PENDAHULUAN
B. RUANG LINGKUP
Buku pedoman ini mencakup ketentuan-ketentuan persyaratan umum untuk
pencegahan bahaya kebakaran dan penanggulangan kebakaran di rumah sakit.
C. KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
1. Peraturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum
mengenai pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
2. Peraturan-peraturan/pedoman mengenal :
a. Ketentuan pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pada bangunan
gedung.
b. Pedoman Sistem Instalasi listrik pada fasilias pelayanan kesehatan.
c. Instalasi penangkal petir dan pemasangan penangkal petir khusus.
d. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 378/KPTS/19487 tentang Pengesahan
33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia.
e. Petunjuk-petunjuk dalam rangka pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran dan ledakan pada fasilitas pelayanan kesehatan.
f. Peraturan umum instalasi listrik (PUIL) tahun 1987.
g. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum no. 02/KPTS/1985Tentang Ketentuan
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran pada Bangunan Gedung.
h. Pedoman Penanggulangan bahaya kebakaran dengan menggunakan air Sistem
spingkler otomatis tahun 1991 Dep. PU.
D. PENGERTIAN
1. Kebakaran adalah bencana api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan
kerugian.
2. Pencegahan kebakaran ialah segala usaha secara berencana untuk memadamkan atau
menghindarkan kemungkinan timbulnya bahaya kebakaran.
1
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
3. Pemadam Kebakaran ialah memisahkan hubungan langsung dari ketiga unsur
penyebab kebakaran (bahan bakar,panas, oxigen).
4. Penanggulangan kebakaran ialah segala daya upaya untuk mencegah dan
memberantas terjadinya kebakaran.
5. Alat Pemadam ialah alat untuk memadamkan kebakaran.
6. Alat Perlengkapan Pemadam ialah alat yang digunakan untuk melengkapi alat
pemadam kebakaranseperti : ember, karung goni, tangga, kaleng, karung pasir dan
lain-lain
7. Daerah kebakaran ialah daerah yang terancam bahaya kebakaran yang mempunyai
jarak 50 meter dari titikkebakaran terakhir.
8. Daerah bahaya kebakaran ialah daerah yang terancam bahaya kebakaran yang
mempunyai jarak 25 meter dari titik kebakaran terakhir.
9. Panel kebakaran adalah komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang
berfungsi untuk mengontrol pekerjaan sistem, menerima dan menunjukkan adanya
syarat kebakaran.
10. Zona deteksi adalah suatu daerah yang diawasi oleh kelompok deteksi dengan luas
tidak lebih dari 2000 m2.
11. Ruang efektif adalah ruang yang dipergunakan untuk menampung aktifitas yang
sesuai dengan fungsi bangunan.
12. Ruang sirkulasi adalah ruang yang hanya dipergunakan untuk lalu lintas atau
sirkulasi dalam bangunan.
13. Zone G dan Zone M : Di dalam ruangan fasilitas kesehatan terdapat Zone G dan
Zone M, yaitu daerah berbahaya ledakan (mudah terjadi ledakan).
2
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
BAB II
FAKTOR PENYEBAB KEBAKARAN
A. API
Api adalah suatu reaksi kimia yang dikenal sebagai pembakaran. Nyala api yang
tampak pada hakekatnya adalah masa zat yang sedang berpijar yang dihasilkan didalam
proses kimia oksida yang berlangsung sangat cepat dan disertal pelepasan sinar dan
energi/panas.
1. Unsur-unsur terjadinya api.
Api atau kebakaran dapat terjadi karena adanya pertemuan unsur dalam
perbandingan yang tepat yaitu :
a. Unsur bakar atau setiap bahan yang beroksidasi baik padat, cair dan gas.
b. Oksigen/zat pembakaran (dari udara/ bahan oksidator).
c. Panas/sumber nyala yang cukup
d. Reaksi berantal radikal bebas setelah bahan bakar dipanaskan/terbakar.
2. Proses terjadinya api.
Bahan bakar setelah dipanaskan/terbakar akan mengalami :
a. Secara fisik menjadi gas.
b. Secara kimia akan menghasilkan atom-atom yang berdiri bebas (radikal).
3. Api padam
a. Semua bahan telah habis terbakar.
b. Konsentrasi oksigen tidak cukup untuk berlangsungnya kebakaran.
c. Temperatur material berada dihawah suhu nyalanya.
d. Reaksi berantal radikal bebas terputus.
B. KEBAKARAN
4. Sumber Potensial Penyebab Kebakaran
a. Ditempat kerja secara umum
1) Api terbuka.
Penggunaan api terbuka didaerah berbahaya/tempat bahan-bahan yang
mudah menyala sering menjadi sumber penyebab terjadinya kebakaran
antara lain : pengelasan, pemotongan dengan gas acetelin, dapur api, api
rokok dan sebagainya.
2) Permukaan panas
Pesawat/instalasi pemanas, pengering, oven apabila tidak terkendali/kontak
dengan bahan hingga mencapai suhu penyalaan dapat menyebabkan
kebakaran.
