Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

KONJUNGTIVITIS NON INFEKSI


DISUSUN OLEH:

Yudi Pratama

(15710276)

PEMBIMBING:

dr. Moh. Tauhid Rafii , Sp.M

dr. Pinky Endriana H, Sp.M

dr. Miftakhur Rochma, Sp.M

SMF Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1
1.1 Latar Belakang

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih


mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya
berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya
kontak lensa. 1

Beberapa tipe konjungtivitis dan penyebabnya antara lain adalah oleh bakteri,
klamidia, virus, riketsia, penyebab yang berkaitan dengan penyakit sistemik, jamur,
parasit, imunologis, sebab kimia atau iritatif lainnya, penyebab yang tidak diketahui
dan sekunder oleh karena dakriosistitis atau kanalikulitis. Diantara penyebab-
penyebab tersebut, yang paling sering diketemukan di masyarakat adalah
konjungtivitis disebabkan Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidis, kebanyakan strain adenovirus
manusia, herpes simplex virus tipe 1 and 2, and dua picornaviruses. Dua agen yang
ditularkan secara seksual yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Chlamydia
trachomatis and Neisseria gonorrhoeae.

Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata


berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan
dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.
Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi
mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak
kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul benjolan di kelopak
mata.Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata
sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri
biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam
jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis virus biasanya tidak
diobati, karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian,
beberapa dokter tetap akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih

2
sehingga infeksi sekunder oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk
1, 3
mengatasi kekeringan dan rasa tidak nyaman di mata.

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati


konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di
bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres
hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin
cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat
diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan
alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk
konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan
dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa
kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi
peradangan dan rasa gatal di mata. 3

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa


kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya
berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

3
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi
vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi, atau Radang pada selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata.1,

Konjungtivitis di bedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh


mikro-organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.2

Konjungtifitis non infeksi adalah suatu keradangan pada konjungtifa yang


utamanya tidak disebabkan oleh aktifitas mikro-organisme.

2.2 Anatomi

Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran
mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi
permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata

yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva
palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya, konjungtiva ibagi
menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.

4
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus.Pada konjungtiva palpebra,
terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara bertahap dari forniks ke limbus
dengan membentuk epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada daerah marginal
kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa keratinisasi yang
lebih tipis. Dibawah epitel tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan
ikat longgar yang terdiri dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada
tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat
pada daerah kornea.3

Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva 5,6

.
Gambar 2.5. Anatomi Konjungtiva

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikut i pola arterinya membentuk jaringjaring
vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun
dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh
limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak. 1

5
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)
nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 1,3

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan


kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata,
dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, akt ivitas
lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa
ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa
tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA 1,2

Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi menjadi dua
grup besar yaitu 3,4

1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.

2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan
kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun
karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah
yang rendah menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air
mata bukan merupakan medium yang baik. 1

2.3 Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
Infeksi olah virus atau bakteri
Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet
dari las listrik atau sinar matahari. 3

2.4. Gejala-gejala dari konjungtivitis secara umum antara lain:

1. Hiperemia.

6
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah
konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam
perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk
konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang hiperemia,
lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk diferensial
diagnosa. Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti
skleritis atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi:
11,12

Injeksi konjungtiva(merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak


bersama dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke
arah limbus).
Injeksi perikornea(pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed
pada tepi limbus).
Injeksi siliar(tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan
tidak bergerak pada episklera di dekat limbus).
Injeksi komposit(sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau
struktus yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan
konjungtivitis bakterial, dan penampakan merah susu menandakan
konjungtivitis alergik. Hiperemia tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi
dari sebab fisik, seperti angin, matahari, asap, dan sebagainya, tetapi mungkin
juda didapatkan pada penyakit terkait dengan instabilitas vaskuler(contoh,
acne rosacea). 12

7
Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva
dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker
D, Spraul CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

2.Discharge ( sekret )
Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.1

3.Chemosis ( edema conjunctiva )


. Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik
akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau konjungtivitis
meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari
konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang,
chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross. 12

Gambar 4. Kemosis pada mata

8
Dikutip dari http://www.eyedoctom.com/eyedoctom/EyeInfo/Images/Chemosis2.jpg

4.Epifora (pengeluaran berlebih air mata)


Lakrimasi yang tidak normal(illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan
asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat berasal
dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan juga ditemui
dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas pengeluaran air mata.
Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus
menandakan keratokonjungtivitis sika. 12

5.Pseudoptosis
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi
sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra superior. 3

6.Hipertrofi folikel
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva
dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali
sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan menggunakan
slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan mengitarinya.
Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada semua kasus
konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus
konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh
medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas, tetapi ketika
diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya
konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal). 12
.

