Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN BENCANA TENTANG MANAJEMEN SIKLUS

BENCANA KEBAKARAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan bencana

Yang dibina oleh : Ns. Cipto Susilo,S.Pd,S.Kep,M.Kep

Disusun oleh :

1. Bayu Viqy Darmawan (1611011042)


2. Siti Nafiatul N.A (1611011054)
3. M. Ferri H (1611011059)
4. Dyah Tresni A. (1611011068)
5. A. Widarta Setiadi (1611011071)
6. Faiqotul Jannah (1611011079)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kebakaran merupakan hal yang sangat tidak diinginkan, tidak mengenali


waktu,tempat atau siapapun yang menjadi korbanya. Masalah kebakaran disana
sini masih banyak yang terjadi. Hal ini menunjukkan betapa perlunya
kewasapadaan pencegahan terhadap kebakaran perlu di tingkatkan. Kebakaran
dapat dicegah dengan melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan
kebakaran mulai dari perencanaan darurat, penanggulangan kebakaran,
penyediaan jalur evakuasi, penyediaan sarana dan fasilitas dalam menghadapi
kebakaran serta pembinaan dan latihan.

Kebakaran merupakan salah satu bencana yang memerlukan tindakan


penanganan secara cepat dan tepat. Semakin cepat dan tepat penanganan
bencana kebakaran, maka kerugian berpa hilangnya nyawa dan cidera yang
timbul akibat kebakaran akan semakin kecil. Tidak tekecuali apabila bencana
kebakaran terjadi di rumah sakit.

Penanganan bencana kebakaran di rumah sakit meliputi dua kegiatan besar


yaitu : kegiatan pemadam kebakaran dan kegiatan evakuasi terhadap penghuni
gedung apabila kebakaran tidak dapat lagi di atasi. Agar kegiatan kedua
tersebut dapat berjalan lancar maka smua sumber daya di rumah sakit harus
dapat berfungsi dengan baik, dengan cara penetapan masing-masing tugas dan
tanggung jawab.

Bencana kebakaran harus di kelola dengan baik dan terencana mulai dari
pencegahan, penanggulangan dan rehabilitasi setelah terjadi kebakaran, selama
ini hanya bereaksi setelah kebakaran terjadi bahkan bahaya kebakaran sering di
abaikan dan idak mendapat perhatian dari sistem management. Pengelola
bencana kebakaran juga bukan sekedar menyediakan alat pemadam atau
melakukan pelatihan peran kebakaran, namun di perlukan suau program yang
terencana dalam suatu sistem menejemen kebakaran yang merupakan upaya
terpadu untuk mengelola resiko kebakaran mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan tindak lanjut ( ramli,2010).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian resiko bencana kebakaran?


2. Apa saja penyebab terjadinya kebakaran?
3. Apa saja dampak kebakaran?
4. Bagaimana cara mencegah kebakaran?
5. Apa peran perawat dalam bencana kebakaran pada masyarakat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian resiko bencana kebakaran


2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kebakaran
3. Untuk mengetahui dampak kebakaran
4. Untuk mengetahui cara mencegah kebakaran
5. Untuk mengetahui peran perawat dalam bencana kebakaran pada
masyarakat
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi kebakaran

Kebakaran merupakan suatu bencana yang disebabkan oleh api atau


kebakaran tidak terkawal dan membahayakan nyawa manusia serta ekologi.
Kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur yaitu bahan
baka, oksigen dan panas yang berakibat menimbulkan kerugian berupa cedera
bahkan sampai kematian.

Menurut dewan keselamatan dan kesehatan kerja nasional kebakaran


adalah bencana yang awalnya dari api yang tidak di kehendaki dan
menimbuklkan kerugian, berupa kerugian materi, fisik, dan asuransi. Sifat
kebakaran ini dapat di jelaskan dalam bahan training keselamatan kerja
penanggulangan kebakaran yang terjadi secara tidak diduga, tidak akan padam
apabila tidak di padamkan dan kebakaan akan padam dengan sendirinya
apabila konsentrasi keseimbangan hubungan tiga unsur dalam segitiga api tidak
terpenuhi lagi.

