Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KRITERIA PENGGALIAN

NAMA : DIVA FADHILA

NIM : D1101161038

Program Studi Teknik Pertambangan

Fakultas Teknik

Universitas Tanjungpura

Pontianak

1
2018

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………… 4

1.2 Latar belakang …………………………………. 4

1.1 Tujuan ............................................................ 4

BAB 2 PEMBAHASAN ……………………………..... 5

2.1 Dasar Teori …………………………………… 5

2.2 Kriteria Penggalian ……………………………….. 5

2.3 Alat Gali Mekanik ………………………………... 19

BAB 3 PENUTUPAN ………………………………... 27

3.1 Kesimpulan …………………………………… 27

3.2 Saran ………………………………………. 27

DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, Oktober 2018

Penyusun

BAB 1

3
PENDAHULUAN

1,1 Latar Belakang

Dalam dunia pertambangan ada banyak cara dan teknik yang dipakai untuk
mendapatkan solusi terhadap suatu permasalahan. Salah satunya adalah mengenai
pembongkaran batuan (bahan galian) yang sangat keras, dimana batuan tersebut tidak dapat
dibongkar secara manual maupun mekanis. Maka dipilih teknik pemboran dan peledakan.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah Kriteria Penggalian adalah dapat menentukan metode
penggalian pada massa batuan, apakah harus dengan pengeboran dan peledakan atau tidak.

BAB 2

4
PEMBAHASAN
2.1 Dasar Teori

Dalam kegiatan penggalian batuan terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi dalam


pemilihan suatu metode penggalian.

1. Alat Bor

2. Sifat batuan

Sifat batuan berpengaruh pada penetrasi dan sebagai konsekuensi pada pemilihan pada
pemilihan metode pemboran. Dikarenakan batuan pada umumnya tidak homogen isotropik,
maka dalam suatu wilayah tentu kekuatan batuan juga berbeda. Beberapa sifat batuan yang
menjadi perhatian adalah :

a. Kekerasan

Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap abrasi, kekerasan
dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material batuan dan dapat juga dipakai untuk
menyatakan kerusakan pada batuan. Kekerasan batuan merupakan suatu fungsi dari
kekerasan, komposisi butiran mineral, porositas, dan derajat kejenuhan merupakan hal utama
yang harus diketahui, karena setelah mata bor menetrasi batuan, maka akan menentukan
tingkat kemudahan pemborannya.

b. Kekuatan (strength)

Kekuatan mekanik suatu batuan adalah suatu sifat dari kekuatan terhadap gaya luar, baik
itu kekuatan statik maupun dinamik. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada
komposisi mineralnya.

Diantara mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan, kuarsa adalah terkompak


dengan kuat tekan mencapai lebih dari 500 Mpa, sehingga semakin tinggi kandungan kuarsa,
akan memberikan kekuatan semakin meningkat.

2.2 Kriteria Penggalian

2.2.1 Kriteria Penggalian menurut RMR

Kemampuan untuk menaksir kemampugalian atau potongan suatu massabatuan


sangatlah penting, apalagi bila akan menggunakan alat gali mekanismenerus. Fowell &
Johnson (1982) menunjukkan hubungan yang erat antarakinerja (produksi) Road header kelas
berat (> 50 ton) dengan RMR ( lihat gambar 1 )

5
Selanjutnya pada tahun 1991 mereka melaporkan juga bahwa hubungantersebut
di atas dapat dibagi menjadi 3 zona penggalian :Zone 1 Kinerja penggalian sangat ditentukan
oleh sifat-sifat batuan utuh.Zone 2 Keberhasilan kinerja penggalian dibantu oleh
kehadiran strukturmassa batuan. Pengaruh sifat-sifat batuan utuh menurun
denganmemburuknya kualitas massa batuan.Zone 3 Kinerja penggalian semata-mata
dipengaruhi oleh struktur massabatuan.Nilai-nilai UCS, Energi Spesifik, Koefisien
Abrasivity secara keseluruhanmenyimpulkan bahwa batuan utuh tersebut tidak
dapat digali denganmemuaskan oleh roadheader. Namun seperti dilaporkan oleh
Fowell &Johnson (1991) bahwa pada kenyataannya massa batuan itu dapat digalidengan
cara hanya menggoyang bongka-bongkah batuan dari induknyayang akhir jatuh
bebas. RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja roadheader Dosco SL-120
(Sandbak 1985, lihat Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan pada bijihtembaga Kalamazoo
& San Manuel, Arizona. Dapat disimpulkan bahwakemajuan penggalian atau
kinerja Dosco tsb dapat diperkirakan denganmenggunakan persamaan berikut ini :Y =
2.39 e-0.02xR2 = 0.79dimana : Y adalah laju penggalian (m/jam) dan x adalah RMR

6
2.2.2 KRITERIA PENGGALIAN MENURUT RMR & Q-SISTEM

Hubungan antara RMR dan Q-Sistem untuk berbagai kondisi penggalian dapat dilihat
pada Gambar 3. Jelas tampak bahwa hubungan antara RMR & Q-Sistem adalah linier. Titik-
titik yang menunjukkan angka RMR & Q-Sistem yang tinggi mencerminkan kondisi material
keras yang penggaliannya perlu peledakan. Sedangkan kehadiran alat gali seperti Surface
Miner yang menggunakan mekanisme potong rupanya dapat menggantikan operasi
peledakan.