9
Gambar 5. gambaran klinis dari folikel
Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on
Ophthalmology. 9th edition. India: Blackwell Publishing; 2003

7.Hipertrofi papiler

Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva


terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah yang
membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan eksudat)
mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang
menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan
terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada
kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh
12
jaringan granulasi atau jaringan ikat. Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva
biasanya mempunyai penampilan yang halus dan merah normal. Konjungtiva dengan
papila berwarna merah sekali menandakan kelainan disebabkan bakteri atau
klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali merupakan
karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior,
menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan
sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada
limbus, terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang
terbuka(antara jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai
gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari
keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik. 12

10
Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler
Dikutip dari www.onjoph.com

8.Membran dan pseudomembran

Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau konjungtivitis


toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini
terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat
dengan mudah baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya
merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan
dengan perdarahan saat diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang
melibatkan seluruh epitel. 11

Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat


Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-
content/uploads/2007/08/pseudomembrane-eye.jpg

11
9.Phylctenules

Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin


yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya terdiri
dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika
berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak
leukosit polimorfonuklear. 12

10.Formasi pannus

Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan


epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.11,14

Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis


Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th
edition. hal. 63-81

11. Granuloma

Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti
tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma jahitan
postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan
dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada kelainan
seperti sindroma okuloglandular Parinaud.

12
Gambar 17 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari
Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-
81

12. Nodus limfatikus yang membengkak.

Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di


preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak mempunyai
arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis viral.
12

2.4 Klasifikasi

Konjungtivitis, terdiri dari:


1. Konjungtivitis bakterial Akut
2. Konjungtivitis virus Akut
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Konjungtivitis iritasi atau kimia 1 3

2.4.1 Konjungtivitis Bakterial Akut

Definisi

Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus,


Corynebacterium diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3

13
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus,
dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai. 3

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa
hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4

Diagnosis

Hiperemi Konjungtiva
Edema kelopak dengan kornea yang jernih
Kemosis : pembengkakan konjungtiva
Mukopurulen atau Purulen4

Pemeriksaan
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan segmen anterior bola mata
Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya. 5

14
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman
seperti seprei, kain, dll.1,5

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui


dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear.1,2,3 Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan
biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen,
bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun
sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika
telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan. 6

Terapi

Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat
diteteskan tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1
minggu. Pada malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi
hari dan mempercepat penyembuhan1, 3

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides.
Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus


dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
secara khusus hygiene perorangan. 1,4

15
Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat


berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat
berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi
gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil akhir
konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan


menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.

Pencegahan

Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan


sesudahmembersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata
yang sakit.
Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni
rumah lainnya.8

2.5.1 Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

a). Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit


tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan

16
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel.
Yang khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1

Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan


kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6

Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada


bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada
orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6

Terapi

17
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam
sekitar 10 hari. 1

2.6 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

2.6.1Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

A. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Tanda dan gejala


Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu
hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah,
dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan tenggelam dalam jaringan
sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva
bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab
tenggelamnya tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien
telah mengucek matanya.

Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000
yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30
menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya
sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun
sering kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.

