal 8 tentang
Penanggulangan Bahaya Kebakaran dengan kewajiban pemasangan
Hidran.
b. Peraturan Menteri Pekerja Umum No.26/PRT/M/2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan.
c. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No.11/KPTS/2000
tentang KetentuanTeknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran di
Perkotaan.
Kebakaran dapat disebabkan karena faktor teknis (instalasi listrik,
pemanas), atau karena manusia (kesengajaan, kecerobohan, dan lain-lain)
yang merupakan penyimpangan perilaku. Keamanan dan keselamatan
manusia maupun asset bangunan perlu dijaga dari bahaya yang
mengakibatkan kerusakan sampai kematian. Banyak fakta yang
membuktikan bahwa kebakaran merupakan resiko tinggi dan dapat
menyebabkan kerusakan bangunan, kematian, berhentinya proses
produksi maupun rusaknya lingkungan.

2.2.2 Sebab-sebab Terjadinya Kebakaran


Menurut Agus Triyono dalam Fatmawati (2009), kebakaran terjadi
karena manusia, peristiwa alam, penyalaa sendiri dan unsur kesengajaan.
a. Kebakaran karena manusia yang bersifat kelalaian, seperti
Kurangnya pengertian, pengetahuan tentang penanggulangan
bahaya kebakaran.
Kurang hati-hati dalam menggunkan alat atau bahan yang
dapat menimbulkan api.
Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin.
b. Kebakaran karena peristiwa alam terutama menyangkut cuaca dan
gunung berapi, seperti sinar matahari, letusan gunung berapi,
gempa bumi, petir, angin dan topen.
c. Kebakaran karena penyalaan sendiri, serinf terjadi pada gudang-
gudang bahan kimia dimana bahan-bahan tersebut bereaksi dengan
udara, air dan juga dengan bahan-bahan lainnya yang mudah
meledak atau terbakar.
d. Kebakaran karena unsur kesengajaan untuk tujuan-tujuan tertentu,
misalnya :
Sabotase untuk menimbulkan huru-hara, kebanyakan dengan
alasan politis.
Mencarikeuntungan pribadi karena ingin mendapatkan gati
rugi melalui asuransi kebakaran/

2.2.3 Klasifikasi Kebakaran Dan Pemadamanya


Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian atas
kebakaran berdasarkan pada jenis benda-benda atau bahan-bahan yang
terbakar agar dapat ditentukan system pemadaman api yang tepat,
sehingga dapat dipilih alat-alat atau bahan-bahan pemadam yang cocok
untuk kelas kebakaran tersebut. Klasifikasi kebakaran di Indonesia
ditetapkan melalui peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi
nomor 04/Men/1980 sebagai berikut
1. Kelas A
Bahan padat kecuali logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar
dengan sendirinya. Kebakaran kelas A ini diakibatkan panas yang
dating dari luar, molekul-molekul benda padat berurai dan membentuk
gas lalu gas inilah yang terbakar. Sifat utama dari kebakaran benda
padat adalah bahan bakarnya tidak mengalir dan sanggup menyimpan
panas baik sekali. Bahan-bahan yang dimaksud seperti bahan yang
mengandung selulosa, karet, kertas, berbagai jenis plastic dan serat
alam. Prinsip pemadaman jenis ini adalah dengan cara menurunkan
suhu dengan cepat. Jenis media yang cocok adalah menggunakan air.
2. Kelas B
Kebakaran yang melibatkan cairan dan gas, dapat berupa soulvent,
pelumas, produk minyak bumi, pengencer cat, bensin dan cairan yang
mudah terbakar lainnya. Diatas cairan pada umumnya terdapat gas dan
gas ini yang dapat terbakar pada bahan bakar cair ini suatu bunga api
yang akan menimbulkan kebakaran. Sifat cairan ini adalah mudah
mengalir dan menyalakan api ke tempat lain. Prinsip pemadamanya
dengan cara menghilangkan oksigen dan menghalangi nyala api. Jenis
media pemadam yang cocok adalah dengan menggunakan busa.
3. Kelas C
Kebakaran listrik yang bertegangan, sebenarnya kebakaran kelas C
ini tidak lain dari kebakaran kelas A atau B atau kombinasi dimana ada
aliran listrik. Jika aliran listrik dipuuskan maka akan berubah menjadi
kebakaran kelas A atau B. kebakaran kelas C perlu diperhatikan dalam
memilih jenis mdia pemadam, yaitu yang tidak menghantarkan listrik
untuk melindungi orang yang memadamkan kebakran aliran listrik.
Biasanya menggunakan CO2 atau gas halon.
4. Kelas D
Kebakaran bahan logam seperti logam magnesium, titanium,
uranium, sodium, lithium dan potassium. Kebakaran logammemerlukan
pemanasan yang inggi dan akan menimbulkan temperature yang sangat
tinggi pula. Untuk memadamkan pada kebakaran logam ini perlu
dengan alat atau media khusus. Prinsipnya dengan cara melapisi
permukaan logam yang terbakar dan mengisolasinya dari oksigen.

