Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

LUKA BAKAR DERAJAT 2A

Oleh
dr. Yosefany Samudra Satya

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT KASIH IBU

DENPASAR, BALI

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Luka Bakar Derajat 2A” ini tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun
dalam rangka mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit
Umum Kasih Ibu, Denpasar, Bali.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan
maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:

1. dr. Valery Patiwael dan dr. IGA Puteri Saraswati yang telah mendampingi
penulis dalam Program Intersip Dokter Indonesia ini.
2. Seluruh staf RSU Kasih Ibu Denpasar, Bali.
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
2.1 Definisi.................................................................................................... 2
2.2 Epidemiologi........................................................................................... 2
2.3 Etiologi.................................................................................................... 2
2.4 Patogenesis.............................................................................................. 4
2.5 Gejala Klinis............................................................................................ 9
2.6 Diagnosis................................................................................................. 9
2.7 Penatalaksanaan....................................................................................... 25
2.8 Prognosis................................................................................................. 26
2.9 Komplikasi.............................................................................................. 27
BAB III LAPORAN KASUS ............................................................................ 28
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 39
BAB V SIMPULAN ......................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 4

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak
terhadap panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi
(seperti bahan-bahan korosif), bahan-bahan elektrik (arus listrik atau lampu),
friksi, atau energi elektromagnetik dan radian. Luka bakar merupakan satu jenis
trauma yang memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga
memerlukan perawatan yang khusus mulai fase awal hingga fase lanjut (Hatta,
2015).
Setiap tahun di Indonesia hampir 1 juta anak meninggal karena
kecelakaan. Kecelakaan yang biasa terjadi adalah jatuh, terbakar dan tenggelam.
Hampir semuanya dapat dicegah dan dapat diatasi jika orang tua tahu apa yang
harus mereka lakukan untuk mencegah kecelakaan dan jika terjadi kecelakaan
(Depkes RI, 2010). Luka bakar karena kebakaran merupakan satu dari banyak tipe
luka bakar yang paling fatal dan sering terjadi ketika anak bermain dengan korek
api dan secara tidak sengaja membuat diri (dan rumah) anak terbakar. Anak
berisiko tinggi mengalami luka bakar, sebagian luka bakar terjadi dirumah
misalnya pada waktu memasak, memanaskan air atau menggunakan alat listrik
yang paling sering menyebabkan kejadian ini. Kecelakaan industri juga dapat
menyebabkan luka bakar (Wong, 2008).

Berdasarkan inventarisasi penanganan pasien luka bakar dari 14 rumah sakit besar
yang ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Denpasar, Jember,
Mataram, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Palembang, ditemukan sepanjang
2012-2014 terdapat 3.518 kasus luka bakar. Angka kejadian luka bakar dalam
datanya terus meningkat dari 1.186 kasus pada 2012 menjadi 1.123 kasus (2013)
dan 1.209 kasus (2014). Angka tersebut sebenarnya belum bisa dijadikan
indikator nasional sebab kasusnya mirip fenomena gunung es, dimana kasus
yang terjadi sebenarnya jauh lebih besar dari jumlah kasus yang dilaporkan.
Kasus luka bakar yang terjadi pada anak berdasarkan riskesdas 2013 ditemukan
pada kelompok umur kurang dari

4
1 tahun sebesaar 0,7%, kelompok umum 1-4 tahun sebesar 1,5% dan kelompok
umur 5-14 tahun sebesar 0,6% (Riskesdas, 2013).
Perawatan luka bakar memerlukan waktu yang lama, kadang perlu
operasi berulang kali dan meskipun sembuh bisa menimbulkan kecacatan yang
menetap, sehingga penanganan luka bakar sebaiknya dikelola oleh tim trauma
yang terdiri dari tim spesialis bedah (bedah plastik, bedah toraks, bedah anak),
spesialis penyakit dalam (khususnya hematologi, gastroenterologi, ginjal dan
hipertensi), ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikolog. Penatalaksanaan
luka bakar antara anak dan dewasa pada prinsipnya sama namun pada anak akibat
luka bakar dapat menjadi lebih serius. Hal ini disebabkan anak memiliki lapisan
kulit yang lebih tipis, lebih mudah untuk kehilangan cairan, lebih rentan untuk
mengalami hipotermia (penurunan suhu tubuh akibat pendinginan) (Moenadjat,
2007).

