Anda di halaman 1dari 17

REFARAT

PEMERIKSAAN DAN TATALAKSANA AWAL LUKA BAKAR

Pembimbing:

dr. Muhammad Jalaluddin Assuyuthi Chalil, M.Ked(AN), Sp.AN

Disusun oleh:

Arman Maualana (1908320014)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERAN UMSU
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan refarat ini guna
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF ILMU ANESTESI di
fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan dengan judul “
pemeriksaan dan tatalaksana awal luka bakar’’

Refarat ini bertujuan agar penulis dapat memahami lebih dalam teori-teori yang
diberikan selama menjalani Kepaniteraan Klinik SMF ILMU ANESTESI di Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan mengaplikasikannya untuk
kepentingan klinis kepada pasien. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Muhammad
Jalaluddin Assuyuthi Chalil, M.ked(AN). Sp.AN yang telah membimbing penulis dalam
refarat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini masih memiliki kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca
refarat ini. Harapan penulis semoga refarat ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
yang membacanya.

Medan , 23 Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................ii

BAB 1 LATAR BELAKANG ........................................................................ 1

BAB 2 .............................................................................................................. 4

LUKA BAKAR ............................................................................................... 4

2.1 DEFINISI LUKA BAKAR ...................................................................... 4

2.2 ETIOLOGI LUKA BAKAR ...................................................................... 4

2.3 KLASIFIKASI LUKA BAKAR ................................................................ 4

2.4 FASE LUKA BAKAR................................................................................. 6

2.5 LUAS LUKA BAKAR ................................................................................ 6

2.6 PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR .......................................................... 7

2.7 TATALAKSANA AWAL LUKA BAKAR ............................................... 7

2.8 KOMPLIKASI LUKA BAKAR ............................................................. 12

BAB 3 ............................................................................................................ 13

KESIMPULAN ............................................................................................. 13

REFERENSI ................................................................................................. 14

1
BAB 1
LATAR BELAKANG

Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma panas
atau trauma dingin . Penyebabnya adalah api, air panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma
dingin. Kerusakan ini dapat menyertakan jaringan bawah kulit. Luka bakar memiliki angka
kejadian dan prevalensi yang tinggi, mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang
tinggi, memerlukan sumber daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar.

Epidemiologi Luka bakar masih merupakan tantangan bagi para tenaga kesehatan
dan juga salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat secara global dimana
berdampak kepada gangguan permanen pada penampilan dan fungsi diikuti oleh
ketergantungan pasien, kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian akan masa depan.
Menurut WHO, sekitar 90 persen luka bakar terjadi pada sosial ekonomi rendah di negara-
negara berpenghasilan menengah ke bawah, daerah yang umumnya tidak memiliki
infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengurangi insiden luka bakar.

Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia
Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka keseluruhan
secara global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah wanita. Data Nasional
mengenai angka mortalitas atau data kejadian luka bakar di seluruh Indonesia masih belum
ada. Umumnya pusat luka bakar di level RSUP atau RSUD yang ada bedah plastik
mempunyai data pasien yang dirawat di unit luka bakar RSUP / RSUD tersebut.

Dari studi epidemiologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun


2011-2012 data pasien yang dirawat selama periode 2 tahun adalah 303 pasien.
Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,26: 1 dan usia rata-rata adalah 25,7 tahun
(15-54 tahun). Sebagian besar pasien dengan luka bakar berat 20-50% adalah 45, 87%.

Rata-rata pasien dirawat adalah 13,72 hari dengan angka kematian sebanyak 34%
pada tahun 2012 dan sebanyak 33% pada tahun 2011. Data dari RSUP daerah diluar
Jakarta, RSU. Sanglah Denpasar tahun 2012 dari total 154 pasien yang dirawat 13 orang
meninggal (8,42%) akibat ledakan api dengan luka bakar luas dan dalam, RSUP Sardjito
Yogyakarta, pada tahun 2012 terjadi bencana gunung merapi meletus yag kedua kali, dari
total pasien 49 yang dirawat di unit luka bakar, 30 pasien adalah korban gunung meletus
dimana 21 orang (70%) terkena trauma inhalasi dan meninggal sebanyak 16 pasien

2
(53.3%), selanjutnya RSUD Soetomo Surabaya tahun 2011 dari total pasien 145, 127
pasien (87.6%) sembuh dipulangkan, dan 15 pasien (10.3%) meninggal.

