PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia termasuk wilayah yang rentan terhadap bencana alam mulai dari
gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor sampai tsunami. Disamping
bencana alam, bencana dapat pula terjadi karena kelalaian manusia seperti kebakaran,
kebocoran gas beracun dan lain-lain. Contoh kelalaian manusia yang dapat menyebabkan
terjadinya kebakaran adalah karena merokok.
Kegawatdaruratan dapat terjadi di Rumah Sakit. Kegawatdaruratan merupakan suatu
kejadian yang dapat menimbulkan kematian atau luka serius bagi pekerja, pengunjung
ataupun masyarakat atau dapat menutup kegiatan usaha, mengganggu operasi, menyebabkan
kerusakan fisik lingkungan ataupun finansial dan citra Rumah Sakit. Perkembangan Kota
Jakarta dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan, baik perorangan
maupun massal seperti kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja, epidemik bencana seperti
bencana alam, kebakaran dan lain-lain. Mengingat kondisi tersebut, maka Rumah Sakit Setia
Mitra juga harus menyiapkan pedoman untuk mengantisipasi apabila terjadi emergency/
kedaruratan dan juga sebagai upaya pencegahan agar jangan sampai terjadi emergency /
kedaruratan.
Secara umum Rumah Sakit Setia Mitra telah memiliki tim tanggap darurat yang siap
menangani bencana, tetapi tim tanggap darurat tidak akan dapat bekerja optimal tanpa
dukungan semua unsur di rumah sakit. Untuk mengatur kinerja dan koordinasi semua unsur
di rumah sakit diperlukan sebuah pedoman atau panduan yang dipahami bersama.
Manajemen penanggulangan kebakaran, kewaspadaan bencana dan evakuasi di Rumah Sakit
Setia Mitra dituangkan dalam buku panduan yang menjelaskan tentang struktur organisasi
untuk penanganan bencana baik internal maupun eksternal, alur respon bencana internal dan
eksternal, uraian tugas dan personal petugas, serta prosedur standar, data pendukung dan
formulir yang digunakan untuk kelengkapan data dan dokumentasi. Panduan ini
menyediakan framework penanganan bencana internal maupun eksternal yang kemungkinan
bisa terjadi baik di internal RS maupun eksternal Rumah Sakit. Penanganannya tergantung
dari situasi yang ada.
B. Tujuan
Panduan penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana bertujuan sebagai berikut:
1. Memastikan keselamatan seluruh penghuni di rumah sakit aman dari kebakaran, asap
atau kedaruratan lainnya
2. Memastikan aset-aset atau dokumen-dokumen yang penting ke tempat yang lebih aman.
3. Menyiapkan rumah sakit dalam penanggulangan bencana
4. Pembentukan sistem komunikasi, kontrol dan komando dalam waktu cepat (rapid system
establishment)
5. Mengintegrasikan sistem pengelolaan petugas (psikologis, sosial), pasien dan
pengunjung/ tamu.
6. Pelaksanaan respon bencana dan pemulihan, serta tahap kembali ke fungsi normal
7. Mengintegrasikan semua aktivitas penanganan bencana dengan standar kualitas
pelayanan tertentu.
C. Definisi
1. Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran
dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana
proteksi kebakaran dan sarana penyelamat serta pembentukan organisasi tanggap darurat
untuk memberantas kebakaran.
2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh
satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
3. Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang terjadi secara mendadak
atau tidak terencana atau secara perlahan tetapi berlanjut yang menimbulkan dampak
terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem sehingga diperlukan tindakan
darurat dan luar bisa untuk menolong dan menyelamatkan korban yaitu manusia beserta
lingkungannya.
4. Darurat adalah suatu keadaan atau kejadian yang terjadi secara tiba-tiba atau tak
terduga, yang memerlukan tanggapan yang segera untuk menyelamatkan atau
menyambung hidup.
5. Disaster Eksternal adalah disaster / bencana yang berasal dari luar Rumah Sakit dan
korban datang sendiri atau dibawa ke Rumah Sakit Setia Mitra.