Dalam upaya melengkapi informasi Gambar 3, data asli hasil penelitian Abdullatif &
Cruden (1983) dimasukkan dan data penggunaan surface miner diperoleh dari Kramadibrata
(1992 - Potong).

Gambar 3. Klasifikasi metode penggalian menurut RMR & Q-Sistem

2.2.3 INDEKS EKSKAVASI

Dalam upaya memudahkan pendugaan kemampugaruan suatu massa batuan, Kirsten


(1982) mengklasifikasikan massa batuan menurut sifat fisik (Ms), relativitas orientasi struktur
massa batuan terhadap arah penggalian dan beberapa parameternya Q-Sistem yang disebut
dengan Indeks Ekskavasi yang dinyatakan dengan :

RQD Jr
N = Ms x Jn x Js x Ja

N adalah Indeks penggalian dan paramater lainnya sama dengan parameter yang
digunakan oleh Q-Sistem, sedangkan Ms dan Js dapat dilihat pada Tabel 1.

7
Kirsten membagi nilai indeks ekskavasi sebagai berikut :

1 < N < 10 Mudah digaru (ripping)

10 < N < 100 Sulit digaru

100 < N < 1000 Sangat sulit digaru

1000 < N < 10000 Antara digaru dan peledakan

N > 10000 Peledakan

Sudah tentu bahwa klasifikasi Kirsten tidak menjamin keberhasilan penggaruan oleh
suatu jenis buldoser pada kondisi tertentu, karena daya mesin dan tipe alat garu tidak
dilibatkan di dalam perhitungan.

Gambar 4. Hubungan antara Excavatability Index dengan RMR

Tabel 1. Besaran parameter, Ms (Kirsten, 1982)

Kekera Identifikasi UCS Mass


san (MPa) Strength
Number (Ms)

Batu Material crumbles under firm blows 1.7 0.87


sangat with sharp end of geological pick and can
lunak be peeled off with a knife, it is too hard to 1.7 - 1.86
cut a sample by hand 3.3

8
Batu Can just scraped and peeled with a 3.3 - 3.95
lunak knife, indentations 1mm to 3 mm show in 6.6
the specimen with firm blows of the pick 8.39
point 6.6 -
13.2

Batu Cannot be scraped or peeled with a 13.2 - 17.7


keras knife, hand-held specimen can be broken 26.4
with hammer end of a geological pick with
a single firm blow

Batu Hand-held specimen breaks with 26.4 - 35.0


sangat hammer end of pick under more than one 53.0
keras blow 70
53.0 -
106.0

Batu Specimen requires many blows with 106.0- 140.0


sama sekali geological pickto break through intact 212.0
keras material 280.0
212.0

Tabel 2. Besaran relative struktur permukaan massa batuan, Js. (Kirsten, 1982)

Arah kemiringan Sudut kemiringan Nisbah jarak joint, r


berjarak dekat berjarak dekat

dengan set kekar (0)- dengan set kekar (0)-2 1 : 1 : 1 : 1 :


1 1 2 4 8

180/0 90 1 1 1 1

0 85 0.7 0.6 0.6 0.5


2 7 2 6

0 80 0.6 0.5 0.5 0.4


3 7 0 5

0 70 0.5 0.4 0.4 0.3


2 5 1 8

0 60 0.4 0.4 0.4 0.3


9 4 1 7

9
0 50 0.4 0.4 0.4 0.4
9 6 3 0

0 40 0.5 0.4 0.4 0.4


3 9 6 4

0 30 0.6 0.5 0.5 0.5


3 9 5 3

0 20 0.8 0.7 0.7 0.6


4 7 1 8

0 10 1.2 1.1 0.9 0.9


2 0 9 3

0 5 1.3 1.2 1.0 1.0


3 0 9 3

0/180 0 1 1 1 1

180 5 0.7 0.8 0.8 0.9


2 1 6 0

180 10 0.6 0.7 0.7 0.8


3 0 6 1

180 20 0.5 0.5 0.6 0.6


2 7 3 7

180 30 0.4 0.5 0.5 0.5


9 3 7 9

180 40 0.4 0.5 0.5 0.5


9 2 4 6

180 50 0.5 0.5 0.5 0.6


3 6 8 0

180 60 0.6 0.6 0.7 0.7


3 7 1 3

180 70 0.8 0.9 0.9 1.0


4 1 7 1

180 80 1.2 1.3 1.4 1.4


2 2 0 6

180 85 1.3 1.3 1.4 1.5


3 9 5 0

10
180/0 90 1 1 1 1

1. r bentuk relatif blok antara arah penggaruan dan orientasi struktur.

2. Arah dip berjarak dekat dengan joint set relatif terhadap arah penggaruan.

3. Sudut Dip semu berjarak dekat dengan joint set tegak lurus dengan bidang yang
searah penggaruan.

4. Batuan utuh, Js = 1.0.

5. Untuk r < 0.125, ambil Js seperti r = 0.125.

2.2.4 KRITERIA PENGGALIAN MENURUT KECEPATAN SEISMIK

Seperti sudah disebutkan bahwa kecepatan seismik sudah banyak dipakai untuk menduga
kemampugaruan suatu massa batuan. Berbagai kemungkinan cara penggalian untuk berbagai
macam massa batuan menurut kecepatan seismik diberikan oleh Atkinson (1971, lihat
Gambar 5). Penggalian disini meliputi dari cara manual hingga mekanis penuh.