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-

benda yang menghasilkan panas (api, bahan kimia, listrik, maupun radiasi) atau zat-zat yang

bersifat membakar baik berupa asam.

2.2 Epidemiologi

Menurut World Fire Statistics Centre pada tahun 2003 hingga 2005 tercatat negara

yang memiliki prevalensi terendah terjadinya luka bakar adalah Singapura sebesar 0,12% per

100.000 orang dan yang tertinggi adalah Hongaria sebesar 1,98%.13

Sekitar 2 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun , dengan

100.000 orang yang dirawat di rumah sakit dan 20.000 orang yang perlu dirawat dalam

pusat-pusat perawatan luka bakar. Kematian dari luka bakar berkurang sejak 1920, dan

dewasa ini, penderita luka bakar lebih dari 50% daerah permukaan tubuh memiliki cukup

kemungkinan untuk tetap bertahan apabila dirawat dengan tepat7

Sekitar 80% luka bakar terjadi di rumah. Pada anak di bawah umur 3 tahun,

penyebab luka bakar paling umum adalah kecelakaan jatuh pada kepala. Pada umur 3-14

tahun, penyebab paling sering adalah dari nyala api yang membakar baju. Dari umur ini

sampai 60 tahun, luka bakar paling sering disebabkan oleh kecelakaan industri. Setelah

umur ini, luka bakar biasanya terjadi kearena kebakaran di rumah akibat rokok yang

membakar tempat tidur atau berhubungan dengan lupa mental.7

6
7

2.3 Etiologi

Luka bakar merupakan suatu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan mortalitas

yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus mulai fase awal hingga fase

lanjut. Etiologi terjadinya luka bakar yaitu (Hardisman, 2016):

a. Scald Burns

Luka bakar yang disebabkan karena uap panas, biasanya terjadi karena

air panas dan sering terjadi dalam masyarakat. Air pada suhu 690C menyebabkan

luka bakar parsial atau dalam waktu dengan waktu hanya dalam 3 detik.

b. Flame Burns

Luka bakar yang disebabkan oleh kebakaran rumah seperti penggunaan

detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok, penyalahgunaan

cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh

kompor atau pemanas ruangan.

c. Flash Burns

Luka bakar yang disebabkan oleh ledakan gas alam, propana, butana,

minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar kain.

d. Contact Burns

Luka bakar yang disebabkan dari logam panas, plastik, gelas atau batu

bara panas seperti setrika, oven, dan bara kayu.

e. Chemical Burns

Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, yang bersifat asam

kuat atau basa kuat.

f. Electrical Burns

Luka bakar yang disebabkan oleh benda-benda yang dialiri arus listrik.

7
8

2.4 Patogenesis

2.4.1 Struktur Anatomi Kulit

Kulit Manusia merupakan sebuah struktur yang berkaitan satu dengan

yang lain, contohnya pada lengan bawah bagian volar , ketebalan lapisan

epidermis mencapai 0,15mm dimana lapisan terluarnya yaitu stratum

corneum memiliki 1/3 ketebalan dari seluruh lapisan kulit. Kulit memiliki

fungsi menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, pengaturan suhu,

penyimpanan lemak, menghasilkan vitamin, dan sebagai pertahanan terhadap

infeksi dari luar.19

Dermis memiliki ketebalan 0,5 sampai 0,7 mm dan pada pertemuan antara

dermis dengan epidermis terdapat daerah seperti bukit yang dangkal (sering

disebut sebagai “pasak yang berkelok – kelok”) yang hanya dapat dilihat

melalui mikroskop. “Kubah” dari lemak subkutan yang menyentuh sampai ke

dermis dan terlihat dengan mata telanjang sebagai bintik kuning di dalam

jaringan kolagen putih ketika kulit yang tebal dipisahkan20.