3
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
3) Peralatan listrik.
Peralatan lisirik juga mempunyai potensi bahaya kebakaran apabila tidak
memenuhi standar keamanan dalam pemakaiannya misalnya
pembebanan lebih, legangan melebihi kapasitas, bunga api pada motor
listrik.
4) Gesekan mekanis.
Akibat gerakan secara mekanis seperti pada peralatan yang bergerak bila
tidak diberi pelumasan secara teratur, dapat menimbulkan panas bunga
mekanis/brom dan bubutan atau penggerindaan (mesin gurinda) dapat
menjadi sumber nyala api bila kontak dengan bahan yang mudah terbakar.
5) Reaksi Exothermal.
Panas akibat reaksi bahan kimia terutama akibat reaksi yang terjadi dapat
mengeluarkan panas dan juga dapat menghasilkan gas yang mudah terbakar
seperti reaksi batu karbit dengan air, reaksi bahan kimia yang peka terhadap
asam.
6) Loncatan bunga api listrik statis.
Akibat pengaruh mekanis pada bahan non konduktor akan dapat terjadi
penimbunan elektron (akumulasi listrik stalls) pada keadaan tertentu
elektron-elektron dapat menimbulkan loncatan bunga api yang dapat
sebagai sumber penyebab kebakaran.
b. Khusus dirumah sakit
Sumber potensi penyebab kebakaran dirumah sakit sama halnya potensi
penyebab kebakaran pada tempat kerja yang lain. Disini dititik beratkan pada
penggunaan peralatan pada tempat-tempat atau bagian-bagian dirumah sakit
mengingat rumah sakit mempunyai ciri yang khusus antara lain:
1) Dalam memberikan pelayanan kepada pasien dipergunakan alat-alat yang
mempergunakan aliran listrik (alat elektro medis), gas/cairan berbahaya dan
mudah terbakar/meledak dan zat radio aktif.
2) Pada bagian penunjang rumah sakit seperti laboratorium/rongent juga
banyak dipergunakan bahan - bahan yang dapat menimbulkan kebakaran
(bahan-bahan kimia).
3) Pada bagian dapur rumah sakit dipergunakan ketel uap/boiler serta banyak
mempergunakan listrik dan gas sebagai sumber energi.
4) Bagian pusat sterilisasi mempergunakan autoclave dengan tekanan tinggi.
5) Pada bagian laundry juga dipergunakan listrik dan uap untuk mencuci
setrika dan pengeringan.
6) Faktor lingkungan di luar rumah sakit yang rawan terhadap kebakaran.
4
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
7) Faktor keterampilan dan pengetahuan tenaga kerja dalam mempergunakan
peralatan yang berbahaya dan kebakaran.
8) Faktor pengunjung pasien pada jam-jam pengunjungan dan pada umumnya
awam terhadap bahaya kebakaran.
c. Daerah berbahaya ledakan Zone G : ialah daerah bahaya ledakan disebut juga
sistem gas medis tertutup, dimana secara terus menerus ataupun tidak dialirkan
dan dipergunakan campuran yang mudah meledak dalam jumlah sedikit (tidak
termasuk udara yang mudah meledak).
Pencegahan pada zone G dapat diusahakan dengan cara menjauhkan peralatan
listrik yang dapat menirnbulkan percikan api dari alat yang mengeluarkan gas,
baik dalam keadaan biasa maupun bila ada gangguan berlaku ketentuan-
ketentuan pada PUIL Pasal 860.
Dianjurkan pada Zone G menggunakan Explusion proof untuk lampu
penerangan, Kotak Kontak atau Panel pada peralatan listrik. Jenis peralatan
elektro medik yang diijinkan.
d. Zone M ialah Daerah bahaya ledakan di sebut juga “APG” (jeralatan dengan
pengujian alat anestesi) sekitar kegiatan medis mencakup sebagian ruangan,
dimana dapat terbentuk udara mudah meledak sebagai akibat penggunaan bahan
analgetik/pembersih kulit, Ether Fluotliane, Nitrous Oxyde, Halothane atau
Desinfektan dalam jumlah sedikit dan waku yang singkat. Pada Zone M cara
pencegahan kebakaran tidak berbeda akan tetapi pada zone ini ada sedikit
kekhususan.
Untuk pencegahan kebakaran akibat dan ledakan, maka pemasukan daya listrik
pada semua peralatan lisirik yang dapat menimbulkan percikan api, dianjurkan
terpasang terlebih dahulu sebelum gas analgetik/desinfektor memasuki ruangan
zone M tersebut. Jenis peralatan elektro medik yang diijinkan “AP - M”
(peralatan dengan pengujian alat anesthesi)
e. Pada Instalasi listrik di luar Zone G dan Zone M. Pada Instalasi/daya di luar
Zone G dan Zone M haruslah dipatuhi persyaratan - persyaratan pada Puil 910
Al A3. Yang mempunyai syarat-syarat pencegahan kebakaran, terutama pada:
1) Tusuk Kontak.
