Bencana bisa terjadi dimana saja, baik di dalam Rumah Sakit maupun di luar rumah sakit,
merupakan suatu potensi ataupun suatu resiko yang harus kita terima. Hal ini bisa terjadi karena
faktor alam, yang disebut bencana alam, serta bencana industri, yang disebabkan karena human
error, atau kecelakaan karena sifat bahan / material yang diolah dan sifat pekerjaan yang
mengandung sumber bahaya.
Bencana terjadi setiap saat, dengan rangkaian mata rantai terakhir berupa kerugian moril,
materiil, begitu juga banyaknya korban akibat bencana tersebut. Kehilangan anggota keluarga,
kehilangan sumber pencaharian, kehilangan rumah, mobil, bahkan kehilangan nyawa, belum lagi
gangguan psikologis akibat trauma yang ditimbulkan bencana tersebut. Untuk dapat mengurangi
jumlah korban jiwa manusia akibat bencana ini perlu adanya usaha pertolongan medik darurat
(pra-rumah sakit dan atau di rumah sakit) yang melibatkan berbagai unsur kesehatan dari
berbagai instansi pemerintah maupun swasta secara terpadu dan terintegrasi. Sehingga
diperlukan adanya suatu upaya kesiapsiagaan dan kewaspadaan dalam memberikan pertolongan
medik darurat terutama di rumah sakit (Hospital disaster Planning).
Dalam usaha efektivitas pelaksanaan penanggulangan bencana tersebut maka dengan ini di
susun buku Pedoman Penanggulangan Bencana yang diberlakukan di Rumah Sakit Karya Husada.
II. Tujuan
a. Sebagai pedoman dalam menanggulangi bencana yang terjadi,baik dari dalam maupun
dari luar rumah sakit yang mengenai pegawai, pasien, pengunjung dan masyarakat sekitar.
b. Menentukan tanggung jawab dari masing-masing personel dan unit kerja pada saat terjadinya
bencana
c. Sebagai acuan dalam penyusunan standar prosedur operasional dalam penanggulangan
kegawat daruratan
BAB II
BATASAN DISASTER/BENCANA
II.1. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi secara mendadak atau secara berlanjut yang
menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan yang normal atau kerusakan ekosistem sehingga
diperlukan tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong dan menyelamatkan manusia beserta
lingkungannya.
Bencana (disaster) pada dasarnya merupakan suatu kejadian dimana terdapat korban
manusia, kerusakan materi, kebutuhan yang melebihi sumber daya lokal, dan terganggunya
mekanisme kehidupan sehari-hari. Korban massal adalah banyaknya korban dengan penyebab
kejadian yang sama, sehingga membutuhkan pertolongan medik yang lebih memadai dalam hal
fasilitas maupun tenaga sehingga dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat.
Sistem Penatalaksanaan korban bencana massal adalah satu kelompok yang terdiri dari
unit-unit, organisasi dan sektor-sektor yang bekerjasama dengan menggunakan tatacara tetap
untuk meminimalkan tingkat kematian dan kecacatan korban bencana massal dengan
menggunakan segala sumber daya yang ada secara efisien.
Triase
adalah tindakan pemilihan korban sesuai kondisi kesehatannya untuk mendapat label tertentu dan
kemudian dikelompokkan serta mendapatkan pertolongan / penanganansesuai dengan kebutuhan
Korban akan terbagi dalam lima kondisi kesehatan, sebagai berikut :
a. Label Hijau
Korban yang tak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan dapat
ditunda, mencakup korban dengan :
- Fraktur minor
- Luka minor, luka bakar minor
b. Label Kuning
Korban dengan cidera berat yang perlu mendapatkan perawatan khusus dan kemudian
dapat dipulangkan atau dirawat di rumah sakit atau dirujuk ke rumah sakit lain, termasuk
dalam kategori ini :
- Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen berat)
- Fraktur disable
- Luka bakar luas
- Gangguan kesadaran / trauma kepala
c. Label merah
Korban dengan cidera berat yang memerlukan observasi ketat, kalau perlu tindakan
operasi. Dengan kemungkinan harapan hidup yang masih besar dan memerlukan
perawatan rumah sakit atau rujuk ke rumah sakit lain, termasuk dalam kategori ini :
- Syok oleh berbagai kausa
- Gangguan pernapasan
- Trauma kepala dengan pupil anisokor
- Perdarahan eksternal missal
d. Label hitam
Korban yang sudah meninggal dunia.
