Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kebakaran

Menurut Soehatman Ramli pada tahun 2010, kebakaran adalah api

yang tidak terkendali artinya diluar kemampuan dan keinginan manusia.

Menurut Standar Nasional Indonesia, kebakaran adalah sebuah fenomena

yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi

secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas,

nyala api, cahaya, uap, asap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau

produk dan efek lainnya.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

26/PRT/M/2008 tentang persyaratan teknis sistem proteksi kebakaran pada

bangunan gedung dan lingkungan, bahaya kebakaran adalah bahaya yang

diakibatkan oleh adanya anacaman potensial dan adanya derajat terkena

pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api,asap

dan gas yang ditimbulkan.

Menurut Zaini (1998), kebakaran yaitu reaksi kimia yang

berlangsung cepat serta memancarkan panas dan sinar. Kebakaran menurut

Perda DKI Jakarta (1992) adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada

tempat yang tidak kita kehendaki, merugikan dan pada umumnya sukar

dikendalikan.

Sedangkan menurut Basri (1998), yang dimaksud dengan

kebakaran adalah suatu hal yang sangat tidak diinginkan. Kebakaran dapat

8
9

merupakan penderitaan dan malapetaka, khususnya terhadap mereka yang

mengalami kebakaran.

2.2 Teori Segitiga Api

Menurut Polis Asuransi Kebakaran Indonesia (PAKI) terjadinya

kebakaran memerlukan tiga unsur.

1. Adanya bahan yang mudah terbakar

2. Adanya cukup oksigen sebagai oksidator

3. Adanya suhu yang cukup tinggi dari bahan yang mudah terbakar (panas)

Konsep model segitiga api tersebut dapat dikembangkan dengan

menambahakan satu unsur baru yaitu reaksi kimia. Dan selanjutnya model

segitiga ini dikenal dengan konsep bidang empat api (tetrahedron).

Gambar 2.1

Gambar segiempat api (Tetrahedron)

Sumber : https://ahmadnooryuhdi.wordpress.com

Didalam peristiwa terjadinya kebakaran terdapat tiga elemen yang

memegang peranan penting yaitu adanya bahan bakar, oksigen, panas.

Kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis yang berlangsung

dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai yang disertai dengan
10

timbulnya api/penyalaan. Bahan bakar dapat berupa bahan padat, cair, dan

gas. Pada bahan bakar yang menyala, sebenarnya bukan unsur itu sendiri

yang terbakar melainkan gas/uap yang dikeluarkan (Depnaker, 1987).

Apabila bahan bakar, zat pengoksidasi, dan sumber nyala berada

secara bersama-sama pada kondisi tertentu, maka kebakaran dapat terjadi,

hal ini berarti kebakaran tidak dapat terjadi jika :

a. Tidak ada bahan bakar atau bahan bakar tersebut tidak dalam jumlah

yang cukup.

b. Tidak ada zat pengoksidasi/oksigen atau zat pengoksidasi tidak dalam

jumlah yang cukup.

c. Sumber nyala tidak cukup kuat untuk menyebabkan kebakaran.

2.3 Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan atau pembagian

kebakaran berdasarkan jenis bahan bakarnya. Dengan adanya klasifikasi

tersebut akan lebih mudah, lebih cepat dan lebih tepat pemilihian media

pemadaman yang dipergunakan untuk memadamkan kebakaran. Di

Indonesia menganut klasifikasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.04/Men/1980 yang menurut jenisnya

adalah:

1. Kelas A

a. Bahan padat selain logam yang kebanyakan tidak dapat terbakar

dengan sendirinya, kebakaran kelas A ini adalah akibat panas yang


11

dating dari luar, molekul-molekul benda padat terurai dan

membentuk gas dan gas ini lah yang terbakar.

b. Aplikasi media pemadam yang cocok adalah bahan jenis basa yaitu

air. Prisip kerja air dalam memdamkan api adalah menyerap kalor

atau panas dan dapat menembus sampai bagian yang dalam.

2. Kelas B

a. Bahan cairan dan gas yang tidak dapat terbakar sendirinya. Diatas

cairan pada umumnya terdapat gas dan gas inilah yang dapat

terbakar.

b. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan cair adalah

bahan jenis busa. Prisnip busa dalam memadamkan api adalah

menutup permukaan cairan yang akan mengapung pada permukaan.

c. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk bahan gas adalah jenis

bahan pemadam yang bekerja atas dasar substitusi oksigen dan atau

memutuskan reaksi berantai yaitu jenis tepung kimia kering atau

gas CO2 atau gas halon.