Yang sering menyebabkan percikan bunga api perlama disebabkan oleh
beban alat-alat listrik yang cukup besar. Pada Tusuk Kontak : dianjurkan
disesuaikan besar beban yang dipikul atau paling sedikit satu tingkat dialas
kemampuan daya pikul tusuk kontak tersebut, dan diberikan penutup
kontak. Tusuk kontak pada zone G dan zone M diletakkan pada ketinggian
minimal 1,5 m dan lantai.
2) Sakelar (Kotak kontak).
5
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Pada sakelar sering terjadi loncatan bungan api yang disebabkan oleh
pemasukan beban yang secara tiba-tiba dan beban yang cukup besar. dan
didaerah sekitar lembab, sangat panas atau mengandung bahan korosif.
Untuk penempatan kotak-kontak diusahakan penempatannya didaerah yang
kering/tidak lembab dan mudah terjangkau/tidak tertutup atau terhalang
daerah sekitarnya.
3) Instalasi daya/kabel Instalasi.
Dengan diameter yang terlalu kecil tidak seimbang dengan beban, maka
kabel Instalasi akan panas dan mudah terbakar.
Untuk mencegah mudah terbakarnya kabel Instalasi listrik maka harus
diadakan pengetesan tahanan isolasi minimal 1 tahun sekali dan harus lebih
teliti dalam mengawasi penyambungan atau penambahan daya listrik pada
jaringan lisirik yang tidak sesuai rencana harus seijin dari IPS RS. Untuk
daerah tertentu seperti ruang operasi, ruang cobalt, ruang isolasi dan lain-
lain disarankan : dipasang detektor asap yang dihubungkan dengan MCFA
(Master Control Fire Alarm).
f. Pada Perlengkapan Hubungan Bagi (PHB). Pada PHB juga perlu diadakan
pemeriksaan pole-pole kabel ke Pengaman lebur dan percobaan secara rnekanis
(OFF/ON untuk membersihkan kerak-kerak besi yang ada dan sebaiknya tidak
dipergunakan jenis pengaman lebur yang terbuka, sebaiknya MCCB atau
MCB/ELCB.
Pada PHB harus diletakkan didaerah yang bebas dan lembab dan mudah terlihat
dari segi pengamanan disekitamya dan diberi tutup pengaman/pintu.
Dianjurkan dipasang detektor asap pada shaft listrik yang dihubungkan pada
MCFA agar dideteksi lebih awal.
g. Ruang Genset.
Pada ruang Genset sering terjadi banyak tumpahan bahan bakar dan barang-
barang yang diletakkan tidak pada tempatnya. Misalnya kursi-kursi bekas, meja-
meja rusak, dan 1ain-lain.
Pada ruang genset dianjurkan untuk penempatan daily tank/tangki bahan bakar
tidak berada didalam ruang Genset dan untuk ruangan harus bersih dan dijaga
sirkulasi udara ruang Genset tersebut.
h. Ruang Boiler.
Pada ruangan ini karena Boiler menggunakan api untuk proses uap dan
menggunakan bahan bakar solar, resicu yang mudali terbakar. Maka Daerah
sekitar Boiler harus selalu bersih dan tidak ada bahan-bahan yang mudah
terbakar diletakkan di sekitar Boiler tersebut. Dan karena Boiler tersebut
menghasilkan uap maka daerah tersebut bisa dikatakan daerah lembab.
6
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Pada ruang Boiler tidak boleh ada tumpukan/ceceran bahan bakar/olie dan lain-
lain, karena daerah ini bisa dikatakan beruap/lembab maka dianjurkan untuk
penerangan menggunakan seal (penutup) dan pada panel-panel listrik diberi seal
agar tidak terkena uap masuk ke Perlengkapan Hubung Bagi.
7
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
C. SUMBER POTENSIAL PENYEBAB TERJADINYA KEBAKARAN PADA
PERALATAN MEDIK DI RUMAH SAKIT.
Peralatan medik adalah peralatan yang digunakan untuk keperluan diagnostik,
therapy maupun untuk keperluan riset dalam bidang kesehatan. Pada pengoperasian
peralatan tidak terlepas pada media lain yang terkait seperti pemakaian bahan habis
pakai/ reagensia, gas-gas medis bahan bakar, dan lain-lain. Oleh karena itu terkecuali
peralatan anaesthesia dan beberapa peralatan laboratorium, bahaya kebakaran dan
peralatan medik tidak memerlukan persyaratan khusus dalam hal penanggulangannya.
6. Ruang Perawatan dan ruang Emergency :
a. Penggunaan regulator compressed oxigen pada pemakaian ventilator
unit/respirator.
b. Terjadinya kegagalan isolasi/korsluiting listrik pada peralatan seperti lampu OK
Emergency, monitoring unit, Defibrillator, dan lain sebagainya.