2.2.4 Klasifikasi Gedung Berdasarkan Potensi Bahaya Kebakaran


Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep.
186/MEN/1999 tentang unit penanggulangan kebakaran, klasifikasi
hunian atau jenis usaha ditinjau dari potensi bahaya kebakaran dibagi
dalam tingkatan kategori sebagai berikut :
1. Bahaya Kebakaran Ringan
Bahaya kebakaran pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga menjalarnya api lambat.
Yang termasuk pada klasifikasi ini adalah : tempat beribadah,
perpustakaan, rumah makan, hotel, rumah sakit, penjara, perkantoran.
2. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok I
Bahaya kebakaran pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan mudah
terbakar dengan tidak lebih dari 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga api menjalar sedang. Yang termasuk
dalam klasifikasi ini adalah tempat parker, pabrik roti, pabrik minuman,
dll.
3. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok II
Bahaya kebakaran pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemdahan terbakar sedang, penimbunan bahan mudah
terbakar dengan tinggi lebih dari 4 meter dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalar api sedang. Yang termasuk
kedalam klasifikasi bahaya kebakaran ini yaitu : penggilingan gandum,
pabrik bahan makanan, pabrik kimia, dll.
4. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok III
Bahaya kebakaran pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.
Yang termasuk kedalam klasifikasasi bahaya kebakaran ini yaitu : pabrik
ban, bengkel mobil, pabrik kertas, dll.
5. Bahaya Kebakaran Berat
Bahaya kebakaran pada tempat dimana terdapat bahan-bahan yang
mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas sangat tinggi dan menjalarnya api cepat.
Yang termasuk kedalam klasifikasi bahaya kebakaran ini yaitu : pabrik
kimia, pabrik bahan peledak, pabrik cat.
2.2.5 Teori Pemadaman
Menurut Ramli (2010), ada beberapa teknik untuk memadamkan
kebakaran berikut penjelasannya.

a. Teknik Pendinginan
Teknik pendinginan (cooling) adalah teknik memadamkan
kebakaran dengan cara mendinginkan atau menurunkan uap atau gas
yang terbakar sampai di bawah temperature nyalanya. Cara ini banyak
dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran dengan mengggunakan
semprotan air ke lokasi atau titik kebakaran sehingga api secara perlahan
dapat berkurang dan mati.
Semprotan air yang disiramkan ke titik api akan mengakibatkan udara
sekitar api mendingin. Sebagian panas akan diserap oleh air yang
kemudian berubah bentuk menjadi uap air yang mendinginkan api.
Gambar 2.2. Teknik Pendinginan
b. Pembatasan oksigen
Proses pembakaran suata bahan bakar memerlukan oksigen yang cukup,
misalnya kayu akan mulai menyala bila kadar oksigen 4-5%, acetylene
memerlukan oksigen di bawah 5%, sedangkan gas dan uap hidrokarbon
biasanya tidak akan terbakar bila kadar oksigen di bawah 15%.
Teknik ini disebut smothering, sesuai dengan teori segitiga api,
kebakaran dapat dihentikan dengan menghilangkan atau mengurangi
suplai oksigen suapaya api dapat padam.