Stri ppin g shov el : no blasting


W al king dr ag line : n o bl astin g
D ragli ne (cr awler ) : no blasting
B ucket wh eel excavator
B ucket chain excavator
L oadin g shov el : no blasting
T r actor scr aper : afte r ri ppin g
T r actor scr aper : no r ip ping etc
L abour er with pi ck & sho vel
Ripp abl e
0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0
Mar ginal
K ECEPAT A N SEI SMI K x 1000 m/d
I mpossible

Gambar 5. Metode kecepatan seismik untuk penentuan macam penggalian (Atkinson,


1971)

11
2.2.5. KRITERIA PENGGALIAN MENURUT INDEKS KEKUATAN BATU

Franklin dkk (1971) mengusulkan klasifikasi massa batuan menurut dua paramater, yaitu
Fracture Index dan Point Load Index (PLI). Fracture Index dipakai sebagai ukuran
karakteristik diskontinuiti dan didefinisikan sebagai jarak rata-rata fraktur dalam sepanjang
bor inti atau massa batuan. Kedua parameter ini digambarkan dalam satu diagram untuk
menduga kemampugaruan suatu massa batuan dimana If dan Is masing-masing menyatakan
Fracture Index dan PLIi.

Diagram klasifikasi dibagi kedalam tiga zona umum yaitu, penggalian bebas (free
digging), penggaruan (ripping) dan peledakan (blasting). Massa batuan yang terkekarkan dan
lemah masuk kedalam kategori bagian bawah kiri diagram, sedangkan massa batuan massif
dan kuat di plot dibagian atas kanan. Yang pertama tentunya sangat mudah untuk digali dan
yang terakhir sangat sulit digali dengan alat mekanis.

Gambar 6. Kriteria Indeks kekuatan batu (Franklin dkk, 1971)

2.2.6. KLASIFIKASI KEMAMPUGARUAN

Klasifikasi massa batuan untuk kepentingan penggaruan yang melibatkan parameter


mesin penggaru dan sifat-sifat fisik, mekanik dan dinamik massa batuan diberikan oleh
Klasifikasi Kemampugaruan (rippability chart). Tabel 3 adalah klasifikasi penggaruan
menurut Weaver (1975) yang sudah sering dipakai oleh para kontraktor penggalian dan
kriterianya didasarkan pada pembobotan total dari parameter pembentuknya bersamaan

12
dengan daya bulldozer yang diperlukan. Parameter yang dipakai dalam klasifikasi ini adalah
kecepatan seismik, kekerasan batuan, tingkat pelapukan, jarak kekar, kemenerusan kekar,
jarak pemisahan kekar dan orientasi kekar terhadap penggalian.

Tabel 3. Klasifikasi massa batuan untuk penggaruan menurut Weaver (1975)

Kelas batuan I II III IV V

Dekripsi Sangat Baik Sedang Buruk Sangat


baik buruk

Kecepatan > 2150 2150- 1850- 1500- 1200-450


seismik (m/s) 1850 1500 1200

Bobot 26 24 20 12 5

Kekerasan Eks. Sangat Keras Lunak Sangat


keras keras lunak

Bobot 10 5 2 1 0

Pelapukan Tdk. Agak Lapuk Sangat Lapuk


lapuk lapuk lapuk total

Bobot 9 7 5 3 1

Jarak kekar > 3000 3000- 1000-300 300-50 < 50


(mm) 1000

Bobot 30 25 20 10 5

Kemenerusa Tdk. Agak Menerus Menerus- Menerus


n kekar menerus menerus - tdk ada be-berapa dgn. gouge
gouge gouge

Bobot 5 5 3 0 0

Gouge kekar Tdk ada Agak Pemisaha Gouge < Gouge >
pemisahan pemisahan n 5 mm 5 mm

< 1mm

Bobot 5 5 4 3 1

Orientasi Sgt. Tdk. me- Agak tdk Mengun- Sgt.


kekar mengun- nguntungkan me- tungkan mengun-
tungkan nguntungkan tungkan

13
Bobot 15 13 10 5 3

Bobot total 100-90 90-70 70-50 50-25 <25

Penaksiran Peledaka Eks. Sangat Susah Mudah


kemampugaruan n susah garu & susah garu garu garu
ledak

Pemilihan - D9G D9 / D8 D8 / D7 D7
traktor

Horse power 770-385 385-270 270-180 180

Kilowatt 575-290 290-200 200-135 135

Klasifikasi Kemampugaruan telah digunakan dengan hasil memuaskan di daerah Afrika


Selatan oleh Weaver (1975). Namun demikian perlu diketahui bahwa klasifikasi ini
selanjutnya dimodifikasi oleh Singh dkk (1987) yang hanya melibatkan sifat-sifat batuan
seperti UCS, ITS, Young's Modulus, dan Kecepatan rambat gelombang seismik di lapangan.