Siaga
Adalah suatu keadaan dimana pada waktu yang bersamaan korban di rumah sakit dalam
jumlah yang besar sehingga memerlukan penanggulangan khusus, dan dapat terjadi di dalam
maupun di luar jam kerja.
Pesan Siaga dari Pusat Komunikasi (dibagian umum) harus disampaikan langsung kepada
IGD (melalui telepon) informasi ini harus diterima langsung oleh perawat atau dokter jaga,
kemudian berkoordinasi dengan kepala IGD, direktur rumah sakit, kepala bidang pelayanan
sehingga mengaktifkan rencana penatalaksanaan korban bencana missal di rumah sakit (Hospital
Disaster Plan) akan segera dibuat. Setelah itu operator akan memanggil/memobilisasi tenaga
penolong yang tercantum dalam daftar.
Berdasarkan kondisi dan kemampuan Rumah sakit, maka kondisi siaga dibagi menjadi
dua tingkat :
1. Intern
Bencana yang berasal dari intern rumah sakit dan menimpa rumah sakit dengan segala obyek
vitalnya yaitu pasien, pegawai, material dan dokumen.
Contoh: Kebakaran di Rumah Sakit
2. Ekstern
Bencana bersumber berasal dari luar rumah sakit yang dalam waktu singkat mendatangkan
korban bencana dalam jumlah melebihi rata-rata keadaan biasa sehingga memerlukan
penanganan khusus dan mobilisasi tenaga pendukung lainnya.
Contoh: Korban keracunan massal, korban kecelakaan missal, bencana alam,dll.
BAB 3
BAB III
STAF DAN PIMPINAN
Kepengurusan
1. Jabatan ketua Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari profesi medis yang senior dan
mempunyai pengalaman di bidang penanganan bencana serta benar-benar ahli dalam mengelola
operasi penanggulangan bencana
2. Koordinator Tim Penanggulangan Bencana adalah seorang dari pimpinan unit pelayanan umum,
pelayanan medik, manajer logistik, manejer keuangan dan humas, yang terampil serta punya
kemampuan, skill dan pengetahuan yang memadai.
Masa Kerja
Masa kerja dari Ketua Tim Penanggulangan Bencana tidak tak terbatas, dan bisa ditetapkan untuk masa
kerja 5 tahun dan dapat dipilih kembali.
BAB IV
ORGANISASI DAN TATA KERJA KEDUDUKAN TIM
1. PENANGGULANGAN BENCANA
1. Tim penanggulangan bencana adalah wadah non struktural di bawah Kepala Rumah Sakit
2. Tim Penanggulangan Bencana dipimpin oleh Ketua Tim sebagai pemegang komando (Incident
Commander)
3. Keanggotaan Tim Penanggulangan Bencana terdiri dari 5 koordinator, yaitu :\
- Koordinator Humas
- Koordinator Petugas Lapangan
- Koordinator Logistik
- Koordinator transportasi dan akomodasi
- Koordinator Dana
Go Kit anda diharapkan terdiri dari barang-barang yang akan diperlukan dalam
setiap insiden:
o Tanda pengenal
o Pena, pensil, spidol
o Kertas
o Formulir-formulir ICS dan lainnya
o Kebijakan, prosedur, dan instruksi yang akan diperlukan dalam
penanganan insiden
o Peta/tataletak
o Selotip dan paku tancap
o Clipboard
Prosedur Penugasan
Cari atasan langsung anda untuk mendapatkan informasi penting untuk melakukan pekerjaan
anda:
- Apa status terkini?
- Apa tanggung jawab kerja anda yang khusus
- Kapan anda harus melapor dan dimana?
- Apa penugasan anda?
- Kepada siapa anda akan melapor (nama, jabatan)?
