Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

Produksi Pangan Nabati (Kedelai)

(Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Ekologi Pangan dan Gizi Kelas B)

Dosen Pengampu:

Sulistiyani, S.KM., M.Kes.

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Natasya Cahya Firriyadhati 162110101031

Ainur Rif’atul Jannah 162110101058

Putra Sanjaya Sakti 162110101071

Rizqi Nur Illahi 162110101081

Novia Ruriyanti 162110101124

Thoriq K. Anam 162110101185

Novia Ainur Pratiwi 162110101188

Winda Wulandari 162110101240

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan limpahan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pangan Nabati (Kedelai)” dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada Nabi Muhammad SAW.
Tidak lupa penyusun sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Ibu Sulistyani, S.KM., M.Kes. selaku dosen pengampu mata kuliah Ekologi
Pangan dan Gizi.
2. Keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungan, serta
3. Rekan-rekan yang menempuh mata kuliah Ekologi Pangan dan Gizi yang
telah memberikan dukungan moril.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kesalahan ataupun kekurangan,
tentunya kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan
wawasan bagi kita semua khususnya teman-teman mahasiswa serta bisa menjadi
bahan referensi untuk pembelajaran kita bersama.

Jember, 5 Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3

2.1 Definisi Pangan......................................................................................3

2.2 Jenis Pangan...........................................................................................5

BAB 3. PEMBAHASAN.........................................................................................6

BAB 4. PENUTUP................................................................................................37

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................38

iii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan adalah sumber kekuatan yang dibutuhkan oleh mahluk hidup
sebagai upaya mempertahankan kehidupan, baik sebagai sumber tenaga
atau kesehatan. Kehidupan manusia tidak mungkin tanpa adanya
ketersediaan bahan pangan yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lain. Pangan nabati merupakan bahan pangan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, baik itu buah-buahan maupun sayuran.
Salah satu contoh dari pangan nabati adalah kacang-kacangan, misalnya
kedelai.

Kedelai (Glycine max L. Merr) adalah tanaman semusim yang


diusahakan pada musim kemarau, karena tidak memerlukan air dalam
jumlah besar. Kedelai merupakan sumber protein, dan lemak, serta sebagai
sumber vitamin A, E,K, dan beberapa jenis vitamin B dan mineral K, Fe,
Zn, dan P. Kadar protein kacang-kacangan berkisar antara 20-25%,
sedangkan pada kedelai mencapai 40%. Kadar protein dalam produk
kedelai bervariasi misalnya, tepung kedelai 50%, konsentrat protein
kedelai 70% dan isolat protein kedelai 90% (Winarsi, 2010). Kandungan
protein kedelai cukup tinggi sehingga kedelai termasuk ke dalam lima
bahan makanan yang mengandung berprotein tinggi. Kacang
kedelaimengandung air 9%, protein 40 %, lemak 18 %, serat 3.5 %, gula 7
% dan sekitar 18% zat lainnya.
Untuk itu perlu penyediaan pangan yang cukup agar kita terhindar dari
akses negatif dari kelangkaan pangan. Upaya penyediaan pangan di
Indonesia melalui produksi pangan ternyata masih menghadapi
permasalahan yang cukup mendasar.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi pangan nabati?
2. Bagaimana kebutuhan dan ketersediaan kedelai di Indonesia?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi produksi kedelai?
4. Apa saja kendala dan bagaimana upaya untuk mengatasi kendala
produksi kedelai?

1.3 Tujuan
1. Untuk menetahui definisi pangan nabati terutama kedelai.
2. Untuk mengetahui kebutuhan dan ketersediaan produksi kedelai di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi produksi
kedelai.
4. Untuk mengetahui kendala dan upaya untuk mengatasi kendala
produksi kedelai.

5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pangan Nabati


Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan energi bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan
pergantian jaringan tubuh yang rusak. Pangan merupakan kebutuhan
manusia yang paling asasi atau kebutuhan pokok (basic need). Selain itu,
ada juga definisi menurut UU dan beberapa para ahli, yaitu :
1. Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, Pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan
atau minuman.
2. Menurut UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (ayat 1) adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.
3. Hidayati (2006), Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah untuk
dikonsumsi oleh manusia yang berupa makanan dan minuman.
Pangan nabati merupakan bahan pangan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, baik itu buah-buahan maupun sayuran. Salah satu contoh dari
pangan nabati adalah kacang-kacangan, misalnya kedelai.

6
2.2 Kedelai

Kacang kedelai merupakan sumber protein tercerna yang sangat


baik. Kandungan protein kedelai cukup tinggi sehingga kedelai termasuk
ke dalam lima bahan makanan yang mengandung berprotein tinggi.
Meskipun kandungan vitamin (vitamin A, E, K dan beberapa jenis vitamin
B) dan mineral (K, Fe, Zn dan P) di dalamnya tinggi, kedelai rendah dalam
kandungan asam lemak jenuh, dengan 60 % kandungan asam lemak tidak
jenuhnya terdiri atas asam linoleat dan linolenat, yang keduanya diketahui
membantu kesehatan jantung. Kacang kedelai tidak mengandung
kolesterol. Makanan dari kedelai juga bebas laktosa, yang sangat cocok
bagi konsumen yang menderita lactose intolerant.

