Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

LUKA BAKAR

Oleh:

Triska Putri Rahmayani 150100014


Riza Chairany Tambak 150100016
Widya Rizkina Choir 150100033
Winda Sere E. Tambunan 150100127
Isna Gita Amalia Nst 150100135
Muhammad Farhan 150100206

Pembimbing:
dr. Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Luka Bakar”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE(K), yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah ini
sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan
kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 21 Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................2
2.1 Definisi Luka Bakar...................................................................................2
2.2 Etiologi Luka Bakar...................................................................................2
2.3 Klasifikasi Luka Bakar..............................................................................3
2.4 Patofisiologi Luka Bakar...........................................................................6
2.5 Berat dan Luas Luka Bakar.......................................................................8
2.6 Mekanisme Penyembuhan Luka................................................................9
2.7 Tatalaksana Luka Bakar.............................................................................12
2.8 Komplikasi.................................................................................................23
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
DAFTAR GAMBAR

Nomor Hal
2.1 Klasifikasi Luka Bakar....................................................................................2
2.2 Luka Bakr superficial Dermal.........................................................................4
2.3 Luka Bakar Mid dermal..................................................................................4
2.4 Luka Bakar full Thickness..............................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis Luka Bakar........................................................................6
2.6 Tiga zona pada luka bakar oleh Jackson.........................................................7
2.7 Perubahan sistemik pada luka berat................................................................8
2.8 Rule of nine.....................................................................................................9
2.9 Mekanisme penyembuhan luka.....................................................................12
2.10 Primary and secondary survey trauma..........................................................12

2.11 Kriteria rujukan oleh ESMB.........................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar merupakan jenis trauma yang dapat terjadi dimana pun.
Trauma dapat berbentuk gesekan, suhu dingin, suhu panas, radiasi, kimiawi, atau
luka karena listrik, tetapi mayoritas disebabkan oleh panas dari cairan panas,
benda dengan suhu panas, dan api atau ledakan. Semua luka bakar menyebabkan
kerusakan jaringan karena transfer energi, tetapi ada juga penyebab lain karena
respon patofisiologi.1
Angka kejadian luka bakar berkurang pada negera maju, tetapi angkanya
masih tinggi di negara lain. Sekitar 90% kasus luka bakar terjadi di daerah dengan
tingkat sosial ekonomi rendah atau menengah. WHO menyebutkan bahwa
terdapat sekitar 11 juta kasus bakar diseluruh dunia setiap tahun, dan sekitar
180,000 kasus berujung kematian. Pada anak, resiko kematian akibat luka bakar
meningkat 7 hingga 11 kali pada daerah yang tingkat sosial ekonominya rendah.2,3
Di Indonesia, di RSUP Adam Malik, kasus luka bakar dari tahun 2010-
2013 adalah sebanyak 140 orang. Dari jumlah tersebut, lebih banyak dijumpai
kasus laki-laki yaitu 96 dibandingkan perempuan 44 orang. Dari kasus tersebut,
penyebab tersering adalah luka bakar karena api, dan dijumpai paling banyak
dengan luka bakar derjaat II-III.4
Terdapat beberapa jenis bahan dan kondisi yang dapat menyebabkan luka
bakar. Misalnya, api atau cairan yang panas dapat menyebabkan luka yang dalam,
sementara luka akibat air atau uap panas biasanya bermanifesatsi pada superfisial
terlebih dahulu karena dilusi yang cepat dari sumber dan energinya. Bahan
kimiawi dapat menyebbakan nekrosis dan mengubah jaringan menjadi cair atau
massa. Luka bakar akibat listrik berbeda dengan lainnya, karena dapat
menyebabkan luka jaringan yang dalam lebih parah meskipun pada kulit atau
permukaan superfisial tidak begitu jelas. Trauma termal juga dapat disebabkan
karena suhu dingin. Frostbite dapat menyebabkan kerusakan jaringan karena
kerusakan seluler dan akan menyebabkan iskemia jaringan.1

Penanganan dari luka bakar akan berbeda berdasarkan penyebab dan juga
derajat keparahannya. Perawatan pasien dengan luka bakar bersifat intensif.
Tujuan penanganan luka bakar adalah untuk memperbaiki jaringan yang rusak
sebaik mungkin dan meningkatkan kualitas hidup pasien.1

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan refarat ini adalah:

1. Untuk memenuhi tugas laporan kasus selama berada di kepaniteraan klinik


senior di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

2. Mengetahui tatalaksana dan diagnosis mengenai Luka Bakar

1.3 Manfaat

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan


kepada mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
mengenai luka bakar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Luka bakar merupakan kerusakan dari jaringan tubuh yang disebabkan


oleh adanya energi panas atau termal dari luar. Luka bakar dapat dibagi
menjadi luka bakar karena suhu panas, suhu dingin, luka bakar karena radiasi,
luka bakar kimiawi, dan luka bakar karena listrik.5

2.2 Etiologi
Beberapa penyebab luka bakar yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan terbagi menjadi berikut:6,7,8,9
 Luka Bakar Termal