7. Ruang Operasi :
a. Pemakaian zat-zat yang mudah terbakar seperti ether, fluthane, halothen, nitrous
oxyde (N2O) pada peralatan anesthesi.
b. Disamping itu juga perlu diperhatikan oxygen bertekanan tinggi yang mudah
terbakar.
c. Terjadinya percikan/loncatan bunga api terhadap bahan-bahan yang mudah
terbakar seperti ether, alkohol, pada saat dilakukan pembedahan dengan elektro
surgery unit.
d. Terjadinya kegagalan isolasi pada alat sterilisator kecil ataupun alat
elektromedis lainnya yang ada di ruang operasi.
8. CSSD/Ruang Sterilisasi :
a. Peralatan Sterilisasi seperti steam sterilizer, hot air sterilizer, sterilizer basah,
yang perlu diperhatikan adalah uap air panas yang bertekanan tinggi.
b. Terjadinya kegagalan isolasi pada alat.
9. Ruang Radiologi.
a. Terjadinya gerakan/gesekan mekanis pada alat rontgen sehingga menimbulkan
panas/bunga mekanis dan dapat mengakibatkan kebakaran.
b. Terjadinya kegagalan isolasi pada rangkaian listrik dan alat juga pada kabel
tegangan tinggi (high tension cable)
10. Ruang Laboratorium
a. Untuk keperluan pemeriksaan laboratoris sering dipergunakan asam dan basa
yang dapat menimbulkan luka bakar.
8
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
b. Penggunaan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar seperti alkohol absolut.
Bahan-bahan kimia lain yang efeknya belum diketahui dengan pasti terutama
reagensia reagensia yang baru.
c. Pemakaian gas LPG pada pemakaian alat Flame Photometer.
11. Ruang Farmasi dan Apotik :
a. Didalam ruang farmasi atau apotik selain obat-obatan disimpan juga bahan-
bahan yang mudah terbakar.
12. Ruang Service/Dapur:
a. Pada umumnya didapur dipergunakan LPG sebagai bahan bakar untuk
keperluan memasak.
b. Di samping itu dalam proses memasak dipergunakan minyak goreng dan air
panas yang apabila tumpah dapat menimbulkan luka bakar.
13. Ruang Generator Set:
a. Umunya pembangkit tenaga listrik yang dihasilkan oleh mesin diesel/generator,
menggunakan minyak solar sebagai bahan bakarnya.
b. Minyak solar ini potensial dapat menimbulkan bahaya kebakaran apabila
terkena percikan api/ loncatan bunga api dan genset.
14. Ether, fluothane, halothane, nitrous oxyde dan alkohol:
a. Zat-zat tersebut diatas harus disimpan dengan ditutup secara rapat dalam ruang
yang sejuk dan berventilasi yang cukup dan sejauh mungkin harus dihindari
kebocoran dan tumpahan.
b. Khusus untuk ether dan alkohol didalam pemakaiannya agar diupayakan jauh
dari percikan api.
15. Uap panas bertekanan tinggi
a. Perangkat yang berisi uap panas bertekanan tinggi tidak boleh bocor, secara
berkala saluran-saluran diperiksa terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran.
b. Manometer/skalameter pada alat sterilisasi perlu selalu pantau ketepatannya
walaupun alat telah dilengkapi dengan safety, hal ini untuk mencegah terjadinya
pergerakan (scaling) yang menyebabkan terjadinya ledakan dan kebakaran.
16. Saluran perpipaan gas-gas yang mudah terbakar:
Bila bagian-bagian dari peralatan terdiri atas pipa-pipa berisikan gas yang mudah
terbakar misal zat asam atau N2O, maka tempat keluarnya gas harus berjarak 1.k. 25
cm dari bagian alat yang dapat menimbulkan percikan bunga api yang dapat
menyulut gas baik dalam keadaan biasa maupun bila ada gangguan. Bila penghantar
listrik dan pipa-pipa gas yang memudahkan terjadinya kebakaran (misal zat asam)
dipasang bersama-sama dalam satu saluran pipa atau kotak maka haruslah
penghantar listriknya paling kurang memenuhi persyaratan untuk kabel NYM.
17. Pada ruang pesawat Rontgen
9
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Pada ruang pesawat rontgen sebenarnya praktis kemungkinan untuk terjadinya
kebakaran kecil sekali atau dapat dikatakan tidak ada, hanya perlu selalu dilakukan
pemeliharaan berkala terhadap alat rontgen tersebut, seperti misalnya:
pergerakan-pergerakan alat, contactor, sambungan kabel termasuk kabel tegangan
tinggi, pentanahan/ arde dan lai-lain.