6. Disaster Internal adalah disaster / bencana yang terjadi di dalam area / sekitar
7. Tim Darurat Penanggulangan Korban Bencana adalah suatu tim yang dibentuk dan
ditetapkan oleh Direksi Rumah Sakit Setia Mitra penempatannya bersifat exofficio, yang
bertugas terutama dalam keadaan bencana / disaster
BAB II
RUANG LINGKUP
TATA LAKSANA
A. Penanggulangan Kebakaran
Tempat kerja merupakan salah satu lokasi yang rawan terhadap bahaya kebakaran,
maka berdasarkan hal tersebut pemerintah telah menetapkan peraturan perundangan untuk
menanggulangi masalah kebakaran. Seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 1 tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja pasal 3 ayat 1 yang berisi tentang syarat-syarat keselamatan
kerja untuk : mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; mencegah dan megurangi
peledakan; memberikan kesempatan/jalan menyelamatkan diri dalam bahaya kebakaran;
pengendalian penyebaran asap, gas, dan suhu. Bangunan rumah sakit (hospital) menurut
NFPA, dipergunakan untuk tujuan medis atau perawatan untuk seseorang yang menderita
sakit fisik ataupun mental, menyediakan fasilitas untuk istirahat, tidur untuk 4 atau lebih
penghuni. Penghuni ini (orang yang dirawat) karena kondisinya tidak mampu melayani
dirinya sendiri. Bangunan rumah sakit sebagai bagian dari jenis hunian untuk perawatan
kesehatan, perdefinisi menurut NFPA, dipergunakan 24 jam untuk tujuan perawatan medis,
psikiatrik (perawatan jiwa), obstetrik (kebidanan) atau bedah bagi 4 atau lebih penderita.
Melihat kondisi / karakteristik spesifik penghuni dari bangunan Rumah Sakit tersebut, NFPA
code baik untuk pencegahan kebakaran maupun untuk keselamatan jiwa sangat
memperhatikan masalah pelayanan pihak terkait yang bertugas terhadap pasien, perencanaan
evakuasi, latihan penyelamatan darurat kebakaran, prosedur baku dalam kasus kebakaran,
pemeliharaan sarana jalan keluar.
3. Klasifikasi Kebakaran
Tujuan dari klasifikasi kebakaran adalah untuk mengenal jenis media pemadam api
sehingga dapat memilih media yang tepat bagi suatu kebakaran berdasarkan klasifikasi.
Klasifikasi kebakaran di Indonesia yang ditetapkan dalam Permenaker No.04/Men/1980
mengacu pada NFPA sebagai berikut :
1) Kelas A : Bahan padat kecuali logam (Kayu, arang, kertas, plastik dan lain-lain)
2) Kelas B : Bahan cair dan gas (Bensin, Solar, minyak tanah, alkohol, elpiji,dll.)
3) Kelas C : Peralatan listrik yang bertegangan
4) Kelas D : Bahan logam (Magnesium, Almunium, Kalium, dll.)
Penggunaan APAR dilakukan secara berurutan yang disingkat dengan PASS adalah
sebagai berikut:
Pull: tarik atau cabut pin pengaman APAR
Aim: arahkan selang ke api
Squeeze : tekan tuas APAR
Sweep: kibas-kibas arah semprotan ke api
6. Pencegahan Kebakaran
Dilakukan sistem pencegahan kebakaran melalui sistem proteksi, meliputi :
Pasif : kompartemenisasi sarana evakuasi seperti tangga darurat, rambu – rambu, dan
bahan penghambat kebakaran.
Aktif : Firesafety equipment seperti APAR, detektor, hydrant, sprinkler dan alarm
kebakaran.
Fire Emergency Respon Plan : pembinaan dan pelatihan.
Tujuan dari Fire Emergency Respon Plan:
1) Memastikan adanya suatu organisasi keadaan darurat yang lengkap dengan semua
sasarannya.
2) Mengidentifikasikan tindakan – tindakan yang perlu diakukan untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya suatu kejadian.
3) Sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan top management.