Pettifer & Fookes di UK (1994) mencoba untuk melakukan modifikasi terhadap kriteria
penggaruan sebelumnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Kriteria versi mereka, seperti
ditunjukkan pada Gambar 7, memungkinkan kemudahan penggalian suatu massa batuan
dianalisis Kriteria ini sejenis dengan kriterianya Franklin. Selanjutnya, mereka menduga
bahwa jarak kekar rata-rata dengan kuat tekan batu merupakan parameter penting dalam
menilai kemampugaruan, yang percontoh batuannya dapat diperoleh dari singkapan atau bor
inti. Grafik ini bukanlah petunjuk mutlak yang mampu memberikan jawaban sebenarnya,
karena biaya dan faktor lainnya juga ikut menentukan kemampugaruan suatu massa batuan
oleh sebuah bulldozer.

Tabel 4. Parameter geoteknik yang digunakan oleh berbagai kriteria kemampugalian


(Pettifer & Fookes, 1994)

Metoda Arti relatif dari setiap parameter1)

analisis S sc P H A W ds J J J
V2) 2) LI d b2) ea w p sp or.

Caterpillar (1970) * - - - - - - - -
***

Franklin dkk (1971) - - * - - - * - * *


*** *** **

14
Weaver (1975) * - - * - * * * * *
*** *3) * *** 6)

Kirsten (1982) - * - - - - * - * *
***4) ***5) *7)

Minty & Kearns * - * - - * * * * -


(1983) *** * * **

Scoble & Muftuoglu - * - - - * * - - *


(1984) *8) * ***9) *

Smith (1986) - * - - - * * * * -
* * ***

Singh dkk (1987) * - * - * * * - - -


** *10) * * ***

Karpuz (1990) * * - * - * * - - -
*** **8) *11) * ***

Hadjigeorgiou & - - * - - * * - - *
Scoble (1990) ** * *** 6)
12)

MacGregor dkk * *
(1994)

Pettifer & Fookes - - * - - * * - - *


(1994) *** *** *

1) Jumlah bintang menyatakan arti relatif setiap parameter pada masing-masing metoda
analisis

2) Membutuhkan teknik khusus atau uji laboratorium.

3) Dapat dinyatakan dalam UCS.

4) Dibandingkan dengan bobot isi kering.

5) Fungsi RQD dan jumlah set kekar.

6) Dibandingkan dengan "spacing ratio" dua set kekar.

7) Minty & Kearns juga memasukkan kondisi air tanah dan kekasaran permukaan kekar.

15
8) Dapat diturunkan dari nilai PLI.

9) Jarak kekar dan jarak bidang perlapisan berbeda.

10) Uji tarik Brazilian diperlukan.

11) Nilai Schmidt hammer.

12) Dinyatakan dalam volumetric joint count, Jv.

SV = Kecepatan seismik

Hd = Kekerasan batuan

Ab = Abrasivitas

Wea = Pelapukan

dsw = Jarak kekar

Jp = Persistensi kekar

Jsp = Pemisahan kekar

Jor = Orientasi kekar

2.2.7. KLASIFIKASI PENGGALIAN DENGAN BWE

2.2.7.1. Rasper (1975)

Rasper mengatakan bahwa sebelum pemilihan BWE yang cocok untuk suatu tambang,
karakteristik material yang akan digali harus diketahui dahulu dengan baik. Data ini akan
membantu para perancang BWE untuk mengetahui kapasitas gaya gali dan kualitas alat
galinya (tooth). Hingga saat ini suatu uji standard yang pasti untuk menentukan penggunaan
BWE belum ada. Para pabrik pembuat BWE selama ini memakai berbagai macam uji yang
sesuai dengan pengalamannya masing-masing.

Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat-sifat material yang paling mempengaruhi
kemampugalian massa batuan oleh BWE adalah, kuat tekan & kuat tarik, kondisi struktur
geologi dan ketebalan lapisan yang akan ditambang. Walaupun berbagai pihak telah
mengadakan penelitian mengenai kemampugalian BWE, tidak ada cara yang tepat untuk
menentu-kan kebutuhan gaya gali kecuali dengan pengukuran langsung dilapangan.

Jelas bahwa gaya yang tersedia pada buket merupakan hasil dari gaya yang tersedia dari
motor BW. Untuk menghitung daya ini, daya angkat material di dalam buket hingga titik

16
puncak dimana material ditumpahkan harus dikurangi dari total daya yang tersedia dari motor
penggeraknya. Maka, hanya sebagian saja dari daya yang tersedia dipakai untuk membongkar
material dari tempatnya, dan ini adalah daya potong (cutting power).

Rasper (1975) mengusulkan suatu persamaan untuk menghitung daya potong dari gigi
BWE,

0.0054
Nc = h . FL (L* . ns . R )0.5

dimana :

Nc = Daya potong penggerak, kW.

FL = Tahanan potong spesifik linear (O&K Wedge test), kN/m.

h = Efisiensi.

L* = Produksi, bcm/jam.

ns = Jumlah penuangan buket per menit.

R = Jari-jari roda besar, m.

Angka tahanan potong spesifik linear (FL) diperoleh dari uji O&K Wedge. Menurut
Rodenberg (1987), para ahli BWE di Russia cenderung menggunakan tahanan potong
spesifik luas (FA), sedangkan pihak Jerman lebih menyukai angka tahanan potong spesifik
linear (FL). Sebagai gambaran bahwa penggunaan tahanan potong spesifik luas (FA) banyak
dipakai untuk menganalisis material yang relatif lebih keras.

