Anda di halaman 1dari 9

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahaya kebakaran menjadi ancaman yang serius bagi penghuni maupun
pengguna gedung bertingkat. Ancaman risiko akibat bahaya kebakaran akan
semakin besar apabila pemilik atau pengguna gedung tidak memiliki kesadaran
yang tinggi untuk mengendalikan bahaya yang ditimbulkan oleh kebakaran. Ramli
(2010:16) menjelaskan kebakaran terjadi ketika bertemunya unsur oksigen, bahan
mudah terbakar dan panas. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
20 Tahun 2009 akibat dari kebakaran dapat berupa korban jiwa dan kerugian harta
benda.
Amerika Serikat adalah negara yang paling sering mengalami kebakaran.
Data statistik International Association of Fire and Rescue Service (CTIF) 2016
kebakaran di Amerika mencapai 600.000-1.500.000 kasus pada rentang waktu
2010-2014 (Brushlinsky et al., 2016:20). Sebanyak 15.300 kasus kebakaran yang
terjadi merupakan kebakaran gedung bertingkat, mengakibatkan korban jiwa
sebanyak 60 orang meninggal, 930 luka-luka, dan menelan kerugian sebesar 52
juta dolar.
Indonesia masuk dalam peringkat ketiga dunia dengan frekuensi kejadian
kebakaran 20.000-100.000 kasus berdasarkan data statistik CTIF pada rentang
tahun 2010-2014 (Brushlinsky et al., 2016:20). Data Badan Nasional
Penaggulangan Bencana (BNPB), pada tahun 2008-2018 kebakaran gedung
bertingkat dan rumah tinggal, menduduki posisi keempat berdasarkan jenis
bencana, dengan jumlah total 2068 kejadian. Kejadian kebakaran di pulau Jawa,
menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kasus kebakaran
pada tahun 2008-2018 sebanyak 661 kejadian, mengakibatkan korban meninggal
44 orang, luka-luka 293 orang serta korban menderita dan mengungsi sebanyak
15.526 orang. Studi dokumentasi yang dilakukan di Dinas Pemadam Kebakaran
Kabupaten Jember menunjukkan kejadian kebakaran di Kabupaten Jember tahun
2016-2018 mengalami tren kenaikan dengan total kejadian 246 kasus. Kejadian
2

tersebut mengakibatkan 3 orang luka-luka, 1 orang mengalami cacat, 1 orang


meninggal serta kerugian sebesar Rp. 26.139.800.000. Angka kejadian kebakaran
di Kabupaten Jember menduduki posisi tertinggi jika dibandingkan kabupaten di
wilayah Eks-Keresidenan Besuki yang terdiri dari Kabupaten, Banyuwangi,
Bondowoso, Situbondo, dan Jember. Data BPBD Jawa Timur tahun 2016-2018
menyebutkan Situbondo, menduduki posisi kedua tertinggi dengan jumlah
kejadian sebanyak 146 kasus.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya kebakaran
adalah penerapan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai upaya pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan termasuk kebakaran. Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007, bentuk penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi bencana mencakup
kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana. Efelin (2018) menyatakan
kesiapsiagaan merupakan salah satu tahapan dalam manajemen risiko bencana
yang paling strategis karena menentukan bagaimana ketahanan anggota
masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.
Pengertian kesiapsiagaan menurut Undang-Undang Republik Indoensia
Nomor 24 tahun 2007 yakni serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. Kesiapsiagaan dapat meningkatkan kemandirian
pemilik/pengelola bangunan gedung dalam menghadapi bencana kebakaran.
Roziana (2015:2) menyatakan tingkat ketergantungan pihak pemilik/pengelola
bangunan gedung pada instansi teknis terkait yaitu Dinas Pemadam Kebakaran
masih sangat tinggi. Proses membesarnya api sangat cepat, sehingga harus segera
dipadamkan oleh pengguna gedung karena petugas pemadam kebakaran
membutuhan waktu untuk mencapai lokasi kebakaran. Pratama (2016:22,)
menyatakan kesiapsiagaan pemadam kebakaran dari bangunan gedung masih
kurang memadai.
Perilaku seseorang dalam hal ini berkaitan dengan perilaku kesiapsiagaan,
menurut Lawrence Green (1980) dapat ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor
yakni faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat. Menurut
3