Definisi lain datang dari BNBP (2010), menurutnya bahwa lembaga yang
berwenang terhadap penanggulangan bencana di indonesia tersebut, peristiwa
atau rangkaian yang mengancam dan mengganggu kehidupa masyarakakat
yang disebabkan oleh faktor alam maupun faktor non alam, sehigga
mengakibatkan timbulya korban jiwa, kerusakan lingkungan dan dampak
pesikologis.

B. Penyebab kebakaran

Menurut agus triono (2001), kebakaran terjadi karena manusia dan alam.

1) Kebakaran karena manusia yang bersifat kelalaian, seperti :


a) kurangnya pengertian, pengetahuan tentang penanggulangan bahaya
kebakaran.
b) kurang hati-hati dalam menggunakan alat dan bahan yang dapat
menimbulkan kebakaran
c) kurangnya kesadaran pribadi dan kurang disiplin
2) kebakaran karena alam menyangkut cuaca dan gunung berapi seperti sinar
matahari, letusan gunung berapi dan gempa bumi. Kebakaran terjadi karena
beberapa penyebab yang dapat bermacam-macam. Berikut bebrapa
penyebab yang menimbulkan kebakaran :
a) bahaya listrik
sirkuit listrik yang terlalu banyak dan terlalu panas menyebabkan
penggunaan adaptor juga dapat menyebabkan kebakaran dan
memerlukan elektrial audit untuk mengecek kabel yang tidak aman.
b) Rokok
merupakan salah satu penyebab terjadinya kebakaran di tempat kerja dan
seharusnya di larang di tempat kerja.
c) kebakaran tidak sengaja
Merupakan usaha percobaan untuk menutupi kriminalitas yang berasal dari
perselisihan perorangan. Perusahaan dapat mencegah kebakaran yang di
sengaja dengan memastikan sistem proteksi kebakaran secara berkala.

D. klasifikasi kebakaran

Perlu diketahui jenis bahaya kebakaran yang sedang terjadi berdasarkan


material yang terbakar, supaya dapat di ketahui pemadam. Berdasarkan
penjelasan pasal 37 peraturan daerah kota bandung no 15 tahun 2001 tentang
pencegahan dan penanggulangan kebakaran, terdapat 4 jenis kebakaran dan
pemadamnya yaitu :

1) Kebakaran biasa yaitu kebakaran benda benda padat kecuali logam yang
mudah terbakar ( seperti kerts, kayu, pakaian) disebut jenis kebakaran
kelas A. Penanggulangannya dapat menggunakan alat pemadam pokok
yaitu air, foam, co2, atau bubuk kimia kering.
2) Kebakaran bahan caran yang mudah terbakar ( seperti minyak bumi, gas,
lemak, dan sejenisnya) disebut jenis kebakaran kelas B.
Penagnggulagannya dapat menggunakan alat pemadam lengkap yang
memakai zat kimia yaitu foam, co2, atau bubuk kimia kering.
3) Kebakaran listrik ( seperti kebocoran listrik atau konseleting atau
kebakaran pada alat alat listrik generator, motor listrik) disebut juga
kebakaran kelas C. Penagngglangannya dapat menggunakan alat pemadam
jenis co2 dan bubuk kimia kering.
4) Kebakaran logam seperti seng, magnesium, serbuk alumunium, sodium
titanium disebut kebakaran kelas

D. Proses terjadinya kebakaran

Perkembangan api dalam kejadian kebakaran terjadi melalui beberpa tahap (


mantra, 2005)

Yaitu:

1). tahap penyalaan atau peletusan, tahap ini ditndai oleh munculnya api dalam
ruangan yang disebabkan oleh energi panas yang mengenai material dalam
ruangan.

2). tahap pertumbuhan, tahap ini api mulai berkembang sebagai fungsi dari bahan
bakar tahap ini merupakan yahap yang paling tepat untuk melkukan evakuasi dan
tahap dimana sensor pencegahan kebakaran atau alat pemadam mulai bekerja.

3). tahap flashover, tahap ini merupakan masa transisi antara tahap pertumbuhan
dengan tahap pembakaran penuh, dengan suhu antara 300-600⁰C.