Gambar 2.3. Pembatasan Oksigen


c. Penghilangan bahan bakar
Api akan mati dengan sendirinya jika bahan yang terbakar (fuel) sudah
habis. Atas dasar ini, api dapat dipadamkan dengan menghilangkan atau
mengurangi bahan yang terbakar. Teknik ini disebut starvation.
Teknik starvation juga dapat dilakukan dengan menyemprot bahan yang
terbakar dengan busa sehingga suplai bahan bakar untuk kelangsungan
kebakaran terhenti atau berkurang sehinggi api akan mati. Teknik ini juga
dapat dilakukan dengan menjauhkan bahan yang terbakar ke tempat yang
aman.
Gambar 2.4. Penghilangan Bahan Bakar
d. Memutus reaksi berantai
Cara terakhir untuk memadamkan api adalah dengan mencegah
terjadinya reaksi berantai dalam proses pembakaran. Beberapa zat kimia
mempunyai sifat memecah sehingga terjadi reaksi berantai oleh atom
atom yang dibutuhkan oleh nyala api untuk tetap terbakar.
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O + E
2.2.6 Media Pemadam Kebakaran
Ketepatan memilih media pemadaman merupakan salah satu factor
yang sangat menentukan keberhasilan dalam melakukan pemadaman
kebakaran. Dengan ketepatan pemilihan media pemadam yang sesuai
terhadap kelas kebakaran tertentu, maka akan dapat dicapai pemadaman
kebakaran yang efektif dan efisien.
2.2.6.1 Media Pemadaman Jenis Padat
Media pemadaman jenis padat terdiri dari (Diknas RI,
2003) :
1. Pasir dan tanah
Fungsi utamanya adalah membatasi kebakaran, namun untuk
kebakaran kecil dapat dipergunakan untuk menutupi permukaan
bahan bakar yang terbakar sehingga memisahkan udara dari
proses nyala yang terjadi, dengan demikian nyalanya akan padam.
2. Tepung Kimia
Cara kerja secara fisik yaitu dengan mengadakan
pemisahan atau penyelimutan bahan bakar. Sehingga tidak terjadi
pencampuran oksigen dengan uap bahan bakar. Cara kerja secara
kimiawi yaitu dengan memutus rantai reaksi pembakaran dimana
partikel-partikel tepung kimia tersebut akan menyerap radikal
hidroksil dari api. Menurut kelas kebakaran, tepung kimia dibagi
sebagai berikut :
Tepung kimia biasa (regular)
Kebakaran yang dipadamkan adalah kebakaran cairan, gas, dan
listrik.
Tepung kimia serbaguna (multipurpose)
Tepung ini sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A,
B, C. bahan baku tepung kimia multipurpose adalah tepung
Amonium Phoshate dan kalium sulfat
Tepung kimia kering (khusus)
Tepung kimia kering atau dry powder untuk memadamkan
kebakaran logam.
2.2.6.2. Media Pemadam Jenis Cair
1. Air
Dalam pemadaman kebakaran, air adalah media pemadam
yang paling banyak dipergunakan, hal ini dikarenakan air
mempunyai beberapa keuntungan antara lain mudah di dapat
dalam jumlah banyak, mudah disimpan, dialirkan, dan
mempunyai daya mengembang yang besar dan daya untuk
penguapan yang tertinggi.
Air mempunyai daya penyerap panas yang cukup tinggi, dalam
hal ini berfungsi sebagai pendingin. Panas yang dapat diserap air

dari 15oC sampai menjadi uap 100oC adalah 622 kcal/kg. Air
yang terkena panas berubah menjadi uap dan uap tersebutlah yang
menyelimuti bahan bakar yang terbakar. Dalam penyelimutan ini
cukup efektif, karena dari 1 liter air akan berubah menjadi uap
sebanyak 1670 liter uap air.

2. Busa
a. Berdasarkan kelas kebakaran, maka busa dibagi menjadi
beberapa bagian, antara lain :
Busa regular, yaitu busa yang hanya mampu memadamkan
bahan-bahan yang berasal dari Hydrocarbon atau bahan-bahan
cair bukan pelarut (solvent).
Busa serbaguna (all purpose foam), busa ini dapat
memadamkan kebakaran yang berasal dari cairan pelarut seperti
alcohol, eter, dll.
b. Berdasarkan cara terjadinya, maka busa dibagi menjadi :
Busa kimia, busa ini terjadi karena adanya proses kimia, yaitu
pencampuran dari bahan pembuat busa dengan air sehingga
membentuk larutan busa.

2.2.6.3. Media Pemadam Jenis Gas


Media pemadam jenis gas akan memadamkan api dengan
cara pendingin (cooling) dan penyelimutan (dilusi). Berbagai gas
dapat dipergunakan untuk pemadam api, namun gas CO2 dan

N2yang paling banyak di pergunakan.