Notoatmodjo (2012:195) faktor penentu seperti pengetahuan, sikap, karakteristik


individu akan menentukan perilaku seseorang. Terpenuhinya faktor pendukung
dan pendorong seperti ketersediaan sarana prasarana, sikap dan perilaku petugas
akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku tersebut.
Perilaku kesiapsiagaan pemilik atau pengguna gedung bertingkat penting
untuk ditingkatkan. Hal ini dikarenakan, kebakaran di gedung bertingkat lebih
mematikan dan merugikan jika dibandingkan dengan lokasi-lokasi tempat
kejadian kebakaran lainnya (Pratama, 2016:22). Gedung bertingkat memiliki
“stack effect” yang mengakibatkan penyebaran api pada gedung bertingkat relatif
sangat cepat jika dibandingkan dengan bangunan di atas tanah (Fitzgerald dan
Meacham, 2017:355). Menurut Alzahra et al., (2016:624) akses untuk masuk
maupun keluar bangunan juga terbatas sehingga, upaya pemadaman akan
mengalami kesulitan yang cukup tinggi termasuk upaya penyelamatan korban.
Kasus kebakaran yang terjadi pada gedung bertingkat salah satunya terjadi
pada gedung universitas. Pada bulan Mei 2019 terjadi kebakaran gedung
universitas di India mengakibatkan 15 siswa tewas dan 20 dirawat di rumah sakit.
Kasus kebakaran gedung universitas juga terjadi di Indonesia pada tahun 2018 di
Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang, Jawa Timur. Kebakaran ini
menyebabkan rusaknya puluhan LCD, komputer, berkas, ratusan ijazah tahun
2009-2017 dan diperkirakan kerugian mencapai Rp. 10.000.000.000.
Potensi-potensi bahaya yang ada di gedung universitas dapat menimbulkan
risiko bagi karyawan, dosen, maupun civitas akademika (Abidin dan Putranto,
2017:54). Faktor yang menyebabkan potensi bahaya kebakaran di gedung
universitas berasal dari arsip-arsip dosen, buku-buku di dalam perpustakaan,
bahan kimia di dalam laboratorium. Instalansi listrik di setiap ruang gedung juga
berpotensi menyebabkan kebakaran
Manusia berperan penting dalam pencegahan dan penanggulangan
kebakaran (Nugraha, 2018:384). Salah satu faktor penting dalam pencegahan dan
penanggulangan kebakaran adalah pembinaan dan pelatihan (Nugraha, 2018:384).
Pembinaan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan petugas
keamanan terhadap bahaya dan penanggulangan kebakaran. Notoadmodjo
4

(2012:207) menyatakan, pengetahuan merupakan faktor penting dalam


membentuk tindakan seseorang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Efelin (2018:664) bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan praktik kesiapsiagaaan petugas keamanan terhadap penanggulangan
bahaya kebakaran di Mall X Semarang.
Salah satu petugas yang berperan dalam penanggulangan kebakaran di
lapangan adalah SATPAM. Hal ini dikarenakan SATPAM gedung bertingkat
Universitas Jember mempunyai tugas pokok menyelenggarakan ketertiban dan
keamanan di lingkungan kerja termasuk pengamanan bencana alam atau
kebakaran. SATPAM gedung bertingkat Universitas Jember juga mempunyai
kegiatan pokok untuk memberikan tanda-tanda bahaya atau keadaan darurat
melalui alat-alat alarm atau kejadian lain yang membahayakan jiwa, harta benda,
dan lingkungan Universitas Jember serta memberikan pertolongan dan bantuan
penyelamatan. SATPAM juga merupakan personel dari sistem manajemen
pengamanan. Sistem manajemen pengamanan merupakan bagian dari keseluruhan
sistem yang bertujuan untuk mengendalikan risiko, mencegah dan mengurangi
dampak dari adanya ancaman bahaya maupun bencana sehingga tercipta
lingkungan kerja yang aman, efektif, dan efisien. Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Nomor 24 Tahun 2007 menyebutkan salah satu unsur dalam standar
penerapan sistem manajemen pengamanan adalah penanganan keadaan darurat.
SATPAM gedung bertingkat Universitas Jember dituntut untuk memiliki
kesiapsiagaan dalam menghadapi keadaan darurat sesuai dengan kegiatan pokok
SATPAM gedung bertingkat Universitas Jember yakni memberikan tanda-tanda
bahaya atau keadaan darurat, serta memberikan pertolongan dan bantuan
penyelamatan.
Universitas Jember merupakan universitas dengan jumlah dosen tetap dan
jumlah mahasiswa terbanyak di kota Jember, sehingga ketika terjadi kebakaran
akan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Berdasarkan data dari Ristekdikti
tahun 2019 jumlah dosen tetap Universitas Jember berjumlah 1,196 orang dan
jumlah mahasiswanya mencapai 33,231 mahasiswa. Hasil wawancara kepada
beberapa SATPAM Universitas Jember menunjukkan di lingkungan Universitas
5