4). tahap pembakaran penuh, pada tahap ini energi panas yang dilepaskan adalah
yang paling besar. Seluruh material dalam ruangan terbakar sehingga temperatur
dalam ruangan adalah sebesar 1.200⁰C.

5). tahap surut, tahap ini ditandai dengan material terbakar yang mulai habis dan
temperatur mulai menurun.

Warning System
Sistem peringatan dini (early warning system) adalah serangkaian sistem yang
berfungsi untuk memberitahukan akan terjadi kejadian alam, sistem ini akan
memberitahukan terkait bencana yang akan terjadi atau kejaidan alam lainnya.

Peringatan dini pada masyarakat atas bencana merupakan tindakan pemberi


informasi dengan bahasa yang mudah dicerna oleh masyarakat. Dalam keadaan
kritis, secara umum peringatan dini yang merupakan penyampaian informasi
tersebut diwujudkan dalam bentuk sirine, kentongan, dll.

1). Sistem peringatan dini nasional

Peringatan dini di masyarakat dapat dikembangkan dengan mengacu pada


skema peringatan yang ada pada tingkat nasional dimana sumber peringatan resmi
berasal dari lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan.

Lembaga-lembaga tersebut adalah:

a. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

b. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bertanggung jawab


untuk memberikan peringatan dini cuaca, bencana gempa bumi dan tsunami.

c. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, (PVMBG), Badan Geologi


bertanggung jawab untuk memberikan peringatan dini bencana letusan gunung
berapi dan gerakan tanah.

d. Kementrian Pekerjaan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber


Daya Air, bertanggung jawab untuk memberikan peringatanbencana banjir dan
kekeringan.

e. Kementrian Kehutanan bertanggung jawab untuk memberikan peringatan dini


bencana kebakaran hutan

BMKG

PVMB
G

BNPB
Kem.P
U

Kem.K Kem/Lemb MEDIA


EHUTA aga terkait
NAN

Skema peringatan dini bencana pada tingkat nasional dapat dilihat pada
gambar

Peringatan dini pada tingkat masyarakat harus memiliki beberapa prinsip sebagai
berikut:

a. tepat waktu

b. akurat

c. dapat dipertanggung jawabkan

Suatu sistem peringatan dini akan dapat dilaksanakan jika memenuhi ketiga syarat
berikut:

a. adanya informasi resmi yang dapat dipercaya

b. adanya alat dan tanda bahaya yang disepakati

c. ada cara atau mekanisme untuk menyebarluaskan peringatan tersebut

2) Sistem Peringatan Dini di Masyarakat


Peringatan dini masyarakat dikembangkan dengan mengacu pada skema
peringatan yang ada pada nasional yang memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan peringatan resmi (official warning). Hal ini diperlukan agar
informasi peringatan dini dapat di implementasikan masyarakat. Pada beberapa
wilayah dimana tidak dapat menerima peringatan dini bencana dari lembaga
nasional, maka gejala alam akan terjadi dengan terjadinya bencana menjadi salah
satu hal yang harus diperhatikan sebagai indikasi akan terjadinya bencana,
sehingga hal tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan untuk
peringatan dini yang akan dikeluarkan.

Pemantauan dan
Deteksi bencana

Tanda-tanda
kejadian bencana Peringatan Dini

Analisis

Dasar pengambilan keputusan peringatan dini di masyarakat.

Dari gambar tersebut terlihat bagaimana tanda kejadian bencana dijadikan sebagai
dasar pengambilan suatu keputusanuntuk penyebaran peringatan dini bencana
setelah melalui proses pemantuan dan deteksi bencana, dan dilakukan analisis
singkat atas gejala-gejala yang ditimbulkan untuk menghasilkan rekomendasi
keputusan peringatan yang akan dikeluarkan. Pengetahuan gejala alam akan
potensi terjadinnya bencana menjadi faktor utama bagi masyarakat untuk dapat
mengambil tindakan yang dibutuhkan.

Pengetahuan gejala alam ini dapat dikembangan dari pengetahuan-pengetahuan


lokal yang sudah ada diketahui secara luas tentng bagaimana suatu bencana akan
terjadi. Masarkaat disini angat berperan aktif dalam efektifitas sistem peringatan
dini ini, peran ini tercermin dari kesadaran atau kepedulian masyarakat untuk
terlibat dalam kegiatan-kegiatan terkait. Perlu diperhatikan juga bahwa terlalu
banyak peringatan yang salah dapat mengakibatkan kejenuhan atas peringtaan
yang terus menerus, sehingga akhirnya sistem peringatan menjadi tidak efektif
lagi.