Gas N 2 lebih banyak dipergunakan sebagai dtenaga dorong kimia

pada alat pemadam api ringan (APAR) ataupun dilarutkan (sebagai


pendorong) dalam halon. Gas CO2 sangat efektif di udara.

Keunggulan gas CO2 adalah bersih, murah, mudah didapat, tidak

beracun. Sedangkan kerugiannya adalah wadahnya yang berat,


tidak efektif untuk area terbuka, kurang cocok untuk kebakaran
kelas A, pada konsentrasi tinggi berbahaya bagi pernapasan.

2.2.6.4. Media Pemadam Jenis Cairan Mudah Terbakar


Media pemadam ini bekerja dengan cara memutuskan
rantai reaksi pembakaran dan mendesak udara atau memisahkan
zat asam. Nama umum media ini adalah Halon atau Halogenated
Hyrocarbon, yaitu suatu ikatan methan dan halogen (iodium, flour,
chlor, brom).
Keunggulan pemadaman dengan halon adaah bersih dan daya
pemadamannya sangat tinggi dibandingkan dengan media
pemadam lain. Halon juga memiliki kelemahan yaitu tidak efektif
untuk kebakaran di area terbuka dan beracun
2.3. Sistem Proteksi Aktif Kebakaran Integrated System
Integrated System adalah suatu sistem yang terdiri dari sistem deteksi,
sistem alarm, dan sistem pemadam secara otomatis. Sistem tersebut digabung
atau diintegrasikan menjadi 1 sistem secara utuh. Aplikasi dari sistem
tersebuta dibagi menjadi dua metode yakni, Total Floading System dan Local
Protection System.

a. Total floading system adalah sistem yang didesign bekerja serentak


memancarkan media pemadam memalui seluruh nozzle kedalam ruangan
dengan konsentrasi tertentu.
b. Lokal protection system adalah sistem pemadam yang didesign dengan
mengarahkan pancaran pada objek yang dilindungi.
Komponen integrated sistem adalah sistem deteksi, kontrol panel alarm,
storage system, media pemadam, dan sistem distribusi yang terdiri dari
perpipaan, katup, dan nozzle yang dipilih berdasarkan tekanannya.

Media pemadam hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut, yaitu :

1. Efektifitasnya
2. Pengaruh fisik terahadap material yang dilindungi, merusak atau
tidak merusak
3. Pengaruh kimia terhadap barang yang dilindungi
4. Pengaruh kadar racun dan perusakan terhadap lingkungan
Detektor
5. Bentuk bangunan
(depnakertrans RI, 2000)

Panel kontrol Alarm I

Panel Pemadam Alarm II

Katup pemadam Discharge Nozzle

Storage Tank
Gambar 2.5. Skematik Diagram Integrated Sistem

(Sumber : Depnaker, 2000)

2.3.1 Komponen Sistem


Perlengkapan sistem instalasi pemadam otomatik integrated sistem
terdiri dari bagian pokok yaitu :

1. Sistem Deteksi, biasanya menggunakan 2 kelompok alarm (cross


zone) dengan menggunakan jenis detektor yang berbeda. Misalnya
detektor yang digunakan adalah Detektor asap(smoke detector),
detektor panas dan lain-lain.
2. Kontrol Panel, berfungsi sebagai peralatan pengendali untuk
memproses sinyal yang datang dari detektordan meneruskan /
mengaktifkan alarm 1 dan panel pemadam.
3. Panel Pemadam, berfungsi mengaktifkan alarm 2 (discharge alarm).
Dan mengaktifkan katup pemadam setelah mengalami penundaan
waktu tertentu. Panel pemadam akan bekerja bila dua kelompok alarm
telah aktif atau kebakaran benar benar terjadi.
4. Storage System, yaitu persedian media pemadam yang dikemas dalam
silinder baja bertekanan.
5. Media Pemadam yaitu bahan yang digunakan dan dipilih paling cocok
berdasarkan pertimbangan pertimbangan antara lain :
Efektivitasnya
Pengaruh fisik terhadap material yang dilindungi, merusak atau
tidak.
Pengaruh kimia terhadap bahan dan peralatan yang dilindungi.
Pengaruh kadar racun dan perusakan terhadap lingkungan.
Bentuk bangunan
6. Sistem distribusi yang terdiri pemipaan, katup-katup dan nozle-nozle
yang dipilih berdasarkan tekanannya.