Di tempat kerja dan penyimpanan barang yang mempunyai potensi bahaya kebakaran
selalu disediakan alat pemadam kebakaran (sesuai dengan jenis, ukuran, klasifikasi
kebakaran). Hal – hal yang perlu diperhatikan :
1. Terdapat denah/peta situasi dan posisi Alat Pemadam Kebakaran dan orang yang
kompeten dalam menggunakan alat tersebut
2. Memahami teori dasar api, akan terjadi kebakaran jika pertemuan antara bahan, panas
pada titik nyala api dan oksigen. Sehingga untuk memadamkannya meniadakan salah
satu dari ketiga unsur tersebut.
3. Lokasi aman untuk jalur evakuasi dan tempat berkumpul jika terjadi kebakaran
4. Petunjuk peringatan bahaya kebakaran, cara-cara komunikasi internal dan eksternal
yang melibatkan Dinas kebakaran (nomor telepon dan pejabat yang harus dihubungi)
5. Keadaan alat pemadam kebakaran selalu siap digunakan dan petugas yang kompeten
selalu siap bekerja lewat pelatihan keadaan darurat kebakaran dan pemeriksaan
berkala.
6. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sebagai pemadam awal kebakaran harus
dipahami dan dapat digunakan setiap orang. Caranya : setiap tabung yang akan habis
masa berlakunya digunakan untuk latihan kebakaran.
2) Pemanas Portable
Semua jenis pemanas portable yang akan digunakan harus direkomendasi oleh
instalasi pemeliharaan Rumah Sakit Setia Mitra. Pemanas portable harus mempunyai
sistem proteksi beban / panas lebih yang dapat automatis mati bila beban / panas
tersebut telah mencapai batas. Jauhkan penempatan peralatan pemanas dengan bahan
dan barang yang mudah terbakar.
Jangan membolehkan memanaskan makanan dalam lingkungan anda atau di tempat
umum kecuali seperti di ruangan pantry.
6) Kegiatan Konstruksi
Pada saat kontruksi diperlukan kebutuhan keselamatan kebakaran yang meliputi :
a. Setiap terjadi kejadian yang berbahaya terutama bahaya kebakaran harus
dilaporkan segera kepada Panitia K3
b. Akses untuk darurat kebakaran, yaitu area tempat berkumpul dan akses untuk
mobil dinas pemadam kebakaran
c. Perlindungan kebakaran dengan menyediakan APAR
d. Bahan yang menimbulkan kebakaran tidak direkomendasikan
e. Mengadakan ruangan khusus untuk pekerjaan panas (mengelas)
Cara kerja smoke detector adalah dengan memanfaatkan asap yang dikeluarkan oleh
suatu insiden kebakaran. Alat tersebut merespon asap dan kemudian sinyalnya
dikirimkan ke control panel. Pada control panel sinyal tersebut diteruskan ke bel
alarm, sehingga alarm berbunyi.
2. Pengkajian Risiko
Panitia K3 bersama Panitia dan Unit/ Instalasi terkait melakukan pengkajian risiko
dengan menggunakan metode Hazard Vulnerability Analysis (HVA). HVA merupakan
cara menganalisis bahaya yang paling mungkin memiliki dampak pada fasilitas dan
masyarakat dalam hal ini di Rumah Sakit. Dokumen HVA ditinjau perkembangannya
setidaknya setiap tahun.
Instrumen HVA mengembangkan nilai untuk kemungkinan yang terjadi untuk perkiraan
relatif tingkat keparahan yang berpengaruh pada evaluasi sehingga dapat ditentukan
tingkat kesiapan. Skor yang dihasilkan memberikan dasar untuk peringkat dari jenis
kegawatdaruratan sehingga ditentukan prioritas untuk perencanaan kegawatdaruratan.
Terdapat tiga kategori kejadian darurat, yaitu Natural Events, Technical Events dan
Human Events.