3) Pengorganisasian Peringatan Dini

Sesuai dengan prinsipnya bahwa peringatan dini harus dapat dipertanggung


jawabkan, maka pada tingkat masayarakat harus dibentuk Kelompok Peringatan
Dini yang bertanggung jawab untuk melakukan proses pemantauan gejala alam,
analisis serta mengeluarkan peringatan dini dan pelaporan. Kelompok ini dapat
berada pada struktur Kelompok Siaga Bencana di tingkat masyarakat dan dibawah
pembinaan pemerintah daerah setempat melalui Badan Pennggulangan bencana
Daerah (BPBD).

PENANGGUNGJAWABAN

Kord. Pelaksana

Tim Pemantau Tim Analisis


Tim Tim Pelaporan
Diseminasi

Struktur kelompok peringatan dini tingkat Masyarakat

Kelompok Peringatan Dini ini terdiri dari empat tim, yaitu:

1. Tim Pemantau
2. Tim Analisis
3. Tim Diseminasi
4. Tim Pelaporan

Proses pemantauan dan analisis informasi merupakan fase pemanfaatan


informasi. Proses ini dapat dilakukan oleh individual berdasarkan masukan
drai staffnya (biasannya melalui suatu pertemuan khusus). Proses
pengambilan keputusan merupakan suatu phase kritis yang mengubah
informasi jadi arahan.
Kegiatan ini dilakukan oleh individual atau perorangan yang bertanggung
jawab penuh atas tindakannya, atau oleh seseorang yang memegang
tanggung jawab tertentu atas konsultasi dengan staff atau penasehat
ahlinnya. Tindakan yang dilakukan berupa tindak lanjut dari keputusn
yang diambil dalam bentuk serangkaian arahan, baik dinamik maupun
statik. Contoh arahan dinamik: SAR, evakuasi, mobilisasi sumber daya,
peringatan instruksi untuk masyarakat, sedangkan statik bisa berupa
menunggu informasi lebih lanjut dan stand by, atau tidak perlu mengambil
tindakan apa-apa.
Anggota gugus ini berasal dari perwakilan masyarakat bisa dari
perwakilan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, ibu-ibu PKK, serta kader-
kader lainnya yang memiliki keterampilan sesuai dengan tugas tersebut.
Kelompok peringatan dini tingkat masyarakat ini harus dapat
memanfaatkan dan memaksimalkan seluruh potensi dan sumberdaya yang
dimiliki, sehingga tidak akan mengalami ketergantungan yang tinggi
kepada lembaga atau pihak lainnya. Lembaga nasional atau lembaga
lainnya hanya bersifat memberikan.
4) Diseminasi dan Rantai Informasi Peringatan Dini kebakaran

Penyebaran peringatan harus dapat dilaksanakan dengan cepat dan akurat,


maka peringatan dini yang dibangun harus memiliki jaringan informasi
dan komunikasi secara cepat. Peringatan dini bencana harus segera
diaktivasi jika gejala-gejala alam yang terjadi menunjukkan indikasi
adannya potensi bencana yang lebih tinggi. Sumber informasi dari
peringatan bencana dapat berasal dari peringatan resmi dari pemerintah
misal dari sistem peringatan dini melalui pejabat/kantor yang disepakati
mempunyai wewenang (Stasiun BMKG, Pos Pantau Gunung api dsb),
maupun dari gejala alam yang berpotensi terjadi kebakaran atau dari
masyarakat di tempat kejadian (misal orang yang melihat beberapa hutan
mulai berasap dapat dijadikan sebagai tanda awal). Tahapan dimensi
peringatan ini adalah dengan mengatifkan sistem peringatan dini bencana
kebakaran.
Mekanisme diseminasi ini harus ditetapkan dan disepakati oleh seluruh unsur
pelaksana di masyarakat dan dilegalkan secara hukum sesuai dengan
kewenangan wilayahnya. Penyebarluasan informasi ini dapat menggunakan
perangkat atau peralatan yang dimiliki masyarakat dan mampum menjangkau
seluruh wilayah bahaya. Alat-alat tradsioanal seperti kentongan, lonceng,
bedug dsb. Juga peralatan komunikasi lain seperti telepon dsb, atau pesan
melalui jaringan internet, Radio siaran TV, kemudian jaringan radio amatir
juga dapat melakukan fungsi pengiriman pesan. Tanda alam seperti sirene yang
sudah disepakati bersama dapat menjadi alat penyampai pesan yang efektif
dengan disosialisasikan tanda bunyinya.

