TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebakaran
2.1.1 Definisi Kebakaran
Kebakaran adalah peristiwa atau kejadian timbulnya api yang tidak
terkendali yang dapat membahayakan keselamatan jiwa maupun harta benda
(Peraturan Daerah DKI No. 8 Tahun 2008). Ramli (2010:16) mendefinisikan
kebakaran sebagai api yang tidak terkendali artinya diluar kemampuan manusia
dan keinginan manusia. Kebakaran dapat disimpulkan sebagai suatu nyala api
baik kecil maupun besar pada situasi, waktu, dan lokasi yang tidak dikehendaki,
bersifat sukar dikendalikan dan dapat membahayakan keselamatan jiwa maupun
harta benda.
mengoplos tabung gas LPG dengan cara yang tidak aman atau memasak
menggunakan LPG secara tidak aman.
b. Faktor Teknis
Faktor teknis juga dapat menyebabkan kebakaran khususnya kondisi
tidak aman dan membahayakan. Contohnya:
1) Kondisi instalansi listrik yang tidak standar atau sudah tua
2) Penempatan bahan mudah terbakar seperti minyak, gas atau kertas yang
berdekatan dengan panas atau sumber api
d. Golongan D
Kebakaran golongan D terjadi pada logam mudah terbakar seperti
magnesium, titanium, zirchonium, lithium, potassium, dan sodium. Bahan
pemadam yang dapat digunakan ialah serbuk kimia, sodium klorida, grafit.
2.2 Kesiapsiagaan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007
kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Kesiapsiagaan ditujukan untuk memastikan upaya yang cepat dan
tepat dalam menghadapi kejadian bencana. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun
2008 menyatakan salah satu cara untuk meningkatkan kesiapsiagaan yakni
melalui pendidikan dan pelatihan. Menurut Efelin (2018) kesiapsiagaan
merupakan tahapan paling strategis dalam manajemen risiko bencana karena
menentukan bagaimana ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi suatu
bencana.
Kesiapsiagaan bersifat dinamis. Tingkat kesiapsiagaan suatu komunitas
dapat menurun setiap saat seiring terjadinya perubahan dalam kehidupannya.
Karena itu diperlukan kegiatan untuk memantau dan mengetahui kondisi
kesiapsiagaan suatu masyarakat dan melakukan usaha untuk menjaga dan
meningkatkan kesiapsiagaan tersebut (Sopaheluwakan dkk., 2006). Menurut
Hidayati (2017) untuk mengkaji tingkat kesiapsiagaan diperlukan suatu alat ukur.
Alat ukur ini merupakan instrumen yang didesain dalam bentuk daftar pertanyaan
tertutup (kuesioner).
Kesiapsiagaan yang baik harus terbentuk pada setiap anggota SATPAM
gedung bertingkat Universitas Jember karena salah satu tugas SATPAM gedung
bertingkat Universitas Jember yakni pengamanan saat terjadi kebakaran.
SATPAM gedung bertingkat Universitas Jember juga memiliki kegiatan untuk
17
2.3 SATPAM
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 24 Tahun 2007 menyatakan
Satuan Pengamanan (SATPAM) adalah satuan atau kelompok petugas yang
dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan pengamanan dalam
rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan kerjanya. Tugas
pokok SATPAM ialah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban di
lingkungan/tempat kerjanya yang meliputi aspek pengamanan fisik, personel,
informasi dan pengamanan teknis lainnya. SATPAM, berfungsi untuk melindungi
dan mengayomi lingkungan/tempat kerjanya dari setiap gangguan keamanan, serta
menegakkan peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan kerjanya.
