Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kebakaran menjadi persoalan besar dan juga bisa dikatakan
telah menjadi salah satu ancaman yang menakutkan bagi kehidupan umat
manusia. Kebakaran adalah terjadinya api yang tidak dikehendaki. Bagi
tenaga kerja, kebakaran perusahaan dapat merupakan penderitaan dan
malapetaka khususnya terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan dan
dapat berakibat cacat fisik, trauma, bahkan kehilangan pekerjaan.
Sedangkan bagi perusahaan sendiri akan dapat menimbulkan banyak
kerugian, seperti rusaknya dokumen, musnahnya properti serta terhentinya
proses produksi. Kebakaran merupakan salah satu kecelakaan yang paling
sering terjadi. Selain menimbulkan korban jiwa dan kerugian material,
kebakaran juga dapat merusak lingkungan serta gangguan kesehatan
yang diakibatkan dari asap kebakaran tersebut (Sumamur, 1996).
Meskipun tingkat kesadaran akan pentingnya sistem proteksi kebakaran
semakin meningkat, namun masih banyak dijumpai bangunan bangunan
yang tidak dilindungi dengan sarana proteksi kebakaran, atau sarana yang
terpasang tidak memenuhi persyaratan. Dari pengamatan kasus kasus
kebakaran selama ini. Diketahui bahwa dari 1121 kasus kebakaran, 76,1 %
terjadi di tempat kerja, dari sejumlah kasus tersebut diketahui bahwa api
terbuka penyebab paling banyak pertama dengan jumlah kasus 415 kasus,
penyebab paling banyak kedua yaitu listrik dengan jumlah 297 kasus.
(Laboratorium Forensik Mabes Polri tahun 2005 sampai 2010). Selain itu,
diketahui bahwa listrik menjadi penyebab paling banyak kedua setelah api
terbuka dengan perbandingan 31 % berbanding 34 %( Disnaker Propinsi Jawa
Timur).
Dari data kasus kebakaran selama ini maka ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, antara lain adalah bahwa sistem proteksi kebakaran
tidaklah cukup hanya dengan penyediaan alat pemadam api ringan (APAR)
atau hidran saja yang disebut sebagai sistem proteksi aktif. Diperlukan sarana
proteksi lainnya yakni integrated system untuk mendukung mobilitas APAR dan
hidran sebagai sarana proteksi aktif. Oleh karena itu berbagai langkah dan
upaya penanggulangan bahaya kebakaran merupakan hal yang penting
diterapkan dan dilaksanakan guna mencegah terjadinya bahaya kebakaran.
Pada umumnya kebakaran terjadinya diawali dengan api yang kecil. Bila sejak
dini dapat diatasi / dipadamkan, maka kebakaran yang dapat menimbulkan
berbagai macam kerugian dapat dihindarkan, misalnya dengan pemasangan
integrated system pada gedung.

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan teori pemadam
kebakaran
2. Mahasiswa mampu memahami tentang prosedur pemadaman kebakaran
integrated system

1.3 Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah :
Mengetahui pengaplikasian teori pemadaman kebakaran, mengetahui
prosedur pemadaman kebakaran integrated system

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Sarana Penanggulangan Kebakaran


Sarana penanggulangan kebakaran terdiri dari sistem proteksi pasif
dan sistem proteksi aktif.
2.1.1 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008,
sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang
terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan
komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan
berdasarkan tingkat ketahanan api, serta perlindungan terhadap bukaan
(Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
a. Konstruksi Tahan Api
Konstruksi tahan api antara lain adalah penghalang api, dinding
api, dinding luar dikaitkan dengan lokasi bangunan gedung yang
dilindungi, partisi penahan penjalaran api, dan penutup asap. Konstruksi
tahan api tersebut harus dipelihara dan harus diperbaiki, diperbaharui
atau diganti dengan tepat apabila terjadi kerusakan, perubahan,
keretakan, penembusan, pemindahan atau akibat pemasangan yang
salah (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).

