Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR

OLEH
PUTU MAS PRAMITA KANIA DEWI
209012411
KELOMPOK 9

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN LUKA BAKAR

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/Pengertian Luka Bakar
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas (api, bahan kimia, listrik, maupun radiasi)
atau zat-zat yang bersifat membakar baik berupa asam kuat dan basa kuat
(Safriani, 2016).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel
tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem kardiovaskuler
(Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih
dalam (Kusumaningrum, 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli maka dapat disimpulkan
bahwa luka bakar adalah suatu trauma yang terjadi pada kulit, mukosa, maupun
jaringan yang lebih dalam yang disebabkan oleh terkena panas, arus listrik, bahan
kimia, dan radiasi, yang mana trauma ini dapat mempengaruhi metabolisme dan
fungsi sel tubuh jika tidak ditangani dengan segera.

2. Epidemiologi Luka Bakar


Luka bakar masih merupakan tantangan bagi para tenaga kesehatan dan juga
salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat secara global dimana
berdampak kepada gangguan permanen pada penampilan dan fungsi diikuti oleh
ketergantungan pasien, kehilangan pekerjaan dan ketidakpastian akan masa depan.
Menurut WHO, sekitar 90 persen luka bakar terjadi pada sosial ekonomi rendah di
negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah, daerah yang umumnya tidak
memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengurangi insiden luka bakar
(KMK RI, 2019).
Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia
Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka
keseluruhan secara global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah
wanita (KMK RI, 2019)
Data Nasional mengenai angka mortalitas atau data kejadian luka bakar di
seluruh Indonesia masih belum ada. Umumnya pusat luka bakar di level RSUP
atau RSUD yang ada bedah plastik mempunyai data pasien yang dirawat di unit
luka bakar RSUP / RSUD tersebut (KMK RI, 2019).
Studi epidemiologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun
2011-2012 data pasien yang dirawat selama periode 2 tahun adalah 303 pasien.
Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,26: 1 dan usia rata-rata adalah 25,7
tahun (15-54 tahun). Sebagian besar pasien dengan luka bakar berat 20-50%
adalah 45, 87%. Rata-rata pasien dirawat adalah 13,72 hari dengan angka
kematian sebanyak 34% pada tahun 2012 dan sebanyak 33% pada tahun 2011.
Data dari RSUP daerah diluar Jakarta, RSU. Sanglah Denpasar tahun 2012 dari
total 154 pasien yang dirawat 13 orang meninggal (8,42%) akibat ledakan api
dengan luka bakar luas dan dalam, RSUP Sardjito Yogyakarta, pada tahun 2012
terjadi bencana gunung merapi meletus yag kedua kali, dari total pasien 49 yang
dirawat di unit luka bakar, 30 pasien adalah korban gunung meletus dimana 21
orang (70%) terkena trauma inhalasi dan meninggal sebanyak 16 pasien (53.3%),
selanjutnya RSUD Soetomo Surabaya tahun 2011 dari total pasien 145, 127
pasien (87.6%) sembuh dipulangkan, dan 15 pasien (10.3%) meninggal (KMK RI,
2019).

3. Etiologi Luka Bakar


Luka bakar merupakan suatu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus mulai fase
awal hingga fase lanjut. Etiologi terjadinya luka bakar menurut (Hardisman, 2016)
yaitu:
1) Scald Burns
Luka bakar yang disebabkan karena uap panas, biasanya terjadi karena
air panas dan sering terjadi dalam masyarakat. Air pada suhu 69 0C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam waktu dengan waktu hanya
dalam 3 detik.
2) Flame Burns
Luka bakar yang disebabkan oleh kebakaran rumah seperti penggunaan
detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok,
penyalahgunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan
bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan.
3) Flash Burns
Luka bakar yang disebabkan oleh ledakan gas alam, propana, butana,
minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar kain.
4) Contact Burns
Luka bakar yang disebabkan dari logam panas, plastik, gelas atau batu
bara panas seperti setrika, oven, dan bara kayu.
5) Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, yang bersifat asam
kuat atau basa kuat.
6) Electrical Burns
Luka bakar yang disebabkan oleh benda-benda yang dialiri arus listrik.