10
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
BAB III
PEMADAM KEBAKARAN
11
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
terhadap tekanan tinggi, sebuah kran katup untuk mengatur pengeluaran gas
CO2 dan penyalur slang serta coronguntuk mengarahkan semprotan gas CO2
pada dasar api. Penggunaan gas CO2 yang setelah memadamkan api, akan
menguap dengan sendirinya dan tidak meninggalkan bekas atau kerusakan.
f. Alat Pemadam Api Busa
Alat pemadam api busa pada umumnya berukuran 10 liter, dan mengeluarkan
busa dengan isi gas CO2 yang dapat menutupi permukaan yang terbakar
terutama untuk permukaan minyak yang terbakar. Dalam hal ini dengan
menyelimuti permukaan cairan, sehingga zat asam tersingkir dari api, dan
terjadilah proses pemadaman. Bahkab bisa untuk pemadaman kebakaran dibuat
dari gelembung yang berisi antara carbon dioxide (busa kimia) atau udara (busa
udara).
12
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Gambar 3. Tabung Kimia Bertekanan (Gas CO2)
13
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Golongan 1
Sistem ini mempergunakan saluran ukuran 2 ½" dan disediakan khusus untuk
orang yang terlatih, seperti petugas-petugas pem adam kebakaran.
Untuk gedung-gedung yang tidak dipasang sprinkler, maka golongan 1 ini dapat
dipergunakan untuk pemadaman secara manual. Type-type ini adalah :
1) Hydrant Pillar.
Ini ada beberapa macam yaitu Hydrant pillar terbenam. Peralatan ini ada
dibawah permukaan tanah, dan typenya ada yang type satu-saluran, dan ada
yang dua saluran.
2) Hydrant Box.
Khusus disediakan kran hydrant ukuran 2 ½"
3) Kran Hydrant.
Khusus disediakan kran hydrant ukuran 2 ½".
Golongan 2
1) Sistem ini menggunakan saluran ukuran 1 ½" ø dan dapat dipergunakan oleh
penghuni gedung di dalam usaha pertama pemadam kebakaran, sampai
kemudian diambil alih ileh petugas pemadam kebakaran yang tiba ditempat
tersebut. Slang-slang 1 ½" dihubungkan pada nozzle dengan lubang ujung
¾ "- ½" ø.
Biasanya dalam hydrant box yang terpasang ditembok di dalamnya sudah
dilengkapi dengan slang pemadam kebakaran 1 ½" ø dengan panjang 20
atau 30 meter, berikut kran hydrant 1 ½ " ø nozzle 1 ½ dan tempat gantinya
slang.
2) Sistem ini mempergunakan hoscreel yaitu slang karet keras ukuran 1" atau
¾" dengan panjang 30 meter. Karena kapasilas pancaran air kecil sekali,
peralatan ini hanya baik untuk lingkungan gedung-gedung yang sudah
dilengkapi dengan sprinkler system, dan sebagai sarana pembantu untuk
mcmadamkan api kebakaran yang diluar jangkauan siraman air sprinkler.
Karena jumlah pancaran hosareel ini kecil ¾" - 150 liter/menit dan 1 - 250
liter/menit, jadi hubungannya dapat digabungkan dengan pipa tegak dan
sprinkler.
Golongan 3
Sistem ini adalah gabungan dengan penyediaan saluran 1 ½ " dan 2 ½ " ø yang
dapat digunakan oleh penghuni gedung dan petugas-petugas terlatih atau
petugas dinas pemadam kebakaran. Standar ini biasanya disediakan pada sebuah
14
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
hydrant box yang besar dan sangat baik untuk dipasang digedung-gedung
bertingkat tinggi.
b. Sumber air.
Sumber air untuk hydrant sistem ukuran 2 ½" ø biasanya diukur sesuai dengan
besar kapasitas pompa kebakaran yang dipergunakan.
Untuk sistem hydrant golongan 1 dan 2, besar kapasitas pompa adalah 1800
liter/menit untuk jangka waktu selama 30 menit.
Bila didalam gedung terdapat 2 pipa tegak, maka untuk pipa tegak pertama
harus disuplay kapasitas air sebanyak 1800 liter/menit dan untuk pipa tegak
kedua disuplay kapasitas sebanyak 900 liter/menit untuk jangka waktu 30 menit.
Disamping itu tekanan air pada titik hydrant terjauh atau tertinggi adalah
minimum 4,5 kg/cm2. Khusus untuk sistem hydrant golongan 2 (saluaran 1½",
1" dan ¾") adalah 400 liter/menu untuk jangka waktu 300 menit, disamping itu
juga tekanan air pada titik hydrant yang tertinggi adalah 4,5 kg/cm 2. Untuk
hydrant golongan 1 dan 3, diperlukan tambahan peralatan, fire departement
connection, yang dipasang sedemikian rupa sehingga slang-slang saluran air
dapat dipasang dan dipompakan ke pipa tegak.
c. Hydrant Pillar.
Mengenai letak lokasi hydrant pillarjarak antara satu hydrant dan lainnya tidak
melebihi 150 meter, dan letak hydrant harus dipilih dekat dengan persimpangan
jalan dan hydrant-hydrant lainnya dipasang dipinggirjalan. Sebagai kebiasaan
hydrant-hydrant dipasang sekitar 25 meter dan bangunan gedung, dan bila ini
tidak mungkin harus dipikirkan kemungkinan akibat kejatuhan dinding gedung
atau terkena pancaran panas kebakaran. Hydrant yang diletakkan dekat lalu
lintas yang ramai harus diberi perisai berupa pagar disekitarnya supaya tidak
tertabrak kendaraan. Hydrant harus dipasang tegak lurus dan tingginya kira-kira
45 cm dari permukaan tanah disekitarnya.