2.1.2 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif


Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008,
sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang
secara lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual
ataupun otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti
springkler, pipa tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam
kebakaran berbasis bahan kimia, seperti APAR dan pemadam khusus.
(Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
a. Integrated System
Integrated System adalah suatu sistem yang terdiri dari sistem
deteksi, sistem alarm, dan sistem pemadam secara otomatis. Sistem
tersebut digabung atau diintegrasikan menjadi 1 sistem secara utuh.
Aplikasi dari sistem tersebuta dibagi menjadi dua metode yakni, Total
Floading System dan Local Protection System.
a. Total floading system adalah sistem yang didesign bekerja serentak
memancarkan media pemadam memalui seluruh nozzle kedalam
ruangan dengan konsentrasi tertentu.
b. Local protection system adalah sistem pemadam yang didesign
dengan mengarahkan pancaran pada objek yang dilindungi.
Komponen integrated sistem adalah sistem deteksi, kontrol panel alarm,
storage system, media pemadam, dan sistem distribusi yang terdiri dari
perpipaan, katup, dan nozzle yang dipilih berdasarkan tekanannya.

Media pemadam hendaknya mempertimbangkan hal-hal berikut, yaitu :

1. Efektifitasnya
2. Pengaruh fisik terahadap material yang dilindungi, merusak atau
tidak merusak
3. Pengaruh kimia terhadap barang yang dilindungi
4. Pengaruh kadar racun dan perusakan terhadap lingkungan
5. Bentuk bangunan
(depnakertrans RI, 2000)
Detektor

Panel kontrol Alarm I

Panel Pemadam Alarm II

Gambar 2.1. Skematik Diagram


Katup pemadam Integrated
Discharge Sistem
Nozzle

(Sumber : Depnaker, 2000)

Storage
Komponen Tank
Sistem

Perlengkapan sistem instalasi pemadam otomatik integrated sistem


terdiri dari bagian pokok yaitu :

1. Sistem Deteksi, biasanya menggunakan 2 kelompok alarm (cross


zone) dengan menggunakan jenis detektor yang berbeda. Misalnya
detektor yang digunakan adalah Detektor asap(smoke detector),
detektor panas dan lain-lain.

2. Kontrol Panel, berfungsi sebagai peralatan pengendali untuk


memproses sinyal yang datang dari detektordan meneruskan /
mengaktifkan alarm 1 dan panel pemadam.

3. Panel Pemadam, berfungsi mengaktifkan alarm 2 (discharge alarm).


Dan mengaktifkan katup pemadam setelah mengalami penundaan
waktu tertentu. Panel pemadam akan bekerja bila dua kelompok
alarm telah aktif atau kebakaran benar benar terjadi.

4. Storage System, yaitu persedian media pemadam yang dikemas


dalam silinder baja bertekanan.

5. Media Pemadam yaitu bahan yang digunakan dan dipilih paling


cocok berdasarkan pertimbangan pertimbangan antara lain :

Efektivitasnya
Pengaruh fisik terhadap material yang dilindungi, merusak atau
tidak.
Pengaruh kimia terhadap bahan dan peralatan yang dilindungi.
Pengaruh kadar racun dan perusakan terhadap lingkungan.
Bentuk bangunan
6. Sistem distribusi yang terdiri pemipaan, katup-katup dan nozle-
nozle yang dipilih berdasarkan tekanannya.
Jenis Instalasi Pemadam Kebakaran Otomatik Integrated Sistem
Pada dasarnya bahan yang bersifat non flammable dapat
digunakan sebagai media pemadam. Secara spesifik media pemadam
dibagi menjadi 3 jenis yaitu cair, gas dan padat.

1. Media Pemadam Jenis CO2


Karbondioksida adalah gas yang berwarna, tidak berbau,
elektrik non conductive gas yang lembam yang cocok
untuk media memadamkan api. Gas karbondioksida 1,5 kali lebih
berat dari pada udara. Karbondioksida memadamkan api dengan
mengurangi konsentrasi oksigen. Aplikasi Penerapan sistem
pemadam CO2 dipergunakan untuk pengamanan bengkel, ruangan
telekomunikasi, garasi, ruang trafo, pabrik, dll. Sifat CO2 sebagai
media pemadam yaitu :
Tidak terjadi perubahan secara kimiawi terhadap minyak, logam,
instalasi listrik
Bersifat mendinginkan dan mengisolasi / memisahkan dengan
udara bebas.
CO2 dapat memasuki celah-celah sempit / pori-pori hingga
mampu untuk pemadaman api sampai bagian dalam atau api
sekam.
Tidak merusak dan menimbulkan kotoran sehingga peralatan
yang diamankan dapat langsung digunakan.
Merupakan bahan isolator yang baik untuk kebakaran listrik,
sehingga mampu mencegah terjadinya percikan api listrik.
Mampu digunakan dalam kondisi suhu rendah dan tinggi.
Penerapan Metode Pemadaman
(a) Sistem Pembanjiran Total(Total Floading System)
Adalah sistem pemadaman dengan cara menyemprotkan gas CO2
melalui kepala pemancar memasuki ruangan tertutup yang
dilengkapi dengan peralatan otomatik yang dapat mentutup lubang
lubang yaitu pintu masuk dan jendela jendela. Sistem ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu, pada kebakaran permukaan (bahan
padat dan cair), dan api sekam (misal kertas, buku, karton, dll).
(b) Sistem Pemadaman Setempat(Local Protection System)
CO2 disemprotkan langsung pada sasaran yang terbakar , biasanya
di ruangan yang besar atau banyak lubang-lubangnya. Pemadaman
setempat dibagi menjadi beberapa pertimbangan, yaitu berdasarkan
luas permukaan dan berdasarkan isi barang dalam suatu ruangan.
Gam
bar
2.2.

