PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
Perencanaan emergency respon plan perlu dilakukan pada SPS UHAMKA. Adapun
perumusan masalah yang akan dibahas pa da tugas besar Emergency Respon
Plan (ERP) ini adalah sebagai berikut
1. Berapa jumlah dan letak meeting point yang dibutuhkan sebagai tempat
evakuasi, peta evakuasi dan petunjuk arah menuju tempat evakuasi dari
gedung SPS UHAMKA.
2. Bagaimana melakukan perancangan fasilitas escape kebakaran kebakaran (exit
route, tangga darurat, exit sign, meeting point, pintu darurat dan lebar
tempat keluar) pada gedung SPS UHAMKA.
3. Bagaimana menentukan penempatan, jumlah dan jenis APAR yang diperlukan
pada gedung SPS UHAMKA.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam Perencanaan Emergency Response Plan dan Penempatan
APAR pada Gedung SPS UHAMKA adalah :
1. Untuk menentukan jumlah dan letak meeting point yang
dibutuhkan sebagai tempat evakuasi, peta evakuasi dan petunjuk arah
menuju tempat evakuasi dari gedung SPS UHAMKA.
2. Melakukan perancangan fasilitas escape kebakaran (exit route, tangga
darurat, exit sign, meeting point, pintu darurat dan lebar tempat keluar)
pada gedung SPS UHAMKA.
3. Untuk penempatan, jumlah dan jenis APAR yang diperlukan pada gedung
SPS UHAMKA.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian dilakukan pada gedung SPS UHAMKA.
2. Penelitian ini hanya untuk perancangan Emergency Response Plan dan
penempatan APAR.
3. Difokuskan pada perancangan fasilitas escape kebakaran yaitu : exit
route, tangga darurat, exit sign, meeting point, pintu darurat dan lebar
tempat keluar.
4. Tidak membahas prosedur pemeliharaan APAR.
5. Menggunakan standar NFPA 101 Life Safety Code edisi tahun 2000
B. Fenomena Kebakaran
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal
terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase
tertentu seperti source energy, initiation, growth, flashover, full fire dan
bahaya-bahaya spesifik pada peristiwa kebakaran seperti : back draft,
penyebaran asap panas dan gas dll. Tahapan - tahapan tersebut antara lain:
C. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran yang dimiliki di Indonesia mengacu pada
standard National Fire Protection Association (NFPA Standard No. 10, for
the installation of portable fire extinguishers) yang telah dipakai oleh
PERMENAKERTRANS RI No. Per. 04/MEN/1980 tentang Syarat-
syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
Klasifikasi dari kebakaran adalah sebagai berikut:
3. Bahaya kebakaran sedang kelompok II, yakni hunian yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar
dengan tinggi tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II antara lain:
o Penggilingan Gandum atau Beras
o Pabrik Bahan Makanan
o Pabrik Kimia
o Pertokoan Dengan Pramuniaga Kurang Dari 50 Orang
4. Bahaya kebakaran sedang kelompok III, yakni hunian yang mempunyai nilai
kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas
tinggi, sehingga menjalarnya api cepat. Yang termasuk hunian bahaya
kebakaran sedang kelompok III antara lain:
o Pameran
o Gudang (Cat, Minuman keras)
o Pabrik Ban
o Pabrik
o Permadani
o Bengkel Mobil
o Studio Pemancar
o Penggergajian Kayu
o Pabrik Pengolahan Tepung
o Pertokoan Yang Pramuniaga lebih dari 50 orang
E. Keadaan Darurat
Keadaan Darurat (emergency) adalah situasi atau kondisi yang tidak
dikehendaki yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga yang dapat
membahayakan kehidupan, asset dan operasi perusahaan serta lingkungan sekitar
sehingga memerlukan tindakan yang cepat untuk mengatasinya. Keadaan ini bisa
dipicu oleh bencana alam, pencurian, sabotase, penyanderaan, ancaman ataupun
akibat dari penyimpangan prosedur yang ada atau standar operasi yang baku.