B. Konjungtivitis Vernalis
suatu inflamasi mata bagian luar yang bersifat musiman dan dianggap sebagai
suatu alergi. 7

18
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel)
yang melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai
rangsangan (seperti serbuk sari atau debu tungau) . Mediator ini menyebabkan radang
pada mata, yang mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang
memiliki tingkat mata merah alergi.7

Diagnosis
Ditemukan adanya tanda-tanda radang konjungtiva
Ditemukan adanya giant papil pada konjungtiva palpebra superior
Ditemukan adanya tantras dot pada limbus kornea
Kadang disertai shield ulcer
Bersifat kumat-kumatan1, 3
Gejal danTanda :
Mata merah (biasanya rekuren)
Kadang disertai rasa gatal yang hebat
Adanya riwayat alergi
Adanya hipertrofi papil difus pada konjungtiva tersal terutama superior
Adanya penebalan limbus dengan tantras dot
Discharge mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi
sekunder4,7

Terapi
Kasus ringan : terapi edukasi (menghindari allergen, kompres dingin, ruangan
sejuk, lubrikasi, salep mata), pemberian antihistamin (topical levokabastin,
emestadine), vasokonstriktor (phenileprine, tetrahidrolozine), mast cell stabilizer
(cromolin sodium 4% alomide)
Kasus sedang-berat : mast cell stabilizer (cromolin sodium 4% alomide),
antiinflamasi steroid topika (ketorolac 0,5%), kortikosteroid topical atau agen
modulator siklosporin. Pada pasien denga sheld ulcer bias diberikan sikloplegik yang
agresif (atropine 1%, homatropin 5%, atau skopolamin 0,25%) dan antibiotic topikal
Dapat diberikan antihistamin sistemik.8

C. Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian


palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla
halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis

19
vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa
pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea
yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis
terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi,
dan ketajaman penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.
Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-
larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis
vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun. 3,4

Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat


sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10


mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200
mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini.
Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut
dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3

2.6.2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,

20
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia
trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1

Tanda dan Gejala


Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah,
menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga,
dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera
menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan
pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea,
bulbus, dan sangat jarang di tarsus. 1

Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata,


namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat.
Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan
defisiensi diet.

Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi
sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus
aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 1
2.7.1 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun:

Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).

Gejala:
- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding
dengan tanda-tanda radang.
- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang
siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.
- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
- Pewarnaan Rose bengal uji diagnostik.

Pengobatan:

21
- air mata buatan vitamin A topikal
- obliterasi pungta lakrimal.

2.8 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yangmasuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan
berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut)
menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut
belum dapat ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada
efek pada mata yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan
terasa mengganggu secara menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi
jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan. 5,6

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau


larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara
mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah
kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan
beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan
symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar
berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika

22
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik. 4,6

2.9 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang


diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam
bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang
diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap
agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae. 2,3

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa


neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri
atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau
sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-
minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan. 5,6

23
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama : An. T
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : siswa
Alamat : Sidoarjo
Tanggal pemeriksaan : 3 September 2012

3.2. Anamnesa
Keluhan utama : mata merah
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli mata karena mata kanan dan kiri berwarna merah, gatal,
mengeluarkan banyak air, dan sering belekan. Sedangkan pengelihatan mata
kanan dan kiri tidak ada masalah. Pasien mengaku mengalami gejala ini sejak

24
setahun yang lalu dan sering kumat-kumatan, terutama bila hawa panas dan
terkena sinar matahari.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sudah berulang kali mengalami gejala-gejala ini sejak setahun yang
lalu.

Pasien tidak punya riwayat asma, dermatitis atopik, alergi makanan, dan
alergi obat disangkal.
Riwayat terapi:
Pasien rutin berobat ke poli mata kalau penyakitnya kambuh.
Sebelumnya dari poli mata pasien mendapat obat vernacel dan conver.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Dalam keluarga pasien saat ini tidak ada yang sakit seperti ini
Keluarga derajat satu pasien tidak ada riwayat penyakit yang berkaitan
erat dengan alergi.