A. Kebakaran yang mengakibatkan Banyak Kerugian

Kumpulan asap membumbung tinggi dari kebakaran dan lahan di


Kerumutan. Kebakaran kembali terjadi yang membuat beberapa wilayah
mulai diselimuti kabut asap. Kebakaran lahan pemukiman yang terjadi setiap
daerah membuat beberapa masyarakat merasa terganggu. Hal itu disebakan
oleh pola cuaca yang tidak teratur, jika siang hari panas, malamnya turun
hujan deras, tipe iklim equatorial, artinnya memiliki 2 puncak musim hujan dan
musim kemarau yang panjang untuk mengatasi beberpa kebakaran di hutan itu,
Kementrian Kehutanan memiliki wewenang dalam mengarahkan untuk
memadamkan titik-titik api, selain itu tim modifikasi cuaca juga memiliki tugas
ikut serta dalam pemadaman api dari udara.
Jika kebakaran tidak segera dituntaskan maka kebakaran hutan dan
lahan bakal terulang seperti tahun-tahun sebelumnya, akibatnya beberapa
masyarakatnya banyak yang mengalami sesak nafas serta mengakibatkan
kerugian ekonomi akibat kebakaran yang sangat besar, jika kondisi ini
berlanjut adalah ibu hamil yang mengakibatkan nantinnya akan melahirkan
anak dengan tubuh yang tidak sempurna dan kemampuan otak yang rendah,
karena menurut dokter anak yang terkena kabut asap akan tubuh menjadi idiot
Dampak yang ditimbulkan berupa: banyak tumbuh-tumbuhan yang
terbakar, kerusakan harta benda yang terkena imbasnya oleh api yang cepat
menyebar, gangguan penglihatan jarak pandang yang melumpuhkan
transportasi udara dan laut, hanya darat yang beroperasi tetapi angat lambat,
dan suhu naik karena emisi yang ditimbulkan.

B. Peran Perawat dalam Bnecana Kebakaran pada Masyarakat

Menurut UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,


Bencana merupakan peristiwa tau rangkain peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dapat menimbulkan
korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis. Menurut WHO (2002), bencana adalah kejadian yang menyebabkan
kerusakan, gangguan ekologis, hialngnya nyawa manusia, atau memburuknya
derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu. Tenaga
kesehatan sangat dibutuhkan dalam memberikan pelayanan dan dukungan
terhadap masyarakat yang mengalami bencaan, salah satunya keterlibatan
perawat, perawat ikut serta dalam memenuhi kebutuhan individu, kelompok
dan masyarakat disaat bencana. Menurut International Council of Nurses
(2009), keterlibatan perawat dalam bencana digambarkan perawat dengan
keterampilan teknis dan pengetahuan tentang epidemilogi, fisologi,
farmakologidan masalah psikososial dapat membantu dalam program kesiapan
bencana serta selama bencana. Keperawatan bencana membutuhkan penerapan
pengetahuan keperawatan dasar dan keterampilan lingkungan yang sulit
dengan sumber daya yang langka dan perubahan kondisi saat bencana.
Keperawatan bencana menyiapakan perawatan, advokasi, dan promosi
kesehatan dalam konteks bencana. Kemampuan perawat dalam berpikir krits,
kemampuan beradaptasi, kerjasama tim, dan kepemimpina yang sangat penting
dan dibutuhkan untukpengelolaan yang tepat dari korban bencana
(Power&Daily, 2010). Perawat sebagai anggota tim dapat bekerja sama dengan
tim kesehatan lain, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah dan lembaga
non-pemerintah.