3
BAB 2

LUKA BAKAR

2.1 DEFINISI LUKA BAKAR


Luka bakar adalah cedera jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan panas
kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi (seperti, bahan korosif),
barang elektrik (aliran listrik atau lampu), atau energi elektromagnetik dan radiasi.2

2.2 ETIOLOGI LUKA BAKAR


Berdasarkan etiologi, luka bakar dapat dibagi menjadi empat, yaitu luka
bakar termal, luka bakar listrik, luka bakar kimiawi, dan radiasi. Luka bakar termal
adalah luka bakar yang disebabkan oleh air panas, percikan api ke tubuh, kobaran
api di tubuh dan akibat terpajan atau kontak dengan objek panas lainnya (misalnya
plastik logam panas, dan lain-lain). Sementara itu luka bakar listrik adalah
kerusakan yang disebabkan arus listrik, api, dan ledakan. Aliran listrik yang
menjalar di sepanjang tubuh memiliki resistensi paling rendah. Selanjutnya luka
bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan zat yang bersifat asam
maupun basa. Yang terakhir luka bakar radiasi (radiation exposure) adalah luka
bakar yang disebabkan pajanan dengan sumber radioaktif.3

2.3 KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung dari derajat sumber,
penyebab, dan lamanya kontak dengan permukaan tubuh. Luka bakar terbagi dalam 3
derajat.

 Luka bakar derajat I

Kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial)/epidermal burn. Kulit


hiperemik berupa eritema, sedikit edema, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri akibat ujung
saraf sensoris teriritasi. Pada hari keempat paska paparan sering dijumpai deskuamasi.
Salep antibiotika dan pelembab kulit dapat diberikan dan tidak memerlukan pembalutan.

 Luka bakar derajat II

4
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi inflamasi disertai proses
eksudasi. Pada derajat ini terdapat bula dan terasa nyeri akibat iritasi ujung-ujung saraf
sensoris.

a. Dangkal/superfisial/superficial partial thickness


b. Dalam/deep partial thickness

Pada luka bakar derajat II dangkal/ superficial partial thickness, kerusakan jaringan
meliputi epidermis dan lapisan atas dermis. Kulit tampak kemerahan, edema, dan terasa
lebih nyeri daripada luka bakar derajat I. luka sangat sensitif dan akan lebih pucat jika kena
tekanan. Masih dapat ditemukan folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari tanpa sikatrik, namun warna kulit
sering tidak sama dengan sebelumnya. Perawatan luka dengan pembalutan, salep
antibiotika perlu dilakukan tiap hari. Penutup luka sementara (xenograft, allograft atau
dengan bahan sintetis) dapat diberikan sebagai pengganti pembalutan.

Pada luka bakar derajat II dalam/deep partial thickness, kerusakan jaringan terjadi pada
hampir seluruh dermis. Bula sering ditemukan dengan dasar luka eritema yang basah.
Permukaan luka berbecak merah dan sebagian putih karena variasi vaskularisasi. Luka
terasa nyeri, namun tidak sehebat derajat II dangkal. Folikel rambut, kelenjar keringat, dan
kelenjar sebasea tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama, sekitar 3-9 minggu dan
meninggalkan jaringan parut. Selain pembalutan dapat juga diberikan penutup luka
sementara (xenograft, allograftatau dengan bahan sintetis).

 Luka bakar derajat III


Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit hingga jaringan
subkutis, otot, dan tulang. Tidak ada lagi elemen epitel dan tidak dijumpai bula, kulit yang
terbakar berwarna keabu-abuan pucat hingga warna hitam kering (nekrotik). Terdapat eskar
yang merupakan hasil koagulasi protein epidermis dan dermis. Luka tidak nyeri dan hilang
sensasi akibat kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Penyembuhan lebih sulit karena tidak
ada epitelisasi spontan. Perlu dilakukan eksisi dini untuk eskar dan tandur kulit untuk luka
bakar derajat II dalam dan luka bakar derajat III. Eksisi awal mempercepat penutupan luka,
mencegah infeksi, mempersingkat durasi penyembuhan, mencegah komplikasi sepsis, dan
secara kosmetik lebih baik.

5
2.4 FASE LUKA BAKAR
Luka bakar terbagi dalam 3 fase, yaitu fase akut, subakut, dan fase lanjut.
Pembagian ketiga fase ini tidaklah tegas, namun pembagian ini akan membantu dalam
Penanganan Luka Bakar Yang Lebih Terintegrasi.
 Fase akut/syok/awal
Fase ini dimulai saat kejadian hingga penderita mendapatkan perawatan di IRD / Unit
luka bakar. Seperti penderita trauma lainnya, penderita luka bakar mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan angguan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway dapat terjadi segera atau beberapa saat seteah trauma, namun
obstruksi jalan nafas akibat juga dapat terjadi dalam 48-72 jam paska trauma. Cedera
inhalasi pada luka bakar adalah penyebab kematian utama di fase akut. Ganguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal berdampak sitemik
hingga syok hipovolemik yang berlanjut hingga keadaan hiperdinamik akibat instabilisasi
sirkulasi.