pengoperasian carbon dioxide total flooding


(Sumber : Ginting, 2010)

Gambar 2.3 Instalasi Integrated System CO2 pada Suatu Ruangan

(Sumber : Ginting, 2010)


2. Media Pemadam Jenis FM 200
FM-200 System adalah sistem suatu sistem proteksi
kebakaran otomatis dalam suatu ruangan yang tertutup yang aman
terhadap peralatan elektronik dan aman bagi manusia. FM-200
merupakan Clean Agent, adalah gas pemadam api yang ramah
lingkungan.FM 200 merupakan clean agent, dalam pemadamannya
FM 200 berfungsi untuk mengencerkan dan memanpatkan kadar
O2 di udara sehingga api dapat dipadamkan.
Cara kerja : Ketika Smoke Detector mendeteksi adanya asap,
maka Siren dan Alarm Bell sert Sign Lamp Evacuate Area akan aktif
yang menandakan segera meninggalkan ruangan. 30 detik atau 60
detik (tergantung settingan delay time) kemudian akan
mengaktifkan Lever & Pressure Control Head untuk membuka
Valve Tabung Gas FM-200. Gas akan keluar melalui pipa instalasi
yang diarahkan oleh Gas Nozzle.

Gambar 2.4 instalasi integrated system media FM 200


http://alatpemadamapi.net/instalasi-fire-alarm-system-gedung/instalasifm200
b. Detektor Kebakaran
Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi
adanya kebakaran dan mengawali suatu tindakan (Standard Nasional
Indonesia, 1995).
Alat untuk mendeteksi api ini disebut detektor api (fire detector) yang
dapat digolongkan beberapa jenis yaitu :
1. Detektor Asap
Detektor asap adalah sistem deteksi kebakaran yang mendeteksi
adanya asap. Menurut sifat fisiknya, asap merupakan partikel
partikel karbon hasil pembakaran yang tidak sempurna. Keberadaan
ini digunakan untuk membuat suatu alat deteksi asap (Ramli, 2010).
Detektor asap dapat dikelompokkan atas 2 jenis yaitu jenis ionisasi
dan photoelectric. Sesuai dengan sifat tersebut, maka detektor asap
sangat tepat digunakan di dalam bangunan di mana banyak terdapat
kebakaran kelas A yang banyak menghasilkan asap. Namun kurang
tepat digunakan untuk kebakaran hidrokarbon atau gas (Ramli,
2010).
2. Detektor Panas
Detektor panas adalah peralatan dari detektor kebakaran yang
dilengkapi dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatic yang secara
otomatis akan mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya
(Ramli, 2010).
Detektor panas ini sangat sesuai ditempatkan di area dengan kelas
kebakaran kelas B atau cairan dan gas mudah terbakar seperti
instalasi minyak dan kimia (Ramli, 2010).
Jenis jenis detektor panas antara lain :
Detektor suhu tetap
Detektor jenis peningkatan suhu
Detektor pemuaian (Ramli, 2010)
3. Detektor nyala
Api juga mengeluarkan nyala (flame) yang akan menyebar ke
sekitarnya. Api mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultraviolet.
Keberadaan sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang
dalam detektor. Sesuai dengan fungsinya, detektor ini ada beberapa
jenis yaitu :
Detektor infra merah (infrared detector)
Detektor UV (ultra violet detector)
Detektor foto elektris (photo electric detector) (Ramli, 2010)