Luka bakar termal merupakan trauma akibat terkena sesuatu dengan


suhu yang tinggi maupun dingin. Suhu panas dapat berasal dari api atau
ledakan, atau dari cairan dan uap (scalding), juga dapat karena kontak
dengan benda yang sangat panas. Sedangkan dari traum akibat suhu
dingin dapat terbagi menjadi frostbite dan lain-lain yang dapat
menyebabkan iskemia jaringan.6
 Luka Bakar Kimiawi

Jenis luka bakar ini meskipun cukup jarang, tetapi dapat menyebabkan
kerusakan jaringan yang bersifat full-thickness. Terjadi karena adanya
kontak kulit dengan zat asam atau basa kuat, paling sering alkaline, atau
terkena paparan berlebihan dari zat yang digunakan sehari-hari di rumah
seperti zat pembersih.7,8
 Luka Bakar Radiasi

Luka bakar jenis ini disebabkan karena adanya paparan ke sumber


radioaktif, terjadinya biasanya di industri pabrik atau penggunaan
terapeutik pad atindakan medis. Sunburn atau paparan terhadap sinar
matahari berlebihan juga dapat termasuk luka bakar radiasi.9
 Luka Bakar Listrik

Pada luka bakar listrik biasanya dpaat dibagikan kedalam trauma dengan
voltase tinggi atau rendah. Luka bakar listrik biasanya menyebabkan
luka bakar derajat 3. Dan meskipun kadang bisa hanya menimbulkan
luka superfisial ringan, dapat menyebabkan luak jaringan dalam yang
berat hingga gagal organ.10

2.3 Klasifikasi Luka Bakar

Gambar 2.1. Klassifikasi Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman Luka

2
A. Luka Bakar Superfisial / Luka Bakar Derajat I
Luka bakar derajat I hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh
dalam 5-7 hari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat dan tidak ada bulla. Contoh luka bakar derajat I seperti
akibat tersengat matahari. Luka dapat sembuh tanpa bekas. Karena tidak
berbahaya, luka bakar derajat I tidak memerlukan pemberian cairan intravena11.
B. Luka Bakar Partial Thickness/ Luka Bakar Derajat II
Luka bakar derajat II kedalaman luka mencapai lapisan dermis. Tetapi
masih ada elemen epitel vital yang menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi.
Elemen epitel tersebut terdiri dari sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat dan pangkal rambut. Luka dapat sembuh sendiri dalam 2-3 minggu 11.
Gejala yang timbul adalah kemerahan / campuran, epidermis rusak, nyeri, sensitif
terhadap udara, bengkak, permukaan basah dan berair serta terdapat gelembung
atau bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat II sering diakibatkan oleh
cairan panas dan ledakan.12 Luka bakar derajat II dibedakan menjadi 2:
A. Derajat IIA (Superficial partial thickness burn)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari dermis.


Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa
terbentuk sikatriks. Ciri khas luka ini adalah munculnya bula yang
merupakan cairan dilapisi jaringan kulit nekrotik. Karena saraf sensoris
terpapar langsung, luka bakar kedalaman ini sangat nyeri.
B. Derajat IIB (Deep partial thickness burn)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan


epitel sehat tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai
parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu > 1 bulan4.
Gambar 2.2. Luka Bakar Superficial Dermal
C. Luka Bakar Mid Dermal

Luka bakar mid-dermal adalah luka bakar yang terletak diantara luka bakar
superficial dermal dan deep dermal. Pada luka bakar mid-dermal jumlah sel epitel
yang bertahan untuk proses re-epitelisasi sangat sedikit dikarenakan luka bakar
yang agak dalam sehingga penyembuhan luka bakar secara spontan tidak selalu
terjadi. Capillary refilling pada pasien dengan luka bakar kedalaman ini biasanya
berkurang dan edema jaringan serta bula akan muncul. Warna luka bakar pada
kedalaman ini berwarna merah muda agak gelap, namun tidak segelap pada pasien
luka bakar deep dermal. Sensasi juga berkurang, namun rasa nyeri tetap ada . 13

Gambar 2.3. Luka Bakar Mid Dermal


D. Luka Bakar Derajat III (Full thickness burn)
Luka bakar derajat III kerusakannya meliputi seluruh kedalaman kulit dan
mungkin subkutis atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup yang
tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka, biasanya diikuti dengan
11
terbentuknya eskar.

4
Eskar merupakan jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit. Kulit
tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan
sekeliling yang masih sehat, tidak ada bulla dan tidak terasa
nyeri.11