SATPAM merupakan personil yang terdapat dalam sistem manajemen
pengamanan. Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 24 Tahun
2007 sistem manajemen pengamanan adalah bagian dari manajemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
18
pemeriksaan terhadap segala sesuatu yang tidak wajar dan tidak pada
tempatnya yang dapat atau diperkirakan menimbulkan ancaman atau
gangguan serta mengatur kelancaran lalu lintas diluar kawasan atau
sekitar lingkungan Universitas Jember
4) Mengambil langkah-langkah dan tindakan sementara bila terjadi tindak
pidana
5) Memberikan tanda-tanda bahaya atau keadaan darurat melalui alat-alat
alarm atau kejadian lain yang membahayakan jiwa, harta benda, dan
lingkungan Universitas Jember serta memberikan pertolongan dan
bantuan penyelamatan
e. Sikap tampak dan perilaku anggota SATPAM
1) Anggota SATPAM diwajibkan menjaga kebersihan badan dan pakaian
2) Bertindak sopan, ramah tetapi tetap tegas, luhur, berani adil, dan
bijaksana
3) Ulet, tabah, sabar, dan percaya diri dalam mengemban tugas
4) Memegang teguh rahasia yang dipercayakan kepadanya
5) Cepat tanggap (responsive) dalam memberikan perlindungan dan
pengamanan
6) Mentaati peraturan dan menghormati norma yang berlaku di lingkungan
kerja
7) Dilarang bersikap acuh tak acuh, tidak sopan baik kepada tamu,
penghuni maupun masyarakat sekitarnya
8) Dapat menciptakan suasana lingkungan kerja yang bersih, aman,
nyaman, dan tentram
f. Pelatihan SATPAM
1) Memberikan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan bagi anggota SATPAM
guna melaksanakan tugas dan untuk menuju profesionalisme
2) Pendidikan dan pelatihan dilaksanakan secara berjenjang dan berlanjut
yang pelaksanaannya pada setiap triwulan pada setiap tahunnya
20
adanya sistem peringatan bencana di dalam gedung dan langkah apa yang
dilakukan bila alarm/sirine tanda peringatan bencana berbunyi.
Sistem peringatan bencana sangat diperlukan untuk menunjang
kegiatan pokok SATPAM gedung bertingkat Universitas Jember yakni
memberikan tanda-tanda bahaya atau keadaan darurat melalui alat-alat
alarm atau kejadian lain yang membahayakan jiwa, harta benda, dan
lingkungan Universitas Jember serta memberikan pertolongan dan bantuan
penyelamatan. Berkaitan dengan hal tersebut maka dibutuhkan sistem
peringatan bencana pada setiap lokasi kerja SATPAM gedung bertingkat
Universitas Jember serta pengetahuan mengenai tindakan apa yang harus
dilakukan ketika mendengar sistem peringatan bencana berbunyi agar
mampu memberikan pertolongan dan bantuan penyelamatan.
e. Mobilisasi sumber daya
Indikator mobilisasi sumberdaya meliputi keikutsertaan SATPAM
dalam pertemuan, seminar, atau pelatihan kesiapsiagaan bencana, atau
adanya pengetahuan SATPAM yang berkaitan dengan kesiapsiagaan.
Indikator ini sesuai dengan tujuan kegiatan pelatihan SATPAM gedung
bertingkat Universitas Jember yakni untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan bagi anggota SATPAM guna melaksanakan tugas dan menuju
profesionalisme. Pelatihan yang berkaitan dengan kebakaran terdiri dari
pengetahuan tentang pengamanan, mengenal alat-alat pemadam kebakaran,
pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pengetahuan tentang P3K.
Penelitian yang dilakukan oleh Kartikawati, T (2017:5) security atau
SATPAM pada Terminal Peti Kemas Semarang merupakan anggota dari unit
penanggulangan kebakaran dan pada keadaan darurat bertugas untuk mensterilkan
jalur, koordinasi, dan membantu pemadaman jika terjadi kebakaran. Utami
(2019:7) dalam penelitiannya menyatakan, apabila terjadi keadaan darurat
kebakaran petugas keamanan atau SATPAM di pusat perbelanjaan Golden Market
Jember bertugas untuk melakukan penanganan di lapangan. SATPAM
mempunyai peran penting dalam penanggulangan suatu peristiwa kebakaran
23
2.4 Universitas
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 menyatakan
univeristas merupakan Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan pendidikan
akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam berbagai
rumpun Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi dan jika memenuhi syarat,