c. Alarm Kebakaran
Alarm kebakaran ada beberapa macam antara lain:
1. Bel
Bel merupakan alarm yang akan bordering jika terjadi kebakaran.
Dapat digerakkan secara manual atau dikoneksi dengan sistem
deteksi kebakaran. Suara bel agak terbatas, sehingga sesuai
ditempatkan dalam ruangan terbatas seperti kantor (Ramli, 2010).
2. Sirene
Fungsi sama dengan bel, namun, jenis suara yang dikeluarkan
berupa sirine. Ada yang digerakkan secara manual dan ada yang
bekerja secara otomatis. Sirine mengeluarkan suara yang lebih keras
sehingga sesuai digunakan di tempat kerja yang luas seperti pabrik
(Ramli, 2010).
3. Horn
Horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih rendah
dibanding sirine (Ramli, 2010)
4. Pengeras suara
Dalam suatu bangunan yang luas di mana penghuni tidak dapat
mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang jaringan
pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya (Pre-amplifer)
sebagai pengganti sistem bel dan horn. Sistem ini memungkinkan
digunakannya komunikasi searah kepada penghuni agar mereka
mengetahui cara dan sarana untuk evakuasi (Ramli, 2010)

d. Sistem Pipa Tegak


Menurut SNI 03-1745-2000, sistem pipa tegak adalah suatu susunan dari
pemipaan, katup, sambungan slang, dan kesatuan peralatan dalam
bangunan, dengan sambungan slang yang dipasangkan sedemikian rupa
sehingga air dapat dipancarkan atau disemprotkan melalui slang dan
nozel, untuk keperluan memadamkan api, untuk mengamankan
bangunan dan isinya, serta sebagai tambahan pengamanan penghuni. Ini
dapat dicapai dengan menghubungkannya ke sistem pasokan air atau
dengan menggunakan pompa, tangki, dan peralatan seperlunya untuk
menyediakan pasokan air yang cukup ke sambungan slang. Komponen
komponen pada sistem pipa tegak tersebut antara lain pipa dan tabung,
alat penyambung, gantungan, katup, kotak slang, sambungan slang,
sambungan pemadam kebakaran, dan tanda petunjuk (Badan Standar
Nasional Indonesia, 2000)

e. Springkler
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008
tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran, springkler adalah
alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung
berbentuk deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat
memancar ke semua arah secara merata (Departemen Pekerjaan Umum,
2008).
Menurut Soehatman Ramli pada tahun 2010, sistem springkler terdiri dari
rangkaian pipa yang dilengkapi dengan ujung penyemprot (discharge
nozzle) yang kecil (sering disebut sprinkler head) dan ditempatkan dalam
suatu bangunan. Jika terjadi kebakaran maka panas dari api akan
melelehkan sambungan solder atau memecahkan bulb, kemudian kepala
springkler akan mengeluarkan air. Jenis cara kerja springkler yang baik
dapat dikelompokkan menjadi :
1. Sistem springkler pipa basah
Merupakan jaringan pipa yang berisi air dengan tekanan tertentu.
Jika terjadi kebakaran, maka springkler akan meleleh dan terbuka
sehingga air langsung memancar. Dengan demikian, sistem ini hanya
bekerja di area yang terbakar dan tidak di ruangan lainnya selama
ujung springkler masih tertutup (Ramli, 2010).
2. Sistem springkler pipa kering
Pada sistem pipa kering, jalur pipa pemadam tidak berisi air. Air dapat
mengalir dengan membuka katup pengalir yang terpasang di pipa
induk atau pipa jaringanya. Dengan demikian, jika terjadi kebakaran
maka seluruh springkler yang ada dalam satu jaringan akan langsung
menyembur (Ramli, 2010.
Sistem ini dapat digerakkan dengan pengendali otomatis yang akan
membuka katup dengan segera melalui sinyal yang diberikan oleh
detektor api. Namun demikian, dapat juga dirancang dengan
penggerak manual oleh petugas setempat (Ramli, 2010)

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Prosedur Praktikum


System ini bekerja bila salah satu detector asap teraktifkan oleh adanya
asap (api). Suatu isyarat elektris akan diterima oleh panel indikator
kebakaran, yang akan memberikan tanda bahaya secara visual dengan
menyalanya lampu merah yang berkedip-kedip, disertai bunyi buzzer, dan
dalam waktu bersamaan membunyikan lonceng, menyalanya lampu
indikator, mengaktifkan katup selenoid pada kotak pilot untuk mengaktifkan
katup-katup secara otomatis pada tabung CO 2, gas dari tabung CO2 dialirkan
melalui pipa ke corong pemancar, dengan demikian gas CO2 membanjiri
ruangan dengan konsentrasi 34 % dari volume ruangan. Dengan volume
tesebut cukup untuk menurunkan kadar oksigen (O2) dalam ruangan
tersebut di bawah 15 %, sehingga tidak cukup untuk menunjang kebakaran,
dan dengan demikian api akan padam.
3.2 Alat
1. Seperangakat Integrated System dan perlengkapannya

3.3 Bahan
1. CO2
TUGAS PENDAHULUAN

Jelaskan komponen-komponen Integrated System !