Gambar 2.4 Luka Bakar Full Thickness


Jika luka bakar mencapai jaringan dibawah dermis seperti tulang dan otot,
disebut sebagai luka bakar derajat 4. Biasanya menyebabkan amputasi/ kehilangan dari
daerah tersebut. 14
Luka bakar dibedakan menjadi 3, yaitu luka bakar ringan, sedang dan berat.
a. Kriteria luka bakar ringan11:
 Luka bakar derajat II < 15%.
 Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak.
 Luka bakar derajat III< 2%.
b. Kriteria luka bakar sedang11:
 Luka bakar derajat II 10-25% pada orang dewasa.
 Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak.
 Luka bakar derajat III <10%.
c. Kriteria luka bakar berat11:
 Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa.
 Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak.
 Luka bakar derajat III 10% atau lebih.
 Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki, dan
genitalia/perineum.
 Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
Gambar 2. 5. Manifestasi Klinis Luka Bakar11
2.4 Patofisiologi Pada Luka Bakar
Tiga zona luka bakar dijelaskan oleh Jackson pada tahun 1947, yaitu: 15
A. Zona koagulasi - Ini terjadi pada titik maksimum kerusakan. Di zona ini
terjadi kehilangan jaringan yang ireversibel karena koagulasi protein
penyusun.
B. Zona stasis - Zona stasis di sekitarnya ditandai dengan penurunan perfusi
jaringan. Jaringan di zona ini berpotensi dapat diselamatkan. Tujuan utama
dari resusitasi luka bakar adalah untuk meningkatkan perfusi jaringan di sini
dan mencegah kerusakan menjadi ireversibel. Penghinaan tambahan -
seperti hipotensi berkepanjangan, infeksi, atau edema - dapat mengubah
zona ini menjadi area kehilangan jaringan total.15
C. Zona hiperemia - Di zona terluar perfusi jaringan meningkat. Jaringan di
sini akan selalu pulih kecuali ada sepsis parah atau hipoperfusi
berkepanjangan. 15
Gambar 2.6. Tiga Zona Pada Luka Bakar Oleh Jackson (1947)
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat luka memiliki
efek sistemik setelah luka bakar mencapai 30% dari total luas permukaan tubuh.
Perubahan kardiovaskular — permeabilitas kapiler meningkat, menyebabkan
hilangnya protein dan cairan intravaskular ke dalam kompartemen interstisial. Terjadi
vasokonstriksi perifer dan splanknikus. Kontraktilitas miokard menurun, kemungkinan
karena pelepasan faktor nekrosis tumor . Perubahan ini, ditambah dengan kehilangan
cairan dari luka bakar, mengakibatkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ akhir.
Perubahan pernapasan — Mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi,
dan pada luka bakar berat sindrom gangguan pernapasan dewasa dapat terjadi.
Perubahan metabolisme — Laju metabolisme basal meningkat hingga tiga kali
lipat laju semula. Hal ini, ditambah dengan hipoperfusi splanknikus, memerlukan
pemberian makanan enteral secara dini dan agresif untuk menurunkan katabolisme dan
menjaga integritas usus.
Perubahan imunologis — Terjadi regulasi turun non-spesifik dari respons imun,
yang memengaruhi jalur yang dimediasi sel dan humoral. 15
Gambar 2.7. Perubahan Sistemik Pada Luka Bakar Berat

2.5 Berat Dan Luas Luka Bakar


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.16

Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.
Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi
kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi
dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap
resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.16
1. Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya
meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas Estimasi luas
luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan
individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung
pada pasien dengan derajat luka II atau III.17
2. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,
paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing
9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir
luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.17
luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:17

Gambar 2.8 Rule Of nines.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal
rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
2.6 Mekanisme Penyembuhan Luka
Seluruh proses penyembuhan luka dapat terlihat sebagai suatu kaskade
yang dibentuk oleh berbagai regulasi feedback dan feed-forward yang dibawa oleh
sinyal dari jaringan luka itu sendiri, lingkungan sekitar luka, dan intervensi kondisi
penanganan luka. Penyembuhan luka biasanya dibahas dalam fase yang saling
tumpang tindih, yaitu hemostasis dan inflamasi, proliferasi (granulasi,
vaskularisasi, dan penetupan luka) dan remodelling (dapat berlangsung dari
beberapa minggu hingga tahun dan mencakup deposisi kolagen, akuisisi kekuatan
regangan luka, dan penggantian komponen matriks ekstraselular. Dalam hal ini,
maka fase penyembuhan luka disusun oleh tiga fase.18,19
a. Fase Inflamasi