Menurut KepMen PU No.10/KPTS/2000 sistem proteksi aktif


adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilakukan dengan
mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun
manual, yang dapat dipergunakan oleh penghuni atau petugas pemadam
kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Setiap bangunan
harus melaksanakan pengaturan pengamanan terhadap bahaya kebakaran
mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan sampai pada
pemanfaatannya sehingga bangunan gedung senantiasa andal dan
berkualitas sesuai dengan fungsinya. Salah satu penerapannya adalah
melengkapi gedung dengan sarana proteksi aktif terhadap kebakaran yang
terdiri dari :
a. Sarana pendeteksian dan peringatan kebakaran
1. Detektor kebakaran
2. Alarm kebakaran
b. Sarana pemadan kebakaran
1. Alat pemeran air otomatis (sprinkler)
2. Alat pemadam api ringan (APAR)
3. Hidran kebakaran

2.3.1. Alat Deteksi Kebakaran (Detektor)


SNI 03-3989-2000 tentang sistem deteksi dan alarm kebakaran
menjelaskan detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk
mendeteksi adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Detektor
dibagi menjadi 4 macam yaitu :
1. Alat Deteksi Asap (Smoke Detector)
Alat ini mempunyai kepekatan yang tinggi dan akan menyalakan alarm
bila tedapat asap diruangan tempat alat ini dipasang. Karena
kepekatannya, alat deteksi ini akan langsung aktif bila terdapat asap
rokok. Asap deteksi asap memberi sinyal ke alarm bahaya dengan cara
mendeteksi adanya asap yang berasal dari nyala api yang tidak
terkendali. Prinsip kerja alat tersebut berdasarkan 2 hal :
a. Prinsip Ionisasi
Pada tipe ini cara mendeteksi asap menggunakan elemen radioaktif dan
dua eletroda (positif dan negative), cara kerjanya adalah sebagai berikut :
- Dalam kondisi normal, antara kedua elektroda timbul suatu medan
listrik.

- Elemen radioaktif memancarkan radiasi kearah medan listrik antara 2


elektroda sehingga terjadi proses Ionisasi, maka akibatnya akan terjadi
aliran listrik antara 2 elektroda tersebut, aliran listrik ini masih kecil dan
lemah sekali.

- Bila antara elektroda tercemar oleh gas-gas atau asap kebarakan maka
aliran listrik akan membesar sehingga menonaktifkan rangkaian
elektronisme. Akibatnya lampu indicator akan memberikan tanda bahaya
disertai bunyi alarm bahaya.

b. Prinsip Photo Elektrik


Alat deteksi tipe ini menggunakan bahan bersifat photo elektrik yang
sangat peka sekali terhadap cahaya. Cara kerjanya adalah sebagai
berikut :
- Dalam keadaan normal, bahan photo elektrik mendapat cahaya dari
lampu kecil yang menyala, sehingga bahan tersebut mengeluarkan arus
listrik. Arus listrik yang berasal dari bahan photo elektrik tersebut
digunakan untuk membuka suatu saklar elektronik.

Universitas Sumatera Utara


- Bila ada asap yang masuk, maka cahaya akan terhalang dan bahan
photo elektrik berhenti mengeluarkan arus listrik. Akibatnya saklar
elektronik yang tadinya membuka menjadi menutup.

- Menutupnya saklar elektronik akan mengakibatkan suatu rangkaian


penghasil pulsa listrik yang kemudian di teruskan ke lampu indicator dan
mengakibatkan tanda alarm berbunyi.