Untuk mengahadapi suatu keadaan darurat serta penaggulangannya diperlukan
keterlibatan dari seluruh orang yang berada dilingkungan pabrik, baik pekerja
(karyawan), kontraktor, tamu atau penduduk disekitar pabrik. Agar semua
karyawan bisa mengerti apa tugas dan tanggungjawabnya bila terjadi suatu keadaan
darurat. Maksud dan tujuan dari rencana penanggulangan keadaan darurat ini ialah
untuk memberikan informasi dan petunjuk kepada semua karyawan yang
bersangkutan guna penanggulangan secepatnya keadaan darurat terutama didalam
pabrik. Hal ini termasuk prosedur yang bersifat operasional, seperti :
a. Untuk menangani dan mengkontrol kecelakaan
b. Mencegah bahaya yang mimgkin timbul dan mencegah jangan sampai
menyebar
c. Melindungi keselamatan karyawan dan juga siapa saja yang ada didalam
maupun diluar pabrik
d. Meminimalkan tingkat bahaya yang ada untuk melindungi harta
perusahaan dan juga lingkungan disekitar pabrik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas memerlukan pengorganisasian
pertanggungjawaban, komunikasi dan prosedur yang diperlukan didalam
menanggulangi keadaan darurat tersebut.
Pada umumnya keadaan darurat itu dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok dan setiap keadaan darurat ini harus dilaporkan. Klasifikasi keadaan
darurat:
1. Keadaan darurat ringan
Ialah suatu keadaan yang masih dapat diatasi oleh karyawan ditempat
kejadian dengan menggunakan peralatan yang tersedia seperti tabung
pemadam kebakaran, sprinkler dan sebagainya tanpa bantuan dari pihak luar.
2. Keadaan sangat darurat
Ialah suatu keadaan yang memerlukan bantuan pihak luar untuk
mengatasinya, seperti bantuan dari Dinas Pemadam Kebakaran, polisi
ataupun pihak lain.
2. Waktu Escape
Waktu escape merupalan waktu yang dibutuhkan oleh seluruh
penghuni bangunan untuk keluar bangunan melalui yang tersedia
menuju tempat yang aman. Waktu escape dipengaruhi beberapa variabel,
antara lain :
a. Tingkat kepadatan penghuni bangunan (density factor)
b. banyaknya halangan pada exit route seperti: tangga, tembok dll
c. Tingkat respon dari penghuni bangunan
Perhitungan pada saat waktu escape sangat penting dilakukan
untuk dijadikan patokan saat melakukan latihan tanggap darurat
kebakaran, sehingga waktu yang diperoleh ketika latihan tanggap darurat
kebakaran dapat dibandingkan dengan perbandingan waktu escape.
3. Exit route
Persyaratan untuk exit route tercantum pada regulasi OSHA 1910.36,
2002 yaitu:
a. Setiap exit route harus dibuat secara permanen.
b. Setiap exit route harus dibangun dengan material yang tahan api.
c. Jalur exit route harus memiliki tinggi minimum 2,3 m
d. Setiap exit route harus memiliki lebar minimum 0,71 m
e. Jalur exit route harus bersih dari segala halangan
Selain persyaratan di atas, terdapat pertimbangan lain yaitu
travel distance atau panjang jarak maksimum yang harus ditempuh
dari setiap titik terjauh pada suatu lantai bangunan sampai pada sebuah
jalan keluar (exit).(Bickerdike, 1996).
4. Jarak Tempuh
Adalah panjang jarak jarak maksimum yang harus
ditempuh dari setiap titik terjauh pada suatu lantai bangunan sampai
pada sebuah jalan keluar (exit). Pengaturan jarak tempuh sangat erat
hubungannya dengan tipe penggunaan suatu bangunan, hal ini
dimaksudkan bahwa semakin tinggi tingkat ancaman bahaya suatu
bangunan yang digunakan maka maksimum jarak yang tempuhnya
semakin pendek.
Apabila terdapat gang (koridor) yang harus dilengkapi pintu keluar
(exit), tidak diperbolehkan melebihi 45 m jaraknya (untuk bangunan
tingkat satu), sedang untuk tingkat selanjutnya tidak boleh lebih dari 18
m jaraknya dari penghuni berada. (The Building Regulations, 2000)
Tabel 2.6 Pengaturan jarak tempuh ke exit pada hunian-hunian bangunan
tertentu menurut Life Safety Code, NFPA No.101
Storage 75 100
5. Tempat Berkumpul
Selain sarana jalan keluar, juga harus disediakan tempat dimana
bila terjadi suatu keadaan darurat maka dapat digunakan sebagai tempat
berkumpul. Tempat berkumpul ini harus aman dari kemungkinan bahaya.