Event Category Highest Priority Events
Natural Events : Gempa Bumi
Technological Events : Kebakaran Internal
Human Events : Kecelakaan Massal
Hazardous Materials Events Small Casualty Hazmat Incident
3. Melakukan analisa
Langkah selanjutnya adalah untuk secara sistematik melakukan analisa dari tiap kejadian
(dimulai dengan risiko tinggi) untuk mengumpulkan informasi yang akan menjadi
rencana penanganan kegawatdaruratan. Semua risiko kejadian darurat harus dievaluasi
untuk tiap risiko tinggi dan medium, seperti berikut :
Identifikasi akibat atau permasalahan yang akan terjadi sebagai akibat dari kejadian
tersebut
Tindakan yang diperlukan untuk mengurangi atau menghilangkan akibat dari
kejadian tersebut
Kebutuhan atau sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan tersebut.
Posisi atau lembaga yang bertanggung jawab untuk memastikan tindakan itu
dilakukan
Dari mana sumber daya tersebut bisa didapatkan apakah dari Rumah Sakit,
masyarakat, Pemerintah Lokal atau Pemerintah Pusat.
Dari hasil pengkajian risiko maka dilakukan perencanaan penanggulangan
keadaandarurat yang meliputi kebutuhan sumber daya, pembuatan SOP, hingga
sosialisasi.
4. Jenis Kedaruratan
Keadaan kedaruratan terbagi menjadi 2 bagian besar :
1) Kedaruratan eksternal
Definisi :
Bencana eksternal adalah disaster/bencana yang berasal dari luar Rumah Sakit dan
korban datang sendiri atau dibawa ke RS Setia Mitra, misal kecelakaan lalu lintas
massal, ledakan di pabrik sekitar RS Setia Mitra, wabah penyakit,dll
Bencana eksternal minor: musibah dengan sedikit korban (≤ 30 orang)
Bencana eksternal mayor: musibah berakibat banyak korban (>30 orang)
2) Kedaruratan Internal
Definisi : Bencana internal adalah disaster/bencana yang terjadi di dalam lingkungan
RS Setia Mitra, misal kebakaran, gempa bumi, dll
6. Strategi Komunikasi
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang sangat
penting untuk itu ada hal-hal yang harus dipenuhi dalam komunikasi.
Komunikasi dilakukan dengan singkat,jelas dan benar.
Bagi pengirim berita sebutkan identitas (Nama jelas dan Unit) dan isi beritanya
yang menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan
Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
1. Paging
2. Telepon
3. Faximile
4. Pesawat HT
5. Hand Phone
Pada jam kerja, petugas dihubungi secara langsung melalui telepon atau melalui
sentral telepon (operator). Bila tidak bisa menggunakan HP (misalnya tidak ada
sinyal, dsb) maka gunakan HT
Gunakan Paging bila alat komunikasi di atas tidak efektif
Di luar jam kerja petugas dihubungi melalui telepon rumah atau HP Aktifasi
penanganan kedaruratan dilakukan oleh Koordinator Pelaksana yang disesuaikan
dengan jenis bencana. Untuk bencana eksternal oleh Triage Officer sedangkan
bencana internal oleh Ketua K3 pada jam kerja dan di luar jam kerja. Untuk
bencana internal laporan kejadian bencana dilakukan oleh seluruh Koordinator
atau PJ setiap unit kepada Koordinator Pelaksana. Situasi bencana akan disiarkan
ke seluruh penghuni RS melalui paging atas perintah Koordinator Pelaksana
(komunikasi internal).