2.3 Struktur Produksi Kedelai


Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat
seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan

7
perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus
diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan
tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitasnya
ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha tersebut, diperlukan pengenalan
mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam.
Berikut langkah-langkah utama yang dapat dilakukan dalam upaya
membudidayakan kedelai :
1. Pemilihan Benih
Kualitas benih sangat menentukan keberhasilan usaha tani kedelai.
Pada penanaman kedelai, biji atau benih ditanam secara langsung,
sehingga apabila kemampuan tumbuhnya rendah, jumlah populasi per
satuan luas akan berkurang. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan varietas yaitu umur panen, ukuran dan warna biji, serta tingkat
adaptasi terhadap lingkungan tumbuh yang tinggi.
2. Persiapan Lahan
Persiapan lahan penanaman kedelai di areal persawahan dapat
dilakukan secara sederhana. Mula-mula jerami padi yang tersisa
dibersihkan, kemudian dikumpulkan, dan dibiarkan mengering.
Selanjutnya, dibuat petak-petak penanaman dengan lebar 3 m - 10 m, yang
panjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan. Diantara petak penanaman
dibuat saluran drainase selebar 25 cm - 30 cm, dengan kedalaman 30 cm.
Setelah didiamkan selama 7-10 hari, tanah siap ditanami.
Sebelum dilakukan kegiatan penanaman, terlebih dulu diberi pupuk
dasar. Pupuk yang digunakan berupa TSP sebanyak 75 kg – 200 kg/ha,
KCl 50 kg – 100 kg/ha, dan Urea 50 kg/ha. Pupuk disebar secara merata di
lahan, atau dimasukkan ke dalam lubang di sisi kanan dan kiri lubang
tanam sedalam 5 cm. Untuk jenis kedelai manis (edamame), jarak tanam
40 cm x 40 cm.
3. Penanaman
Cara tanam yang terbaik untuk memperoleh produktivitas tinggi
yaitu dengan membuat lubang tanam memakai tugal dengan kedalaman

8
antara 1,5 – 2 cm. Setiap lubang tanam diisi sebanyak 3 – 4 biji dan
diupayakan 2 biji yang bisa tumbuh. Penanaman dilakukan dengan jarak
tanam 40 cm x 10 – 15 cm. Pada lahan subur, jarak dalam barisan dapat
diperjarang menjadi 15 – 20 cm. Populasi tanaman yang optimal berkisar
400.000 – 500.000 tanaman per hektar.
4. Pemeliharaan
Untuk mengurangi penguapan tanah pada lahan, dapat digunakan
mulsa berupa jerami kering. Mulsa ditebarkan di antara barisan tempat
penanaman benih dengan ketebalan antara 3 cm – 5 cm. Satu minggu
setelah penanaman, dilakukan kegiatan penyulaman. Penyulaman
bertujuan untuk mengganti benih kedelai yang mati atau tidak tumbuh.
Keterlambatan penyulaman akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan
tanaman yang jauh berbeda.
Tanaman kedelai sangat memerlukan air saat perkecambahan (0 – 5
hari setelah tanam), stadium awal vegetatif (15 – 20 hari), masa
pembungaan dan pembentukan biji (35 – 65 hari). Pengairan sebaiknya
dilakukan pada pagi atau sore hari. Pengairan dilakukan dengan
menggenangi saluran drainase selama 15 – 30 menit. Kelebihan air
dibuang melalui saluran pembuangan. Jangan sampai terjadi tanah terlalu
becek atau bahkan kekeringan. Pada saat tanaman berumur 20 – 30 hari
setelah tanam, dilakukan kegiatan penyiangan. Penyiangan pertama
dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan susulan. Penyiangan
kedua dilakukan setelah tanaman kedelai selesai berbunga. Penyiangan
dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh menggunakan tangan
atau kored. Selain itu, dilakukan pula penggemburan tanah. Penggemburan
dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman.
5. Panen
Perlu diperhatikan umur kedelai yang akan dipanen yaitu sekitar
75-110 hari, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat. Perlu
diperhatikan, kedelai yang akan digunakan sebagai bahan konsumsi
dipetik pada usia 75-100 hari, sedangkan untuk dijadikan benih dipetik

9
pada umur 100-110 hari, agar kemasakan biji betul-betul sempurna dan
merata.

2.4 Arah Pengembangan Produksi Kedelai


Strategi peningkatan produksi kedelai nasional ditempuh melalui
program peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Program
peningkatan produktivitas diprioritaskan pada wilayah di sentra produksi
yang produktivitasnya rendah, di mana tingkat penerapan teknologi oleh
petani juga masih rendah. Wilayah yang sesuai untuk program ini antara
lain adalah beberapa kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Jawa
Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Dari segi agroekosistem, pengembangan kedelai perlu
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kendala produksi yang minimal
(tanah dan iklim sesuai/cukup sesuai), peluang keberhasilan yang cukup
tinggi, prasarana pendukung yang cukup baik, dan ketersediaan SDM
(petani) yang terampil. Untuk itu, prioritas pertama adalah lahan sawah
irigasi sederhana (berpengairan terbatas, padi 1 kali setahun), prioritas
kedua adalah lahan sawah tadah hujan, dan prioritas ketiga adalah lahan
kering terlantar (sudah pernah dibudidayakan, iklim/curah hujan
mendukung, bukan lahan bukaan baru).