3. Kelas C

a. Kebakaran pada listrik yang bertegangan, yang mana sebenarnya

kelas C ini tidak lain dari kebakaran kelas A dan B atau kombinasi

dimana ada aliran listrik.

b. Aplikasi media pemadam yang cocok untuk kelas C adalah bahan

jenis kering yaitu tepung kering, gas CO2 atau gas halon.
12

4. Kelas D

a. Kebakaran logam seperti Magnesium, titanium, Uranium, Sodium,

Lithium dan Potasium. Kebakaran logam memerlukan pemanasan

awal yang tinggi dan akan menimbulkan temperatur yang sangat

tinggi.

b. Bahan pemadam untuk kebakaran logam tidak dapat menggunakan

air dan bahan pemadam seperti pada umumnya, justru akan

menimbulkan bahaya. Maka harus dirancang secara khusus yang

prinsip kerjanya adalah menutup permukaan bahan yang terbakar

dengan cara menimbun.

2.4 Penanggulangan Bahaya Darurat Kebakaran

Di dalam Keputusan Mentri Tenaga Kerja RI

No.KEP.186/MEN/1999 menimbang bahwa kebakaran ditempat kerja

sangat merugikan baik bagi perusahaan, pekerja maupun kepentingan

pembangunan nasional, oleh karena itu perlu ditanggulangi. Bahwa untuk

menanggulangi kebakaran di tempat kerja, diperlukan adanya peralatan

proketsi kebakaran yang memadai, petugas penanggulangan yang ditunjuk

khusus untuk itu, serta dilaksanakannya prosedur penanggulangan keadaan

darurat.

Peralatan kebakaran harus siap dan aman saat digunakan, oleh

karena itu salah satu upaya untuk menjaga keadaan peralatan agar selalu

dalam kondisi baik ialah dengan melakukan inspeksi. Standar yang

digunakan untuk inspeksi dapat menggunakan standar prosedur di NFPA 25


13

Standar for the inspection Testing and Mintenance of Water-based Fire

Protection System, NFPA 14 Standard for the installation of standpipe and

hose systems, SNI 03-1745-2000 tentang pipa tegak/ fire hydrant, NFPA 10

Standard for Portable Fire Extinguisher, atau standar-standar yang

ditetapkan oleh pemerintah diantaranya Permenkertrans No.04 tahun 1980

mengenai inspeksi APAR dan permenaker No. 02 tahun 1983 tentang

instalasi alarm kebakaran automatik.

2.5 Sistem Proteksi Kebakaran

Sistem proteksi kebakaran terdiri dari dua jenis, yaitu aktif dan

pasif. Membahas tentang sistem berarti membicarakan tiga buah unsur

didalamnya. Yaitu unsur hardware, software dan brainware. Unsur hardware

meliputi peralatan pendukung proteksi kebakaran. Unsur brainware meliputi

sumber daya manusia. Unsur software meliputi program dan prosedur yang

berlaku di perusahaan.

2.6 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif

Sistem proteksi kebakaran pasif (Passive Fire Protection)

merupakan sistem perlindungan terhadap fasilitas atau peralatan untuk

menahan pengaruh panas kebakaran, dipasang secara permanen dan dalam

pengoperasiannya tidak memerlukan penggerak baik secara manual maupun

otomatis (Amiroel, 2015).

2.7 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif

Sistem proteksi kebakaran aktif (Active Fire Protection)

merupakan sistem perlindungan terhadap fasilitas atau peralatan untuk


14

menahan pengaruh panas kebakaran, dipasang secara permanen atau tidak

permanen dan dalam pengoperasiannya memerlukan penggerak baik secara

manual maupun otomatis (Amiroel, 2015).

Active Fire Protection terdiri dari enam elemen yaitu:

1. Sistem pengingat kebakaran (Fire Warning System, Fire Alarm System)

2. Sistem deteksi kebakaran (Fire Detection System)

3. Media pemadam kebakaran (Fire Fighting Agent)

4. Sistem air bakaran (Fire Water Supply System)

5. Sistem pemadam tetap (Fixed Fire Fighting System)

6. Sistem pemadam bergerak (Mobile Fire Fighting System)

2.7.1 Fire Warning System

Sistem perangkat kebakaran (Fire warning System)

digunakan untuk memberitahukan bahwa pada suatu tempat telah

terjadi kebakaran. Contohnya: bel, klakson, sirine, lampu merah, dlsb.