2.2.7.2. Bölükbasi, Koncagül & Pasmehmetoglu (1991)

Bölükbasi dkk (1991) menemukan bahwa angka-angka tahanan potong spesifik luas (FA)
memiliki korelasi yang baik dengan Energi Spesifik Laboratrium (ESL) yang diperoleh dari
Core Cuttability Test (Roxborough, 1987). Mereka juga menyatakan bahwa tahanan potong
spesifik luas (FA) sangat dipengaruhi oleh ukuran percontoh dan anisotropik material bila
ukuran percontoh standard tidak dapat dipenuhi, dan bila uji-nya tidak dapat dilakukan tegak
lurus terhadap bidang perlapisan. Sebaliknya, ESL tidak dipengaruhi oleh ukuran percontoh
dan arah uji potongnya dapat dengan mudah disesuaikan untuk normal terhadap bidang
perlapisan.

Berdasarkan penemuan kriteria kemampugaruan yang sudah dipublikasikan oleh para


peneliti pendahulu, sebuah kriteria baru tentang kemampugalian dengan menggunakan ESL
diberikan oleh Bölükbasi dkk (1991). Kriteria ini menunjukkan bahwa suatu massa batuan
dengan maksimum ESL sebesar 3.27 Mj/bcm masih dapat digali (lihat Tabel 5). Bila angka

17
ini dibandingkan dengan kriteria cuttability untuk roadheader menurut McFeat-Smith &
Fowell (1979) pada Tabel 4, jelas bahwa selang-selang ini adalah tipikal batuan yang masih
dapat digali dengan roadheader dengan mudah.

2.2.7.3. Schroder & Trumper (1993)

Dipihak lain, Schroder & Trumper (1993) menemukan bahwa kinerja BWE bergantung
kepada kekuatan material dan sifat plastisitasnya. Mereka juga berpendapat bahwa abrasivitas
batuan menentukan tingkat kerusakan alat gali-pick, sedangkan kekar dapat berpengaruh
positif atau negatif tergantung kepada kondisi kekarnya. Panduan berikut ini (Tabel 5-6)
merupakan kriteria kemampugalian BWE terhadap kuat tekan batuan utuh menurut mereka.

Tabel 5. Kriteria kemampugalian oleh BWE berdasarkan Energi Spesifik Laboratrium


(Bölükbasi, Koncagül & Pasmehmetoglu, 1991)

Energi Spesifik Laboratrium - MJ/bcm

Kelas Minimum Maksimum

Mudah 0.5 1.94

Mampugali 1.12 3.72

Keras 1.73 4.81

Agak keras 2.64 8.58

Tidak > 2,64 > 8.58


mampugali

Tabel 6. Panduan analisis kemampugalian menurut UCS

(Schroder & Trumper, 1993)

UCS Material Kemampugalian


(MPa)

> 200 Basalt, granite -

100 - 200 Quartzite, siliceous limestone -

20 - 100 Gneiss, limestone Hingga 50 MPa dengan SM

18
5 - 20 Sandstone, shale, marl, Dengan BWE kompak
claystone

<5 Salt, chalk, unconsolidated Mudah digali oleh kebanyakan


rock mesin

2.3. ALAT GALI MEKANIK KONTINYU

Perlu diketahui disini bahwa bab ini membahas sejarah perkembangan alat gali mekanik
kontinyu yang terdiri dari BWE dan continuous miner, baik untuk tambang bawah tanah
maupun untuk tambang terbuka. Yang dimaksud dengan alat gali mekanik kontinyu adalah
peralatan gali yang relatif kompak dengan sistem gali dimuka alatnya dimana proses
potong/gali, peremukan dan pemuatan berada pada satu mesin itu sendiri tanpa adanya
interupsi.

Pentingnya penggunaan alat gali mekanik kontinyu dapat ditunjukkan oleh fakta yang
menyatakan bahwa kurang lebih 85% dari material solid ditambang secara terbuka, dan
setengahnya relatif lunak dimana alat gali mekanik kontinyu berperan aktif (Tilmann
&Weise, 1987 dan Rodenberg, 1987).

2.3.1. PERKEMBANGAN BUCKET WHEEL EXCAVATOR

Pertamakali BWE ditunjukkan sebagai alat gali adalah pada gambar pelukis Leonardo Da
Vinci. Pertamakali BWE beroperasi sebagai alat gali adalah di Sungai Wesser, Jerman.
Diameter rodanya 12 m dan digerakkan dengan prinsip wind-mill. Pada tahun 1836 roda
sejenis muncul di Lubeck, Jerman Utara.

Patent pertama di US, no. 242.484 (lihat Gambar 8), diberikan kepada Charles A Smith
pada 7 Juni 1881 untuk alat gali tanah. Didalam Patent tersebut terdapat sejumlah informasi
mengenai cara pembuatan dan operasi BWE. Tetapi sayanganya alat tersebut tidak pernah
beroperasi.

Patent BWE lainnya juga diberikan oleh Pemerintah Perancis pada 6 Mei 1908 kepada
Robert Glogner. BWE ini dilengkapi dengan belt conveyor yang diletakkan persis dibawah
titik pusatnya. Belt conveyor dan BW nya tidak bisa di-naikkan, turunkan dan putarkan,
tetapi bisa dipanjang pendekkan sehingga kedalaman penggalian (cutting depth) dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Mesinnya menggunakan tenaga penggerak mesin uap.