15
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Gambar 6. Hydrant Pillar
d. Monitor nozzles.
Dalam meletakkan monitor nozzles harus sedemikian rupa sehingga semua
tempat dapat dicapai dengan semprotan air.
16
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Gambar 8. Sprinkler
17
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
Halon 1301 diklasifikasikan sebagai gas yang paling kecil keracunanya dan
menurut UL (Under Writer Laboratory) diberi klasifikasi golongan 6, sama
dengan CO2.
18
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
BAB IV
TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN
A. PENCEGAHAN KEBAKARAN
1. Tindakan Pencegahan kebakaran
Untuk mencegah terjadinya kebakaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
ditaati antara lain:
a. Meningkatkan disiplin dan tanggung jawab personil
b. Peningkatan kewaspadaan dan kesiagaan personil
c. Pengawasan dan penggantian alat-alat yang mengandung bahaya potensial
rawan bakar tinggi secara teratur
d. Adanya petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis pada setiap peralatan secara jelas
e. Peningkatan kesadaran bahaya akan kebakaran merupakan tanggung jawab
seriap personil
f. Dilarang meletakkan/membuang puntung rokok berapi disembarang tempat
g. Dilarang berbaring di tempat tidur sambil merokok
h. Dilarang main air
i. Dilarang menyalakan lampu, pelita, lilin disembarang tempat
j. Dilarang mengisi minyak kompor yang sedang menyala
k. Dilarang membiarkan kompor sumbunya longgar/kosong
l. Dilarang memasak baik dengan cooflat listrik, maupun dengan kompor gas atau
minyak tanah ditempat-tempat yang tidak diperuntukkan untuk memasak
m. Dilarang menyambung atau menambah instalasi listrik tanpa diperiksan terlebih
dahulu oleh instalasi pemeliharaan sarana.
n. Dilarang untuk membakar sampah atau sisa kayu di lingkungan rumah sakit
o. Dilarang membakar sampah yang berisikan bahan yang mudah meledak atau
menyebarkan percikan api
p. Dilarang lengah bila menyimpan bahan yang mudah terbakar seperti elpiji,
bensin, alkohol.
q. Dilarang membiarkan orang-orang yang tidak berkepentingan berada di tempat
peka terhadap bahaya kebakaran
r. Dilarang merokok di dalam ruang diesel/generator
s. Dilarang memperbaiki kendaraan di tempat parkir
t. Dilarang meninggalkan tugas pada waktu mesin-mesin dinyalakan bagi petugas
jaga diesel/generator, boiler.
19
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
1) Besar ukuran balok bangunan tergantung kepada kapasitas, intensitas dan
kebutuhan dari suatu kegiatan atau fungsi dalam ruangan atau bangunan.
2) Aksesbilitas atau pencapaian di lingkungan blok bangunan harus dibuat jelas,
aman, tanpa hambatan dan dilengkapi dengan tanda atau petunjuk ke arah
bukaan atau ruangan penyelamatan.
3) Tata letak blok bangunan
Di dalam bentuk blok bangunan harus dengan mempertimbangkan :
a) Kompartemenisasi di dalam massa bangunan
b) Jarak dan tinggi bangunan
c) Hidrant kebakaran
d) Alat bantu pemadam kebakaran lainnya
20
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
harus memenuhi persyaratan yaitu lubang jendela atau pintu bangunan yang
Iangsung menghadap keluar, minimum berjarak 90 cm satu dengan Iainnya,
kecuali jika dilindungi penjorokan minimum 50 cm yang dibuat dan struktur
takan api minimum 2 (dua) jam.
4. Bukaan
a. Kecuali untuk rumah tinggal biasa, lubang pintu bangunan perumahan dan
gedung yang Iangsung menghadap keluar, daun pintunya harus menghadap/
membuka keluar.
b. Kecuali untuk rumah tinggal biasa, bagian atas dan setiap jendela atau pintu
bangunan yang Iangsung menghadap keluar, harus dilindungi dengan
penjorokan, minimum 50 cm (“D”) dari dinding yang terbuat dari struktur tahan
api, D + C lebih besar dan 1.30 meter, minimum 2 (dua) jam.
5. Jalan keluar
a. Semua jalan keluar atau penghubung dan bangunan baik berupa pintu
penyelamatan/pintu kebakaran, kondor, ramp maupun jenis Iainnya harus :
1) Mudah dilihat, jelas dan tanpa hambatan.
2) Bila terdapat Iebih dan satu kelompok pemakai menggunakan bangunan
atau lantai, maka setiap kelompok pemakai harus mempunyai pencapaian
Iangsung ke jalan-jalan luar. Dan tidak diperkenankan melalui ruang-ruang
yang digunakan oleh kelompok pemakai lainnya.