- Berapa lama anda akan ditugaskan?
- Apa peran anda? Apakah anda punya otoritas untuk mengambil keputusan? Apakah
anda seorang Supervisor? Jika ya, berapa orang yang akan anda awasi?
- Prosedur apa yang berlaku untuk menghubungi Supervisor anda sehari-hari?
- Bagaimana keluarga anda dapat menghubungi anda bila dalam keadaan darurat?
- Buat catatan selama briefing, khususnya bila anda memiliki bawahan yang juga perlu
mendapatkan briefing dari anda.
- Buat catatan terhadap kegiatan-kegiatan yang anda lakukan, yang mungkin akan
diperlukan dikemudian hari.
Prosedur Demobilisasi
- Persiapkan diri sebelum ada penugasan.
- Demobilisasi tidak hanya sekedar pulang ke rumah.
- Semua pekerjaan yang sedang berlangsung harus sudah selesai, kecuali ada arahan
lain.
- Pastikan semua catatan dan dokumen anda sudah diperbaharui
- Berikan penjelasan pada pengganti anda atau Supervisor anda tentang status dari
semua pekerjaan
- Berikan penjelasan pada bawahan anda dan perkenalkan pengganti anda, jika
diperlukan.
- Kembalikan atau alihkan semua peralatan yang menjadi tanggung jawab anda.
- Ikuti prosedur check out yang berlaku sebelum meninggalkan lokasi
BAB V
PERENCANAAN LOGISTIK, KOMUNIKASI, DAN KOORDINASI
PERENCANAAN LOGISTIK
Pos Komando Penanggulangan Insiden
- Tempat yang berfungsi sebagai pusat komando utama.
- Seorang Incident Commander bertempat di sini.
- Tanggungjawab pertama seorang Incident Commander adalah memberikan perintah.
- Dengan memberikan perintah, berarti juga memberikan arahan dan otoritas /
kewenangan serta komunikasi yang jelas dalam penanggulangan insiden.
- Sebuah syarat dimana seorang Incident Commander dapat memberikan perintah
adalah dengan mendirikan Incident Commando Pos (ICP) pada setiap insiden
- Lokasi ICP harus diumumkan kepada semua penanggungjawab dan disebarluaskan
sehingga semua personil mengetahui lokasinya.
Staging Areas
- Lokasi-lokasi yang didirikan di daerah insiden dimana sumber daya (orang, peralatan,
dll) ditempatkan sambil menunggu penugasan.
- elola dibawah koordinator perencanaan dan operasional.
- aya diperlukan untuk
penanggulangan insiden. Untuk menghindari masalah yang dapat terjadi dari
penumpukan terlalu banyak sumberdaya dan untuk mengelola sumber daya yang
tersedia secara efektif, Ketua Tim akan mengidentifikasi kebutuhan untuk satu atau
lebih Staging Area
- Sama dengan ICP, Staging Area diberikan nama dan identifikasi.
- Staging Area dapat dipindahkan jika diperlukan, tetapi harus selalu dapat
diidentifikasi dengan jelas.
Base
- Base memberikan pelayanan utama dan aktivitas pendukung untuk penanggulangan
insiden.
- Base digunakan untuk menyediakan tempat untuk sumberdaya yang out-of-service.
- Base adalah tempat dimana Koodinator Logistik /Logistic Section dan barang –
barang supply ditempatkan.
- Kebutuhan atau fasilitas lain yang mungkin diperlukan, bergantung pada faktor-faktor
khusus dalam sebuah insiden, seperti
Camp
- Camp terpisah dari Incident Base, dilengkapi dengan fasilitas dan tenaga untuk
menyediakan makanan, air, tempat tidur dan sanitasi untuk personil penanggulangan
insiden
PERALATAN
- Set Penanggulangan Bencana Bag
- Alat komunikasi telepon, yang dapat dipergunakan untuk hubungan dengan seluruh
satuan kerja RS dan juga hubungan dengan luar RS Semen Gresik.