 Fase subakut/flow/hipermetabolik
Fase ini berlangsung setelah syok teratasi. Permasalahan pada fase ini adalah proses
inflamasi atau infeksi pada luka bakar, problem penutupan lukan, dan keadaan
hipermetabolisme.
 Fase lanjut
Pada fase ini penderita dinyatakan sembuh, namun memerlukan kontrol rawat
jalan. Permasalahan pada fase ini adalah timbulnya penyulit seperti jaringan parut yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan adanya kontraktur.4

2.5 LUAS LUKA BAKAR


Penentuan luas luka bakar dengan bantuan rule of nine Wallace yang membagi
sebagai berikut: kepala dan leher 9%, lengan 18%, badan bagain depan 18%, badan bagian
belakang 18%, tungkai 36%, dan genetalia/ perineum 1%. Luas telapak tangan penderita
adalah 1% dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak-anak menggunakan modifikasi rule
of nine Lund dan Browder yang membedakan pada anak usia 15 tahun, 5 tahun, dan 1
tahun.

6
2.6 PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan
permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan cairan
intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
terjadi akibat penguapan yang berlebihan di derajat 1, penumpukan cairan pada bula
di luka bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh
keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik
akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan
cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. kulit manusia dapat
mentoleransi suhu 440C relatif selama 6 jam sebelum mengalami cedera termal.4

2.7 TATALAKSANA AWAL LUKA BAKAR

Tata laksana luka bakar 24 jam pertama:


Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan
resusitasi secara simultan harus diterapkan.
 Primary survey
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan manajemen
emergensi.
a. (Airway) : Penalataksanaan jalan nafas dan manajemen
trauma cervical
b. (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi

7
c. (Circulation) : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
d. (Disability) : Status neurogenik
e. (Exposure) : Pajanan dan Pengendalian lingkungan

 Secondary survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki, pemasang
kateter urin,pasang NGT. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam
nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah menegakkan
diagnosis yang tepat.
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang diderita pasien
sebelum terjadi trauma:
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara
pasien dengan lingkungan:
1) Luka bakar:
a) Durasi paparan
b) Jenis pakaian yang digunakan
c) Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar
adalah air panas
d) Kecukupan tindakan pertolongan pertama
2) Trauma tajam:
a) Kecepatan proyektil
b) Jarak
c) Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
d) Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
3) Trauma tumpul:
a) Kecepatan dan arah benturan
b) Penggunaan sabuk pengaman
c) Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
d) Ejeksi (terlontar)

8
e) Jatuh dari ketinggian
f) Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
c. Pemeriksaan survei sekunder
1) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life support)
2) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
3) Persiapkan dokumen transfer.

d. Pemeriksaan Laboratorium:

1) Hemoglobin / Hematokrit

2) Ureum / Creatinin

3) Elektrolit

4) Urin mikroskopik

5) Analisis gas darah

6) Karboksihemoglobin

7) Kadar gula darah

Tataksana setelah 24 jam pertama:

1. Kebutuhan cairan
Luas luka bakar dikalkulasi menggunakan rule of nines. Jika
memungkinkan timbang berat badan pasien atau tanyakan saat anamnesis. Data-
data ini sangat diperlukan untuk menghitung menggunakan formula resusitasi
cairan yaitu Parkland formula.

Parkland formula: 3-4ml x KgBB x % TBSA

Perhitungan kebutuhan cairan dilalukan pada waktu pasien mengalami trauma luka bakar,
bukan saat pasien datang. Disarankan menggunakan cairan RL, 50% total perhitungan
cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu 24 jam pertama. Tahap I diberikan 8 jam dan
tahap 2 diberikan 16 jam setelahnya. Cairan harus diberikan menggunakan 2 jalur IV line
(ukuran 16 G untuk dewasa), diutamakan untuk dipasang pada kulit yang tidak terkena luka
bakar.