Perhitungan jalan keluar berdasarkan kepada fungsi/kegiatan, intensitas
penggunaan dan kapasitas ruang tertinggi. Jalan keluar dan bangunan juga
berdasarkan kepada :
1) Jenis penggunaan ruang/bangunan.
2) Beban penghunian ruang/bangunan.
3) Luas lantal penggunaan ruang/bangunan.
4) Jarak pencapalan.
5) Intensitas/kapasitas jalan keluar.
6) Apabila terdapat Iebih dan satu kelompok pemakai menggunakan
ruang/bangunan atau lantai, maka pencapaian langsung ke sejumlah jalan
keluar tidak diperkenankan melalui ruang/bangunan atau lantai yang telah
digunakan oleh pemakai Iainnya.
7) ApabiIa dibutuhkan Iebih dan satujalan keluar pada ruang/bangunan atau
Iantai, maka setiap jalan keluar harus ditempatkan sejelas mungkin dan
dibedakan dari bukaan Iainnya yang tidak berfungsi sebagai penyelamatan
jalan keluar.
8) Jalan masuk kearah tangga penyelamatan yang melayani Iebih dari 4
(empat) lantai hanya diperkenankan melalui ruang/lobby bebas asap.
21
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
9) Jalan masuk atau keluar pada bangunan yang tinggi Iebih dari 4 (empat)
lantai, maka harus dilengkapi dengan lift/elevator dan eskalalor
10) Pintu-pintu jalan keluar harus mempunyai ketahanan terhadap api,
minimum 1½Jam.
11) Letak dan jarak tempuh jalan keluar harus memperhatikan klasifikasi dan
kapasitas bangunan, dengan lembar minimum dan jarak pencapaian
maksimum sesuai label 5.
b. Koridor
1) Koridor berakhir di pintu kebakaran dengan tenda/petunjuk penyelamatan
kebakaran.
2) Bebas dari pada penirnhunan barang-barang.
3) Lantal dibuat dan hahan yang tidak hem.
22
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
B. PENANGGULANGAN KEBAKARAN
2. Organisasi penanggulangan kebakaran
a. Diagram penanggulangan kebakaran
- Direktur
TIM - Dinas jaga
PENGENDALI - IPSRS
- Satpam
Keterangan :
A. Unit kerja dilokasi kebakaran
BC
A B. Unit kerja disekitar kebakaran
C. Unit kerja di luar lokasi
kebakaran
b. Uraian Tugas.
1) Direktur bertugas :
a) Memimpin dan mengendalikan penanggulangan kebakaran, serta
memerintahkan untuk membunyikan tanda bahaya.
b) Segera melaporkan kejadian kebakaran kepada Dinas Pemadam
Kebakaran, Kepolisian dan Pemda.
c) Memberitahukan kejadian kebakaran kepada unit kerja yang lain (IPS
dan SATPAM)
d) Menentukan tempat untuk evakuasi pasien, dokumen dan peralatan.
2) Dinas Jaga bertugas :
a) Memerintahkan untuk membunyikan tanda bahaya kebakaran.
b) Memimpin dan mengendalikan penanggulangan kebakaran yang terjadi
diluar jam kerja. Setelah Direktur datang, tugas ini diserahkan kepada
Direktur.
c) Segera melaporkan kejadian kebakaran tersebut kepada Dinas
Pemadam Kebakaran, Kepolisian dan Pemda.
d) Memberitahukan kejadian kebakaran kepada Unit Kerja yang lain ( IPS
dan SATPAM).
e) Menentukan tempat untuk evakulasi pasien, dokumen dan peralatan.
3) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit ( IPSRS ) bertugas :
a) Setelah menerima pemberitahuan/mengetahui adanya kebakaran segera
mematikan aliran Iistrik.
b) Memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam yang ada.
23
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
c) Melaksanakan kegiatan dan usaha dalam bidang tugasnya agar
kebakaran tidak meluas.
d) Mengecek semua alat pemadam api, menyiapkan serta membawanya
ke lokasi kebakaran.
4) SATPAM bertugas:
a) Memadamkan api dilokasi kebakaran dengan mempergunakan alat
pemadam api yang ada.
b) Menyiapkan alat pemadam api dan membawanya kelokasi kebakaran.
c) Melaksanakan kegiatan dan usaha agar kebakaran tidak meluas.
d) Melakukan pengawasan dilokasi kebakaran agar usaha pemadaman api
berjalan lancar.
e) Mencegah orang-orang yang tidak berkepentingan mendekati lokasi
kebakaran.
f) Satu orang ditinggalkan di unit kerja/pos masing-masing untuk
mengawasi keamanan dan ketertiban dilingkungan unit kerja masing-
masing.
g) Sisanya dikerahkan untuk membantu memadamkan api dilokasi
kebakaran dan mengamankan jalan untuk evakuasi.