10
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Kebutuhan Kedelai di indonesia


Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi
dan jagung. Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein nabati
utama bagi masyarakat. sampai saat ini belum ditemukan bahan makanan
dari tanaman lain, seperti kedelai yang sangat kaya dengan protein.
Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan pangan seperti tahu,
tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya (Damardjati et al.
2005). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan memperkirakan konsumsi
kedelai saat ini sekitar 1,8 juta ton, dan bungkil kedelai sekitar 1,1 juta ton
(Ditjentan 2004). Sifat multiguna dari kedelai menyebabkan kebutuhan
kedelai terus meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk dan
berkembangnya industri pangan berbahan baku kedelai.
Namun produksi kedelai dalam negeri selama tiga dasawarsa
terakhir belum mampu memenuhi kebutuhan. Ketidakmampuan produksi
memenuhi kebutuhan dalam negeri telah menyebabkan impor kedelai terus
meningkat. Produk kedelai sebagai bahan pangan berpotensi dan berperan
dalam menumbuh kembangkan industri kecil dan menengah serta
membuka kesempatan kerja mulai dari budidaya, pengolahan, transportasi,
pasar sampai produksi pengolahan. Kebutuhan kedelai terus meningkat
dibandingkan produksi dalam negeri. Oleh karena itu perlu
memproduksikan kedelai dalam negeri secara optial agar negara dapat
memperkecil kedelai impor.

3.2 Ketersediaan Kedelai di Indonesia


Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang telah mengubah
pola konsumsi penduduknya, dari pangan penghasil energi ke produk
penghasil protein. Karena itu, kebutuhan protein baik nabati maupun
hewani akan terus meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk,

11
urbanisasi, dan peningkatan pendapatan (Silitonga et al. 1996, Hutabarat
2003).
Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan
jumlah penduduk dan kebutuhan bahan baku industri olahan pangan
seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya
(Damardjati et al. 2005). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
memperkirakan konsumsi kedelai saat ini sekitar 1,8 juta ton, dan bungkil
kedelai sekitar 1,1 juta ton (Ditjentan 2004). Hal ini diperkuat oleh data
statistik dari FAO dan BPS, bahwa konsumsi kedelai pada tahun 2004
sebesar 1,84 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai
0,72 juta ton. Kekurangannya diimpor sebesar 1,12 juta ton, atau sekitar
61% dari total kebutuhan. Konsumsi per kapita berfluktuasi tergantung
ketersediaan, yaitu dari 4,12 kg pada tahun 1970 menjadi 10,85 kg pada
tahun 2000 dan 7,90 kg pada tahun 2005, atau secara keseluruhan
meningkat rata-rata 2,3% per tahun selama 35 tahun terakhir (BPS 2006).

Penurunan produksi yang sangat tajam ini telah menyebabkan


Indonesia sangat tergantung pada impor kedelai. Kendala yang diduga
menyebabkan terus menurunnya areal panen kedelai antara lain adalah
(Ditjentan, 2004) :(1)
1) Produktivitas yang masih rendah, sehingga kurang menguntungkan
dibandingkan komoditas pesaing lainnya
2) Belum berkembangnya industri perbenihan
3) Keterampilan petani yang masih rendah
4) Rentan gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT)
5) Belum berkembangnya pola kemitraan, karena sektor swasta belum
tertarik untuk melakukan agribisnis kedelai.
Produksi Kedelai Menurut Provinsi, 2013-2017

12
3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, dan
industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas
kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di dalam negeri.
Upaya tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan produksi kedelai. Ada
berbagai faktor yang harus diperhatikan agar produksi kedelai meningkat.
Berikut adalah faktor-faktor yang yang mempengaruhi produksi kedelai :
1. Sumber Daya Alam (SDA)
a. Keadaan Iklim
Kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah
tropis dengan ketinggian tempat O-900 m dpl. Kondisi curah hujan
yang ideal bagi pertanaman kedelai lebih dari 1.500 mm/tahun dan
curah hujan optimal antara 100-200 mm/bulan. Berdasarkan penyebaran
curah hujan, di kalangan petani dikenal empat musim tanam, yaitu

13
labuhan, rendengan, marengan. dan kemarau. Keempat musim tanam
tersebut berguna untuk mengatur pola tanam secara spesifik lokasi.
Pertumbuhan terbaik diperoleh pada kisaran suhu antara 20-350℃.
Suhu optimal berkisar antara 250-270℃, dengan kelembapan rata- rata
50%. Tanaman kedelai memerlukan intensitas cahaya penuh, dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah yang terkena sinar
matahari selama dua belas jam sehari.
Kriteria kesesuaian lahan termasuk iklim untuk usaha tani kedelai
dibagi empat, yaitu: sangat sesuai (S1), sesuai (S2), kurang sesuai (S3),
dan tidak sesuai (N). Berikut adalah tabel kriteria kesesuaian lahan
untuk tanaman kedelai

Persyaratan Tingkat Kesesuaian Lahan


S1
Karakteristik S2 S3 N
(sangat
(sesuai) (agak sesuai) (tidak sesuai)
sesuai)
Suhu
29-30 21-32 > 32
Suhu rata-rata 23-28
22-20 19-18 < 18

Iklim yang sesuai dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
produksi kedelai. Produktivitas akan meningkat apabila kedelai ditanam
sesuai dengan iklimnya. Indonesia, merupakan negara yang mempunyai
iklim yag mendukung untuk menigkatkan produksi kedelai. Maka dari itu,
sebaiknya peluang ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

b. Tanah
Kedelai memerlukan tanah yang memiliki aerasi, drainase, dan
kemampuan menahan air cukup baik. pada tanah kering berpasir serta
tanah dangkal, kedelai tidak dapat tumbuh dengan baik. Jenis tanah
yang sesuai bagi tumbuhan tanaman kedelai adalah tanah aluvial,
regosol, grumosol, latosol dan andosol. Jenis-jenis tanah tersebut
tersebar pada tanah persawahan, tegalan. maupun tanah kering di

14
perkebunan dan kehutanan. Tanah yang cukup lembap cocok untuk
budi daya tanaman kedelai.