BWE pertama yang menggunakan mesin diesel dan bergerak diatas crawler untuk
tambang terbuka dibuat pada tahun 1925. BWE ini dibuat oleh Maschinenbau-Anstalt

19
Humbolt bekerjasama dengan perusahaan tambang batubara Eintracht" dengan ukuran buket
0.075 m3. Alat ini dipakai untuk membongkar lapisan interburden batu pasir (sandstone).

2 1

6 5 4 3 2 1

1. Bucket wheel 4. Slewinggear


2. Belt conveyor 5. Travel gear
3. Bucket wheel boom 6. Discharge chute

Gambar 8. U.S. Patent No. 242.484 Bucket Wheel Excavator (Durst & Vogt,
1988)

Baru pada tahun 1931 teknologi motor listrik berkembang sehingga sebuah BWE dapat
dibuat dengan tenaga penggerak listrik menggantikan tenaga diesel dan mesin uap yang
kapasitas buketnya bervariasi mulai dari 0.06, 0.09 dan 0.15 m3.

BWE baru menjadi alat terkenal di industri penambangan batubara Jerman pada 1934,
ketika sebuah BWE dipasang di atas tiga buah crawler dan alat ini bekerja di tambang
"Bitterfeld". Berat mesin ini 352 ton dengan ground pressure rata-rata 100 kPa.

Perkembangan pembuatan BWE dan penggunaanya di tambang terbuka batubara memicu


para pembuat mengeluarkan kode standard agar memudahkan orang mengenal ukuran dan
tipe BWE. Oleh karena itu dikeluarkanlah suatu kode seperti berikut :

Inom 825
Sch Rs T xH Sebagai contoh, Sch Rs 0.8 x 15

dimana :

Sch = Bucket wheel excavator

R = Mounted on crawlers

s = Slewable superstructure

Inom = Kapasitas buket nominal, liter

T = Dalam penggalian dibawah gari crawler, m

20
H = Tinggi penggalian di atas garis crawler, m

Rancangan mesin standard sekarang ini adalah kompak dengan dimensi lebih kecil dan
berat total lebih ringan. Mesin ini disebut Kompak BWE. Salah satu contoh Kompak BWE
800
adalah BWE SchRs 1.2 15 yang dipakai di Tambang Air Laya, Sumatra Selatan.

BWE dapat dikatakan ekonomis bila dapat membongkar dan mengangkut sejumlah besar
material untuk periode yang lama. Keberhasilan pekerjaan penggalian dengan BWE tidak
saja karena BWEnya itu sendiri tetapi juga peralatan penunjangnya. Hal ini mulai dari
perencanaan, pekerjaan persiapan, operasi BWE, pengangkutan material. Yang paling
penting untuk dipelihara adalah sistem pengangkutan menerusnya. Hal ini karena
pengangkutan material menggunakan belt conveyor panjang (lihat Gambar 10), yang kalau
sedikit saja tidak lurus akan menyebabkan belt bergerak keluar titik pusat dan akhirnya
material akan tumpah dan mengganggu operasi.

Oleh karena itu adalah mutlak bahwa pergeseran belt conveyor dilakukan dengan
seksama sesuai dengan kemajuan penambangan. BWE banyak digunakan tidak saja pada
tambang terbuka batubara melainkan juga di tambang kaolin, oil-sand, bauksit, oil-shale,
bijih tembaga, posfat, bijih pasir besi, intan, bijih mangan, gamping, lempung dan gravel
(Golosinski, 1984; Rodenberg, 1987; Bordia, 1987; Golosinski & Singhal, 1987; Schroder &
Trumper, 1993).

Mulai tahun 70-an, BWE tidak saja dibatasi untuk menggali material tanah. Alat ini mulai
menggantikan peralatan gali material keras seperti power shovel, dragline, dozer dan front-
end loader untuk tingkat produksi yang sama.

Namun demikian penggunaan BWE masih dalam batas kemampuan gigi buket untuk
merobek material. Menurut pengalaman meningkatnya penggunaan BWE disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :

(1) Karena sistem operasi kontinyu dan bobot struktur lebih rendah, alat ini secara fisik
lebih kecil dibanding dengan alat gali konvensional lainnya untuk mengerjakan tugas yang
sama.

(2) Kebutuhan daya singkatnya lebih kecil daripada shovel dan dragline karena tidak ada
perbedaan daya puncak yang tinggi.

(3) Jari-jari pemuntahan material dapat dirancang cukup jauh sehingga BWE tidak perlu
bekerja satu tingkat dengan alat transportnya, dan material bongkaran dapat dimuat ke-dalam
berbagai macam alat angkut.

(4) Sebuah BWE dapat dirancang untuk beroperasi secara efisien untuk berbagai tinggi
dan kemiringan jenjang dan juga dapat beroperasi dalam kondisi material lembek.

21
(5) Selective mining dapat diterapkan dengan mengontrol gerak penggalian.

(6) Hasil penggalian berupa material berukuran relatif kecil yang memungkin-kan
pemuatan langsung ke belt conveyor tanpa preparasi tambahan lainnya.

(7) Otomatisasi operasi BWE dapat dilakukan dengan mudah, mengurangi jumlah
pekerja.

Kerugian utama pengggunaan BWE adalah rendahnya mobilitas dan ketidakmampuannya


menggali material keras serta konsentrasi boulder besar.