Sensasi nyeri tidak hilang oleh karena luka bakar sampai nekrosis yang

cukup dalam untuk merusak akhiran saraf. Struktur anatomis ini menjelaskan

mengapa epitel bisa tumbuh dari kelenjar keringat yang tidak mempunyai

melanosit ketika folikel rambut yang kaya akan melanosit sudah rusak dan

mengapa sebagian luka bakar yang menyebabkan hilangnya sensasi nyeri

dapat tetap berepitelisasi dari kelenjar keringat yang masih ada.20

8
9

Gambar 1 : Lapisan – lapisan kulit.20

2.4.2 Perpindahan Panas

Perpindahan panas dari luar tubuh ke dalam kulit merupakan suatu proses

yang kompleks. Material panas yang mengenai kulit pada suhu rendah

disebut juga “kontak” suhu. Kontak suhu bergantung pada kelembaman panas

(contohnya daya konduksi panas x berat jenis x spesiiftas panas) dari material

panas. Kontak suhu maksimal yang dapat di toleransi manusia untuk

beberapa menit adalah 430C sampai 43,50C.20

Percobaan yang dilakukan pada babi guinea dimana kulit babi diberikan

panas yang berbeda beda selama 30 menit in vitro menunjukkan bahwa

respirasi menurun 50% pada suhu 43,50C. Respon serupa juga ditunjukkan

pada manusia dengan percobaan yang sama namun in vivo pada suhu 43,10C.
20
Suhu dan lama pajanan dengan sumber panas memiliki efek yang sinergis.

Sel nekrosis terjadi satu detik setelah paparan suhu 68,8oC atau 45oC setelah

satu jam paparan.19

9
2

2.4.3 Zona Luka Bakar19

Terdapat beberapa jenis dari luka bakar : panas, bahan kimia, sengatan

listrik, radiasi, gesekan, dan suhu dingin. Luka bakar karena panas

merupakan jenis yang paling sering terjadi dan menjadi fokus utama. Letak

luka bakar karena panas dibagi menjadi tiga zona(Gambar 2). Zona yang

pertama adalah zona koagulasi dimana zona ini merupakan zona yang

terdalam. Pada zona ini sirkulasi darah telah berhenti dan terdapat koagulasi

nekrosis seluler yang sangat luas karena area ini mendapatkan kerusakann

yang paling parah oleh paparan panas yang ekstrim. Sel – sel telah mati dan

tidak bisa beregenerasi secara mandiri. Maka dari itu, pada zona ini

dibutuhkan tindakan operatif seperti eksisi dan cangkok kulit.

Zona kedua adalah zona stasis. Zona ini melingkari zona koagulasi dan

merupakan zona dengan resiko tinggi terjadinya nekrosis seluler karena aliran

darah pada zona ini sangat berkurang. Kelangsungan hidup kulit pada zona

ini bergantung pada resusitasi cairan yang tepat dan penatalaksanaan yang

tepat pula untuk dapat bertahan. Penatalaksanaan pada 24 jam sampai 72 jam

pertama merupakan hal yang sangat penting.

Zona ketiga merupakan zona hyperemia. Zona ini merupakan zona dengan

kerusakan yang minimal karena zona ini jauh dari sumber luka.

Respon dari kulit pada zona ini adalah mengeluarkan mediator inflamasi

seperti sitokin yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Vasodilatasi

menyebabkan masuknya nutrisi yang diperlukan untuk membantu pemulihan

dan pengeluaran zat – zat sisa. Secara struktur, zona ini tidak mengalami

kerusakan dan akan beregenerasi.

2
3

Gambar 2: Zona Luka Bakar

2.5 Manifestasi Klinis

Menurut Effendi, 1999 manifestasi klinik yang muncul pada

luka bakar sesuai dengan kerusakannya :

1. Grade I

Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali,

sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.

2. Grade II

Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema

subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh

dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi.

3. Grade III

Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah

keputih- putihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan

yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.

3
4

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang

diperlukan adalah :

1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan

hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya

Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan

oleh panas terhadap pembuluh darah.

2. Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi

3. Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi

4. Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,

hipokalemia terjadi bila diuresis.

5. Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan

6. Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan

7. EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar

8. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka

bakar selanjutnya.

4
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : YULIANA

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : S1

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Tanggal Pemeriksaan : 13 Mei 2021 pukul 12.00 WITA

No. Rekam Medis : 00430240

3.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama : Perawatan luka bakar.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang untuk melakukan perawatan luka bakar di kaki kirinya.