Tempat aman diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
a. Tempat Aman Mutlak ( Ultimate Safety )
Adalah tempat terbuka yang jauh dari bahaya, dimana dapat dicapai. Sarana
penyelamat diri biasanya tidak dirancang untuk dapat lolos dengan mudah
ke tempat aman mutlak
b. Tempat Aman Sementara ( Comparative Safety )
Adalah tempat yang terlindungi dari bahaya api, asap, dan lain sebagainya
6. Exit Sign
Exit sign merupakan merupakan bagian penting dalam saran
escape guna memudahkan pekerja untuk menuju tempat yang aman. Exit sign
diletakkan pada tempat-tempat yang telah dipersiapkan sebagai petunjuk
sarana penyelamatan diri ketika terjadi sebuah bencana, seperti pintu
darurat, exit route, tangga darurat dan meeting point.
Berikut tata cara pemasangan :
1. Lokasi pemasangan
a. Arah menuju tempat aman dan dilokasi yang mudah terbaca
b. Pada setiap pintu menuju tangga yang aman setinggi 15 cm-20 cm
dari dasar tanda ke lantai dengan tulisan “EXIT”
c. Dipasang pada pintu darurat dengan jarak 10 cm dari rangka pintu
d. Tidak ada dekorasi atau perabotan yang menghalangi tanda
tersebut
2. Ukuran exit sign
a. Tanda “EXIT” diberi warna kontras dengan latar belakan
b. Tanda “EXIT” ditulis dengan huruf kapital dengan tinggi minimal
15 cm, tebal minimal 2 cm, lebar minimal 5 cm dan jarak minimum
antar huruf 1 cm.
Berikut ini merupakan contoh exit sign :
a. Air
Sifat air dalam memadamkan kebakaran adalah secara fisik
mengambil panas (cooling) dan sangat tepat untuk memadamkan bahan
padat (kelas A) karena dapat menembus sampai bagian dalam.
Ada 3 (tiga) macam APAR air ialah air dengan pompa tangan, air
bertekanan dan asam soda/soda acid.
Gambar 2.9 Water Extinguisher
(Sumber: Guide to fire risk assasment)
b. Busa
Ada 2 (dua) macam busa, busa kimia dan busa mekanik. Busa
kimia dibuat dari gelembung yang berisi antara lain zat arang dan
karbondioksida , sedangkan busa mekanik dibuat dari campuran zat arang
udara. Dapat digunakan untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B.
Busa memadamkan api melalui kombinasi tiga aksi pemadaman
yaitu menutupi, melemahkan dan mendinginkan.
1) Menutupi yaitu membuat selimut busa di atas bahan yang
terbakar, sehingga kontak dengan oksigen (udara) terputus
2) Melemahkan yaitu mencegah penguapan cairan yang mudah
terbakar
3) Mendinginkan yaitu menyerap kalori cairan yang mudah
terbakar sehingga suhunya turun
4. Klasifikasi bahaya
Berdasarkan NFPA 10 tahun 1998 dijelaskan mengenai klasifikasi
bahaya kebakaran diantaranya:
a. Bahaya Rendah, light (low) hazard
Bahaya ini merupakan bahan-bahan yang mudah terbakar dimana bahaya
ini meliputi area kantor, hotel, motel, aula dan kelas.
Pengelempokkan bahaya ini untuk mengantisipasi agar bahan-bahan
ini tidak mudah menyebarkan bahaya kebakaran.
b. Bahaya Sedang,Ordinary (Moderate) Hazard
Bahaya ini merupakan bahan-bahan yang mudah terbakar dengan cepat
dimana bahaya ini meliputi area gudang, pertokoan, bengkel, laboratorium,
showroom, garasi.
c. Bahaya Tinggi, Extra (High) Hazard
Lokasi ini merupakan bahaya kebakaran kelas A yang mudah terbakar dan
kelas B yang mudah menyala. Dimana area ini meliputi ruang reparasi
pesawat dan kapal, dapur, pekerjaan yang berhubungan dengan kayu dan ruang
pameran.