Menurut Golosinski (1984) BWE heavy-duty dengan gaya gali tinggi sudah banyak
dipakai secara luas di Russia untuk menambang bijih mangan, besi dan batubara. Sebuah
BWE di tambang batubara Ekibastuz bekerja pada material dengan kuat tekan maksimum
25 MPa dan memiliki lapisan shale dan sandstone setebal 3 m dengan kuat tekannya sampai
75 MPa. Contoh lainnya adalah tambang batubara di Semirara, Filipina, dimana BWE produk
Voest Alpine dapat menghasilkan gaya putar sebesar 180 kN.

Permintaan konsumen untuk penggalian material yang relatif keras dalam jumlah besar
dan efisien mengilhami O&K untuk melahirkan kompak BWE yang mampu menggali
material gamping di Tambang gamping Teutonia dekat Hannover, dengan kuat tekan antara
13-20 MPa (Schroder & Trumper, 1993). Akhirnya O&K membuat Kompak BWE dengan
tipe BWE S400/250 (lihat Gambar 11). Out-put teoritik adalah 1080 cm/jam dari diameter
roda 5.6 m dengan daya motor roda sebesar 315 kW.

BWE S400/250 ini dilengkapi dengan 16 buket dan 16 pre-cutter dan menggali dengan
kecepatan 2.9 m/detik. Masing-masing buket dipasang terpisah dan duduk berdekatan satu
sama lain pada rodanya. Oleh karenanya kesemua buket dilas ke badan roda dan alat potong
nya dirancang untuk tahan lama.

2.3.2. PERKEMBANGAN CONTINUOUS MINERS

Bagian ini membahas sejarah perkembangan continuous miner baik untuk tambang
bawah tanah maupun tambang terbuka. Perkembangan continuous surface miners (CSM)
mulanya berasal dari continuous miner tambang bawah tanah sekitar 10 tahun yang lalu.

Walaupun peledakan adalah pilihan utama untuk pembongkaran material keras,


keuntungan alat gali mekanis tampaknya meningkat untuk berbagai proyek penggalian dan
ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti :

(1) Keuntungan ekonomis

(2) Memiliki faktor keamanan yang lebih baik

(3) Mudah untuk otomatisasi

(4) Dapat melakukan penggalian dengan lebih akurat

22
(5) Dinding penggalian tidak hancur, terawat dan tetap stabil.

(6) Ukuran hasil bongkaran dapat diangkut dengan belt conveyor dengan mudah

(7) Penggunaannya meningkat pada daerah yang membatasi vibrasi peledakan

Penggunaan efektif alat potong drag tool pada alat gali bawah tanah telah terbukti pada
tambang batubara bawah tanah. Hal ini terus berlanjut pada pengggalian lapisan interburden
batubara hingga ke formasi batuan yang lebih lunak. Ringkasan perkembangan peralatan gali
mekanik bawah tanah, yang sebenarnya untuk batubara ditunjukkan pada Gambar 12.
Beberapa skematik diagram dari alat yang disebutkan pada Gambar 12 dapat dilihat pada
gambar-gambar selanjutnya.

Rock ex cavation mach ines

D rag tool D isk cutte r

So ft r ock T unn elli ng Cir cu lar fu llface Rai se bor in g Sh aft si nkin g
mine ral p ro duction and T BM machin es machin es
(coal ) de velo pment

Robb ins
mobi le
L on gwall Continuo us A xial Road mine r
machin es mine r bo ri ng he ade r
machin es

Coal pl ough Pickmat A xial


T r epanner H ar dhe ad T r ansve rse
Sh ear er

Gambar 12. Tipe utama alat gali mekanik bawah tanah (Fowell, 1993)

Untuk kepentingan tambang terbuka, berbagai cara telah dicoba untuk membuat
continuous surface miner bagi tambang terbuka yang ekonomis dan mampu bersaing dengan
pemboran peledakan. Untuk itu beberapa produk seperti, Voest Alpine Surface Miner, Krupp
Surface Miner, Wirtgen Surface Miner dan Huron Surface Miner sudah dipakai pada
berbagai tambang terbuka dengan tingkat kesuksesan yang berbeda. Teknik pemboran-
peledakan dan alat potong gali semakin meningkat, dan peralatan konvensional seperti
ekskavator, dozer, dragline dan front-end loader juga semakin besar, canggih dan kokoh
sehingga memberikan tingkat produktivitas yang tinggi serta nilai ekonomi yang baik.

Namun perlu dicatat disini bahwa Surface Miner (SM) lebih cocok untuk selective mining
dari pada untuk penambangan biasa. Hal ini juga menunjang kepentingan ekonomis para
penambang dimana saat ini sumber daya mineral semakin tipis, yang kadarnya juga semakin
rendah. Dengan demikian penambangan material yang ekonomis menjadi tujuan utama.

23
Dalam kaitannya dengan masalah ini Krupp Surface Miner 4000 (KSM-4000) mampu
menggali material setebal 3 cm.

Perusahaan Krupp Industrietechnik dari Jermany perlu waktu 8 tahun untuk dapat
memasarkan KSM-4000 di tambang terbuka Amerika. Salah satu KSM-4000 menggali
batubara bituminuous dengan kuat tekan 25 MPa (lihat Gambar 23). Bahkan menurut
pembuatnya KSM-4000 mampu menggali material hingga kuat tekan 40 MPa, termasuk
batubara keras, bauksit, posfat, gamping, oli sand, gipsum, lempung dan beberapa material
berlapis dimana bidang rekahan dapat membantu penggalian.