Kelembapan tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman


sejak perkecambahan benih hingga tanaman tua; yakni mempengaruhi
aktivitas akar dalam penyerapan air serta zat-zat hara dan
mempengaruhi aktivitas bakteri Rhizobium untuk bergerak ke daerah
akar tanaman. Keadaan pH tanah yang sesuai bagi pertumbuhan
tanaman kedelai berkisar antara 5,5-6,5.

Selain mempengaruhi penyerapan hara oleh perakaran tanaman,


tanah asam (pH tanah 4,6-5,5) juga mempengaruhi kemampuan
penetrasi bakteri Rhizobiumke perakaran tanaman untuk membentuk
bintil akar. pada tanah dengan nilai pH lebih dari 7, kedelai sering
menampakkan gejala klorosis karena kekurangan hara besi. Pada
kondisi pH 3,5-4,5, pertumbuhan tanaman terhambat (tanaman turnbuh
sangat kerdil) karena keracunan aluminium atau mangan. Untuk
meningkatkan pH tanah dapat dilakukan kapur sehingga diperoleh
kondisi pH tanah yang sesuai bagi kedelai.
c. Air
Kedelai termasuk tanaman yang tidak tahan terhadap kekeringan.
Air yang memadai sangat diperlukan tanaman mulai awal pertumbuhan
sampai periode pengisian polong. Secara stadium pertumbuhan
tanaman kedelai yang memerlukan ketersediaan air dalam keadaan
kapasitas lapang (air tanahnya sedalam 20-30 cm) adalah pada saat
perkecambahan (umur 0-5 hari setelah tanam), stadium awal vegetatif
(umur 15-20 hari), masa (untuk 3560 hari). dan masa pengisian biji
(umur 55-65 hari). Selanjutnya, pada stadium polong tua harus
dikeringkan. Waktu pengairan lahan penanaman kedelai sebaiknya pagi
atau sore hari. Cara pengairan adalah dengan digenang selama 15-30
menit. Kemudian airnya dikeluarkan kembali melalui saluran
pembuangan.

15
2. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya alam yang melimpah akan sia-sia bila tidak diimbangi
dengan sumber daya manusia yang memadai. Sumber daya manusia tidak
hanya dilihat dari segi kuantitasnya saja, namun kualitasnya juga harus
diperhatikan agar dapat meningkatkan produktivitas di sektor pertanian
khususnya kedelai.

a. Kuantitas
Pada kurun waktu 2004 sampai dengan 2009 lebih dari 40 persen
penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Jumlah tenaga kerja
pertanian (pelaku utama/petani) mencapai 39.035.692 orang (37,22 %)
dari seluruh tenaga kerja nasional yang berjumlah 104.870.663 orang
(BPS 2010). Banyaknya sumber daya manusia yang tersedia
seharusnya dapat menjadi peluang untuk meningkatkan produksi
kedelai apabila sumber daya manusia ini dikelola dengan baik.
Banyaknya sekolah tinggi yang menyediakan tenaga lulusan ahli
pertanian seharusnya juga dapat menyeimbangkan antara kuantitas dan
kualitas sumber daya manusia yang ada.

b. Kualitas
Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan
dalam menunjang produksi kedelai. Dengan adanya SDM yang
berkualitas baik diharapkan mampu berinovasi dalam melakukan
produksi, menghadapi persaingan global dan lain sebagainya. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi pertanian
yakni dengan pembinaan SDM. Pembinaan SDM penting karena SDM
tidak hanya faktor produksi melainkan pelaku langsung dari
pengembangan pertanian. Pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan:

1) Pembinaan unsur kognitif, yang meliputi pengetahuan dasar


tentang agribisnis, teknologi agribisnis, dan manajerial dibidang
agribisnis serta bidang pendukungnya seperti keuangan,

16
pemasaran operasi produksi dan lain-lain. Pembinaan unsur
kognitif ini mencakup upaya-upaya peningkatan pengetahuan,
melatih daya pikir, kemampuan analisis, mempertajam intelegensi
dan kecerdasan serta peningkatan pengetahuan manejerial dan
wawasan teknologi bidang agribisnis.
2) Pembinaan unsur psikomotorik, mencakup upaya-upaya untuk
membina dan meningkatkan keahlian dan keterampilan spesifik
dari penjabaran bidang-bidang kognitif seperti keterampilan
bidang manejerial, keterampilan bidang produksi, keterampilan
bidang tekhnologi.
3) Pembinaan unsur afeksi, yakni sikap mental, moral, dan etika.
Sesungguhnya pembinaan unsur ini akan sangat berpengaruh
terhadap kinerja SDM agribisnis. Sikap mental, moral dan etika
tersebut mampu mendorong terciptanya suasana kerja yang
harmonis, ketenagan kerja serta memberikan dukungan moral
terhadap peningkatan produktivitas organisasi.
Dengan adanya keseimbangan antara kuantitas dan kualitas SDM,
secara otomatis akan mampu mempengaruhi produksi kedelai semakin
meningkat. Maka dari itu diperlukan suatu upaya agar SDM yang
melimpah memiliki kualitas yang baik agar dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin.