9
Rumus maintenance dewasa ( Post resusitasi fase akut 24 jam pertama):

(1500 x TBSA) + (25+%LB) x TBSA)

Untuk pasien anak dengan prinsip yang sama menggunakan Formula Parkland +
Cairan Rumatan : 3-4 ml x kgBB x %TBSA dan ditambah rumus maintenance
cairan mengandung NaCl dengan Na+ 1-2 mEq/kg/24 jam dan glukosa 4-5 mg/kg
berat badan/menit (untuk neonatus glukosa dapat diberikan hingga 8 mg/kg berat
badan/menit). Rumus maintenance anak (Post resusitasi fase akut 24 jam pertama):

100ml/kg untuk 10 kg pertama,


+50ml/kg untuk 10 kg kedua,
+20ml/kg untuk 10 berikutnya.
Pemilihan cairan resusitasi yang digunakan adalah yang dapat secara efektif
mengembalikan volum plasma pada pasien tanpa munculnya efek samping. Cairan
kristaloid, hipertonik dan koloid sering diganakan untuk memenuhi tujuan ini.4
2. Kebutuhan nutrisi

Rumus rule of thumb

3. Perawatan luka bakar

Perawatan luka pada luka bakar Salah satu manajemen luka bakar adalah
penggunaan balutan atau wound dressing. Pemilihan pembalut luka (dressing)
harus menyerupai fungsi normal kulit yaitu sebagai proteksi, menghindari eksudat,
mengurangi nyeri lokal, respon psikologis baik, dan mempertahankan kelembaban

10
dan menghangatkan guna mendukung proses penyembuhan. Penutupan luka
dengan kasa berparafin / vaselin , Silver sulfadiazine, sebagai dressing primer atau
dressing yang langsung bersentuhan dengan luka. Ditutup dengan kasa berlapis
tanpa menimbulkan gangguan sirkulasi perifer sebagai dressing sekunder, lalu
ditutup dengan elastic perban sebagai dressing tersier.4

4. Eksisi tangesial
Eksisi tangensial merupakan prosedur membuang jaringan nekrotik pada
luka bakar deep-partial thickness dan full- thickness (derajat IIB dan III) dan
menjaga jaringan yang masih viable sebanyak mungkin. Eksisi eskar ini dipercaya
dapat mengurangi risiko kulit untuk terinfeksi bakteri dan mengekspos bagian kulit
yang bisa digunakan untuk skin graft. Pembuangan jaringan nekrotik sangat
dibutuhkan untuk memastikan proses skin graft dapat dilakukan.
Prosedur ini dilakukan segera pasca-kejadian luka bakar. Prosedur paling baik
dilakukan dalam 24 jam pasca-luka bakar mengingat jumlah perdarahan yang
semakin kecil bila operasi dilakukan segera.4

5. Kriteria rujukan

11
2.8 KOMPLIKASI LUKA BAKAR

Komplikasi pada luka bakar adalah

 Pneumonia
 Sepsis
 ARDS
 Anemia
 Koagulopati.5

12
BAB 3

KESIMPULAN

Luka bakar adalah cedera jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan panas
kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi (seperti, bahan korosif),
barang elektrik (aliran listrik atau lampu), atau energi elektromagnetik dan radiasi.
Klasifikasi luka bakar adalah luka bakar derajat I, derajat II, derajat III, luka bakar
memiliki fase akut , fase subakut dan fase lanjutan. Tatalaksana awal pada luka bakar
adalah primary survey, secondary survey, pemberian caiaran, pemberian nutrisi, perawatan
luka, dan eksisi tangensial. Komplikasi pada luka bakar adalah Pneumonia, Sepsis, ARDS,
Anemia, dan Koagulapati.

13
REFERENSI
1.
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Luka Bakar. Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/555/2019.
2. Lima LS, Sousa Correira VO, Nascimento TK,Chaves BJ, Silva JR, Alves JA.
Profile of burn victims attended by an emergency unit. Arch Intern Med.
2017;10:1-9)
3. Christie CD, Dewi R, Pardede SO, Wardhana A. Luka Bakar pada Anak
Karakteristik dan Penyebab Kematian. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM dan Departemen Ilmu Bedah, Divisi Bedah Plastik FKUI-RSCM, Jakarta.
Majalah Kedokteran UKI 2018 Vol XXXIV No.3)
4. Anggowarsito JL. Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal Widya
Medika Surabaya Vol.2 No.2 Oktober 2016)
5. Aziz AA, Sobaryati. Tatalaksana pasien luka bakar berat dengan trauma
inhalasi di unit perawatan intensif. Departemen Anestesiologi dan Terapi
intensif fakultas kedokteran universitas Padjajaran rumah sakit Dr. Hasan
sadikin Bandung. Jurnal ilmiah WIDYA kesehatan dan lingkungan.vol 2 No
1 november 2020.

14
15

Anda mungkin juga menyukai