Perlu dicatat disini bahwa semua perusahaan pembuat Surface Miner mengembangkan
mesinnya dari kekuatan teknologi awalnya. Misalnya, Krupp Surface Miner berkembang dari
teknologi BWE, sedangkan Voest Alpine Surface Miner berkembang dari roadheadernya.
Perkembangan teknologi ini ditunjukkan pada Gambar 24 dan Tabel 7.

Pada pembongkaran dan pembuatan jalan mesin yang menggunakan prinsip milling
permukaan jalan adalah Wirtgen. Mekanisme ini membuat material yang digali dapat didaur
ulang kembali kepermukaan semula. Skematik alat ini ditunjukkan pada Gambar 25. Produk
model Wirtgen yang ada di pasaran adalah 1900SM, 2600SM, 3000SM, 3500SM, and
4200SM.

KRUPP WIRTGEN VOEST ALPINE


BUCKET WHEEL ROAD MILLING ROADHEADER
EXCAVATOR MACHINE

KSM XXXX WIRTGEN XXXXSM VASM-XX

Gambar 24. Sejarah perkembangan Surface Miner

24
Tabel 7. Klasifikasi Continuous Surface Miners

(modifikasi Klaus Janecke, 1988)

SURFACE MILLING MINER

Drum, centrally Drum, frontal (DWE)

Easi Miner by Huron Continuous Excavators by Forster-


Miller

SM series by Wirtgen WL-50 Excavators by Barber Green

Satterwhite Excavators by Unit Rig

C-Miner by PWH/Paurat

KSM 4000

BOOM MINER

Drum Cut Header

CME-12 by Rahco TB 3000 by Dosco

Voest Alpine Surface Miner WAV 170 by Westfalia


(VASM)

ET-400 by Atlas Copco-Eickhoff

Prototipe pertama Voest Alpine Surface Miner dibuat pada tahun 1988 dan dicoba pada
kuari gamping di Austria. Prototipe ini diikuti dengan tipe VASM-1D dengan lebar dan tinggi
penggalian adalah 4.5 m dan 4 m. Tipe ini kemudian disusul oleh tipe VASM-2D (lihat
Gambar 26). Unit ini mempunyai keistimewaan dalam cara penggaliannya. Drum gali
berputar sambil ber-osilasi kiri-kanan pada sebuah rel sehingga total lebar gali adalah 5 m.
Drumnya berisi 48 alat potong (point attack pick) yang spesifikasinya dapat diubah sesuai
menurut kebutuhan.

25
Tabel 8. Tipe dan karakteristik Eksavator (Bordia, 1987)

Siste Pabrik U Cutting Laju Kapasitas


m pembuat CS depth penggalian maks.

M m m/menit ton/jam
Pa

BWE Takraf - 2 0.2 - 7.0 N/A 1000


Russia Voest- 5
Alpine

Millin Wirtgen/H 1 0.0 - 0.6 0 - 25 2500


g uron 00

Shear PWH C- 1 1.8 - 2.5 0 - 10 2100


er Miner 50

Rotati Voest- 1 N/A 60 - 180 1600


on Alpine Surface 00
Miner*)
Oscill
ation

*) VASM-2D Brosur N/A = Tidak tersedia

26
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Klasifikasi Penggalian menurut system RMR yaitu Kemampuan untuk menaksir


kemampugalian atau potongan suatu massabatuan sangatlah penting, apalagi
bila akan menggunakan alat gali mekanismenerus. Fowell & Johnson (1982)
menunjukkan hubungan yang erat antarakinerja (produksi) Road header kelas
berat (> 50 ton) dengan RMR

 Hubungan antara RMR & Q-Sistem adalah linier.

 Seperti sudah disebutkan bahwa kecepatan seismik sudah banyak dipakai untuk
menduga kemampugaruan suatu massa batuan.

3.2 Saran

Sebelum melakukan penggalian sebaiknya mengetahui terlebih dahulu klasifikasi dari


penggalian pada wilayah yang akan dituju, apakah wilayah tersebut cocok terhadap metode
penggalian pengeboran atau metode penggalian pengeboman.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Adler, L., “Excavating Methods Related to Joint System Stability”, International


Symposium on Geotechnical Stability in Surface Mining”, Calgary, 1986.

2. Adler, Lawrence dan Naumann, Hans E., “Analyzing Excavation and Materials
Handling Equipment”, Department of Mining Engineering, Virginia Polytechnic Institute,
Blacksburg, Va, 1970.

3. Dwinagara, Barlian. 2014. Buku Panduan Praktikum Teknik Peledakan, Laboratorium


Pemboran & Peledakan Jurusan Teknik Pertambangan, UPN “Veteran” Yogyakarta:Yogyakarta.

4. Martin, J. A., et.al., “Surface Mining Equipment”, Martin Consultant Inc., Golden,
Colo, 1982.

4. Suseno Kramadibrata, “Pemindahan Tanah Mekanis”, Jurusan Teknik Pertambangan,


FTM-ITB, 1997.

28

Anda mungkin juga menyukai