Proses Penyiagaan
Pesan siaga dari pusat komunikasi harus disampaikan langsung kepada Instalasi Gawat Darurat
(melalui telepon atau radio). Informasi ini harus diterima langsung oleh perawat atau dokter
jaga. Kemudian bekerja sama dengan petugas administrasi (perawat dibagian administrasi,
Direktur RS, Kepala Bidang Pelayanan Medis), keputusan mengaktifkan rencana
penatalaksanaan korban bencana massal di rumah sakit, akan dibuat. Setelah itu operator telepon
Rumah Sakit akan mulai memanggil/memobilisai tenaga penolong yang tercantum dalam daftar
Mobilisasi
1. Tim Siaga Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit
Jika kecelakaan terjadi dalam radius 20 menit dari Rumah Sakit, Tim Siaga
Penanggulangan Bencana di RS akan segera di berangkatkan ke lokasi kejadian.
Jika kecelakaan tersebut terjadi dalam jarak lebih dari 20 menit dari RS, tim tersebut
hanya akan diberangkatkan berdasarkan permintaan Tim Kesehatan Daerah.
b. Pengerahan Petugas
Mobilisasi Internal Petugas Rumah Sakit Petugas Unit Gawat Darurat yang
diberangkatkan ke lokasi kecelakaan harus segera digantikan dengan petugas dari
keperawatan lain. Petugas dari bagian lain juga harus membantu mempersiapkan ruangan
yang akan dipergunakan untuk menampung korban kecelakaan massal tersebut.
Mobilisasi Sentripetal Petugas Rumah Sakit
Bantuan harus diberikan kepada unit-unit utama dalam penanggulangan kecelakaan massal
di rumah sakit, yaitu unit gawat darurat, unti bedah, kamar operasi, laboratorium, radiologi
dan unit perawatan intensif, dan petugas-peugas lain seperti Kepala Perawat, petugas dapur,
ruang cuci, petugas gudang, petugas keamanan dan operator telepon harus pula dimobilisasi.
Perawatan Intensif.
Korban dengan trauma multipel, umumnya akan membutuhkan paling sedikit dua jam
pembedahan. Jumlah kamar operasi efektif (mencakup jumlah kamar operasi, dokter bedah,
ahli anastesi dan peralatan yang dapat berjalan secara simultan) merupakan penentu kapasitas
perawatan bedah, dan lebih jauh kapasitas rumah sakit dalam merawat korban.
Perkiraan kapasitas rumah sakit dalam menolong korban bencana massal harus segera
diputuskan oleh Komandan Tim Penanggulangan Bencana Rumah Sakit, dan segera
menginformasikannya kepada Pos
Komando dilapangan sehingga korban dengan status “merah” dapat dibawa ke fasilitas
kesehatan lainnya jika jumlah korban sudah melampaui kapasitas rumah sakit dalam
menerima korban bencana massal.
PENERIMAAN KORBAN
Lokasi
Tempat penerimaan korban di rumah sakit adalah tempat dimana triase dilakukan. Untuk itu
dibutuhkan :
1. Akses langsung dengan tempat dimana ambulans menurunkan korban.
2. Merupakan tempat tertutup
3. Dilengkapi dengan penerangan yang cukup
4. Akses yang mudah ke tempat perawatan utama seperti Unit Gawat Darurat,
Kamar Operasi, dan Unit Perawatan Intensif.
Jika penatalaksanaan pra-Rumah sakit dilakukan secara efisien, jumlah korban yang
dikirim ke rumah sakit akan terkontrol sehingga setelah triase korban dapat segera dikirim ke
unit perawatan yang sesuai dengan kondisi mereka. Tetapi jika hal ini gagal akan sangat banyak
korban yang dibawa ke rumah sakit, sehingga korban-korban tersebut harus ditampung dulu
dalam satu ruangan sebelum dapat dilakukan triase. Dalam situasi seperti ini daya tampung
rumah sakit akan segera terlampaui.