1) Bencana Eksternal
Panggilan Pemberitahuan
Panggilan dan pemberitahuan keadaan siaga dilakukan oleh operator
Contoh pemberitahuan:
“Pemberitahuan bahwa IGD Setia MItra saat ini dalam keadaaan siaga 1/2/3”
Pemberitahuan lewat paging :
“ Code Yellow Siaga 1 di IGD”
“Code Yellow Siaga 2 di IGD”
“Code Yellow Siaga 3 di IGD”
Siaga 3 :
Seluruh perawat siaga 2 dan 4 perawat ruangan
Seluruh Dokter IGD dan Dokter Umum (8 dokter)
Konsulen on call sesuai kasus dan keadaan
Seluruh dokter konsulen yang sedang praktek
Konsulen on call sesuai dengan kasus
Kepala Bidang Medis
Seluruh Kepala Bidang dan wadir
Kepala RS
2) Bencana Internal
Pada kasus kebakaran, penemu pertama langsung memecahkan alarm kebakaran
atau lapor kepada security. Security mengetahui lokasi yang terbakar lalu
menghubungi PJ Regu Utama dan Case Manager untuk melapor. Case Manager
segera menginstruksi PJ shift untuk mendukung unit yang terbakar, lalu mencari
tahu perkembangan situasi terakhir. Kemudian Case Manager melapor kepada
Incident Commander mengenai situasi terakhir untuk memastikan layanan RS
dilanjutkan atau dihentikan. Operator mendapat instruksi untuk mengaktifkan
alarm “suara burung” yang menandakan adanya kebakaran di RS Setia Mitra.
Seluruh penghuni mengetahui adanya bahaya kebakaran dan persiapan evakuasi.
Evakuasi total dan keadaan aman diumumkan oleh Operator atas instruksi Case
Manager (dengan keputusan dari IC) melalui paging. Demikian pula dengan
kasus gempa bumi pada saat setelah kejadian gempa bumi, semua Kepala Instalasi
akan melakukan pengkajian atas unit atau lantai yang menjadi tanggungjawabnya
dan melaporkan kepada Case Manager ke pusat komando di ruang operator. Case
Manager akan mengirimkan regu utama untuk membantu lantai atau unit lokal
yang meminta bantuan. Berdasarkan hasil pengkajian dari tiap koordinaor lantai
unit lokal akan memutuskan untuk melanjutkan layanan atau evakuasi.
Pengaktifan Prosedur Evakuasi
Jika Incident Commander memutuskan prosedur evakuasi, koordinator lapangan
akan memberitahukan kepada operator untuk mengumumkan/ pemberitahuan
perintah evakuasi melalui sistem komunikasi atau dengan cara apapun untuk
dapat mengirimkan pesan tersebut :
Contoh pemberitahuan:
“Pemberitahuan …………. evakuasi keluar gedung …… evakuasi keluar
gedung…… evakuasi keluar gedung”
Pengaktifan Prosedur Aman Jika Incident Commander mendapat laporan dari
Case Manager bahwa keadaan aman maka Case Manager menginstruksikan
operator untuk perintah kembali ke gedung evakuasi melalui sistem komunikasi
atau dengan cara apapun untuk dapat mengirimkan pesan tersebut : Contoh
pemberitahuan:
“Pemberitahuan …………. keadaan aman, mohon penghuni kembali ke
gedung … keadaan aman, mohon penghuni kembali ke gedung…”
Kebutuhan Perawat
Siaga 1 → 6 Orang Perawat
Siaga 2 → 8 Orang Perawat
Siaga 3 → 12 Orang Perawat
Kebutuhan Dokter
Siaga 1 → 4 Orang dokter umum
Siaga 2 → 6 Orang dokter umum
Siaga 3 → 8 Orang dokter umum
Petugas :
Dokter IGD dan Dokter Ruangan
Perawat IGD dan Perawat Ruangan
Dokter Spesialis
Farmasi, Laboratorium, Gizi, Cleaning Service, Security, Housekeeping,
Maintenance, Customer Care, Rekam Medis, Administrasi Pasien, Kamar
Jenazah, Ambulance
8. Pelayanan Klinik
Pada saat keadaan darurat eksternal tidak akan menganggu jalannya pelayanan klinik,
pelayanan klinik akan berjalan seperti biasanya. Bila kondisi siaga 3 Rumah sakit akan
menyiapkan tempat pelayanan medik darurat. Tempat – tempat yang digunakan bila
jumlah pasien melebihi kapasitas Tempat Tidur adalah depan selasar IGD bila pasien
terus bertambah menggunakan area depan IGD dengan menggunakan tenda darurat.
Tetapi khusus pada keadaan darurat Internal jika keputusan evakuasi diumumkan, semua
pekerja, pasien dan pengunjung wajib mengikutinya. Selama perintah evakuasi belum
dihentikan dan keadaan aman belum di umumkan, semua layanan klinik di rumah sakit
dihentikan.