Berdasarkan prinsip kerja nya, dibagi atas :

a. Secara manual

b. Secara semi otomatis

c. Secara otomatis

Pemasnagan fire alarm system untuk beberapa jenis tempat kerja

harus sesuai dengan sifat tempat kerja tersebut. Hal ini dimaksud

untuk menghindar jangan sampai alarm yang dipasang justru membuat

penghuni panik atau ketakutan, yang mana akan dapat menimbulkan

bahaya-bahaya lain.
15

Contoh: bengkel, sebaiknya jenis alarm yang dipakai adalah klakson

atau sirine, sehingga akan terdengar lebih jelas. Rumah sakit jangan

menggunakan sirine/bel/klakson karena hal ini akan mengejutkan para

pasien. Sebainya dipasang lampu atau suara dengung.

Gedung pertujukan: sebaiknya menggunakan lampu-lampu khusus

yang hanya diketahui para penjaga atau karyawan yang ditugaskan,

sehingga mereka bisa membuka pintu keluar dan mengatur para

penonton untuk keluar menyelamatkan diri.

2.7.2 Fire Detection System

Fire Detection System adalah peralatan untuk mendeteksi

adanya api/kebakarab sexara tepat dan cepat untuk diteruskan ke Fire

Station. Dalam pemasangannya, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Kecepatan meluasnya kebakaran

b. Sifat bahan yang dilindungi

c. Waktu tempuh Fire Brigade

Prinsip kerja detector bermacam-macam, misalnya dengan

menggunakan sinar inframerah, ultra violet, ultra sonic, udara

dimampatkan, dsb. Tetapi secara garis besar dibagi menjadi:

a. Heat Detector (detector panas)

Cara kerja nya didasarkan atas:


16

1. Pemuaian logam, cairan atau gas karena adanya kenaikan

panas.

2. Semua bahan bila dipanasi akan mengembang/memuai atau

bertambah panjang. Pertambahan panjang atau pertumbuhan

besar ini digunakan untuk menggerakan (buka-tutup) arus

listrik.

b. Smoke Detector (detektor asap)

Bila ada asap/debu masuk kedalam ruangan pemecah terbuka,

maka akan terjadi kenaikan tahanan dan aliran listrik akan jatuh,

sehingga mengakibatkan adanya tegangan tinggi. Tegangan yang

tinggi akan memutuskan aliran yang lain dan segera akan

menggerakan relay.

c. Detector nyala

1. Ditektor sinar ultraviolet.

a. Unit tabung elektronik yang berisi gas

b. Dioda fotosensitif silicon karbit

c. Kristal molybdeum

d. Tabung jenis geiger mueller

Pemasnagan ditektor sinar ultraviolet ini harus berjarak dekat

dengan sumber bahaya (api) yang dilindungi.

2. Ditektor sinar inframerah.

a. Alat penyaring radiasi yang tidak dibutuhkan


17

b. Saringan listrik untuk memisahkan frekwensi diluar

frekwensi kerdipan nyala.

c. Unit pengatur waktu

Pemasangan ditektor sinar inframerah ini harus berjarak

dekat dengan sumber bahaya (api) yang dilindungi.

2.7.3 Fire Fighting Agent

Media pemadam kebakaran menurut bentuknya dibagi menjadi 3,

yaitu :

a. Padat

Pasir dan tanah efektif untuk memadamkan kebakaran kelas B,

dalam hal ini adalah tumpahan/ceceran minyak. Tepung kimia

serba guna untuk memadamkan kebakaran kelas A,B,C. Tepung

khusus untuk memadamkan kebakaran logam atau kelas D.

b. Cair

Air cocok untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B. Busa

sangat efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B.

c. Gas

Berbagai jenis gas dapat digunakan sebagai pemadam api, namun

hanya gas asam arang dan gas lemas yang banyak dipakai. Gas

Argon juga merupakan media pemadam, hanya tidak lazim karena

mahal.
18

2.7.4 Fire Water Supply System

Sistim penyediaan air bakaran didasarkan pada kebutuhan maksimum

pada kondisi terburuk (the worst case scenario), yang biasanya pada:

a. Kebutuhan tanki timbun atmospheric

b. Kebutuhan proses unit

c. Kebutuhan tanki bertekanan

d. Dan lain sebagainya, dengan minimum residual (dynamic)

pressure 100 psig.