Perawat Komunitas memiliki peran penting dalam mencegah,


mempersiapkan, menanggapi, dan mendukung pemulihan dari bencana
kebakaran. Setelah pengkajian secara menyeluruh untuk faktor risiko, perawat
komunitas dapat memulai pembentukan tugas multidisiplin untuk mengatasi
pencegahan dan kesiasiagaan bencana di komunitas, pemvegahan bencana
terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier (allender, Rector,
Warner,2010).

1. Pencegaha primer
a. Promosi kesehatan dan edukasi
Meningkatkan kesadaran masyarakat dan meningkatkan persiapam
masyarakat melalui pendidikan
b. Perlindungan kesehatan
Masyarakat tahu apa yang harus dilakukan dan pergi ke tempat
yang aman seperti di rumah, tempat kerja, sekolat atau tempat
umum lainnya.
2. Pencegahan sekunder
Berfokus pada edukasi awal dan pengobatan
3. Pencegahan tersier
Bertujuan untuk mengurangi jumlah dan derajat kecacatan atau
kerusakan akibat dari bencana dengan rehabilitatif.

Menurut WHO , peran perawat dalam bencana dapat dimulai sejak tahap
mitigasi (pencegahan), tanggap darurat bencana, hingga tahap recovery.
Kegiatan kesiapsiagaan dan mitigasi telah menjadi prioritas utama diseluruh
dunia. Kegiatan ini dapat mengurangi risiko dan dampak bencana bagi
masyarakat. Dalam hal ini perawat mempunyai peran dalam perencanaan
mengenai bencana, pengembangan program ketahanan terhadap bencana,
pelatihan simulasi kesiapan menghadapi bencana, dan pendidikan tentang
bencana di masyarakat. Pada tahap tanggap bencana, kegiatan dilakukan
setelah bencana selesai setelah keadaan stabil. Pada fase ini kegiatan yang
dilakukan perawat tindakan penyelamatan, memberikan perawatan darurat,
melakuka pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindkaan pertolongan
pertama dengan triase, evakuasi, dan treatment. Setelah bencana terjadi,
berlanjut pada fase pemulihan yaitu rehabilitasi dan kontruksi korban pasca
bencana. Peran perawat dalam fase pemulihan adalah pencegahan Post
Traumatic Stress Disoredere (PTSD) dengan melakukan platheraphy untuk
mencegah dan mengobati PTSD pada anak, pencegahan penyakit infeksi akibat
terjadinnya bencana seperti ISPA dan Pneumonia pasca erupsi gunung,
penyakit kulit pasca banjir, dan luka bakar pasca kebakaran (WHO & ICN,
2009).

Peran perawat terhadap kebakaran tidak jauh beda dengan perawat bencana
secara umum. Peran perawat dalam penanganan bencana kebakaran
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantarannya pengalaman, dan peran
profesional perawat di komunitas (Stanhope & Lancester, 2006). Peran perawat
yang dapat dilakukan dalam bencana kebakaran antara lain:

1. Peran perawat Primer


a. Penanganan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tetang bencana
khususnya kebakaran dengan penyuluhan dan simulasi, seperti paham
mekanisme quick responses seperti menghubungi dinas pemadam
kebakaran setempat, langkah-langkah rscue yang cepat dan tepat untuk
meminimalisasi korban serta menekan kerugian harta/benda dan
meminimalisasi perusakan lingkungan akibat kebakaran.
b. Pemetaan wilalayah resiko tinggi terjadinnya kebakaran
c. Melatih penanganan pertama korban bencana kebakaran baik
mengembangkan kemampuan sendiri maupun malatih masyarakat agar
dapat melaksanakan penanganan pertama
d. Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota
keluarga dengan kecurigaan fraktur tulang, perdarahan, dan pertolongan
pertama luka bakar (Nurwahyudin,2016).