Tenaga Pelaksana
Petugas triase di rumah sakit akan memeriksa setiap korban untuk konfirmasi triase yang
telah dilakukan sebelumnya, atau untuk melakukan kategorisasi ulang status penderita. Jika
penatalaksanaan pra-rumah sakit cukup adekuat, triase di rumah sakit dapat dilakukan oleh
perawat berpengalaman di unit gawat darurat. Jika penanganan pra-rumah sakit tidak efektif,
sebaiknya triase di rumah sakit dilakukan oleh dokter gawat darurat atau oleh ahli anastesi yang
berpengalaman.
Hubungan dengan Petugas Lapangan
Jika sistem penatalaksanaan korban bencana massal telah berjalan dengan baik akan
dijumpai hubungan komunikasi yang konstan antara pos komando rumah sakit, pos medis
lanjutan, dan pos komando lapangan. Dalam lingkungan rumah sakit, perlu adanya aliran
informasi yang konstan antara tempat triase, unit-unit perawatan utama dan pos komando rumah
sakit. Ambulans harus menghubungi tempat triase di rumah sakit lima menit sebelum
ketibaannya di rumah sakit.
EVAKUASI SEKUNDER
Pada beberapa keadaan tertentu seperti jika daya tampung rumah sakit terlampaui, atau korban
membutuhkan perawatan khusus (misalnya bedah saraf), korban harus dipindahkan ke rumah
sakit lain yang menyediakan fasilitas yang diperlukan penderita. Pemindahan seperti ini dapat
dilakukan ke rumah sakit lain dalam satu wilayah, ke daerah atau provinsi lain, atau bahkan ke
negara lain.
Pos komando rumah sakit akan mengirim berita tentang permintaan evakuasi korban dari rumah
sakit kepada petugas medik di pusat penanggulangan gawat darurat yang akan melakukan kontak
dengan rumah sakit tujuan dan mengatur pelaksanaan pemindahan korban tersebut.
BAB VII
PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA
DARI LUAR RUMAH SAKIT
1. METODOLOGI
Bencana dari luar rumah sakit akan mendatangkan korban yang bersifat massal,
karenanya berdasarkan jumlah korban yang datang bencana dengan korban massal dibagi
menjadi 3 tingkat yaitu
1. Siaga 3 : jumlah korban yang datang 10 – 20 orang saja
2. Siaga 2 : jumlah korban yang datang 21 – 40 orang
3. Siaga 1 : jumlah korban yang datang lebih dari 41 orang
Keadaan siaga ini ditentukan oleh Dokter IGD yang berdinas pada saat itu, yang
selanjutnya dilaporkan kepada Ketua Tim Disaster plan dan Direktur Rumah Sakit. Triage
dipimpin oleh dokter IGD bersama perawat IGD. Penanggulangan awal penderita dilakukan oleh
dokter IGD, perawat IGD, tenaga perawat dari ruangan lain yang dimobilisasikan.
Triase bertujuan untuk menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
Penilaian triage saat bencana sedikit berbeda dengan triage pada kondisi normal, disesuaikan
dengan jumlah korban dan kemampuan kapasitas RS dalam melakukan pertolongan korban.
Untuk triase digunakan kartu kode warna setelah diperoleh informasi akurat tentang keadaan
penderita. Kartu warna yang dipergunakan disini adalah :
MERAH (immediate)
Korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan kemungkinan bertahan hidup yang
paling besar jika dilakukan tindakan segera. Butuh tindakan operasi segera atau intervensi life-
saving lainnya, merupakan prioritas utama untuk tim bedah atau evakuasi/transportasi ke fasilitas
yang lebih baik.
Termasuk korban-korban dengan :
a. Syok oleh berbagai kausa
b. Gangguan pernapasan
c. Trauma kepala dengan pupil anisokor
d. Perdarahan eksternal masif
KUNING (observation)
Korban dengan kondisi stabil saat datang, perawatan dapat ditunda sementara,tetapi
membutuhkan observasi ketat dan re-triage ulang oleh petugas medis yang berpengalaman.
Dalam kondisi normal, kemungkinan merupakan penderita yang memerlukan tindakan segera.
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap timbulnya
komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.