Jika kerusakan dari keadaan bencana tidak memungkinkan bagi Rumah Sakit untuk
meneruskan layanan klinik semua pasien dirujuk ke Rumah Sakit rujukan. Bila kerusakan
hanya pada beberapa area dan tidak menganggu pelayanan klinik bias diteruskan.
Keputusan lanjut atau berhentinya layanan klinik diputuskan oleh Kepala Rumah Sakit
Setia Mitra dengan mengkaji situasi yang ada.
11. Evakuasi
Prioritas pasien yang dievakuasi adalah pasien atau korban dengan tingkat kehidupan
yang lebih tinggi. Untuk unit khusus sepeti IGD, ICU, HCU, Hemodialisa, dan Instalasi
Kamar Bedah evakuasi pasien ditentukan oleh Dokter yang berjaga di instalasi tersebut.
1) Keselamatan Petugas pada saat Melakukan Pencarian
Dalam keadaan darurat terdapat ancaman jiwa manusia, maka pencarian harus cepat
dilakukan. Bagaimana pun, sebagai petugas penyelamat sebelum melakukan
pencarian perlu memperhatikan keselamatan dirinya sebelum menyelamatkan orang
lain dan oleh karena itu penyelamat harus mengetahui dan memahami prosedur
keselamatan sebagai berikut :
Gunakan peralatan pelindung diri yang diwajibkan
Pastikan kesiapan peralatan kerja
Pastikan kesiapan pasangan kerja
Anda Pelajari denah bangunan
Koordinasi dengan Tim Tanggap Darurat
Pertahankan hubungan komunikasi dengan Tim
Prosedur keselamatan ini harus dilakukan setiap petugas yang akan melaksanakan
pencarian. Sebagai petugas penyelamat jangan sampai justru petugas yang
diselamatkan.
Berikut ini daftar hal – hal yang penting tentang prosedur keselamatam yang harus
diketahui sebelum pencarian dalam bangunan dan beberapa tipe penyelamatan:
Jika kondisi yang membahayakan begitu mengembang atau kondisi bangunan
begitu buruk sehingga petugas penyelamat akan berisiko kehilangan jiwa,
maka pertolongan sebaiknya jangan dilanjutkan. Sebab dalam kondisi
demikian kemungkinan korban hidup sangat kecil
Selalu memakai peralatan pelindung secara lengkap (kenakanlah peralatan
tersebut secara benar, termasuk Self Contain Breathing Apparatus (SCBA)
Selalu bekerja berpasangan dan menjaga hubungan terus – menerus dalam
setiap pekerjaan
Mempunyai tujuan atau rencana, jangan melakukan pekerjaan tanpa tujuan
Jika menghadapi kobaran api, tutuplah pintu untuk menghambat penjalaran
api sementara, sehingga Petugas Penyelamat dapat melanjutkan
Ketika pencarian telah selesai dilakukan, maka petugas harus melaporkan
kembali secara tepat kepada Kepala Instalasi.
Jika petugas penyelamat terperangkap, ia dapat berlindung sementara di balik
pintu, sebagai upaya terakhir ia harus melemparkan helm atau sabuk keluar.
Apabila saat operasi kebakaran di lantai atas harus tersedia tali pemandu.
Namun dalam keadaan darurat petugas dapat menggunakan selang /selang
hydrant sebagai tali pemandu
Beri tanda pada saat masuk ruangan dan ingatlah pada saat membelok masuk
keruangan lain agar nantinya dapat keluar dengan mudah, misalnya ketika
harus berbalik arah.