Sebelumnya 2 hari yang lalu (11 Mei 2021) pasien datang ke UGD karena kaki

kirinya yang terkena tumpahan minyak panas saat hendak membeli gorengan di

salah satu Mall di Bali. Pasien mengatakan bahwa saat itu luka di kakinya terasa

panas dan perih, kemerahan serta melepuh. Pergerakan kaki pasien menjadi

1
terbatas karena nyeri yang dirasakan. Pasien tidak ada mengkonsumsi obat

apapun sebelum ke UGD.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus ataupun penyakit

kronis lainnya. Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi dan penyakit sistemik di keluarga tidak ada.

Riwayat Pribadi dan Sosial.

Pasien tidak bekerja. Riwayat merokok dan konsumsi minumal beralkohol

tidak ada.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Kondisi Umum : Baik

GCS : E4V5M6

Gizi : Baik

Tekanan darah : 110/70mmHg

Nadi : 82 kali/menit, regular, kuat angkat

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu aksila : 36 ºC

2
Saturasi Oksigen : 99% room air

Status General

Mata : Anemis -/-, Ikterus -/-, Reflek Pupil +/+ Isokor

Edema Palpebra -/-

THT

Telinga : sekret (-)

Hidung : secret (-)

Tenggorok : tonsil T1 | T1, faring hiperemi (-)

Leher : JVP PR+0 cmH2O , Pembesaran Kelenjar Limfe (-)

Thoraks

Cor

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V MCL S

Perkusi : Batas kiri: ICS V MCL S

Batas kanan: 1 cm PSL D

Batas atas : ICS II

Auskultasi : S1S2, tunggal, regular, murmur tidak ada

Pulmo

Inspeksi : gerak pernapasan simetris statis dan dinamis, retraksi

(-) suprasternal, barrel chest (-)


N N
Palpasi : Vocal Fremitus N N , nyeri tekan (-)
N N
3
Perkusi : Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

Auskultasi : Vesikular Rhonci Wheezing


+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Palpasi : Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Perkusi : Timpani (+)


+ + - - - -
Ekstremitas : Hangat Edema Sianosis
+ + - - - -

Status Lokalis

Regio Pedis Sinistra : Luka bakar (+), eritema (+), bula (+) dengan diameter

kurang lebih 0,5 cm.

3.4 DIAGNOSIS KERJA

Combutio grade II A regio pedis sinistra.

4
3.5 TERAPI

- Kompres luka dengan NaCL 0.9%

- Rawat luka

- Bionect Cream (Hyaluronic acid sodium salt)

- Sporetik (Cefixime) 2x100 mg

- Orasic (Tramadol HC) l3x1 tablet (bila nyeri)

- KIE : jangan dulu terkena air dan kontrol kembali sesuai jadwal.

3.6 MONITORING

- Vital sign

- Keluhan

3.7 PROGNOSIS

- Ad vitam : dubia ad bonam

- Ad functionam : dubia ad bonam

- Ad Sanationam : dubia ad bonam

5
BAB IV
PEMBAHASAN

6
BAB V

SIMPULAN

7
DAFTAR PUSTAKA

1. National Occupational Health and Safety Commision (NOHSC). 2006.

Occupational Contact Dermatitis in Australia. Australian Government,

Australian Safety and Compensation Council.

2. Djuanda, S. Sri AS. 2003. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A. et al, ed.3. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 126-131.

3. Trihapsoro, L. 2003. Dermatitis Kontak Alergi pada Pasien Rawat Jalan di

RSUP H Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara.

4. Djuanda, A, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3-8.

5. Thyssen, JP. The Association between Hand Eczema and Nickle Allergy Has

Weakend Among Young Women in the General Population Following the

Danish Nickel Regulation: Results from Two Cross-sectional Studies. 2009;

61(6).

6. Hogan, D. Impact of Regulation on Contact Dermatitis. Dermatol Clin. 2009;

27(3): 385-94.

7. Sularsito, SA, Djuanda S. 2009. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Mochtar H,

Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarat: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 130-133.

8. Brasch J, Becker D. Guideline Contact Dermatitis. Allergo J Int. 2014; 23(4):

126-138

8
9. Sumantri MA, Febriani HT, Musa ST. Dermatitis Kontak. Swamedikasi.

Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.

10. Saint-Mezard, P, Rosieres A. Allergic Contact Dermtatitis. Eur J Dermatol.

2004; 14(5): 284-95.

11. Bourke, J, Coulson I, English J. Guidelines for the Management of Contact

Dermatitis: An Update. British Journal of Dermatology. 2009; 160(5).

Anda mungkin juga menyukai