Apabila sumber air bukan berasal dari sumber air bebas seperti sungai,

laut, danau, dan sebagainya, maka harus mampu untuk beroperasi

selama 10 jam.

Dari sumber air, air pemadam didistribusikan keseluruh jaringan pipa

pemadam kebakaran (fire line). Jumlah minimal pompa pemadam 2

(dua) unit, dengan salah satu penggeraknya adalah diesel engine.

Untuk menjaga agar tekanan air pemadam stabil, digunakan jokey

pumps. Jaringan pipa pemadam dilengkapi kerangan pembagi (block

valves), hydrant dan pumpers.

2.7.5 Fixed Fire Fighting System

Fixed fire fighting system adalah sistim pemadam kebakaran yang

instalasinya dipasang tetap. Dengan sistim ini diharapkan kebakaran

dapat dipadamkan dengan tanpa banyak melibatkan aktivitas orang.

Unsur-unsur utama dari sistim pemadam tetap:

a. Dapat mengetahui timbuknya kebakaran


19

b. Dapat memberitahu/melaporkan adanya bahaya

c. Dapat memadkan kebakaran, baik secara langsung maupun manual.

Berikut macam-macam dari sistem pemadam tetap:

a. Sistem pemancar air

Sistem pemancar air adalah instalansi pemadam kebakaran yang

terintegrasi antara sistem perpipaan, alarm, kerangan pengontrol dan

katup pemancar air.

b. Sistem pemadam busa

Sistem pemadam busa dibagi menjadi dua yaitu fixed system dan

semifixed system. Fixed system adalah sistem yang mempunyai

instalansi lengkap dari pusat station busa, sistem perpipaan dan

penyaluran, sampai outlet pada bahaya yang dilindungi dilengkapi

pompa yang terpasang tetap. Sedangkan semifixed system adalah

sistem dipasang tetap, mempunyai discharge outlet. Dihubungkan

dengan sistem perpipaan sampai jarak aman.

c. Sistem pemadam dry chemical/carbon dioxide/gas

Ada dua metode dasar penggunaan dry chemical, carbon dioxide dsb.

Sebagai media pemadam api. Media disemburkan kedalam ruangan

tertutup untuk menimbulkan suatu kondisi pemadaman ke seluruh

volume ruangan (total flooding) dan media disemburkan langsung ke

objek yang terbakar untuk memadamkan, tanpa berdasarkan pada

ruangan (Local Aplication).

2.7.6 Mobile Fire Fighting System


20

Mobile Fire Fighting System adalah semua peralatan pemadam

kebakaran yang dapat dipindah-pindahkan (mobile) dari satu tempat

ke tempat lain, berupa:

1. Mobil Pemadam Kebakaran (Fire Trucks).

Ada beberapa macam fire trucks, yaitu:

a. Water Tender, Foam Tender, Powder Tender

b. Water/Foam Tender (Dual Agent)

c. Water/Foam/Dry Chemical Tender (Tripple Agent)

Pada fire trucks, biasanya penggerak pompanya menggunakan

mesin kendaraan yang dilengkapi PTO (Power Take Off).

Pemasangan pompa pemadam ada disamping (side mounted) atau

dibelakang (rear mounted) kendaraan.

2. Alat Pemadam api (Fire Extinguisher)

Alat pemadam api dibedakan atas alat pemadam api berat (dalam

bentuk trailer), dan alat pemadam api ringan (APAR). APAR

maksimum beratnya 55 lbs, dan dapat dioperasikan oleh 1 orang.

Kedua macam alat pemadam tersebut, pada umumnya

menggunakan media yang sama, dengan pola operasi yang sama

pula. Media pemadam yang digunakan adalah jenis air, busa,

tepung kimia dan gas. Mekanisme cara pengeluaran media

pemadam, ada beberapa jenis, yaitu:

a. Jenis pompa tangan

b. Jenis tekanan tersimpan


21

c. Jenis tabung gas

d. Jenis reaksi kimia

Gambar 2.2

Gambar APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Sumber : http://www.google.com/alat-pemadam-api-ringan-apar/

Kemampuan pemaam Alat Pemadam Api dinyatakan berdasarkan

klasifikasi kebakaran (dinyatakan dengan huruf), dan rating yang

dimiliki dinyatakan dalam bilangan (angka).