Raba pintu sebelum dibuka, dengan menggunakan punggung tangan, sebab
mungkin saja permukaan pintu dalam kondisi panas tinggi
Jika anda merasa kehilangan arah, tetap tenang. Bergeserlah dengan
menempel pada dinding yang mengarah pada pintu dimana anda masuk, atau
ke arah pintu lain. Jika anda dapat menemukan selang yang tergelar
merayaplah di sepanjang jalur selang ini. Dengan cara ini anda akan sampai
ke pipa pemancar atau kearah luar bangunan atau carilah jendela terdekat dan
beri tanda kepad orang – orangyang di luar bangunan
Petugas harus selalu membawa senter yang masih aktif. Selain itu penerangan,
lampu senter ini sekaligus juga dapat difungsikan sebagai tanda keberadaan
anda di suatu lokasi. Misalnya pada saat kondisi anda merasa sangat lemah
dan ada tanda – tanda akan jatuh pingsan, nyalakan senter dan arahkan kearah
langit –langit.
Buka pintu dengan hati – hati, jangan berdiri di depan pintu, berdiri di salah
satu sisi dan buka pintu. Jangan memaksakan membuka pintu sebab
kemungkinan korban jatuh dekat pintu pada saat ia mencoba menyelamatkan
diri. Dorong pintu pelan – pelan, raba dibelakangnya untuk memeriksa
kemungkinan ada korban.
2. Pencarian Korban
Pencarian di dalam korban ada 2 sasaran, yaitu:
1) Memastikan adanya korban
2) Untuk mengetahui tentang informasi luasnya kebakaran atau rusaknya
bangunanakibat bencana alam
Untuk menyelamatkan korban di lokasi kejadian, periksa penghuni bangunan
yang telah menyelamatkan diri dari bahaya. Tanyakan kepada mereka untuk
memastikan apakah masih ada orang yang tertinggal di dalam. Tim penyelamat
yang memasuki bangunan harus selalu diketahui PJ Regu Utama. Jadi, jangan
sampai terjadi ada petugas yang memasuki bangunan tanpa sepengetahuan
petugas lain yang berada di luar gedung.
Masalah – masalah yang dihadapi petugas dalam rangka penyelamatan dan
pencarian pada bangunan tinggi, diantaranya:
1) Pencarian korban dari luar dan dari dalam gedung
Untuk mengjangkau korban dapat dimungkinkan dengan 2 cara yaitu:
a. Pencarian dari luar bangunan: dapat dilakukan dengan mengamati
sekeliling bangunan. Misalnya, dapat diamati apakah ada tanda – tanda
masih terdapat orang di dalam yang memberikan tanda atau minta
pertolongan lewat jendela.
b. Pencarian dari dalam bangunan: dilakukan dengan menerapkan metoda
pencarian seperti diuraikan sebelumnya. Mengingat kondisi dan tingkat
kesulitan yang dihadapi pada bangunan lainnya, maka masalah
penyelamatan pada bangunan tinggi ini harus mendapatkan perhatian yang
serius.
2) Pembentukan Pos Komando
Pos Komando atau Sub Pos Komando harus dibentuk pada 2 lantai di bawah
lantai yang terbakar. Fungsi Pos Komando ini adalah untuk keperluan
koordinasi, operasi, komunikasi dan pasokan logistik.
3) Pencarian korban
Pencarian dapat diawali dari satu lantai di bawah lantai yang terbakar, pelajari
denah lantai, jumlah ruangan, jalan keluar menuju tangga dan jarak dari lift
kejalan menuju keluar. Pada umumnya lantai – lantai pada bangunan tinggi
dirancang dengan bentuk yang sama. Informasi tersebut dapat menghemat
waktu dan tenaga transportasi.
4) Penggunaan hidran untuk perlindungan diri Untuk melindungi diri petugas
dari pengaruh asap pekat dan panas yang tinggi dapat digunakan hidran
terdekat.
4. Sarana Evakuasi
Sarana evakuasi bertujuan agar para penghuni/orang yang berada dalam bangunan
mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ke tempat yang aman pada saat
terja dibencana atau kebakaran.
Sarana evakuasi terdiri dari :
Penerangan darurat
Denah evakuasi
Rambu penunjuk arah keluar (EXIT)
Pintu keluar darurat (EMERGENCY
EXIT) Tempat berkumpul (Muster Point)
Terdapat dua lokasi, yaitu di area area parkir belakang atau parkir depan.
BAB IV
DOKUMENTASI