Jawab :
1. Detektor, adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya kebakaran
dan mengawali suatu tindakan.
a. Smoke Detektor, adalah suatu sistem pengindera asap dari suatu sumber
api yang memiliki potensi kebakaran.
Ionisasi detektor : suatu jenis detektor yang memiliki ruang ionisasi,
ruang yang berisi udara diantara dua elektroda. Apabila terdapat asap,
Partikel alpa akan melewati ruang ionisasi dan menghasilkan arus
listrik kecil dan konstan diantara elektroda. partikel asap akan masuk
ke ruang ionisasi, kemudian menyerap partikel alpa sehingga akan
mengganggu arus listrik dan mengaktifkan alarm
Optikal detekor : adalah sensor cahaya yang tersebar atau dalam
istilahnya nephelometer. Komponen utama pada tipe smoke detector
ini adalah:
- Sumber cahaya
- Lensa untuk memfokuskan cahaya menjadi sinar yang
diproyeksikan
- sensor pada sudut balok sebagai sensor cahaya
Tanpa adanya asap atau smoke, cahaya akan melewati tepat didepan
sensor pada garis lurus. Ketika asap masuk ke ruang optik melewati
cahaya, beberapa cahaya akan tersebar karena adanya partikel asap.
penyebaran cahaya yang seharusnya tegak lurus menyebabkan alarm
aktif
b. Radiation Detektor : suatu alat pengindera sinar radiasi
IR detektor adalah detektor yang dapat mendeteksi sinar inframerah
yang terpacar dari suatu benda.
UV detektor adalah detektor pengindera sinar uv.
c. Heat Detektor, merupakan detektor pengindera panas dari sumber api.

2. Alarm
Suatu alat yang diaktifkan oleh data yang diterima dari detektor. Alarm
kebakaran ada berbagai macam antara lain :
a. Bel, merupakan alarm yang akan bordering jika terjadi kebarakan, dapat
difungsikan secara manual atau dikoneksi dengan sistem deteksi
kebarakarn. Suara bel agak terbatas, sehingga sesuai ditempatkan dalam
ruangan terbatas seperti kantor.
b. Sirine, fungsi sama denga bel, naum jenis suara yang dikeluarkan berupa
sirine. Sirine mengeluarkan suara yang lebih keras sehingga sesuai di
gunakan di tempat kerja yang luas seperti pabrik.
c. Horn, horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih rendah
dibanding sirine
d. Pengeras suara, dalam suatu bangunan yang luas dimana penghuni tidak
dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu dipasang jaringan
pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya (pre-amplifier).

3. Manual Call Box ( TPM/Titik Panggil Manual ), adalah alat yang dioperasikan
secara manual untuk memberikan isyarat adanya kebakaran. Titik panggil
manual dapat berupa :
a. Titik panggil manual yang dioperasikan dengan luas
b. Titik panggil manual yang dioperasikan dengan tombol tekan
DAFTAR PUSTAKA

Depnaker. 1995. Training K3 Bidang Penanggulangan Kebakaran. Jakarta :


Departemen Tenaga Kerja

Disnaker Jatim. 2008. Standar Pelayanan Higiene Perusahaan, Kesehatan dan


Keselamatan Kerja. http://disnaker.jatimprov.go.id/index.php. diakses
tanggal 11 Maret 2017

Permenakertrans No. Per. 04/MEN/1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan


Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan

Petrokimia Gresik. 1998. Alat pemadam api ringan

Petrokimia Gresik. 1998. Pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran


Purbandari, Dhanis Woro. 2012. Penggunaan APAR dan FIRE HYDRANT
Sebagai Upaya Penaggulangan Kebakaran di PT Bridgestone Tire
Indonesia Bekasi, Jawa Barat. Laporan Tugas Akhir. Jurusan Hiperkes
dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret

Ramli, Soehatman. 2010. Manajemen kebakaran. Jakarta : Dian rakyat

Rijanto, B. Boedi. 2010. Kebakaran dan perencanaan pembangunan. Jakarta :


mitra wacana media

Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Jakarta: Prestasi Pustaka

Sumamur. 1996. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : CV


Gunung Agung

Anda mungkin juga menyukai