BIRU
Korban dengan kemungkinan survive / bertahan hidup nol atau kecil sekali. Tindakan yang
dilakukan hanya observasi atau jika dimungkinkan pemberian analgesik. Termasuk dalam
kategori ini adalah :
a. Korban dengan trauma berat (severe injuries)
b. Uncompensated blood loss
c. Korban dengan pemeriksaan neurologi yang negatif.
2. HITAM
Korban yang telah meninggal dunia. Pada label dituliskan : nama korban, umur, jenis kelamin,
alamat pasien. Bila korban tidak dikenal ditulis “tidak dikenal”.
3. ORGANISASI
Dalam keadaan bencana / disaster plan seperti ini maka secara otomatis pengorganisasian
penanggulangan bencana yang telah ditetapkan menjadi aktif.
4. PERENCANAAN SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi penanggulangan bencana
ditentukan berdasarkan :
g. Jumlah korban yang ada pada saat itu
h. Jumlah tenaga yang ada pada saat itu.
5. PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang sangat
penting. Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :
- Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
- Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita
yang mmenyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan.
- Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
6. PERENCANAAN LOGISTIK
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis sangat
diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim pendukung
logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi pada saat itu.
7. PERENCANAAN TRANSPORTASI
Peranan Transportasi juga tidak kala pentingnya untuk pengangkutan korban, oleh karena
itu pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk merujuk korban
kerumah sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi dengan Ambulan 118.
8. PELAPORAN
Informasi cepat tentang jumlah / beratnya korban- korban harus segera di dapat dalam 2 s/d 4
jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster,
selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.
BAB VIII
PROGRAM PENANGGULANGAN BENCANA
DARI DALAM RUMAH SAKIT
1. METODOLOGI
Sebagai contoh bencana dari dalam rumah sakit yang banyak menyebabkan kerugian dan
korban adalah kebakaran. Oleh karenanya metodologi ini dititik beratkan pada penganggulangan
kebakaran, selanjutnya bencana lain tinggal mengikutinya.
2. ORGANISASI
Secara otomatis organisasi penaggulangan bencana menjadi aktif sesuai ketentuan yang
berlaku.
3. PERENCANAAN SDM
Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menghadapi penanggulangan bencana
ditentukan berdasarkan :
- Golongan Kebakaran.
- Jumlah korban yang ada pada saat itu.
4. PERENCANAAN LOGISTIK
Perbekalan logistik umum dan obat-obatan dan alat umum maupun alat medis sangat
diperlukan saat penanggulangan bencana, hal menjadi peranan penting bagi tim pendukung
logistik untuk merencanakan pelaksanaan sesuai dengan kondisi saat itu.
5. PERENCANAAN KOMUNIKASI
Komunikasi dalam penanggulangan bencana di rumah sakit merupakan hal yang sangat
penting.
Untuk itu ada hal – hal yang harus dipenuhi dalam berkomunikasi, yaitu :
- Komunikasi dilakukan dengan singkat, jelas dan benar
- Bagi pengirim berita sebutkan identitas (nama, instansi dan alamat) dan isi berita
yang menyebutkan jenis kejadian, lokasi kejadian, jumlah korban, tindakan yang
telah dilakukan.
- Penerima harus mencatat identitas pelapor, jam menerima berita, isi berita dan
mencari kebenaran berita tersebut, melaporkan ke atasan.
Alat – alat komunikasi yang dapat dipakai adalah :
- Pagging
- Airphone/intercom
- Telepon
- Faximile
- Pesawat HT
- Handphone
6. PERENCANAAN TRANSPORTASI
Peranan Transportasi juga tidak kalah pentingnya untuk pengangkutan korban, oleh karena itu
pimpinan disaster dapat menggunakan alat transportasi ambulan untuk merujuk korban ke rumah
sakit rujukan dan bilamana perlu dapat berkoordinasi dengan Ambulan 118.
7. PELAPORAN
Informasi tentang jumlah / beratnya korban dan kerusakan harus segera didapat dalam 2
s/d 4 jam. Dilakukan evaluasi secara cepat dan tepat oleh Pimpinan Disaster dan Tim Disaster,
selanjutnya dibuatkan laporannya untuk disampaikan kepada direktur rumah sakit.