Jember telah terjadi beberapa kali peristiwa kebakaran. Kebakaran pada gedung-
gedung Universitas Jember umumnya dikarenakan adanya konsleting listrik.
Gedung-gedung di Universitas Jember digunakan sebagai ruang perkuliahan,
ruang dosen, laboratorium serta fungsi-fungsi lainnya. Dalam rangka
meningkatkan mutu perguruan tinggi, Universitas Jember terus melakukan
pembangunan sarana prasarana termasuk pembangunan fasilitas gedung. Di tahun
2018, Universitas Jember memulai pembangunan gedung science policy and
communication, auditorium, engineering biotechnology, dan beberapa gedung
lainnya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
3 Tahun 2020 menjelaskan, bangunan atau gedung yang digunakan untuk
perguruan tinggi harus memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan keamanan. Hermansyah (2018) menyatakan terciptanya
keselamatan dan keamanan dapat dilakukan melalui penyediaan sumber daya
manusia atau personil yang memiliki kesiapsiagaan baik. SATPAM merupakan
salah satu personil yang bertanggung jawab dalam terciptanya keamanan dan
keselamatan di lingkungan Universitas Jember. Jumlah anggota SATPAM di
gedung bertingkat Universitas Jember yakni 103 orang. Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan kepada 10 SATPAM, seluruh SATPAM telah
mengetahui teori terbentuknya api serta contoh sistem penanggulangan kebakaran
berupa APAR dan Hydrant. Masih ada SATPAM yang tidak mengetahui letak
titik kumpul apabila terjadi kebakaran, tidak mengetahui cara penggunaan APAR
dan sebagian besar SATPAM belum pernah mengikuti pelatihan penanggulangan
kebakaran.
Banyaknya gedung serta pembangunan yang terus dilakukan membuat
semakin tingginya potensi-potensi kebakaran yang ada di Universitas Jember.
Kesiapan untuk menghadapi kebakaran sangat diperlukan dalam rangka
mengurangi risiko dari kejadian kebakaran. Kebakaran di lingkungan Universitas
akan mengakibatkan kerusakan buku-buku, arsip, komputer beserta data-datanya,
bahkan dapat mengakibatkan korban jiwa. Peningkatan kesiapan dari SATPAM
diperlukan mengingat besarnya peran SATPAM dalam penanggulangan
6

kebakaran di lapangan, dan semakin meningkatnya potensi kebakaran di gedung-


gedung Universitas Jember. Penelitian untuk mengetahui faktor apa saja yang
berhubungan dengan kesiapsiagaan SATPAM Universitas Jember dalam
menghadapi keadaan darurat kebakaran penting untuk diketahui sebagai upaya
meningkatkan kesiapsiagaan SATPAM Universitas Jember.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah “faktor apa yang berhubungan dengan
kesiapsiagaan kondisi darurat kebakaran pada SATPAM di gedung bertingkat
Universitas Jember?”.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan kesiapsiagaan kondisi darurat kebakaran pada SATPAM di
gedung bertingkat Universitas Jember.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penelitian ini dilakukan, yaitu:
a. Mendeskripsikan faktor predisposisi yakni karakteristik responden (umur,
masa kerja, tingkat pendidikan), pengetahuan tentang kebakaran, sikap
pencegahan dan penanggulangan kebakaran, pada SATPAM di gedung
bertingkat Universitas Jember.
b. Mendeskripsikan faktor pemungkin yakni pelatihan dan sarana prasarana
pada SATPAM di gedung bertingkat Universitas Jember.
c. Mendeskripsikan faktor penguat yakni dukungan rekan kerja pada
SATPAM di gedung bertingkat Universitas Jember.
7

d. Mendeskripsikan kesiapsiagaan kondisi darurat kebakaran pada SATPAM


di gedung bertingkat Universitas Jember.
e. Menganalisis hubungan faktor predisposisi (pengetahuan, sikap,
karakteristik responden yang meliputi umur, masa kerja, tingkat pendidikan)
dengan kesiapsiagaan kondisi darurat kebakaran pada SATPAM di gedung
bertingkat Universitas Jember.
f. Menganalisis hubungan faktor pemungkin yakni pelatihan dan sarana
prasarana dengan kesiapsiagaan kondisi darurat kebakaran pada SATPAM
di gedung bertingkat Universitas Jember.
g. Menganalisis hubungan faktor penguat yakni dukungan rekan kerja dengan
kesiapsiagaan kondisi darurat kebakaran pada SATPAM di gedung
bertingkat Universitas Jember.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan
ilmu pengetahuan tentang keselamatan kerja terutama mengenai faktor yang
mempengaruhi kesiapsiagaan terhadap kondisi darurat kebakaran.

1.4.2 Manfaat Praktis


Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai informasi dan masukan terkait
faktor yang berhubungan kesiapsiagaan dalam mengahadapi kebakaran,
sehingga dapat digunakan sebagai upaya peningkatan kesiapsiagaan sumber
daya manusia yang ada di Universitas Jember.
8

b. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember


Menambah koleksi bacaan yang dapat digunakan sebagai referensi untuk
menambah pengetahuan dan wawasan civitas akademika di lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
c. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana menambah wawasan dan
pengalaman dalam menerapkan pengetahuan yang telah didapat selama
proses belajar dalam perkuliahan.

Anda mungkin juga menyukai