2. Alat Deteksi Panas (Heat Detector)


Prinsip dasarnya, jika temperature di sekitar pendeteksi naik lebih tinggi
diatas nilai ambang batas yang ditetapkan dan kemudian akan memicu
alarm. Alat pendeteksi panas di bagi menjadi dua klasifikasi besar yaitu :
a. Pendeteksi panas temperature tetap (Fixed Heat Detector)
Detector ini bekerja terhadap batas panas tertentu. Metodenya didasarkan
pada gaya renggang suatu spiral dan kotak metal yang disangga oleh
suatu campuran logam, maka campuran logam tersebut akan meleleh,
dan spiral akan menekan kontak metal dan menyebabkan rangkaian
tertutup. Alat ini bukanah jenis yang dapat digunakan kembali, ketika
diaktifasi, maka alat harus diganti.
b. Pendeteksi kelambatan panas (Rate-of-Rise Heat Detector)
Pendeteksi pelambatan panas biasanya disebut R-O-R merupakan
detector yang bereaksi terhadap kenaikan temperatur di sekitar
pendeteksi secara mendadak dari kondisi batas normal. Prinsip kerjanya,
ketika temperature naik dan tekanan udara di dalam ruangan bertambah
lebih cepat lalu keluar melalui lubang yang dikalibrasi yang
menyebabkan diafragma tertekan dan kontak elektrik terhubung yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan rangkaian menjadi tertutup. Alat pendeteksi jenis ini dapat
digunakan kembali jika kondisi sudah normal.
c. Alat Deteksi Nyala Api (Flame Detector)
Api mengeluarkan radiasi sinar inframerah dan ultraviolet, keberadaan
sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam detector.
Sesuai dengan fungsinya, detector ini terbagi atas beberapa jenis yaitu :
- Detektor inframerah (Infrared Detector)

- Detektor UV (Ultra Violet Detector)

- Detektor foto elektrik (Photo Electric Detector)

2.3.2. Alarm Kebakaran


Menurut NFPA 72, alarm dibagi menjadi dua yaitu, alarm yang
bekerja dengan manual yang bisa ditekan melalui tombol dalam kotak
alarm (break glass), ada juga sistem alarm yang diaktifkan oleh sistem
detector. Ketika detector mendeteksi adanya api, maka detector secara
otomatis akan segera mengaktifkan alarm. Alarm kebakaran ada berbagai
macam antara lain :
a. Bel, merupakan alarm yang akan bordering jika terjadi kebarakan,
dapat difungsikan secara manual atau dikoneksi dengan sistem deteksi
kebarakarn. Suara bel agak terbatas, sehingga sesuai ditempatkan
dalam ruangan terbatas seperti kantor.
b. Sirine, fungsi sama denga bel, naum jenis suara yang dikeluarkan
berupa sirine. Sirine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga
sesuai di gunakan di tempat kerja yang luas seperti pabrik.
c. Horn, horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih rendah
dibanding sirine
d. Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni
tidak dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang
jaringan pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya (pre-
amplifier).
2.3.3. Sistem Sprinkler Otomatis
Menurut PerMen PU RI No.26/PRT/M/2008, sprinkler adalah alat
pemancaran air untuk pemadam kebakaran yang mempunyai tudung
berbentuk detector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat
memancar ke semua arah secara merata.
Menurut National Fire Protection Association (NFPA) 13 sistem
sprinkler dibagi beberapa jenis yaitu :
a. Dry pipe sistem, menggunakan sistem sprinkler otomatis yang
disambungkan dengan sistem perpipaannya mengandung udara atau
nitrogen bertekan yang bila terjadi kebakaran akan membuka dry
pipe value.
b. Wet pipe sistem, sistem sprinkler yang bekerja secara otomatis
tergabung dengan sistem pipa yang berisi air dan terhubung dengan
suplai air.
c. Deluge sistem, menggunakan kepala sprinkler terbuka
disambungkan dengan sistem perpipaan yang dihubungkan ke suplai
air melalui suatu value. Ketika value dibuka, air akan mengalir ke
dalam sistem perpipaan dan keluarkan dari seluruh sprinkler yang
ada.
d. Preaction sistem, sistem sprinkler yang bekerja secara otomatis
yang disambungkan dengan sistem pipa udara yang bertekanan atau
tidak. Penggerak sistem deteksi membuka katup yang membuat air
dapat mengalir ke sistem pipa sprinkler.
e. Combined dry pipe-preaction, sistem sprinkler yang bekerja secara
otomatis dan terhubung dengan sistem yang mengandung air di
bawah tekanan yang dilengkapi dengan sistem deteksi yang
terhubung ada satu area dengan sprinkler.