3. Sumber Daya Teknologi


Agroekologi untuk tanaman khususnya tanaman kedelai memiliki
berbagai variasi. Ragam agroekologi ini juga menentukan jenis teknologi
budi daya suatu komoditas. Jenis komoditas memiliki daya adaptasi
tertentu terhadap ragam agroekologi. Berhubungan dengan itulah,
komoditas tertentu memiliki paket teknologi relatif tertentu sesuai dengan
ciri agroekologinya atau lebih dikenal“paket teknologi spesifik lokasi”.
Paket teknologi spesifik lokasi memilikimakna spesifik agroekologi dan
spesifik komoditas, serta boleh jadi spesifikpetani (kelompok/masyarakat
tani). Khusus mengenai komoditas kedelai,teknologi budi daya kedelai
meliputi serangkaian komponen teknologi yangterdiri atas : (1) varietas,

17
(2) pengelolaan tanah, (3) cara dan sistem tanam, (4) pemupukan, (5)
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT; hama, penyakit, dan
gulma), (6) pengelolaan lengas tanah, dan (7) penanganan pasca panen.
Inovasi teknologi yang sesuai diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas kedelai. Teknologi ini, juga harus disesuaikan dengan lahan
yang digunakan untuk menanam kedelai, seperti teknologi kedelai lahan
sawah, teknologi kedelai lahan sub optimal dan lain sebagainya. Di lahan
sawah, kedelai umunya ditanam pada musim kemarau setelah pertanaman
padi. Sedangkan di lahan kering (tegalan) kedelai umumnya ditanam pada
musim hujan. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Penelitian Tanaman
kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balit kabi) telah merakit teknologi
produksi kedelai untuk lahan sawah dan lahan kering, dan lahan pasang
surut tipe C dan D yang diharapkan dapat meningkatkan produksi dan
keuntungan usahatani. Dengan penggunaan varietas unggul baru yang
sesuai dan teknologi yang tepat, hasil kedelai dapat mencapai lebih dari
2,0 t/ha.

4. Sumber Daya Kelembagaan

a. Kebijakan Harga Dasar

Menurut definisi kebijakan harga adalah suatu kebijakan yang


diambil pemerintah dan merupakan alat/tool untuk dapat
mempengaruhi harga produk tertentu (misalnya produk pertanian). Ini
merupakan insentif, kepada produsen untuk menghasilkan produk
dengan jumlah tertentu, maupun kepada konsumen untuk menjamin
stabilnya harga beli.Tujuan dari kebijakan harga pertanian mungkin
berbeda dari satu negara ke negara lainnya. Kebijakan harga pertanian
di negara maju mungkin saja berbeda dengan negara berkembang,
namun demikian kebijakan harga pertanian memiliki tujuan yang sama,
yaitu :

1) Untuk memenuhi permintaan dalam negeri

18
2) Untuk menjaga stabilitas harga

3) Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku atau input industri


dengan harga tertentu/wajar

4) Untuk meningkatkan produksi dan ekspor produk pertanian

Kebijakan harga dasar di sektor pertanian khususnya kedelai


menjadi sangat penting dan krusial disebabkan harga produk pertanian
berfluktuasi lebih cepat dibandingkan dengan produk industri. Dengan
adanya kebijakan harga dasar, petani mendapat jaminan pasar karena
ketika harga kedelai jatuh, pemerintah berkewajiban membeli hasil
panen petani. Menteri Pertanian Suswono mengungkapkan,
peningkatan produksi kedelai selama ini terkendala lahan akibat petani
yang memang enggan menggunakan lahannya untuk penanaman
kedelai. Sementara itu, penambahan lahan baru untuk areal kedelai
pun sulit dilakukan. Solusi yang paling cepat adalah dengan membuat
petani lebih bergairah dalam menanam kedelai, di samping terus
mengupayakan lahan-lahan baru untuk menanam komoditas pangan
tersebut. Maka dari itu dengan adanya kebijakan harga dasar ini
diharapkan petani akan termotivasi dan berbondong-bondong
menanam kedelai dengan demikian akan mendorong produksi.

b. Mengurangi impor

Indonesia telah mulai mengimpor kedelai sejak tahun 1980-an,


dimana paket deregulasi International Monetary Fund (IMF) secara
unilateral diterapkan dalam kebijakan ekonomi nasional. Sejak saat itu,
produksi kedelai domestik tergantikan dengan membanjirnya kedelai
impor yang harganya lebih murah. Hal ini tentu mengundang kritik
karena merugikan petani lokal. Sebagai gambaran, saat ini jumlah
kedelai impor yang dipergunakan untuk memproduksi tahu dan tempe
bahkan mencapai dua per tiga di antara total suplai kedelai nasional.

19
Indonesia mengimpor kedelai 1,6 juta ton di antara jumlah kebutuhan
kedelai 2,2 -2,3 juta ton.

Salah satu cara yang dapat di lakukan pemerintah Indonesia yaitu


dengan membuat kebijakan yang bisa menguntung bagi petani kedelai
dalam negeri. Kebijakan tersebut ialah meningkatkan produksi kedelai
lokal, dengan meningkatkan produksi tersebut maka ketergantungan
impor pun bisa berkurang.Dengan adanya kebijakan yang dibuat
pemerintah, petani berharap produksi kedelai bisa memenuhi konsumsi
kedelai dalam negeri.

Pada dasarnya pemerintah telah berupaya untuk mengurangi impor


kedelai salah satunya dengan stabilitas harga. Stabilitas harga
merupakan hal yang saling berkaitan dengan pengurangan impor,
sebab dengan harga yang stabil dan terjamin akan mendorong produksi
dalam negeri meningkat sehingga impor bisa dikurangi. Cara lain yang
dilakukan pemerintah untuk mengurangi impor yakni dengan membuat
rencana swasembada kedelai pada tahun 2016. Swasembada dapat
diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan.
Pengan adalah bahan-bahan makanan yang didalamnya terdapat hasil
pertanian, perkebunan dan lain-lain. Jadi swasembada pangan adalah
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan
sendiri tanpa perlu mendatangkan dari pihak luar.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi


impor. Namun hasilnya belum terlalu signifikan disebabkan
permintaan kedelai yang terus meningkat. Kedepannya, pemerintah
harus lebih berupaya lagi untuk membuat suatu kebijakan agar impor
kedelai dapat terus berkurang.

5. Faktor Sosial, Ekonomi dan Budaya

20
Faktor sosial, ekonomi dan budaya berpengaruh dalam produksi
kedelai. Para petani kedelai umumnya berada dalam keadaan prasejahtera
sehingga tidak mempunyai cukup modal untuk meningkatkan produksi
mereka, seperti membeli pupuk, membeli bibit unggul dan lain
sebagainya. Dengan adanya bantuan modal dari pemerintah maupun
pihak-pihak lain kepada para petani kedelai dapat membantu
meningkatkan produksi kedelai. Faktor budaya juga berpengaruh dalam
produksi kedelai. Di Indonesia masih sering dijumpai petani menanam
kedelai dengan cara menyebar benih dan selanjutnya dibiarkan tumbuh
tanpa kegiatan pemeliharaan tanaman yan memadai. Budaya yang
melekat dan kurangnya pengetahuan yang seperti ini lah yang dapat
mempengaruhi hasil dari produksi kedelai.

3.4 Kendala dalam Produksi Kedelai di Indonesia


Menurut Tahlim et al. (2003), pengembangan produksi kedelai dalam
negeri masih menghadapi beberapa permasalahan, antara lain :
1. Usaha perluasan areal pada lahan bukaan baru pada umumnya
menghadapi kendala kemasaman tanah yang tinggi.
2. Lahan bukaan baru berkontur bergelombang/berbukit sehingga rentan
terhadap erosi.
3. Terbatasnya ketersediaan benih unggul bermutu baik dari segi jumlah
maupun kualitas saat diperlukan.
4. Terbatasnya ketersediaan teknologi yang yang bersifat spesifik lokasi.
5. Rendahnya adopsi teknologi di tingkat petani.
6. Rendahnya tingkat harga yang diterima petani yang direfleksikan
makin menurunnya nilai tukar petani.

Menurut Rondof dan Lancon (2006), hasil per ha kedelai tidak


terdistribusi secara homogen di Indonesia. Hal ini ditentukan oleh faktor
biofisik dan sosial ekonomi. Selanjutnya, berdasarkan proyeksipenawaran

21
dan permintaan komoditas pertanian yang dilaksanakan Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Pertanian (2000), dikemukakan bahwa rendahnya
poduktivitas aktual yang dicapai diduga disebabkan oleh :
1. Tidak adanya kepastian harga komoditas pangan terutama kedelai
ditingkat petani, dan
2. Penghapusan subsidi sarana produksi yangmenyebabkan meningkatnya
biaya produksi, sehingga sebagian petanitidak mampu menerapkan
teknologi usahatani secara baik dan benar.
Kendala lain meliputi:
1. Pupuk
Hingga kini lemahnya lembaga yang dibentuk oleh pemerintah yang
berperan mengawasi distribusi pupuk hingga ke petani. Hal ini
mempengaruhi tidak maksimalnya sistem distribusi pupuk. Itulah
sebabnya selalu terulang, pupuk menghilang di pasaran ketika petani
bersiap-siap memulai musim tanam.
Petani di berbagai wilayah berusaha untuk mendapatkan pupuk.Salah
satu contoh yang dialami petani SPI di Jawa Timur, sejak Oktober 2008
lalu pupuk praktis menghilang.Mereka pun akhirnya mengadakan
audiensi dengan industri pupuk Indakop, Petrokimia dan Komisi B DPRD
Ponorogo.Namun hingga waktu petani membutuhkan pupuk penyediaan
pupuk ini tidak terealisasi.
Pencanangan Go-Organic 2010 agar petani lebih mandiri tidak
tercermin dari anggaran subsidinya ditahun 2008 yang hanya 474 Milyar
untuk pupuk organik dari total subsidi pupuk sebesar 15, 175 Triliun.
Padahal salah satu langkah yang terbaik tentu ialah mendukung
pengembangan pupuk organik yang dapat dikembangkan sendiri oleh
petani.Dukungan pemerintah kearah itu lah yang harus diperbesar.
Pengembangan pupuk organik ini selain mengembalikan kesuburan tanah
dan membantu meningkatkan produktivitas juga akan sangat berperan
dalam membangun kedaulatan petani. Petani dapat menghasilkan pupuk
yang dibutuhkannya sendiri.
2. Benih
Kondisi perbenihan di Indonesia hingga tahun 2008 yang telah lewat
tidak banyak berubah, benih yang merupakan salah satu input dasar

22
produksi pertanian kerap kesulitan ketersediaannya. Pemerintah tidak
memberikan dukungan sepenuhnya kepada rakyat, dalam hal ini petani
untuk memproduksi benih nya sendiri.
Benih varietas unggul yang terdaftar di Kementerian Pertanian terlihat
sejak 2005 sampai dengan sekarang tidak terdapat varietas unggul yang
baru.Pengembangan dan penyediaan benih oleh pemerintah di serahkan
kepada pihak swasta yang mencarai keuntungan sendiri dan tidak berpihak
kepada petani.Kebijakan pemerintah telah menyebabkan situasi
perbenihan di Indonesia sudah menjurus pada krisis benih dan
ketergantungan petani terhadap benih yang diproduksi perusahaan
agribisnis multinasional.Sebagian besar benih untuk tanaman pangan
dikuasai dan didistribusikan oleh perusahaan multinasional.
Harga benih yang ada dipasaran yang menjadi tumpuan petani sangat
mahal. Benih subsidipun kerap sampai di tangan petani dengan harga yang
mahal dikarenakan petani harus menebus terlebih dahulu ke dinas
pertanian dan akibatnya petani tetap menerima benih itu dengan harga
mahal.
3. Pengaruh dari Liberalisasi
Masuknya sistem liberalisasi perekonomian di Indonesia sangat
banyak berpengaruh terhadap sektor pertanian.Petani harus mengeluarkan
biaya lebih besar untuk berproduksi.
Mulai dari benih yang harus beli dari pihak swasta yang harganya
mahal, pupuk juga di pasok tidak hanya oleh BUMN tetapi juga oleh
pihak swasta dan pestisida juga harus di beli dengan harga yang mahal.
4. Harga Kedelai
Fluktuasi harga kedelai juga berpengaruh terhadap produksi petani.
Harga kedelai yang terlalu rendah pada saat musim panen akan
mengakibatkan keengganan petani untuk memanen. Harga kedelai dapat
dipengaruhi oleh fluktuasi harga kedelai internasional, dikarenakan
sebagaian besar pasokan kedelai kita berasal dari impor.
Selama ini harga kedelai dipermainkan importir.Begitu panen raya,
kedelai banjir di pasaran sehingga harga anjlok. Akibat turunnya harga
membuat petani tak mau memanen kedelainya. Petani kemudian menjadi
enggan menanam kedelai lagi. Dampak lanjutan agenda swasembada

23
kedelai yang dicanangkan pemerintah dijamin tidak terwujud akibatnya
kita menjadi terus bergantung pada impor.

3.5 Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Meningkatkan Produktivitas


Kedelai di Indonesia
Peningkatan produksi kedelai untuk meraih swasembada kedelai
didasarkan pada dua faktor yang paling menentukan, yaitu meningkatkan
produktivitas dan luas tanam, yang harus dilakukan sekaligus. Hal ini
karena tingkat produktivitas yang meningkat dengan lambat di tingkat
petani sulit diharapkan tanpa didukung dengan perluasan areal tanam akan
menghadapi kendala peningkatan produktivitas.
1. Penyediaan Teknologi
Upaya pemerintah untuk meraih swasembada kedelai telah cukup
banyak dilakukan, antara lain melalui transfer teknologi budidaya
kedelai kepada petani. Upaya pemerintah meliputi paket teknologi
yang menitikberatkan pada varietas unggul, pupuk sintetik, aplikasi
pestisida.
Dalam peningkatan produktivitas kedelai, upaya untuk
menghasilkan benih berdaya hasil tinggi terus dilakukan. Dewasa ini
Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan benih kedelai vaerietas
unggul berdaya hasil tinggi (1,70-3,25 ton/ha). Pengembangan varietas
unggul berdaya hasil tinggi dipandang sangat penting, karena benih
semacam ini relatif mudah diadopsi oleh petani jika benihnya tersedia
dekat dengan tempat tinggal mereka.
2. Penyediaan Benih Bermutu
Untuk meraih swasembada kedelai, penyediaan benih bermutu
berdaya hasil tinggi dalam jumlah cukup merupakan syarat yang harus
dipenuhi. Sudaryanto dan Swastika (2007) dalam Suyatmo (2010)
menghitung bahwa apabila mentargetkan produksi 2,7 juta ton pada tahun
2014, yaitu tahun target tercapainya swasembada kedelai, maka diperlukan
benih sebar, yaitu tahap produksi benih penjenis (breeder seed), benih
dasar (foundation seed) dan benih pokok (stock seed).

24
Strategi produksi dan distribusi merupakan bagian yang sangat
penting, mengingat bahwa benih kedelai lebih rentan pada kerusakan.
Berkaitan dengan produksi dan distribusi, jalinan benih antar lapang,
musim dan wilayah merupakan kosnep yang cukup baik untuk
dikembangkan, diintregasikan dengan konsep-konsep lainnya, yang
melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder).
3. Penyediaan Lahan
Ketersediaan lahan merupakan faktor yang sangat menentukan dalam
upaya swasembada kedelai. Provinsi yang paling potensial untuk
peningkatan perluasan tanaman kedelai pada lahan sawah adalah Jawa
Timur, Jawa Tengah, NTB, Sulsel dan NAD. Sedangkan untuk perluasan
areal di lahan kering adalah Papua, Lampung, Sulawesi Utara, Jambi,
Sumatra Barat, NAD, dan Sumatra Selatan. Namun apabila kondisi tanah
kurang subur, dapat diperbaiki dengan inovasi teknologi ameliorasi,
diantaranya dengan penggunaan kapur (kalsit atau dolomit) dan bahan
organik, serta pemupukan (organik, anorganik, dan biofertilizer seperti
rhizobium) berdasarkan kondisi tanah setempat.
4. Penerapan Bea Masuk Impor
Pengaturan bea masuk kedelai impor merupakan salah satu faktor
penting dalam meningkatkan produksi kedelai nasional dewasa ini. Pada
prinsipnya, semakin besar bea masuk yang diterapkan, maka akan semakin
tinggi harga kedelai yang terjadi, dan dengan demikian petani akan
terdorong untuk memproduksi kedelai lebih banyak.
Harga yang ditentukan didasarkan pada pertimbangan agar harga
kedelai cukup bergairah bagi petani untuk melakukan produksi. Apabila
harga kedelai dipandang terlalu rendah, maka akan menurunkan minat
petani untuk melakukan penanaman.
5. Potensi Komoditas Alternatif
Upaya untuk meraih swasembada kedelai diperkirakan akan sulit
dicapai, apabila hanya terfokus pada peningkatan produksi untuk
memenuhi permintaan. Perlu dilakukan pengembangan dan
mempromosikan komoditas lain yang sejenis dengan kedelai seperti
kacang tunggak, koro, gude dan kacang lainnya meski potensi ini masih

25
belum tersentuh. Sampai saat ini kedelai hitam hanya digunakan untuk
membuat kecap, karena masyarakat belum terbiasa membuat tempe dan
tahu dari jenis kedelai tersebut. Diperlukan upaya pemasyarakatan yang
intensif agar jenis kedelai ini secara bertahap dapat menggantikan sebagian
kedelai kuning
6. Dukungan Kebijakan
Untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, diperlukan dukungan
kebijakan mulai dari subsistem hulu hingga subsistem hilir. Kebijakan
yang dibutuhkan anra lain adalah :
1. Kemudahan prosedur untuk mengakses modal kerja (kredit usaha) bagi
petani dan swasta yang berusaha dalam bidang agribisnis kedelai.
2. Percepatan diseminasi teknologi hasil penelitian dan percepatan
penerapan teknologi di tingkat petani melalui revitalisasi tenanga
penyuluh pertanian.
3. Pembinaan/pelatihan produsen/penangkar benih dalam aspek teknis
(produksi benih), manajemen usaha perbenihan serta pengembangan
pemasaran benih, penyediaan kredit usaha perbenihan bagi produsen
atau calon produsen benih.
4. Mempermudah penyediaan pupuk bagi petani, dengan
menyederhanakan sistem distribusi pupuk.
5. Mendorong/membina pengembangan usaha kecil/usaha rumah tangga
dalam subsitem hilir (pengolahan produk tahu, tempe, kecap, tauco,
susu) untuk menghasilkan produk olahan yang bermutu tinggi sesuai
dengan tuntutan konsumen.
6. Kebijakan makro untuk mendorong pengembangan kedelai di dalam
negeri dengan memberlakukan tarif inpor sekitar 27%, seperti ususlan
Departemen Pertanian.
7. Pengembangan infrastruktur pertanian secara mum (pembukaan lahan
pertanian, pembuatan fasilitas irigasi dan ajalan), juga akan mendorong
pengembangan kedelai di dalam negeri.
8. Kebijakan alokasi sumber daya (SDM, anggaran) yang memadai
dalam kegiatan penelitian dan pengembangan dalam rangka
menghasilkan teknologi tepat guna, terutama varietas unggu baru.

26
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kedelai merupakan salah satu jenis polong-polongan yang menjadi
sumber bahan pangan nabati dengan kandungan protein yang cukup besar
yakni sekitar 40%. Kedelai kaya akan protein nabati, karbohidrat, lemak,
dan juga mengandung fosfor, besi, kalsium, vitamin B lainnya serta
dilengkapi dengan komposisi asam amino lengkap. Saat ini kebutuhan
kedelai di Indonesia masih membutuhkan bantuan import dari negara lain.
Hal ini karena tingkat produktivitas yang meningkat dengan lambat di
tingkat petani sulit diharapkan tanpa didukung dengan perluasan areal
tanam akan menghadapi kendala peningkatan produktivitas.

4.2 Saran
Ketidakmampuan produksi memenuhi kebutuhan dalam negeri telah
menyebabkan impor kedelai terus meningkat. Oleh karena itu, pemerintah
perlu membuat strategi yang dapat meningkatkan produksi kedelai dalam
negeri dengan meminimalisir kendala yang ada dan menerapkan upaya-
upaya yang dapat meningkatkan produktivitas kedelai.

27
DAFTAR PUSTAKA
Atiq Tantowi J, 2008. Permasalahan Komoditas Kedelai Dalam Perekonomian
Indonesia.

Della Anggi dan Rakhmat, […]. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Ketersediaan Kedelai Di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Vol.2
No.3.

Satya, Gelar dan Mimin Aminah. 2010. Swasembada Kedelai antara Harapan
dan Kenyataan. IPB: Departemen Manajemen Fak. Ekonomi dan
Manajemen.

Sudaryanto, Tahlim dan Dewa K.S Swastika. Ekonomi Kedelai di Indonesia.


Bogor: Pusat Analisis Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

http://www.indonesiastudents.com/pengertian-pangan-menurut-para-ahli/
(Diakses pada tanggal 1 Maret 2018)

http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id (Diakses pada tanggal 2 Maret 2018)

http://www.pertanian.go.id. (Diakses pada tanggal 2 Maret 2018)

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 4
    Bab 4
    Dokumen40 halaman
    Bab 4
    Natasya Cahya II
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen20 halaman
    Bab 3
    Natasya Cahya II
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen31 halaman
    Bab 2
    Natasya Cahya II
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen9 halaman
    Bab 1
    Natasya Cahya II
    Belum ada peringkat
  • MAKALAH Kutu Manusia Fix Revisi
    MAKALAH Kutu Manusia Fix Revisi
    Dokumen45 halaman
    MAKALAH Kutu Manusia Fix Revisi
    Natasya Cahya II
    Belum ada peringkat