5) Petugas Unit Kerja dilokasi kebakaran (Perawat, Petugas Administrasi dan
Petugas lain) bertugas :
a) Melaporkan kejadian kebakaran kepada Tim Pengendali
(Direktur/Dinas jaga, IPS dan SATPAM).
b) Memadamkan api dengan menggunakan alat pemadam yang
ada/tersedia.
c) Mengevakuasikan pasien, dokumen dan peralatan Rumah Sakit serta
barang milik pasien.
d) Melaksanakan kegiatan dan usaha dalam bidang tugasnya agar
kebakaran tidak meluas.
6) Petugas unit kerja disekitar lokasi kebakaran
a) Mengevakuasikan pasien, dokumen dan peralatan rumah sakit yang
dipandang perlu.
b) Menyingkirkan barang-barang yang mudah terbakar.
c) Membantu mengatasi kebakaran.
7) Petugas unit kerja diluar lokasi kebakaran.
a) Meninggalkan beberapa petugas untuk mengawasi ketertiban dan
menjaga pasien diunit kerja masing-masing agar tidak panik.
24
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
b) Menyiapkan tempat tidur bagi pasien diunit kerja masing-masing agar
sewaktu-waktu diperlukan dapat menampung pasien yang di
evakuasikan dari tempat kebakaran.
c) Perawat dan petugas Administrasi Iainnya dikirim kelokasi kebakaran
untuk membantu evakuasi pasien, dokumen dan peralatan rumah sakit.
3. Tindakan yang perlu diperhatikan pada waktu terjadinya kebakaran
Unsur-unsur Tindakan Utama. Unsur-unsur atau hal-hal yang harus dipenuhi adalah:
a. Membunyikan tanda bahaya.
Untuk setiap kebakaran di rumah sakit baik kecil maupun besar bunyikan tanda
alarm/tanda bahaya umum dengan segera. Alarm ini harus dapat didengar
diseluruh bagian rumah sakit, bahkan didaerah yang kedap suarapun (ICCU,
ICU, OK dll)
b. Memanggil Dinas Pemadam Kebakaran.
Sangatlah penting untuk tidak menunda pemanggilan Dinas Pemadam
Kebakaran, segera setelah menerima laporan adanya kebakaran.
Satpam diharuskan menunggu kedatangan Dinas Pemadam Kebakaran dipintu
masuk yang telah ditetapkan, untuk menunjukkan jalan ketempat lokasi
kebakaran danmemberikan informasi yang diperlukan, seperti kondisi gedung,
lokasi sumber air terdekat dan lain-lain.
c. Membasmi api dengan segera.
Kebakaran harus segera dipadamkan disaat pertama kali dilihat, dengan
menggunakan alat pemadam kebakaran darurat yang tersedia, sambil berupaya
untuk memberikan laporan tentang adanya kebakaran agar dapat ditanggulangi
dengan cepat.
d. Pengungsian (Evakuasi).
Untuk mencegah keterlambatan dalam pengungsian haruslah terdapat
rencana/aturan yang memungkinkan pengungsian berjalan aman dan cepat.
Faktor yang penting adalah route mana yang harus digunakan serta route
pengganti jika jalan utama tidak dapat dilalui dan dimana berkumpuil untuk
diabsen ketika sampai diudara terbuka.
4. Tindakan pada waktu terjadinya kebakaran.
a. Setiap anggota yang mengetahui adanya kebakaran, segera mengambil tindakan
untuk memadamkan kebakaran dengan alarm terdapat disekitarnya, sambil
meneriakkan “KEBAKARAN” berulang kali
b. Anggota yang mendengar adanya kebakaran segera menuju ketempat kejadian
untuk meneliti kebenarannya.
c. Segera meminta bantuan kepada petugas lain untuk membantu pemadaman dan
sekaligus melapor kepada kepala.
25
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
5. Methode Evakuasi dan Pengamanan.
a. Pasien.
1) Pasien yang dapat berjalan dibimbing/dituntun keluar dan lokasi kebakaran
melalui pintu darurat menuju ketempat penampungan.
2) Pasien yang tidak dapat berjalan dievakuasi dengan cara :
a) Dipapah
b) Digendong
c) Kursi roda.
d) Tempat tidur beroda
e) Dibungkus dengan selirnut/sepral kernudian ditarik.
26
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
BAB V
PENUTUP
27
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
REFERENSI
http://psppk-depkes.org/Buku/BK%20PEDOMAN%20PENCEG%20PENANG%20KEB
%20RS.pdf
28
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN
DAFTAR ISI
B. RUANG LINGKUP...................................................................................................................1
C. KETENTUAN-KETENTUAN LAIN........................................................................................1
D. PENGERTIAN..........................................................................................................................1
A. API............................................................................................................................................3
B. KEBAKARAN..........................................................................................................................3
A. PENCEGAHAN KEBAKARAN.............................................................................................19
B. PENANGGULANGAN KEBAKARAN.................................................................................23
BAB V PENUTUP.............................................................................................................................27
REFERENSI........................................................................................................................................28
iii
PEDOMAN TENTANG KEBAKARAN