universitas dapat menyelenggarakan pendidikan profesi. Menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020
bangunan yang digunakan untuk perguruan tinggi harus memenuhi persyaratan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan keamanan, serta dilengkapi dengan
instalasi listrik yang berdaya memadai dan instalasi, baik limbah domestik
maupun limbah khusus, apabila diperlukan. Perguruan tinggi memiliki berbagai
ruangan yang digunakan untuk prasarana pembelajaran. Standar prasarana yang
ada di perguruan tinggi menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 terdiri diri lahan, ruang kelas,
perpustakaan, laboratorium/studio/bengkel kerja/unit produksi, tempat
berolahraga, ruang untuk berkesenian, ruang unit kegiatan mahasiswa, ruang
pimpinan perguruan tinggi, ruang dosen, ruang tata usaha, dan fasilitas umum
yang meliputi jalan, air, listrik, jaringan komunikasi suara, dan data
Hasil penelitian tentang penilaian risiko kebakaran gedung bertingkat di
Kampus I Universitas Muhammadiyah Semarang menunjukkan, kategori risiko
kebakaran tergolong risiko extreme. Risiko kebakaran di gedung universitas
diakibatkan oleh berbagai potensi-potensi penyebab kebakaran. Menurut
penelitian Fatra (2015) yang dilakukan di Kampus I Universitas Muhammadiyah
Surakarta menyatakan potensi kebakaran di lingkungan Kampus I berasal dari
listrik, Gas LPG dan Bahan Kimia. Sumber penyebab kebakaran lainnya menurut
Kurniawan (2014) berasal dari arsip-arsip dosen, buku-buku di dalam
24
2) Pengetahuan
a) Definisi
Pengetahuan didapatkan setelah orang mengadakan
penginderaan terhadap objek tertentu dan merupakan hasil dari
“tahu”. Menurut Notoatmodjo (2012:138), pengetahuan adalah hasil
dari penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap suatu
objek dari indra yang dimilikinya. Manusia melakukan melalui
seluruh panca indra yang dimiliknya, yakni indra penglihatan, indra
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo,
2012:138).
b) Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan menjadi domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan semakin langgeng dibandingkan dengan perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Notoadmodjo
(2012:138-140) pengetahuan terdiri dari 6 tingkat yaitu:
(1) Tahu (Know)
(2) Memahami (Comprehension)
(3) Aplikasi (Application)
(4) Analisis (Analysis)
(5) Sintesis (Synthesis)
(6) Evaluasi (Evaluation)
c) Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan melalui
wawancara menggunakan kuesioner yang menanyakan tentang isi
materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.
Budiman dan Riyanto (2013) mengelompokkan tingkat
pengetahuan untuk responden masyarakat umum menjadi dua
kelompok yakni :
(1) Tingkat pengetahuan kategori baik : > 50%
28
Faktor Predisposisi:
1. Karakteristik Responden
(Umur, Masa Kerja,
Tingkat Pendidikan)
2. Pengetahuan Respon
3. Sikap (Tanggap Pemulihan
Mitigasi Kesiapsiagaan
Faktor Pemungkin: Darurat)
1. Pelatihan
2. Sarana Prasarana
3. Komitmen, Peraturan
4. Rencana Tanggap
Darurat
Faktor Penguat:
1. Dukungan Rekan Kerja
2. Pengawasan Petugas K3
3. Pemimpin Perusahaan
4. Tim Penanggulangan
Kebakaran
Berkurangnya Korban Nyawa dan Kerugian Harta Benda, Masyarakat Tahan dan Tangguh dalam Menghadapi Bnecana, Korban dapat
Terselamatkan dengan Cepat dan Tepat, Pemulihan Pasca Bencana dapat Dilakukan dengan Cepat
Gambar 2.1 Kerangka Teori Modifikasi Tun Lin Moe dan Pathranarakul P (2006), Ramli (2010), Lawrence Green (1980), Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2008, LIPI-UNESCO/ISDR (2006), dan Khambali (2017)
36
Faktor Predisposisi:
1. Karakteristik Responden
(Umur, Masa Kerja,
Tingkat Pendidikan)
2. Pengetahuan
3. Sikap
Faktor Pemungkin:
1. Pelatihan
2. Sarana Prasarana Kesiapsiagaan
3. Komitmen, Peraturan Kondisi Darurat
3. Komitmen, Peraturan
4. Rencana Tanggap
2. Rencana Tanggap Kebakaran
Darurat
Faktor Penguat:
1. Dukungan Rekan Kerja
2. Pengawasan Petugas K3
2.
3. Pengawasan Petugas
Pemimpin Perusahaan
K3
4. Tim Penaggulangan
3. Pemimpin
Kebakaran Perusahaan
4. Tim Penanggulangan
Kebakaran
Keterangan:
= Variabel diteliti