Menurut SNI 03-3989-2000, sistem sprinkler dibagi menjadi dua


macam yaitu sprinkler berdasarkan arah pancaran dan sprinkler
berdasarkan kepekaan terhadap suhu. Berikut klasifikasi kepala
sprinkler :
a. Berdasarkan arah pancaran
1. Pancaran ke atas
2. Pancaran ke bawah
3. Pancaran ke arah dinding
b. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu
1. Warna segel

Warna putih : temperatur 93oC

Warna biru : temperatur 141oC

Warna kuning : temperatur 181oC

Warna merah : temperatur 227oC

Tidak berwarna : temperatur 68oC atau 74oC

2. Warna cairan dalam tabung gelas

Warna jingga : temperatur 57oC

Warna merah : temperatur 68oC

Warna kuning : temperatur 79oC

Warna hijau : temperatur 93oC

Warna biru : temperatur 141oC

Warna ungu : temperatur 181oC

Warna hitam : temperatur 227oC atau 260oC


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat
Seperangkat peraga Integrated System
3.2 Prosedur kerja

Merancang Integrated System

berdasarkan rangkaian percobaan

Melakukan pengamatan terhadap cara kerja Integrated System dimulai dari tahap
pengindraan api hingga pemadaman api

Menjawab pertanyaan

dan tugas pada laporan resmi


BAB IV

TUGAS PENDAHULUAN

1. Detektor
adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran dan
mengawali suatu tindakan.
a. Smoke Detektor
Adalah suatu sistem pengindera asap dari suatu sumber api yang
memiliki potensi kebakaran.
Ionisasi detektor : suatu jenis detektor yang memiliki ruang
ionisasi, ruang yang berisi udara diantara dua elektroda.
Apabila terdapat asap, Partikel alpa akan melewati ruang
ionisasi dan menghasilkan arus listrik kecil dan konstan
diantara elektroda. partikel asap akan masuk ke ruang
ionisasi, kemudian menyerap partikel alpa sehingga akan
mengganggu arus listrik dan mengaktifkan alarm
Optikal detekor : adalah sensor cahaya yang tersebar atau
dalam istilahnya nephelometer. Komponen utama pada tipe
smoke detector ini adalah:

Sumber cahaya

Lensa untuk memfokuskan cahay menjadi sinar yang


diproyeksikan
sensor pada sudut balok sebagai sensor cahaya

Tanpa adanya asap atau smoke, cahaya akan melewati


tepat didepan sensor pada garis lurus. Ketika asap masuk
ke ruang optik melewati cahaya, beberapa cahaya akan
tersebar karena adanya partikel asap. penyebaran cahaya
yang seharusnya tegak lurus menyebabkan alarm aktif

b. Radiation Detektor : suatu alat pengindera sinar radiasi


IR detektor adalah detektor yang dapat mendeteksi sinar
inframerah yang terpacar dari suatu benda.
UV detektor adalah detektor pengindera sinar uv.
c. Heat Detektor, merupakan detektor pengindera panas dari sumber
api.
2. Alarm
Suatu alat yang diaktifkan oleh data yang diterima dari detektor.
Alarm kebakaran ada berbagai macam antara lain :
a. Bel, merupakan alarm yang akan bordering jika terjadi kebarakan, dapat
difungsikan secara manual atau dikoneksi dengan sistem deteksi
kebarakarn. Suara bel agak terbatas, sehingga sesuai ditempatkan dalam
ruangan terbatas seperti kantor.
b. Sirine, fungsi sama denga bel, naum jenis suara yang dikeluarkan
berupa sirine. Sirine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga sesuai
di gunakan di tempat kerja yang luas seperti pabrik.
c. Horn, horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih rendah
dibanding sirine
d. Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni tidak
dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang jaringan
pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya (pre-amplifier).

3. Manual Call Box ( TPM/Titik Panggil Manual )


Adalah alat yang dioperasikan secara manual untuk memberikan isyarat
adanya kebakaran. Titik panggil manual dapat berupa :
a. Titik panggil manual yang dioperasikan dengan luas
b. Titik panggil manual yang dioperasikan dengan tombol tekan
DAFTAR PUSTAKA

Depnakertrans, 2000. Training Material Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Bidang Penanggulangan Kebakaran, Jakarta. Indonesia

Handoko, L. 2009. Buku Petunjuk Praktek Integrated System. Surabaya. PPNS

Harahap, R R. 2016. Analisa Sistem Pencegahan Penaggulangan Kebakaran di


Fasilitas Intensive Care Unit RSUP H Adam Malik.Medan.Universitas
Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai