Anda di halaman 1dari 37

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PELATIHAN STANDAR PMI DENGAN PENGETAHUAN


PERTOLONGAN PERTAMA PADA KASUS LUKA BAKAR

Disusun Oleh

Syamsu Rijal

2101057

YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan atau kehilangan

jaringan yang disebabkan terjadinya kontak dengan sumber panas seperti api,

air panas bahan kimia, listrik dan radiasi (Sari dkk., 2018). Luka bakar

didefinisikan sebagai cidera yang disebabkan oleh panas. Luka bakar pun

merupakan bentuk trauma yang terjadi sebagai akibat dari aktifitas manusia

dalam rumah tangga, industri, trafic accident, maupun bencana alam (WHO,

2018).

Tahun 2020, World Health Organization (WHO) memperkirakan

bahwa terdapat 265.000 kematian yang terjadi setiap tahunnya di seluruh

dunia akibat luka bakar (WHO, 2020). Pada tahun 2019 prevalensi luka bakar

tertinggi di Kawasan Asia Tenggara berdasarkan angka kematian/100.000

orang pertahun yaitu Indonesia (173,7/100.000 populasi), Kamboja

(165,4/100.000 populasi), dan Laos (151,3/100.000 populasi). Angka kejadian

luka bakar di Indonesia sangat tinggi, lebih dari 250 jiwa per tahun meninggal

akibat luka bakar (Kemenkes RI, 2019).

Angka luka bakar di Indonesia menempati peringkat kedua pada

golongan proporsi jenis cidera luka bakar dengan besar 1,3% setelah cedera

lainnya dengan presentase sebesar 2,6%. Kelompok usia 15-24 tahun


mempunyai angka kejadian tertinggi ketiga di Indonesia dengan presentase

sebesar 1,3% dan dari status pendidikan angka tertinggi kejadian luka bakar

adalah pada pendidikan tamat SMP sebesar 1,5% (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2018)

Data dari Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, dalam jangka

waktu 5 tahun (2018-2020) derajat luka bakar yang paling banyak ditemukan

yaitu derajat II dengan 46,7% dari seluruh kasus luka bakar yang didapatkan.

Saat pengambilan data awal Kasus luka bakar yang terdata di PMI kota

makassar dari tahun 2019-2022 tercatat ada 73 korban kasus luka bakar di

berbagai titik kerjadian bencana. Dari kasus ini, kabanyakan korban

mengalami kasus luka bakar ringan dan pada tahun 2019 tercatat ada 1 korban

yang meninggal dunia akibat terbakar. Korban tersebut adalah seorang lansia

yang sudah tidak bisa bergerak dari tempat tidur sehingga pada saat kejadian

korban tersebut tidak bisa menyelamatkan diri. kobaran api yang sangat cepat

melalap perumahan dan lokasi perumahan yang sangat padat dan sempit

menyebabkan akses pertolongan sangat sulit menjangkau lokasi korban

sehingga korban pun tidak bisa terselamatkan.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

membentuk suatu tindakan/keterampilan pertolongan pertama. Menurut

Wulandini (2019) menyatakan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang

tentang pertolongan pertama maka akan semakin baik seseorang dalam

melakukan tindakan pertolongan pertama di lapangan. Salah satu upaya yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan terkait dengan pertolongan


pertama adalah dengan melakukan pendidikan kesehatan (Wulandari, 2019).

Penanganan luka bakar yang tepat tidak akan menimbulkan dampak yang

berbahaya bagi tubuh, akan tetapi tetapi jika luka bakar tidak ditangani

dengan segera akan menyebabkan berbagai komplikasi seperti infeksi, syok,

dan ketidakseimbangan elektrolit yang sangat berbahaya bagi tubuh.

Komplikasi lain yang terjadi akibat luka bakar yaitu trauma psikologis yang

berat karena cacat akibat bekas luka bakar (Brunner, 2019). Salah satu

penatalaksanaan pertama yang tepat adalah menggunakan air mengalir setelah

terjadinya luka bakar dapat menurunkan pelebaran luka bakar dan dalam

penelitian telah dipaparkan mengenai penggunaan air mengalir sesaat setelah

terjadi luka bakar mampu menurunkan prevalensi atau pelebaran luka bakar

(Wood et al., 2018).

Pemberian pertolongan pertama yang tepat pada kejadian luka bakar

dapat meningkatkan outcome pada kejadian luka bakar. Pertolongan pertama

yang diberikan pada kasus luka bakar adalah dengan menghentikan proses

kebakaran dan mendinginkan area yang terbakar. Pendinginan akan efektif

diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah kejadian. Selain itu,

penatalaksanaan agen topikal yang dapat diberikan pada luka bakar adalah

agen yang mengandung silver/silver sulfadiazine. Maka dari itu masyarakat

percaya bahwa obat-obat yang berasal dari bahan alam, jarang menimbulkan

efek yang merugikan dengan resiko efek samping yang relatif kecil. Salah satu

tanaman obat yang digunakan masyarakat Indonesia yaitu jarak pagar

(Jatropha curcas. L) (Bawotong dkk., 2020).


B. Rumusan masalah

Masalah dari berbagai dunia tidak lain bedampak bagi Kesehatan

termasuk pada cedera luka bakar setiap tahunnya sebagian besar kasus luka

bakar terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan

hampir dua pertiganya terjadi di negara-negara Afrika dan Asia Tenggara.

Sebuah studi serupa tentang perkembangan penanganan luka bakar telah

dilakukan, tetapi hanya mengevaluasi populasi Eropa. Data dari Kementrian

Kesehatan Indonesia menyatakan angka luka bakar di Indonesia menempati

peringkat kedua pada golongan proporsi jenis cidera luka bakar dengan besar

1,3% setelah cedera lainnya dengan presentase sebesar 2,6%. Bagaimana

penanganan masyarakat terhadap pertolongan pertama pada luka bakar?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelatihan

standar PMI dengan pengetahuan pertolongan pertama pada kasus luka

bakar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan pelatihan standar PMI tentang luka bakar

b. Untuk mengetahui pertolongan pertama pada luka bakar


c. Untuk mengetahui hubungan pelatihan standar PMI dengan

pengetahuan pertolongan pertama pada kasus luka bakar

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan secara teoritis

bagi teori keperawatan gawat darurat mengenai hubungan pelatihan

standar PMI dengan pengetahuan pertolongan pertama pada kasus luka

bakar.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Peneliti

Diharapkan menambah referensi dan pengalaman secara langsung

sekaligus sarana dalam penerapan pengembangan pada luka bakar

b. Bagi Keperawatan

Diharapkan dijadikan salah satu referensi dalam ilmu keperawatan

serta dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

c. Bagi masyarakat

Mendapatkan pemahaman serta mampu meningkatkan pelayanan

gawat darurat khusus pada kasus luka bakar

d. Bagi institusi

Meningkatkan pengetahuan tentang hubungan pelatihan standar PMI

dengan pengetahuan pertolongan pertama pada kasus luka bakar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Konsep luka bakar

1. Definisi Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat

disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik,

kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah

berbagai sistem tubuh (Jose L. Anggowarsito, 2019)

Luka bakar yang disebabkan oleh benda panas berhubungan

dengan kemungkinan besar untuk kematian pada pasien. Luka bakar

adalah penyebab umum dari kerusakan traumatis dan kondisi krisis utama

di dalam ruang krisis yang memiliki berbagai jenis masalah, tingkat

mortalitas dan morbiditas yang memerlukan penatalaksanaan yang luar

biasa dari tahap syok sampai fase lanjutan (Young et al, 2019). Luka bakar

adalah penyebab ketiga dari kematian yang tidak disengaja dalam

beberapa kelompok usia. Penanganan luka bakar yang kurang tepat dapat

menimbulkan dampak yang akan merugikan penderita. Baik buruknya

perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang


dimiliki. Semakin tinggi pengetahuan maka perilaku seseorang terhadap

suatu masalah akan semakin baik. Sehingga sangat perlu adanya

penanganan atau pertolongan pertama pada luka bakar yang benar.

Pertolongan pertama adalah penanganan yang diberikan saat kejadian atau

bencana terjadi di tempat kejadian, sedangkan tujuan dari pertolongan

pertama adalah menyelamatkan kehidupan, mencegah kesakitan makin

parah, dan meningkatkan pemulihan.

2. Penanganan pertolongan pertama pada luka bakar

a. Prinsip pertama yang harus diingat apabila tersiram air panas atau

tanpa sengaja tersentuh api, benda panas lainnya jangan panik dan

segera jauhkan dari sumber panas.

b. Dinginkan bagian tubuh yang terkena luka bakar dengan air mengalir

selama 10-20 menit. Tidak dianjurkan menggunakan air es ataupun

menambahkan bahan lain seperti mentega atau kecap karena dapat

mengiritasi kulit yang terbakar dan menyebabkan kerusakan jaringan

lebih lanjut.

c. Lakukan penilaian jenis luka bakar. Apabila dalam penilaian dilihat

luka bakar tersebut tergolong ringan, lanjut dinginkan dengan air

mengalir hingga 20 menit. Namun bila ditemukan bula pada luka

bakar, segera bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan luka

lebih lanjut.
d. Berikan salep pelembab, seperti salep yang mengandung aloe vera

pada luka bakar ringan. Lakukan perawatan luka bakar secara terbuka,

tidak perlu ditutup kasa.

e. obat anti-nyeri seperti Parasetamol dapat diberikan pada anak apabila

dalam observasi di rumah anak mengeluh sakit dan rewel.

Perlu diketahui bahwa penyebab angka kematian dan kecacatan

akibat kegawat daruratan adalah tingkat keparahan akibat kecelakaan,

kurang memadainya peralatan, sistem pertolongan dan pengetahuan

penanganan korban yang tidak tepat dan prinsip pertolongan awal yang

tidak sesuai. Pengetahuan penanggulangan penderita gawat darurat

memegang posisi besar dalam menentukan keberhasilan pertolongan.

Banyak kejadian penderita pertolongan pertama yang justru meninggal

dunia atau mengalami kecacatan akibat kesalahan dalam pemberian

pertolongan awal. Ketergantungan masyarakat kepada tenaga medis

untuk melakukan tindakan penyelamatan dasar bagi korban

kecelakaan, sudah waktunya di tinggalkan. Hal ini karena kurangnya

kemampuan masyarakat dalam pertolongan pertama pada kecelakaan

(Azhari, 2011). Apabila penanganan luka bakar tidak benar berdampak

timbulnya beberapa macam komplikasi. Luka bakar tidak hanya

menimbulkan kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi seluruh

system tubuh pasien. Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor)

tubuh tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul

berbagai macam komplikasi yang memerlukan penanganan khusus


(Moenadjat, 2009). Dalam meminimalisir angka kejadian kecacatan

dan kematian yang ditimbulkan akibat luka bakar, Dibutuhkan peran

aktif perawat, mahasiswa keperawatan, dan petugas Kesehatan lainya

termasuk PMII dalam pencegahan kebakaran dan penanganan luka

bakar dengan mengajarkan konsep-konsep pencegahan dan

pertolongan pertama kegawatdaruratan pada luka bakar. Selain itu

perlu merubah keyakinan masyarakat yang masih menggunakan odol

dalam penanganan luka bakar dan mengajarkan cara penanganan luka

bakar yang benar.

Gambar.1.1 luas luka bakar

Pada gambar di atas dapat dilihat mengenai luas luka bakar pada

orang dewasa maupun anak-anak. Permukaan tubuh anak-anak memiliki

area distribusi yang berbeda dengan orang dewasa. Untuk memperkirakan

luas luka bakar yang tidak beraturan atau penyebaran tidak rata dapat

digunakan permukaan tangan (termasuk jari).


Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang

terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace, yaitu:

Kepala sampai leher :9%

Lengan kanan :9%

Lengan kiri :9%

Dada sampai prosessus sipoideus :9%

Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%

Punggung :9%

Bokong :9%

Genetalia :1%

Paha sampai kaki kanan depan :9%

Paha sampai kaki kanan belakang :9%

Paha sampai kaki kiri depan :9%

Paha sampai kaki kiri belakang :9%

Total : 100%

3. Etiologi Luka Bakar

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:

a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat

Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald),

jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat

terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas,

dan lain-lain) (Moenadjat, 2019).

b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)


Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau

alkali yang biasa digunakan dalam bidang industry militer ataupun

bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga

(Moenadjat, 2019).

c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)

Listrik menyebabkan kerusakan yang disebabkan karena arus, api dan

ledakan.

d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)

4. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas

ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi

elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa

faktor penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak

dengan sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami keruskan pada

epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung pada

penyebabnya.

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas

meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat

terjadi anemia. Menigkatnya permeabilitas menyebabkan udem dan

menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu

menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit


akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang

berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar

derajat dua, dan pengeluaran cairan ke keropeng luka bakar derajat tiga.

Bila luas bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh

masih bisa mengatasinya, tetapi bilalebih dari 20%, akan terjadi syok

hipovolemik dengan gejala khas, seperti gelisah, pucat, dingin,

berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi

urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi

setelah delapan jam. (Wim De Jong, 2020)

Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan

oleh kedalaman luka bakar. walaupun demikian, beratnya luka bergantung

pada dalam, luas, dan letak luka. Umur dan keadaan kesehatan penderita

sebelumnya akan sangat memengaruhi prognosis. (Wim De Jong, 2020)

Untuk luka bakar yang lebih kecil, tanggapan tubuh terhadap cedera

terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun, pada luka yang lebih luas

(misalnya, meliputi 25% atau lebih total area permukaan tubuh [total body

surface area-TBSA]), tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik

dan sebanding dengan luasnya cedera. Tanggapan sistemik terhadap

cedera luka bakar biasanya bifasik, ditandai oleh penurunan fungsi

(hipofungsi) yang diikuti dengan peningkatan fungsi (hiperfungsi) setiap

sistem organ. (Black & Hawk, 2019)

a. Respons Sistemik
Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar yang

berat selama awal periode syok luka bakar mencangkup hipoperfusi

jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan

curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta

hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat

adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas

kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan natrium serta

protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial.

Ketidakstabilan hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme

kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit, volume

darah, mekanisme pulmoner dan mekanisme lainnya. (Wim De Jong,

2020)

b. Respons Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan

pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya

kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah

jantung akan terus menurun dan terjadi penurunan tekanan darah.

Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan katekolamin

yang meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi.

Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah

jantung. (Wim De Jong, 2020)

Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan

dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah


sehingga curah jantung membaik. Umumnya jumlah kebocoran cairan

yang terbesar terjadi dalam 24-36 jam pertama sesudah luka bakar dan

mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga 8 jam.

Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan tubuh,

maka gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas

pada luka bakar itu sendiri sehingga pembentukkan lepuh dan edema

hanya terjadi di daerah luka bakar. Pasien luka bakar yang lebih parah

akan mengalami edema sistemik yang masif. karena edema akan

bertambah berat pada luka bakar yang melingkar (sirkumferensial),

tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstermitas

distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

c. Respons Pulmonal

Volume pernapasan sering kali normal atau hanya menurun sedikit

setelah cedera luka bakar yang luas. Setelah resusitasi cairan,

peningkatan volume pernapasan-dimanifestasikan sebagai

hiperventilasi-dapat terjadi, terutama bila klien ketakutan, cemas, atau

merasa nyeri. Hiperventilasi ini adalah hasil peningkatan baik laju

respirasi dan volume tidal dan muncul sebagai hasil hipermetabolisme

yang terlihat setelah cedera luka bakar. Biasanya hal tersebut

memuncak pada minggu kedua pascacedera dan kemudian secara

bertahap kembali ke normal seiring menyembuhnya luka bakar atau

ditutupnya luka dengan tandur kulit.

d. Cedera Inhalasi
Paparan terhadap gas asfiksian merupakan penyebab paling sering

mortalitas dini akibat cedera inhalasi. Karbon monoksida (CO),

asfiksian yang paling sering ditemui, dihasilkan ketika zat organik

(misalnya: kayu atau batu bara) terbakar. Ia adalah gas yang tidak

berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa yang memiliki afinitas

terhadap hemoglobin tubuh 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan

oksigen. Dengan menghirup gas CO, molekul oksigen tergeser, dan

CO berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk

karboksihemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan terjadi akibat

penurunan kemampuan pengantaran oksigen oleh darah secara

keseluruhan.

e. Depresi Miokardium

Beberapa investigator penelitian telah mengemukakan bahwa

factor depresi miokardium terjadi pada cedera yang lebih luas dan

bersirkulasi pada periode pascacedera dini. Depresi pada curah jantung

yang signifikan dan serta-merta terjadi, bahkan sebelum volume

plasma yang beredar berkurang, menunjukkan respons neurogenic

terhadap beberapa zat yang beredar. Penurunan curah jantung ini

sering berlanjut dalam beberapa hari bahkan setelah volume plasma

telah kembali dan keluaran urine kembali normal. Baru-baru ini,

kombinasi mediator inflamasi dan hormone disebutkan sebagai

penyebab depresi miokardium yang terjadi setelah cedera.

f. Berubahnya Integritas Kulit


Luka bakar itu sendiri menampilkan perubahan patofisiologi yang

disebabkan akibat gangguan kulit dan perubahan jaringan di bawah

permukaannya. Kulit, ujung saraf, kelenjar keringat, dan folikel rambut

yang cedera akibat terbakar kehilangan fungsi normalnya. Hal yang

terpenting, fungsi barrier kulit hilang. Kulit yang utuh dalam keadaan

normal menjaga agar bakteri tidak memasuki tubuh dan agar cairan

tubuh tidak merembes keluar, mengendalikan penguapan, dan menjaga

kehangatan tubuh. Dengan rusaknya kulit mekanisme untuk menjaga

suhu normal tubuh dapat terganggu, dan risiko infeksi akibat invasi

bakteri meningkat, serta kehilangan air akibat penguapan meningkat.

g. Imunosupresi

Fungsi sistem imun tertekan setelah cedera luka bakar. Penurunan

aktivitas limfosit, dan penurunan pembentukan immunoglobulin, serta

perubahan fungsi neutrofil dan makrofag terjadi secara nyata setelah

cedera luka bakar luas terjadi. sebagai tambahan, cedera luka bakar

mengganggu barrier primer terhadap infeksi-kulit. Secara bersama,

perubahan-perubahan ini menghasilkan peningkatan risiko infeksi dan

sepsis yang mengancam nyawa.

h. Respons Psikologis

Berbagai respons psikologis dan emosional terhadap cedera luka

bakar telah dikenali, berkisar mulai dari ketakutan hingga psikosis.

Respons korban dipengaruhi usia, kepribadian, latar belakang budaya

dan etnik, luas dan lokasi cedera, dampak pada citra tubuh, dan
kemampuan koping pracedera. Sebagai tambahan, pemisahan dari

keluarga dan teman-teman selama perawatan di rumah sakit dan

perubahan pada peran normal dan tanggung jawab klien memengaruhi

reaksi terhadap trauma luka bakar.

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya

pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%

mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat

menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat

terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas

terhadap pembuluh darah.

b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya

infeksi atau inflamasi.

c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan

cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan

tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon

monoksida.

d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan

dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada


awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat

terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai

diuresis.

e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan

cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.

f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan

perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.

g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon

stress.

h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada

edema cairan.

i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau

fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap

efek atau luasnya cedera.

k. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau

distritmia.

l. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka

bakar

Anak merupakan populasi yang rentan mengalami luka bakar

karena perkembangan fungsionalnya yang masih lambat bereaksi dan

kemampuan mobilitas yang masih terbatas. Selain itu, fungsi sistem

imun terhadap penyakit masih belum sempurna terutama anak berusia


di bawah empat tahun. Secara anatomi kulit anak lebih tipis sehingga

lebih mudah terjadi kehilangan cairan dan elektrolit serta kemungkinan

terjadi hipotermi cukup besar. Perawatan yang tidak baik akan

menyebabkan berbagai komplikasi seperti infeksi pada luka,

kontraktur, dan bahkan menyebabkan syok hipovolemik yang dapat

berujung kepada kematian. Laporan ini melaporkan sebuah kasus anak

laki-laki berusia 1 tahun 9 bulan dengan diagnosis luka bakar grade II

AB. (J. Ked. Mulawarman,2021).

Pasien tiba di Instalasi Gawat Darurat (IGD) 1 jam setelah

kejadian. Pada primary survey didapatkan Keadaan umum alert, pasien

menangis kencang, bernapas spontan, tidak ditemukan pendarahan,

dan GCS 15. Tanda-tanda vital pasien nadi 124 kali/menit, laju nafas

30 kali/menit, saturasi oksigen 95%, dan suhu 36⁰C. Luas luka bakar

sebesar 13% berupa eritem pada leher, dada, perut bagian kanan, dan

lengan kanan. Pada lengan kanan juga dijumpai bullae. Pada

pemeriksaan paru, jantung, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan

kelainan. Skala nyeri 7 dengan metode FLACC. Pemeriksaan

laboratorium darah tidak didapatkan kelainan. (J. Ked.

Mulawarman,2021).

B. Tinjauan pelatihan standar PMI

a. Definisi
Pelatihan adalah kegiatan melatih atau mengembangkan suatu

keterampilan dan pengetahuan kepada diri sendiri atau orang lain, yang

terkait dengan kompetensi tertentu yang dianggap berguna.

Pelatihan adalah suatu proses pembelajaran yang memperdalam

pengetahuan,kemampuan,peraturan atau mengubah perilaku untuk

meningkatkan prestasi kerja (Bisen). Berdasarkan definisi pelatihan

tersebut, maka perusahaan harus memberikan pelatihan yang mampu

memperdalam pengetahuan tentang APD kemampuan cara menggunakan

APD, peraturan yang mengatur tentang APD dan mengubah perilaku tidak

patuh menjadi patuh menggunakan APD (Statt, 2002).

b. Tujuan

Menurut Moekijat (1992) menyebutkan bahwa tujuan pelatihan

adalah untuk :

1) Mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

2) Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat

dikerjakan secara rasional.

3) Mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan

kemampuan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan

dengan pimpinan.

c. Manfaat
Pelatihan menurutM. Saleh Marzuki (1992) menjelaskan manfaat

pelatihan sebagai berikut:

1) pelatihan sebagai alat untuk memperbaiki

penampilan/kemampuanindividu atau kelompok dengan

harapan memperbaiki performance organisasi

2) keterampilan tertentu diajarkan agar karyawan dapat

melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan standar yang

diinginkan.

3) pelatihan juga dapat memperbaiki sikap-sikap 10 terhadap

pekerjaan, terhadap pimpinan atau karyawan. dan

4) manfaat lain daripada pelatihan adalah memperbaiki

standar keselamatan.

C. Pengetahuan pertolongan pertama

a. Definisi pengetahuan

menurut Sunaryo (2004), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang

terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek

tertentu.

Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan

pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat di benak

seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif

terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola.

Melalui pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah fakta

dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagau konstruksi


kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara

orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu

pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat

megalami reorganisasi karena pemahan-pemahan baru (Budiman &

Riyanto, 2013).

b. Definisi pertolongan pertama

Pengertian pertolongan pertama adalah upaya pertolongan dan

perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapatkan

pertolongan yang lebih sempurna dari dokter (Abu Al Fatih, 2014).

Pertolongan pertama adalah perawatan awal yang diberikan kepada

korban sebelum kedatangan bantuan medis profesional, dan itu dapat

membuat perbedaan penting dalam hasil dari penyakit atau kecelakaan-

kadang secara harfiah perbedaan antara hidup dan mati (Furst, 2018).

Pertolongan pertama diartikan sebagai pemberian pertolongan

segera kepada penderita sakit atau cedera atau kecelakaan yang

memerlukan bantuan medis dasar yang bertujuan untuk menyelamatkan

jiwa, mencegah cacat, dan memberikan rasa nyaman untuk menunjang

penyembuhan. (Palang Merah 19 Indonesia, 2009).

D. Hubungan antara variabel

Pertolongan pertama merupakan salah satu kompetensi dasar yang harus

dimiliki oleh Anggota KSR PMI meliputi dasar dasar pertolongan pertama,

anatomi dan faal dasar, penilaian penderita, bantuan hidup dasar, perdarahan
dan syok, cedera jaringan lunak, cedera sistem otot rangka, luka bakar,

pemindahan penderita, kedaruratan medis, keracunan, pemindahan korban,

triage dan incident comment system (Palang Merah Indonesia, 2009).

Kurangnya kemampuan yang dimiliki Anggota KSR dapat berdampak

sangat buruk dalam pelayanan pertolongan pertama pre hospital.

Ketidaktepatan pertolongan pertama tentu meningkatkan resiko kematian.

Edukasi berupa pendidikan pelatihan sangat diperlukan untuk meningkatkan

kemungkinan menyelamatkan nyawa, mencegah cacat, dan memberikan rasa

aman dan nyaman untuk menunjang kesembuhan terhadap penderita di

lapangan. Adapun tujuan dari pertolongan pertama luka bakar adalah untuk

menghentikan proses pembakaran, mendinginkan pembakaran dan

menurunkan rasa sakit. Baik buruknya penanganan luka bakar sangat

dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan yang dimiliki setiap orang itu sendiri.

Semakin baik pengetahuan maka tindakan (praktik) yang akan diambil dan

diterapkan semakin baik (Laksmi, 2016).


BAB III

KARANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka konseptual

Kerangka konse adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan ketertarikan

antara variabel (baik variabel yang diteliti dan tidak diteliti). Kerangka konsep

akan membantu penelitian menghubungkan hasil penelitian dengan teori

(Nursalam, 2017).

Variabel independen Variabel dependen

Pelatihan Standar PMI Pengetahuan


Pertolongan Pertama

Keterangan :

: Variabel independent yang diteliti.

: Variabel dependent yang diteliti.

: Garis penghubung variabel yang diteliti.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Deskriptif Analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional study

yaitu untuk hubungan antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen

dengan melakukan pengukuran sesaat (Nursalam, 2017) Pada penelitian ini

variabel independen adalah hubungan standar PMI untuk variabel dependen

adalah pengaetahuan pertolongan pertama Pada variabel penelitian dilakukan

untuk mengetahui. Hubungan pelatihan standar PMI dengan pengetahuan

pertolongan pertama pada kasus luka bakar

B. Populasi, Sampel dan Sampling Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau

subjek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sujarweni, 2014). Pada penelitian ini populasinya adalah semua anggota

KSR PMI di kantor PMI pusat kota Makassar dimana jumlah populasi

sebanyak 56 populasi
2. Sampel

Sampel adalah terdiri atas bagian populasi yang terjangkau yang

dapat dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2017). Pada penelitian ini menggunakan rumus slovin pengambilan

sampel sebagai berikut:

N
n=
1 + N (d2)
Keterangan:

N: Besar populasi

n : Besar sampel

d : Tingkat signifikan (p)

jadi jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah:

N
n=
1 + N (d)2
56
n=
1 + 56 (0,05)2
56
n=
1 + 56 (0,0025)
56
n=
1 + 0,14
56
n=
1,14
n = 49,1 ( dibulatkan 49 )

Berdasarkan rumus diatas maka jumlah sampel yang akan diambil

dari populasi adalah anggota KSR PMI sebanyak 49 responden, namun


tidak menutup kemungkinan jumlah sampel tersebut akan berkurang

sehubungan dengan kriteria sampel yang diajukan oleh peneliti. Adapun

kriteria sampel yaitu:

a. Kriteria Inklusi pada penelitian:

1) Responden yang berada di kantor PMI pusat Makassar

2) Responden yang baru bergabung di KSR PMI

3) Responden yang bersedia mengisi Kuesioner

b. Kriteria Ekslusi pada penelitian:

1) Responden yang tidak berada di kantor PMI pusat Makassar

3. Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada. Teknik sampling merupakan cara-cara yang

ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang

benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2017)

Teknik sampel dalam penelitian ini adalah Nonprobability

sampling yakni Purposive sampling Yaitu teknik penetapan sampel

dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang di

kehendaki peneliti. Kriteria ini terbagi atas kriteria inklusi dan eksklusi

C. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu. Jenis variabel diklasifikasikan menjadi:


1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen adalah variabel yang memengaruhi atau nilainya

menentukan variabel yang lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi

oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen. Variabel

independen dalam penelitian ini ialah pelatihan standar PMI

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel Dependen adalah variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan

oleh variabel lain. Variabel respons akan muncul sebagai akibat dari

manipulasi variabel-variabel lain. Variabel dependen dalam penelitian ini

ialah pengetahuan pertolongan pertama.

D. Definisi Operasional

Tabel 1.
Definisi Operasional

Variabel Definisi Parameter Alat ukur Skala Skor


penelitian operasional
Variabel Pelatihan Pengetahua Waktu nominal 1.Pelatihan
Independen : standar PMI n baik dan pelatiahan baik = 36
Pelatihan adalah suatu tidak baik. 36 jam. jam.
standar PMI. proses
pembelajaran 2.pelatihan
yang kurang baik
memperdalam = <36 jam.
pengetahuan,ke
mampuan,perat
uran atau
mengubah
perilaku untuk
meningkatkan
prestasi kerja
(Bisen).

Variabel Pengetahuan Pengetahua Kuesioner Nomina 1.Paham:


Dependen : adalah hasil n meliputi : dan SOP l Apabila
Pengetahuan dari tahu yang 1. Paham tentang skor nilai 6-
Pertolongan terjadi melalui 2. Tidak pertolonga 10.
pertama pada proses sensoris Paham n Pertama
kasus luka khususnya pada kasus 2.Tidak
bakar mata dan luka bakar Paham:
telinga Apabila jika
terhadap objek skor nilai 1-
tertentu. 5

E. Tempat Penelitian

Tempat penelitian akan dilaksanakan di kantor PMI pusat kota Makassar.

F. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari 2023.

G. Instrument Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan

SOP (observasi langsung) yang berisikan pertanyaan yang akan dijawab oleh

responden. responden diminta mengisi pertanyaan dalam skala Nominal

berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu. Ada pun penentuan dalam

perumusan kriteria objektifnya yaitu sebagai berikut:

1. SOP pelatihan standar PMI

Pada SOP ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden

dalam pelatihan tersebut. Adapun cara perhitungan tingkat pengatuhan

pelatihan standar PMI yaitu dengan teknik mengukur waktu pelatihan


dengan kategori : dikatakan pelatihan baik yaitu dengan waktu =36 jam

dan dikatakan kurang baik jika waktu = <36 jam.

2. Kuesioner Pengetahuan pertolongan pertama luka bakar

Pada kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

pengetahuan pertolongan pertama pada kasus luka bakar. Kuesioner ini

diadaptasi dari penelitian (Ni Imade Linda Adimaharani. 2019).

Kuesioner ini terdiri dari 9 pernyataan yang diukur dengan skala

guttman dengan nilai ya = 1 dan tidak = 0. Caranya dengan responden

memilih salah satu jawaban yang benar dengan kondisi yang dialami

pasien dengan nilai pernyataan 1 = paham dan 0 = tidak paham. Dimana

dikatakan dukungan paham jika skornya 6-10 dan tidak paham jika

skornya 1-5 yang dibuktikan dengan rumus :

(jumlah pertanyaan x skor terendah) + (jumlah pertanyaan x skor tertinggi)


2
= (9 x 0) + (9 x 1)
2
= 0+9
2
= 9
2
= 4,5 Dibulat (5)
H. Prosedur Pengumpulan Data

1. Data primer

Data yang diperoleh yaitu dengan mengunjungi lokasi penelitian

dan meminta responden untuk mengisi kuesioner yang telah disusun oleh

peneliti yaitu anggota KSR PMI kota Makassar .

2. Data sekunder

Data yang digunakan sebagai data pelengkap untuk data primer

yang berhubungan dengan masalah yang diteliti didapatkan dari instansi

yang terkait yaitu kantor PMI pusat kota Makassar.

I. Teknik Analisa Data

1. Pengolahan data

Proses pengolahan data dapat dilakukan menggunakan komputer

dengan program SPSS (Statistical Package For Social Science) untuk

memeriksa jawaban pada kuesioner sudah lengkap, jelas dan relevan

(Sujarweni, 2014) Setelah semua data diperboleh kemudian diolah melalui

tahap-tahap sebagai berikut:

a. Tahap editing, yaitu memeriksa kejelasan dan kelengkapan pengisian

instrument pengumpulan data.

b. Tahap koding, yaitu proses identifikasi dan klasifikasi dari setiap

pertanyaan yang terdapat dalam instrument penelitian pengumpulan

data menurut variabel.

c. Tahap tabulasi data, yaitu mencatat atau entri data ke dalam tabel

induk penelitian.
d. Tahap pengujian kualitas data, yaitu menguji validitas dan realibitas

instrument pengumpulan data.

e. Tahap mendeksripsikan data, yaitu tabel frekuensi atau diagram serta

berbagai ukuran terdensi sentral, maupun ukuran disperse. Tujuannya

memahami karakteristik data sampel penelitian.

f. Tahap pengujian hipotesis, yaitu tahap pengujian terhadap proposisi

yang dibuat apakah proposisi tersebut di tolak atau di terima.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Merupakan analisis yang menjelaskan masing-masing variabel

penelitian dengan menyajikannya dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis antara dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi. Variabel akan diteliti dalam

bentuk crosstab (tabulasi silang) dengan menggunakan aplikasi IBM

SPSS Statistic 21 dengan uji statistik Chi Square. Dasar pengambilan

hipotesis penelitian berdasarkan pada tingkat signifikan (nilai p value),

yaitu:

1) Jika nilai p ≥ 0,05 maka hipotesis penelitian ditolak.

2) Jika nilai p < 0,05 maka hipotesis penelitian diterima.


J. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian keperawatan marupakan masalah yang sangat

penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan merupakan

berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus

diperhatikan. Menurut (Hidayat, 2018) masalah etika yang perlu diperhatikan

antara lain sebagai berikut yaitu:

1. Informed Consed (Lembar persetujuan)

Informed Consed merupakan lembar persetujuan antara peneliti dan

responden yang diberikan sebelum penelitian. Tujuan Informed Consed

yaitu responden yang dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila

responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Anonimity adalah memberikan jaminan dalam penggunaan subjek peneliti

dengan cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan nama responden

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembaran

pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya.

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya peneliti,

hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset
Lampiran

1. Kuesioner pengetahuan luka bakar

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah menurut anda pengertian luka


bakar adalah rusak atau hilangnya
jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas?
2 Apakah menurut anda pasta gigi baik
digunakan untuk mengobati luka bakar?
3 Apakah menurut anda pasta gigi
mengandung bahan yang dapat merusak
kulit?
4 Apakah menurut anda es batu baik
digunakan untuk mengobati luka bakar?
5 Apakah menurut anda minyak baik
digunakan untuk mengobati luka bakar?
6 Apakah menurut anda mengaliri luka
bakar dengan air mengalir bersih dapat
digunakan untuk mengobati luka bakar?
7 Apakah menurut anda jika menggunakan
bahan bahan seperti es batu, pasta gigi,
minyak, dll untuk luka bakar dapat
meningkatkan risiko terjadinya infeksi?
8 Apakah menurut anda jika menggunakan
air mengalir untuk luka bakar dapat
mengurangi rasa perih?
9 Apakah menurut anda jika menggunakan
air mengalir untuk luka bakar dapat
membantu agar luka bakar tidak semakin
parah?
2. SOP pertolongan pertama luka bakar

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)


LUKA BAKAR
Pengertian Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan
fisiologis dan cairan desinfektan
Tujuan Mencegah terjadinya infeksi
Mengangkat jaringan nekrotik
Prosedur/ 1. Alat dan bahan
Langkah- a. Alat pelindung diri (masker, sarung tangan, scort) 
langkah b. Set ganti balutan steril
c. Sepuit 10 cc
d. Kasa steril
e. Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan
f. Bengkok
g. Obat-obatan sesuai program
h. NaCl 0,9 % / aquadest
2. Langkah-langkah
a. Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang
akan dilakukan. 
b. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker,
sarungtangan, scort).
c. Mengatur posisi klien di bed tindakan supaya luka dapat
terlihat jelas dan mudah dilakukan perawatan luka.
d. Bila luka bakar tertutup pakaian maka minta ijin untuk
membuka pakaian supaya luka terlihat jelas dan membuka
pakaian dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan NaCl
0,9%.
e. Membersihkan luka bakar dengan cara mengirigasi yaitu
dengancara mengaliri bagian luka menggunakan NaCl 0,9%
dengan meletakkan bengkok dibawah luka terlebih dahulu.
f. Melakukan debridement bila terdapat jaringan nekrotik
dengan cara memotong bagian nekrotik dengan mengangkat
jaringan nekrotik menggunakan pinset chirurgis dan
digunting dengan gunting chirurgis mulai dari bagian yang
tipis menuju ke bagian tebal.
g. Bila ada bula dipecah dengan cara ditusuk dengan jarum
spuitsteril sejajar dengan permukaan kulit dibagian pinggir
bula kemudian dilakukan pemotongan kulit bula dimulai dari
pinggir dengan menggunakan gunting dan pinset chirugis.
h. Mengeringkan luka dengan cara mengambil kasa steril
dengan pinset anatomis lalu kasa steril ditekankan pelan-
pelan sehingga luka benar-benar dalam kondisi kering.
i. Memberikan obat topical (silver sulfadiazin) sesuai luas luka
dengan menggunakan dua jari yang telah diolesi obat
tersebut.
j. Menutup luka dengan kasa steril.
k. Memasang plester dengan digunting sesuai ukuran dan
ditempelkan di atas kasa steril.
l. Menjelaskan bahwa perawatan luka telah selesai.

Sumber ; (Yeswardi,2018).

Anda mungkin juga menyukai