Selama reaksi langsung (immediate) jaringan terhdap luka, hemostasis terjadi


secara cepat dan segera diikuti oleh proses inflamasi. Fase ini menggambarkan
usaha untuk mengurangi kerusakan dengan menghentikan perdarahan, menutup
permukaan luka, dan membuang jaringan nekrosis, benda asing, serta bakteri.
Fase inflamasi dikarakteristikkan dengan peningkatan permeabilitas vascular,
migrasi sel ke luka melalui kemotaksis, sekresi sitokin dan growth factor ke
dalam luka, dn aktivasi sel migrasi. Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan),
tumor (pembengkakan), kalor (hangat), dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi
inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri yang mengkontaminasi luka.
Pembuluh darah yang mengalami kerusakan akan mengalami vasokonstriksi
arteriolar lokal dan kapiler, kemudiaan diikuti dengan vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular.18,19
Eritrosit dan platelet melekat pada endotel kapiler yang rusak, menghasilkan
penyumbatan kapiler dan berhentinya perdarahan. Adhesi platelet ke endothelium
dimediasi oleh interaksi reseptor glikoprotein afinitas tinggi dan reseptor integrin
GPIIb-IIIa. Aktivasi platelet nantinya akan menimbulkan agregasi platelet, selain
itu akan memicu transduksi sinyal dan pengeluaran protein aktif. Tromboksan A2
dan prostaglandin F2α juga berperan pada agregasi platelet dan vasokonstriksi.
Jika terjadi iskemia lokal, maka tromboksan A2 dan prostaglandin F2α akan
dikeluarkan lebih banyak lagi. Kemokin menstimulasi migrasi tipe sel berbeda, sel
inflamasi, ke dalam luka dan partisipan aktif dalam regulasi fase penyembuhan
luka yang berbeda. MCP diinduksi dalam keratinosit setelah terjadi injury.
Ekspresi ini dapat bertahan dalam luka kronis, menyebabkan pemanjangan
kehadiran PMN dan makrofag, sehingga terjadilah respon inflamasi yang panjang.
CXCL1 (GRO-α) berperan dalam proses re-epitelisasi. Interleukin-8 juga berperan
dalam re-epitelisasi dan menginduksi MMP yang nantinya akan menstimulasi
remodelling. CXCL 10 dapat meningkatkan inflamasi dan menginduksi limfosit
ke dalam luka, juga menghambat proliferasi dengan menurunkan re-epitelisasi dan
angiogenesis, dan mencegah fibroblast bermigrasi. SDF-1 yang dikeluarkan oleh
sel endothelial, miofibroblas, dan keratinosit mampu menimbulkan agregasi dan
reepiteliasasi.18,19
b. Fase Proliferasi

Karena respon akut hemostasis dan inflamasi mulai berakhir; angiogenesis,


fibroplasia, dan epitelisasi mulai untuk memperbaiki luka. Fase ini
dikarakteristikkan dengan pembentukan jaringan granulasi, yang terdiri dari
capillary bed, fibroblast, makrofag, kolagen, fibronectin, dan asam hyaluronik.
Setelah terjadi luka, sel endothelial teraktivasi menimbulkan migrasi sel melalui
gap ini. Endothelium juga akan terekspos oleh berbagai faktor soluble dan kontak
dengan sel darah yang melekat. Fragmentasi membran basal mengizinkan migrasi
sel endothelial ke luka oleh FGF, PDGF, dan TGF-β. Sel yang rusak
mengeskpresikan molekul adhesi, integrin yang memfasilitasi perlekatan fibrin,
fibronectin, dan fibrinogen. Selain itu, fibroblast yang dikeluarkan pada daerah
inflamasi akan mensintesis kolagen yang nantinya dapat termaturasi.18
c. Fase Remodelling/Epitelisasi

Bersamaan dengan fase proliferasi, fase terakhir penyembuhan luka adalah


fase remodeling. Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses
penyembuhan Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun.
Pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen
sudah maksimal, kekuatan tahanan luka hanya 15% dari kulit normal. Proses
remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan luka secara drastis. Proses ini
didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen tipe I. Peningkatan
kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ketiga hingga minggu keenam
setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai 90% dari kekuatan
kulit normal. Sebagai tambahan, apoptosis dari sel keratinosit dan sel inflamasi
merupakan penentu dari terminasi proses penyembuhan luka dan hasil tampilan
akhir dari luka tersebut.18,19,20

Gambar 2.9 Mekanisme Penyembuhan Luka21

2.7 Tatalaksana Luka Bakar


2.7.1 Tatalaksana 24 Jam Pertama

Tatalaksana luka bakar memerlukan suatu tim yang terdiri dari


berbagai kelompok multidisiplin, yang mana kemampuan individu setiap
anggota saling melengkapi satu sama lain. Berikut beberapa anggota tim
multisidiplin yang terlibat dalam penanganan luka bakar antara lain spesialis
bedah plastik atau bedah umum, spesialis anestesi dan terapi intensif, spesialis
anak, spesialis gizi klinik, spesialis kedokteran jiwa, spesialis kedokteran fisik
dan rehabilitasi dan perawat mahir.11

Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS)


dan resusitasi secara simultan harus diterapkan.2

Gambar 2.10 Primary dan Secondary Survey pada Trauma.11

1. Primary Survey
a. Airway management dengan kontrol tulang belakang
servikal
b. Breathing dan ventilation dengan pemberian oksigen
c. Circulaton dengan kontrol perdarahan dan pasang akses
intravena
d. Disability dengan menilai AVPU dan pupil
e. Exposure dengan kontrol lingkungan dan estimasi
TBSA/ luas luka bakar.
2. Secandary Survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala
sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi
mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi.
Tujuan akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat.11
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat
penyakit yang diderita pasien sebelum terjadi trauma:
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medication) : Obat-obat yang dkonsumsi
P (Past Illness) : Penyakit sebelumterjadi
trauma

L (Last meal ): Makan terakhir


E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat
trauma
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi
antara pasien dengan lingkungan
c. Pemeriksaan survei sekunder
3. Tatalaksana bedah emergensi11
a. Eskarotomi
Pengertian : tindakan insisi eskar yang melingkari dada
atau ekstremitas.