Riwayat Lingkungan:
Di lingkungan pasien tidak ada yang sakit seperti ini
Pasien sering bermain diluar rumah sepulang sekolah.
3.3. Pemeriksaan
1. status general
- keadaan umum : cukup
- kesadaran : compos mentis
- gizi : cukup
- vital sign : tensi 120/80 mmHg,
nadi 90x/menit,
suhu 36,8
- Kepala leher : A/I/C/D : -/-/-/-
Pembesaran KGB (-)
- thorax : cord dan pulmo dalam batas normal
- andomen ; dalam batas normal
- ekstremitas : dalam batas normal

25
2. status lokalis
Okuli Dextra Okuli Sinistra
Proyeksi Iluminasi BSA BSA
Fluorescein Test (-) (-)
Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)
Ekimosis (-) Ekimosis (-)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Ekimosis (-) Ekimosis (-)
Konjungtiva Tarsus Hiperemia (+) Hiperemia (+)
Hipertrofi papiler (+) Hipertrofi papiler (+)
Superior
Giant papil (+) Giant papil (-)
Hipertrofi folikel (-) Hipertrofi folikel (-)
Hordeolum (-) Hordeolum (-)
Chalazion (-) Chalazion (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Pseudomembran (-) Pseudomembran (-)
Konjungtiva Tarsus Hiperemia (+) Hiperemia (+)
Hipertrofi papiler (-) Hipertrofi papiler (-)
Inferior
Hipertrofi folikel (-) Hipertrofi folikel (-)
Hordeolum (-) Hordeolum (-)
Chalazion (-) Chalazion (-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Pseudomembran (-) Pseudomembran (-)
Konjungtiva Bulbi CVI (+) CVI (+)
PCVI (-) PCVI (-)
Bleeding (-) Bleeding (-)
Pterigium (-) Pterigium (-)
Pinguekula (-) Pinguekula (-)
Kemosis (-) Kemosis (-)
Sklera Hiperemia (-) Hiperemia (-)
Kornea Keruh (-) Keruh (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Pannus (-) Pannus (-)
KP (-) KP (-)

Limbus Horner trantas dots(-) Horner trantas dots(+)

26
Flare (-) Flare (-)
Kamera Okuli Anterior Hipopion (-) Hipopion (-)
Iris Edema (-) Edema (-)
Refleks pupil (+) Refleks pupil (+)
Sinekia posterior (-) Sinekia posterior (-)
Lensa Katarak (-) Katarak (-)

3.4. Resume
Seorang anak perempuan berusia 14 tahun dapat ke poli mata RSD Sidoarjo,
mengeluhkan mata kanan dan kiri berwarna merah, gatal, mengeluarkan
banyak air, dan sering belekan. Sedangkan pengelihatan mata kanan dan kiri
tidak ada masalah. Pasien mengaku mengalami gejala ini sejak setahun yang
lalu dan sering kumat-kumatan, terutama bila hawa panas dan terkena sinar
matahari.
Pada pemeriksaan didapatkan:
- VOD/VOS =5/5 ; 5/5.
- OD :
o Hiperemia (+) konjungtiva tarsus superior et inferior.
o CVI (+)
o Hipertrofi papiler (+) dan ditemukan adanya giant papil pada
konjungtiva tarsus superior.
- OS :
o Hiperemia (+)konjungtiva tarsus superior et inferior.
o CVI (+)
o Hipetrofi papiler (+) kongjungtiva tarsus superior.
o Horner trantas dots (+) pada limbus

3.5 Diagnosa: ODS konjungtivitis vernalis.

3.6 Penatalaksanaan:
- Planning Diagnostik : (-)
- Medikamentosa :
Vascon-A 3x1 tetes /hari selama 7 hari
Epinastine HCL 0,05% 2x1 tetes/hari /7hari

- Edukasi :
Hindari sinar matahari langsung pada mata dengan
pengunaan penutup kepala.

27
Berada pada lingkungan atau ruangan dingin saat
beraktivitas .
Penggunaan kompres dingin pada kedua mata saat
setelah beraktivitas di cuaca yang panas.
Teratur mengunakan obat yang di anjurkan.

- Monitoring: Kontrol pada hari ke 7 setelah pengobataan.


Evaluasi keluhan pasien saat kunjungan ke dua.
Evaluasi kelainan patologis dari hasil pemeriksaan
pada kunjungan ke dua.
Evaluasi evektifitas terapi sebelumnya pada kunjungan
ke dua.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section


11. San Fransisco: MD Association, 2005-2006
2. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998

3. Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003, hal
2, 134.
4. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005

5. Putz, R. & Pabst R. Sobotta. Jilid 1. Edisi 21. Jakarta: EGC, 2000. hal 356.
6. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta. 2002
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
8. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983

28
29

Anda mungkin juga menyukai