Misalnya : 1-A dimaksud bahwa kemampuan alat pemadam

tersebut setara dengan 1,25 gallon air. Untuk rating alat pemadam

kebakaran kelas B : 1-B artinya, bahwa alat tersebut dapat

memadamkan 1 ft 2 luas permukaan kebakaran, oleh seseorang

yang belum ahli. Untuk orang yang belum ahli tersebut dianggap

berkemampuan 40% dari yang sudah ahli.

Penentuan jumlah Alat Pemadam Api:

NFPA mengelompokan tingkat bahaya ke dalam 3 klas yaitu:


22

1. Tingkat bahaya rendah: untuk lokasi dimana bahan bakarnya

termasuk klas A dan jumlahnya sedikit, misalnya: Kantor,

ruang kelas, ruang pertemuan, dsb.

2. Tingkat bahaya sedang: untuk lokasi dimana terdapat bahan

mudah terbakar klas A dan B dalam jumlah agak besar,

seperti: toko kelontong, dan gudangnya, bengkel, area parkir,

dll.

3. Tingkat bahaya tinggi: untuk lokasi dimana terdapat bahan

mudah terbakar klas A dan B dalam jumlah cukup besar dan

mempunyai potensi bahaya yang cukup tinggi, seperti: proses

pengecetan, pencelupan, pelapisan, bengkel-bengkel besar,

pabrik, industri pengolahan, dll.

Jenis-Jensi APAR meliputi :

1. Air Bertekanan

a. Untuk pemadaman kebakaran klas A

b. Menggunakan sistem bertekanan (storage pressure)

c. Paling mudah untuk digunakan

2. Dry powder

APAR jenis ini menggunakan sistem pendorong. Tekanan

dorong diperoleh dari gas CO2. Tipe APAR ini sesuai dengan

konstruksi sistim gas pendorongnya yaitu tipe gas cartridge,

tipe gas bertekanan. Untuk jenis tabung bertekanan, sebagai

bahan penekan digunakan udara kering atau nitrogen yang


23

dimampatkan bersama-sama media pemadam. Untuk jenis

cartridge ada yang ditempatkan di dalam tabung dan ada

yang ditempatkan di luar tabung. Untuk pemadaman

kebakaran klas b dan c. Dengan media khusus digunakan

untuk pemadaman kebakaran logam. Diperlukan perawatan

yang baik, karena tepung kimia mempunyai masa kadaluarsa

(menggumpal).

3. Busa Kimia

APAR jenis busa kimia mempunyai konstruksi yang berbeda-

beda yaitu : Jenis balik biasa (overturing), jenis kerangan

(valve), jenis sekat pecah (breakable seal). Saat

menggunakan APAR jenis busa jangan digunakan langsung

ke permukaan cairan yang terbakar, tetapi harus diarahkan ke

dinding vertikal permukaan yang terbakar sehingga foam

mengalir ke bawah dan membentuk lapisan selimut yang

akan menyebar di atas permukaan yang terbakar. APAR jenis

balik, dalam penggunannnya harus dibalik dan harus

dipegang selama dioperasikan dan agar membantu untuk

memadamkan api secara cepat, maka pada saat yang sama

nozzle harus ditekan untuk memberikan pancaran dengan

tekanan yang cukup. Apar ini cocok untuk kebakaran kelas b

dan kelas c.
24

4. CO2 (Karbon Monoksida)

CO2 disimpan dalam tabung bertekanan dan dalam bentuk

cair. Efektif untuk kebakaran kelas c, perlu diperhatikan

dalam penggunaannya (tidak menyentuh bagian horn, karena

suhunya sangat rendah/dingin). Berat tabung lebih berat

dibanding APAAR jenis lainnya.

Tabel 2.1
Ukuran minimum APAR untuk kelas A
Tipe Kemampuan APAR Jarak Minimum(feet)
Bahaya

Rendah 2A 75

Sedang 2A 75

Tinggi 4A 75

Sumber : NFPA 10

Tabel 2.2
Ukuran minimum APAR untuk kelas B
Tipe Kemampuan APAR Jarak minimum (feet)
Bahaya

Rendah 5b 30
10 B 50

Sedang 10B 30
20B 50

Tinggi 30B 30
40B 50

Sumber : NFPA 10

Catatan: penyebaran APAR menurut Kep. Mentri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi No. PER-04/MEN/1980, bahwa

antara APAR satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15

meter, kecuali ada ketentuan lain yang ditetapkan oleh


25

pegawai pengawas keselamatan kerja atau ahli keselamatan

kerja.

Anda mungkin juga menyukai