Tujuan :

1) Mencegah gangguan breathing


2) Mencegah penekanan struktur penting pada ekstremitas
(pembuuh darah, saraf)
Eskarotomi dilakukan bila ada indikasi yaitu : pada luka bakar
yang mengenai seluruh ketebalan dermis sehingga timul edema
yang dapat menjepit pembuluh darah, misalnya luka bakar
melingkar di ekstremitas dan dada. Prosedur :
1) Diagnosis:
a) Eskra melingkar di dada dan ekstremitas
b) Eskar : Struktur putih / pucat yang bersifat tidak nyeri dan
umumnya akan mengeras
c) Tanda-tanda gangguan breathing: frekuensi napas
meningkat
d) Tanda-tanda penekanan struktur penting: jari- jari terasa
baal, nyeri, pucat, dingin, tidak bisa digerakkan.
2) Persiapan alat:
Mata pisau No. 15; Betadine; Kauter ;Kasa steril ; Perban
elastik; Plester
3) Tindakan :
a) Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis
b) Dilakukan insisi eskarotomi
Pada dada : di linea midaksilaris bilateral Pada
antebraki : di linea dan mid-radial Pada kruris : di
linea medial dan lateral.

Pada dorsum meanus dan pedis : umumnya 3 insisi


berbentuk kipas.

c) Dilakukan hemostasis

d) Penutupan dengan kasa steril dan perban elastik pada


ekstremitas dan plester pada dada.

b. Fasciotomi

Dilakukan bila ada indikasi tanda-tanda sindroma


komaprtemen : terasa keras pada palpasi, sensasi perifer
menghilang secara progresif dan nadi tidak teraba.

4. Dokumentasi

5. Re-evaluasi.
a. Re-evaluasi Primary survey, khususnya untuk:
1) Gangguan pernapasan
2) Insufisiensi sirkulasi perifer
3) Gangguan neurologis
4) Kecukupan resusitasi cairan
5) Penilaian radiologi
6) Pencatatan warna urin untuk deteksi
haemochromogen
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Hemoglobin / hematokrit
2) Ureum / kreatinin
3) Elektrolit
4) Urin mikroskopik
5) Analisis gas darah
6) Karboksihemoglobin
7) Kadar gula darah

Kriteria Rujukan
Adapun kriteria rujukan pada pasien luka bakar yaitu.2
Gambar 2.11 Kriteria Rujukan oleh EMSB Course oleh ANZBA.
2.7.2 Tatalaksana Setelah 24 Jam Pertama
1) Maintenance Cairan
Untuk maintenance cairan pada orang dewasa dapat menggunakan
rumus berikut.
Rumus maintenance dewasa (Post resusitasi fase akut 24 jam pertama):
(1500xTBSA) + [(25+%LB) xTBSA]
Untuk pasien anak dengan prinsip yang sama menggunakan Formula
Parkland + Cairan rumatan: 3-4 ml x kgBB x %TBSA dan ditambah
rumus maintenance cairan mengandung NaCl dengan Na+ 1-2
mEq/kgBB/24 jam dan glukosa 4-5 mg/kgBB/menit (untuk neonatus
glukosa dapat diberikan hingga 8 mg/kgBB/menit). Rumus maintenance
anak (post resusitasi fase akut 24 jam pertama) yaitu sebagai berikut.
 100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama

 50 ml/kgBB untuk berat badan 10-20 kg


 20 ml/kgBB untuk berat badan diatas 10 kg

2) Kebutuhan Nutrisi
Pasien luka bakar memerlukan kebutuhan nutrisi (makro dan
mikronutrien) yang adekuat, karena mengalami perubahan dan
peningkatan metabolisme (hipermetabolik), serta peningkatan
kehilangan nitrogen yang tinggi (pemecahan protein 80-90%). Apabila
asupan nutrisi pasien ini tidak terpenuhi, maka akan meningkatkan risiko
malnutrisi pada pasien, gangguan penyembuhan luka, disfungsi berbagai
organ, peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan kematian.

Pada lebih dari 40% pasien luka bakar dapat mengalami


penurunan berat badan 30% dalam beberapa minggu. Proses
hipermetabolisme dan katabolisme ini pada pasien luka bakar berat
masih terus terjadi sampai dengan satu tahun pasca trauma.2 Kebutuhan
energi pasien luka bakar idealnya menggunakan alat kalorimetri indirek
yang merupakan metode baku emas, namun memerlukan alat khusus,
sehingga sulit pada pelaksanaan di lapangan. Terdapat berbagai metode
perhitungan yang dapat digunakan untuk menetapkan kebutuhan energi
pada pasien luka bakar, seperti rumus Harris Benedict dengan
menggunakan rumus sebagai
berikut.
Rumus Modifikasi Harris-Benedict
 KEB Laki-laki = 66.47 + (13.75 x BB) + (5.003 x TB) - (6.76 x U)
 KEB Perempuan = 655.1 + (9.56 x BB) + (1.85 x TB) - (4.68 x U)
Keterangan: KEB = kebutuhan energi basal, BB = berat badan ideal (kg),
TB = tinggi badan (cm), U = umur
Kebutuhan energi total (KET) :
 KET = KEB x Injury Factor (IF) x Activity Factor (AF)
 Injury Factor : • < 20% BSA: 1.5
• 20-40% BSA: 1.6-1.7
• > 40% BSA: 1.8-2.1
 Activity Factor : • Confined to bed: 1.2
• Minimal ambulation: 1.3