2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat


Kegiatan dilakukan setelah bencana selesai dan keadaan stabil. Pada fase
ini, yang dilakukan perawat adalah tindakan penyelamatan, memberikan
perawayan darurat melakukan pengkajian secarra cepat untuk memutuskan
tindakan pertolongan pertama dengan triase dan evakuasi. Konsep triase
pada saat terjadi bencana adalah pasien dengan luka ringan dan pasien luka
parah yang tidak ada harapan untuk diselamatkan, Triase yang dapat
dilakukan dalam bencana kebakaran:
a. Merah : Keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien
mengalami hiposia, syok, trauma dada, pendarahan internal, traumam
kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar yang mengenai air
way.
b. Kuning: Meliputi Injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke
keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat
bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang
multiple, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar
derajat II dan III
c. Hijau: Kategori yang termasuk dalam kelompok ini adalah fraktur
tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, dan disolaksi.
d. Hitam: kategori yang termasuk dalam kelompok ini adalah korban yang
sudah meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat
dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal
(Nurwahyudin,2016).
4. Penilaian derajat luka bakar menurut (David, S. 2008) terdiri dari 4 grade pada
setiap luka bakar meliputi:

Luka bakar grade I

a. Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah


dermis.
b. Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem dan terasa nyeri.

Luka bakar grade II

a. Oedem disertai nyeri lebih berat dari pada luka grade 1


b. Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
c. Luka sangat sensitive dan menjadi lebih berat dan pucat bila terkena
tekanan
d. Luka semakin lama akan semakin menembus lapisan dermis
e. Luka akan sembuh dalam kurun waktu 3 sampai 9 minggu
Luka bakar grade III

a. Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen


b. Rasa sakit terasa karena ujung saraf dan pembuluh darah sudah hancur
c. Luka bakar meliputi kulit, subkutis sampai mengenai otot serta tulang

Luka grade IV

a. luka berwarna hitam


5. Peran Perawat dalam Pasca bencana
Peran perawat dalam fase pemulihan adalah pencegahan ost Traumatic
Stress Disordes (PTSD) dengan melakukan intervensi psikososial
intervensi ini berupaya untuk mendekatkan psikologi dan psikiatri kedalam
kehidupan sehari-hari dan memberikan layanan kepada kelompok-
kelompok yang ada di masyarakat, bail yanh mengalami masalah psikiatri
(gangguan), yang beresiko mengalami gangguan maupun yang sehat pasca
bencana. Salah satu terpai yang dilakukan kepada individu korban adalah
psikoterapi. Model ini menggunakan teknik yang berfokus pada
pemecahan masalah untuk membantu klien menyelsaiakn konflik utama
yang dihadapi klien dari dimensi fisik, psikologis, sosial kulturdan
spiritual. Pendekatn yang digunakan pada psikoterapi individu ini adalah
rasional emotif yang membantu klien mengahpus pandangan hidup klien
yang menyalahkan hubungan baik dengan diri sendiri, orang lain,
lingkungan atau Tuhan dan membantu klien memperoleh pandangan hidup
yang lebih rasional dalam mencari makna dan tujuan (Mundakir,2009).

6 Managemen pelaksanaan perawat pada pertolongan pertama


a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
oedem atau bengkak.
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya
lima belas menit. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan
daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam
pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih
luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan
langsung pada luka bakar apapun.
e. Evaluasi awalf prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti
penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC
(Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan pendekatan
khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder
(Wim de Jong. 2005).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pembahsan ini adalah peran perawat dalam bencana sangat penting
untuk memberikan pelayanan dan dukungan bagi masyarakat yang
mengalami bencana. Perawat ikut serta dalam memenuhi kebutuhan indivusu,
kelompok dan masyarakat disaat bencana. Peran perawat dapat dimlai sejak
tahap mitigasi (pencegahan). Tanggap darurat bencana, hingga tahap
recovery.
B. Saran
Kita sebagai tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko terjadinya
bencana dan mampu untuk melakukan hal-hal yang dapat mengatasi resiko
bencana.
DAFTAR PUSTAKA

http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/apa-itu-sistem-peringatan-dini-early-
warning.
http://bantenprov.go.id/upload/PPID/04 Informasi Serta Merta/Pedoman EWS
Masyarakat.pdf.

Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
EGC. Jakarta.

David, S. 2008. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka. Dalam :


Surabaya Plastic Surgery. http://surabayaplasticsurgery.com

Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.


McGraw-Hill Companies. New York.

Anda mungkin juga menyukai