5. Penempatan APAR
Berdasarkan NFPA 10 tahun 1998 dijelaskan mengenai penempatan
APAR dimana penempatan ini tergantung dari kelas kebakaran dan
luas area bangunan. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penempatan
APAR berdasarkan kelas kebakaran.
Tabel 2.7 Luas area yang dilindungi (ft2)
Keterangan :
- 1 ft2 = 0,0929 m2
- Travel distance untuk kelas A,C dan D = 22,7 m
a. Kelas A
Jarak minimal penempatan APAR pada tabel berikut :
Tabel 2.8 Penempatan APAR dengan bahaya kebakaran
Jarak Max.
Luas
Klasifikasi APAR Jangkauan
Rating APAR Bangunan
APAR (ft2)
Rendah 2A 75 11250
Sedang 2A 75 11250
Tinggi 4A 75 11250
(Sumber : NFPA 10 tahun 1998)
b. Kelas B
Jarak minimal penempatan APAR dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.9 Penempatan APAR (bahaya kebakaran kelas B)
Keterangan:
VVV : Sangat efektif
VV : Dapat digunakan
V : Kurang tepat/tidak dianjurkan
X : Tidak tepat
XX : Merusak
XXX : Berbahaya
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Langkah-Langkah Penelitian
Dalam pengerjaan emergency response plan ini diperlukan proses penelitian
yang terstruktur dan langkah-langkah yang sistematis dalam pelaksanaannya.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari
penelitian yang diusulkan ini dijelaskan dalam uraian sebagai berikut :
1. Survey Pendahuluan
Pada tahap awal, peneliti melakukan survey pendahuluan yang meliputi
wawancara dan survey lapangan.
a. Wawancara dengan pihak untuk memperoleh informasi tentang gedung
SPS UHAMKA mencangkup layout dan spesifikasi ruangan
b. Survey lapangan yang dilakukan adalah melakukan pengamatan langsung
(fasilitas-fasilitas escape yang tersedia) pada gedung yang ada di SPS
UHAMKA.
2. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan survey pendahuluan, maka langkah selanjutnya adalah
perumusan masalah, dimana dalam hal ini dilakukan pengambilan keputusan
untuk mengangkat permasalahan atau kasus yang ditemukan ke dalam tugas
akhir serta merumuskan masalah apa saja yang nantinya akan dihadapi pada saat
pengerjaan tugas akhir.
3. Studi Literatur
Studi Literatur didapatkan dengan cara mencari informasi serta pengumpulan
teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini (Layout Gedung, NFPA
101 edisi th. 2000 dan SFPE 3rd edition 2002, NFPA 10 th. 1988 dan PER.
04/MEN/1980) dan nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini.
4. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data yang diperlukan dan
data tersebut dapat dijadikan acuan sebagai bahan untuk penelitian yang telah
ditetapkan, data yang dibutuhkan adalah layout gedung kampus untuk
mengetahui spesifikasi gedung dan data arah angin tahunan (3 tahun terakhir).
5. Perancangan ERP dan Penempatan APAR
a. Perancangan Emergency Respon Plan
Perancangan yang dilakukan adalah menentukan berapa jumlah pintu darurat
yang sesuai dengan jumlah penghuni didalamnya dan menentukan arah,
jalur dan meeting point untuk mengetahui tempat evakuasi tercepat
dan tepat jika kemungkinan terjadi kebakaran.
b. Penempatan APAR
Perencanaan penempatan APAR PERMENAKERTRANS RI
NO.04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan
APAR, NFPA 10 tahun 1998 tentang standart portable for fire extinguisher.
6. Analisa
Setelah data terkumpul maka pada tahap ini peneliti menganalisa hasil
perencanaan apakah sudah memenuhui standar yang berlaku. Setelah itu hasil
perancangan escape digunakan sebagai acuan perancangan standart operational
procedure (SOP) emergency response.
7. Kesimpulan dan saran
Setelah dilakukan analisa secara menyeluruh maka dapat menarik
kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan dapat memberikan saran–
saran untuk menunjang penelitian ini ke depan.
SFPE 3rd edition 2002), jika tidak sesuai maka dilakukan kembali
pemahaman layout gedung, apabila ada kesalahan dalam pembacaan ukuran/luas
gedung.