Komposisi makronutrien yang dibutuhkan untuk pemenuhan nutrisi


pada pasien luka bakar diantaranya, yaitu karbohidrat sebanyak 55-60%
kalori total (pada pemberian nutrisi via parenteral glucose infusion rate
(GIR) tidak melebihi 5 mg/kgBB/menit atau 7 g/kgBB/hari), protein
sebanyak 1,5-2 gram/kgBBI/hari atau 20-25% total kalori (pada anak 1,5-
3 gram/kgBB/hari), dan lemak sekitar <25% dari kalori total (pada anak
< 35%). Untuk komposisi mikronutrien yang dibutuhkan dengan rincian
sebagai berikut.
1. Vitamin C dosis rumatan 500-1000 mg/hari
2. Zinc: 25-50 mg
3. Copper: 2-3 mg
4. Selenium: 100-300 µg/hari
5. Vitamin A (total): 10000 IU/hari/ Beta karoten minimal 30 mg/hari
6. Vitamin B 2-3x RDA, Asam folat 1 mbg/hari
7. Vitamin E: minimal 100/ hari.
Supelementasi diberikan selama :
1. 7-8 hari: pada pasien dengan luka bakar 20-40% TBSA

2. 14 hari: pada pasien dengan luka bakar 40-60% TBSA

3. 30 hari: pada pasien dengan luka bakar > 60% TBSA

Untuk nutrien spesifik dapat diberikan seperti glutamin, dengan


dosis anjuran 0,35 g/kgBB/hari dapat dalam bentuk enteral atau
parenteral. Peranan suplementasi glutamin efektif jika asupan protein
telah memenuhi kebutuhan pasien. Salah satu bahan makanan sumber
tinggi glutamin adalah ikan gabus. Pemberian ekstrak ikan gabus 4,5
gram disertai seng selama 14 hari pada pasien luka bakar dapat
memperbaiki keseimbangan nitrogen pasien luka bakar. Pemberian
nutrisi pasien dapat diberikan secara oral, enteral, parenteral atau
campuran, disesuaikan kondisi pasien.11
3) Perawatan Luka Bakar

Salah satu manajemen luka bakar adalah penggunaan balutan atau


wound dressing. Pemilihan pembalut luka (dressing) harus menyerupai
fungsi normal kulit yaitu sebagai proteksi, menghindari eksudat,
mengurangi nyeri lokal, respon psikologis baik, dan mempertahankan
kelembaban serta kehangatan guna mendukung proses penyembuhan.
Tujuan utama pembersihan luka bakar diantaranya adalah sebagai
berikut.2

1. Mengeliminasi kontaminan dari dasar luka


2. Mengeliminasi debris
3. Mengeliminasi Foreign bodies
4. Mengeliminasi mikroorganisme yang terdapat pada luka bakar yang
terinfeksi
5. Mengeliminasi slough superfisial
6. Mengeliminasi material dressing yang tersisa
7. Mengeliminasi eksudat dan krusta
8. Mengeliminasi hyperkeratosis di pinggir luka dan kulit
9. Membantu personal hygiene dan kenyam anan pasien.11

4) Kontrol Infeksi
Jaringan luka yang nonviabel serta mengalami nekrosis akan
menyebabkan terbentuknya suatu fokus infeksi, sehingga dapat
menyebabkan respon inflamasi yang berlebihan dan menghambat
penyembuhan luka. Untuk menstimulasi penyembuhan luka dan
mengendalikan biofilm, maka dilakukan tindakan berupa debridement.
Terdapat berbagai jenis debridement, diantaranya sebagai berikut.15,16
 Debridement Pembedahan: Dilakukan dengan menggunakan pisau
bedah dan gunting bedah di kamar operasi. Debridement jenis ini
dapat membuang biofilm dan menghilangkan fokal infeksi, bahkan
hingga mencapai jaringan yang lebih dalam.
 Debridement Konservatif: Dilakukan dengan prosedur aseptik
dengan kuret steril, pisau bedah, dan gunting. Debridement jenis ini
hanya membuang biofilm di daerah superfisial
 Debridement Autolitik: Debridement yang dilakukan secara selektif
dan lambat, serta terjadi secara alamiah dengan menggunakan
kombinasi balutan luka sementara dan agen topikal, seperti
cadexomer iodine, madu, balutan luka dengan lapisan fiber gel, dan
poliheksametilen biguanida (PHMB). Namun metode ini jarang
digunakan karena memiliki waktu penyembuhan yang lambat dan
menyebabkan nyeri yang membutuhkan pemberian analgesik.

 Debridement Mekanik: Debridement yang bersifat non-selektif


dengan menggunakan irigasi terapeutik (4-15 psi), monofilament fibre
pad, ultrasonografi berfrekuensi rendah, dan hydrosurgery. Metode
ini akan membuat jaringan yang sudah mati lengket pada instrument
debridement, namun metode ini dapat bersifat nyeri dan dapat
bersifat non-spesifik dimana juga berpotensi untuk mengambil
jaringan sekitar yang masih viabel.
 Debridement Enzimatik/Kimia: Aplikasi enzim atau zat kimia pada
permukaan luka, seperti alginogel, debrider yang enzimatik, dan gel
serta pembersih luka dengan konsentrasi surfaktan yang tinggi atau
rendah.
 Debridement Biosurgical: Menggunakan larva steril yang
memproduksi enzim proteolitik.

5) Rehabilitasi
Luka bakar dapat mencetuskan berbagai masalah seperti nyeri,
keterbatasan lingkup gerak sendi, atrofi, kelemahan otot, kontraktur,
perubahan penampilan, gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari,
gangguan ambulasi, parut hipertrofik, dan masalah psikososial, yang
apabila tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan disabilitas.
Tatalaksana kedokteran fisik dan rehabilitasi bertujuan untuk mencapai
pemulihan fungsional semaksimal mungkin, mencegah disabilitas
sekunder dan alih fungsi atau adaptasi fungsi pada disabilitas permanen.
Tatalaksana rehabilitasi pada pasien luka bakar meliputi tatalaksana
rehabilitasi pada luka bakar fase akut, fase subakut, dan fase kronik.
Pada luka bakar fase akut bertujuan untuk mengurangi risiko
komplikasi, mencegah terjadinya deformitas, dan mempercepat proses
penyembuhan. Rehabilitasi luka bakar fase akut meliputi :
1. Pengaturan posisi (Positioning)
Pengaturan posisi yang sesuai merupakan terapi lini pertama dan
sejauh ini merupakan cara terbaik untuk menghindari kontraktur.
Pengaturan posisi harus disertai dengan latihan lingkup gerak sendi
yang sesuai, sebab posisi yang dipertahankan terlalu lama juga akan
menimbulkan berkurangnya lingkup gerak sendi dan timbulnya
kontraktur.

2. Immobilisasi pascabedah rekonstruksi kulit


Imobilisasi dapat dilakukan menggunakan splint ataupun pengaturan
posisi dengan lama waktu tergantung jenis pembedahan
3. Splinting
Splint dirancang untuk membantu mempertahankan posisi
fungsional atau anti kontraktur dari bagian tubuh yang cedera dan dapat
diberikan sejak fase awal. Pada luka bakar fase subakut terjadi
penutupan luka primer, remodeling scar dan kontraksi scar. Tujuan pada
fase ini adalah meminimalkan pembentukan jaringan parut, membatasi
efek kontraksi parut dan membatasi efek imobilisasi. Rehabilitasi luka
bakar fase subakut meliputi :
1. Terapi Latihan
Terapi latihan meliputi latihan untuk mempertahankan lingkup gerak
sendi, latihan untuk meningkatkan kekuatan otot, latihan untuk
meningkatkan ketahanan otot dan kardiorespirasi, latihan untuk
koordinasi, dan sebagainya.
2. Terapi Modalitas Fisik
Terapi modalitas fisik harus sesuai dengan indikasi dan
kontraindikasi, dimana jenis terapi yang diberikan diantaranya seperti
electro stimulation (ES), terapi laser, dan transcutaneous electro
nerve stimulation (TENS).
3. Pemasangan orthosis prosthesis dan assistive device
Diindikasikan sesuai dengan gangguan fungsional yang ada pada
pasien setelah ditegakkannya diagnosis fungsional oleh SpKFR.
Tatalaksana luka bakar fase kronik masih diperlukan, karena
sering terjadi keterbatasan lingkup gerak sendi dan parut hipertrofik
yang menetap. Hal tersebut akan mengganggu aktivitas fungsional serta
aktivitas kehidupan sehari-hari. Program ini dimulai sejak pasien keluar
dari perawatan di rumah sakit berupa lanjutan program tatalaksana KFR
pada fase subakut dan evaluasi kapasitas fungsional untuk dapat
kembali ke masyarakat dan bekerja (return to work). Program yang
diberikan meliputi latihan endurans, latihan penguatan, latihan aktivitas
kehidupan sehari-hari, penggunaan assistive device, edukasi care giver,
modifikasi lingkungan, alih fungsi, hingga modifikasi role of function.11
2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah ; Sistemic


Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS), dan Sepsis.22
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik
terhadap berbagai stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi
seperti trauma, luka bakar, reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dll.
Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator
inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses
penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor
predisposisi dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan
(mengalami eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ- organ
sistemik, menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ
terkena menjalankan fungsinya; MODS (Multi-system Organ Disfunction
Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai organ (Multi-system
Organ Failure/MOF).22
Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu
infection, injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-
reperfusion injury. Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil
konsensus American College of Chest phycisians dan the Society of
Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila dijumpai 2 atau lebih
menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:23
1. Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)
2. Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)
3. Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2
rendah (PaCO2 < 32 mmHg)
4. Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000
sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur
(band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu
berkaitan dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.
Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan
fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis
tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut,
SIRS sebagai suatu proses yang berkesinambungan sehingga dapat
dimengerti bahwa MODS menggambarkan kondisi lebih berat dan
merupakan bagian akhir dari spektrum keadaan yang berawal dari SIRS.23

MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada


pasien luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami
MODS. Ada 3 teoriyang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis;
yang mana ketiganya terjadi secara simultan.23
BAB III

KESIMPULAN

Luka bakar merupakan suatu destruksi yang ditemukan pada


jaringan epidermal, dermal, dan jaringan yang lebih dalam, karena
adanya trauma panas atau dingin, yang disebabkan oleh api, air panas,
listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). Luka bakar masih
merupakan tantangan bagi para tenaga kesehatan dan juga salah satu
masalah kesehatan utama bagi masyarakat secara global. Dalam
menangani luka bakar perlu dinilai estimasi luas lukanya serta
kedalaman dan berat luka yang dialami. Penanganan luka bakar dapat
mengikuti struktur EMSB, yang terdiri dari survei primer, pemberian
cairan, analgesia, pemeriksaan, dan pemasangan tube. Setelah itu dapat
dilakukan survei primer, lalu dirujuk sesuai indikasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jeschke MG, van Baar ME, Choudhry MA, Chung KK, Gibran NS,
Logsetty SJNRDP. Burn injury. 2020;6(1):1-25.
2. Smolle C, Cambiaso-Daniel J, Forbes AA, Wurzer P, Hundeshagen G,
Branski LK, et al. Recent trends in burn epidemiology worldwide: a
systematic review. 2017;43(2):249-57.
3. Greenhalgh DGJNEJoM. Management of burns. 2019;380(24):2349-59.
4. Siregar FH. Profil Pasien Luka Bakar Rawat Inap di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan 2010–2013. 2015.
5. Wang Y, Beekman J, Hew J, Jackson S, Issler-Fisher AC, Parungao R,
et al. Burn injury: challenges and advances in burn wound healing,
infection, pain and scarring. 2018;123:3-17.
6. Nygaard RM, Endorf FWJJoBC, Research. Frostbite vs burns:
Increased cost of care and use of hospital resources. 2018;39(5):676-9.
7. Sjökvist O, Smolle C, Jensson D, Huss FJS, Burns, Healing. A full-
thickness chemical burn to the hand using formic acid-based anti-wart
treatment: a case report and literature review. 2020;6:2059513119897888.
8. Choi BM, Myung YJJoKBS. Detergent Solution-induced Alkaline
Burn of Hand: A Case Report and Review of Literature. 2017;20(1):9-
11.
9. Rahayu TJPMPP. Penatalaksanaan luka bakar (combustio). 2012;8.
10. Shih JG, Shahrokhi S, Jeschke MGJJoBC, Research. Review of adult
electrical burn injury outcomes worldwide: an analysis of low-voltage
vs high-voltage electrical injury. 2017;38(1):e293-e8.
11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/555/2019 Tentan
Pedoman Nasional Pelyanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar.
2019
12. American College of Surgeon. Advanced Trauma Life Support. 8th ed:
2008.
13. Wim DJ. Luka, Trauma, Syok, Bencana dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. EGC. Jakarta. hal 81-91.
14. Jeschke M, van Baar M, Choudhry M, Chung K, Gibran N, Logsetty S.
Burn injury. Nature Reviews Disease Primers. 2020;6(1).
15. Hettiaratchy S, Dziewulski P. ABC of burns: pathophysiology and
types of burns. BMJ. 2004 Jun 12;328(7453):1427-9. doi:
10.1136/bmj.328.7453.1427. Erratum in: BMJ. 2004 Jul 17;329(7458):148.
PMID: 15191982; PMCID: PMC421790.
16. Mehmet H, Ebru SA, Hamdi K. Fluid Management in Major Burn
Injuries. Indian J Plast Surg. 2010: S29-S36

17. Morgan, G Edward, S Mikhail. 5th Edition Clinical Anesthesiology.


New York: MC Graw Hill; 2013
18. Leong M, Murphy KD, Philips LG. Wound Healing. In: Sabiston
Textbook of Surgery: Urologic Surgery. Twentieth Edition. Chapter 6.
Canada: Elsevier. 2017, 130-162. 10.
19. Sen CK, Roy S, Gordilo G. Wound Healing. In: Plastic Surgery:
Volume 1: Principles, 4th edition. Elsevier. 2018. pp 165-195.
20. Rowan MP, Cancio LC, Elster EA, Burmeister DM, Rose LF, Natesan
S, Chan RK, Christy RJ, Chung KK. Burn wound healing and
treatment: review and advancements. Crit Care. 2015 Jun 12;19:243. doi:
10.1186/s13054-015-0961-2.
21. Eming SA. Biology of Wound Healing. In: Dermatology 4th edition.
Chapter 141.Elsevier; 2018: pp. 2413-24.
22. Grace, P.A. & Borley, N.R., 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Ed.3.
Jakarta: Erlangga Medical Series.
23. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de
Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.

Anda mungkin juga menyukai