4. Patofisiologi Luka Bakar


Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya. Peningkatan
permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan pengurangan cairan
intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
terjadi akibat penguapan yang berlebihan di derajat 1, penumpukan cairan pada
bula di luka bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat 3. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi
oleh keseimbangan cairan tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok
hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi
lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. Kulit manusia
dapat mentoleransi suhu 44°C (111°F) relatif selama 6 jam sebelum mengalami
cedera termal (Prasetyo, Ibrahim, & Somantri, 2014).
Pada daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema,
nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat
seperti syok hipovelemik, hipotermi, perubahan uji metabolik dan darah (Price &
Wilson, 2012).
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luka bakar lebih dari
25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah yang berlangsung secara kontinyu setidaknya dalam 36 jam pertama setelah
trauma luka bakar. Berbagai protein termasuk albumin keluar menuju ruang
interstitial dengan menarik cairan, sehingga menyebabkan edema dan dehidrasi.
Selain itu, tubuh juga kehilangan cairan melalui area luka, sehingga untuk
mengkompensasinya, pembuluh darah perifer dan visera berkonstriksi yang pada
akhirnya akan menyebabkan hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung menurun
akibat melemahnya kontraktilitasmiokardium, meningkatnya afterload dan
berkurangnya volume plasma. Tumour necrosis factor-a yang dilepaskan sebagai
penurunan kontraktilitasmiokardium.
Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, disebabkan
akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok
hipovolemik. Uji kimia darah menujukkan tingginya kalium (akibat kerusakan
pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48 jam
setelah trauma luka, pasien dengan luka bakar berat akan menjadi hipermetabolik
(laju metabolik dapat meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan
meningkat mencapai 38,5°C akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap
luka bakar. Respon imun pasien juga akan menurun karena adanya down
regulation pada reseptor sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya
barier utama pertahanan tubuh yaitu kulit (Price & Wilson, 2012).
Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu antara lain,
sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut luka ataupun
donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasiakan memicu dikeluarkannya
berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin yang mampu memberi sinyal
rasa nyeri.
Hiperalgesia primer terjadi sebagai respon terhadap nyeri pada lokasi luka,
sedangkan hiperalgesia sekunder terjadi beberapa menit kemudian yang
diakibatkan adanya transmisi saraf dari kulit sekitarnya yang tidak rusak. Pasien
dengan luka bakar derajat I atau derajat II superfisial biasanya akan berespon baik
terhadap pengobatan dan sembuh dalam waktu 2 minggu, luka bakar tersebut
tampak berwarna merah muda atau merah, nyeri dan memiliki suplai darah yang
baik (Rahayuningsih, 2012).

5. Pathway Luka Bakar


Pathway Terlampir

6. Klasifikasi Luka Bakar


Adapun klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman luka bakar menurut
Rahayuningsih (2012) yaitu:
1) Luka bakar derajat I (super facial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam
proses penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung-gelembung yang ditutupi oleh daerah putih,
epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh
kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas
setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
2) Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh dasar luka
berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit
normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Menurut Rahayuningsih
(2012) luka bakar derajat II ada dua yaitu:
(1) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
(2) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
3) Luka bakar derajat III (Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih
dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat,
kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi
protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri.
Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan
(Rahayuningsih, 2012).
Klasifikasi luka bakar berdasarkan berat ringannya menurt American Burn
Association yaitu:
1) Luka bakar ringan
Kriteria luka bakar ringan:
(1) TBSA ≤15% pada dewasa.
(2) TBSA ≤10% pada anak.
(3) Luka bakar full-thickness dengan TBSA ≤2% pada anak maupun
dewasa tanpa mengenai daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki,
atau perineum.
2) Luka bakar sedang
Kriteria luka bakar sedang:
(1) TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full
thickness.
(2) TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak
dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar
full-thickness <10%.
(3) TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa
tanpa masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga,
tangan, kaki, atau perineum.
3) Luka bakar berat
Kriteria luka bakar berat:
(1) TBSA ≥25%.
(2) TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia
diatas 40 tahun.
(3) TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness.
(4) Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga,
tangan, kaki, atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi atau kosmetik.
(5) Semua luka bakar listrik.
(6) Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi.
(7) Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk

7. Tanda dan Gejala Luka Bakar


Adapun tanda dan gejala dari luka bakar menurut letak luka bakar tersebut
yaitu:
1) Luka bakar superfisial
Luka bakar superfisial adalah luka bakar yang dapat sembuh secara
spontan dengan bantuan epitelisasi. Luka bakar superfisial dibagi dua
yaitu luka bakar epidermal dan superficial dermal.
(1) Luka bakar epidermal
Luka bakar yang hanya terkena pada bagian epidermis pasien.
Penyebab tersering luka bakar ini adalah matahari dan ledakan
minor. Lapisan epidermis yang bertingkat terbakar dan mengalami
proses penyembuhan dari regenerasi lapisan basal epidermis. Akibat
dari produksi mediator inflamasi yang meningkat, luka bakar ini
menjadi hiperemis dan cukup menyakitkan. Dapat sembuh dalam
waktu cepat (7 hari), tanpa meninggalkan bekas luka kosmetik.
(2) Luka bakar superficial dermal
Luka bakar yang terkena pada bagian epidermis dan bagian
superfisial dermis (dermis papiler). Ciri khas dari tipe luka bakar ini
adalah muncullnya bula. Bagian kulit yang melapisi bula telah mati
dan terpisahkan dari bagian yang masih viable dengan membentuk
edema. Edema ini dilapisi oleh lapisan nekrotik yang disebut bula.
Bula dapat pecah dan mengekspos lapusan dermis yang dapat
meningkatkan kedalaman dari jaringan yang rusak pada luka bakar.
Oleh karena saraf sensoris yang terekspos, luka bakar kedalaman ini
biasanya sangat nyeri. Dapat sembuh secara spontan dengan bantuan
epiteliassi dalam 14 hari yang meninggalkan defek warna luka yang
berbeda dengan kulit yang tidak terkena. Namun eskar tidak terjadi
dalam tipe luka bakar ini.
2) Luka bakar mid-dermal
Luka bakar mid-dermal adalah luka bakar yang terletak diantara luka
bakar superficial dermal dan deep dermal. Pada luka bakar mid-dermal
jumlah sel epitel yang bertahan untuk proses re-epitelisasi sangat sedikit
dikarenakan luka bakar yang agak dalam sehingga penyembuhan luka
bakar secara spontan tidak selalu terjadi. Capillary refilling pada pasien
dengan luka bakar kedalaman ini biasanya berkurang dan edema jaringan
serta bula akan muncul. Warna luka bakar pada kedalaman ini berwarna
merah muda agak gelap, namun tidak segelap pada pasien luka bakar
deep dermal. Sensasi juga berkurang, namun rasa nyeri tetap ada yeng
menunjukkan adanya kerusakan pleksus dermal dari saraf cutaneous.
3) Luka bakar deep
Luka bakar deep memiliki derajat keparahan yang sangat besar.
Luka bakar kedalaman ini tidak dapat sembuh spontan dengan bantuan
epitelisasi dan hanya dapat sembuh dalam waktu yang cukup lama dan
meninggalkan bekas eskar yang signifikan. Luka bakar dengan
kedalaman deep-dermal biasanya memiliki bula dengan dasar bula yang
menunjukkan warna blotchy red pada reticular dermis. Warna blotchy
red disebabkan karena ekstravasasi hemoglobin dari sel darah merah
yang rusak karena rupturnya pembuluh darah. Ciri khas pada luka bakar
kedalaman ini disebut dengan fenomena capillary blush. Pada kedalaman
ini, ujung-ujung saraf pada kulit juga terpengaruh menyebabkan sensasi
rasa nyeri menjadi hilang.
4) Luka bakar full thickness.
Luka bakar tipe ini merusak kedua lapisan kulit epidermis dan
dermis dan bisa terjadi penetrasi ke struktur-struktur yang lebih dalam.
Warna luka bakar ini biasanya berwarna putih dan waxy atau tampak
seperti gosong. Saraf sensoris pada luka bakar full thickness sudah
seluruhnya rusak menyebabkan hilangnya sensasi pinprick. Kumpulan
kulit-kulit mati yang terkoagulasi pada luka bakar ini memiliki
penampilan leathery, yang disebut eskar.

8. Proses Penyembuhan Luka Bakar


Proses penyembuhan pada luka bakar bergantung pada kedalaman luka. Pada
luka bakar derajat I dan derajat II superfisial, penyembuhan luka terjadi secara
primer. Luka derajat II superfisial sembuh dari sisa epitelium folikel rambut yang
banyak ditemukan pada dermis superfisial. Proses penyembuhan akan memakan
waktu 5-7 hari dan biasanya jaringan sikatriks minim terjadi. Pada derajat II
dalam dan derajat III, proses penyembuhan luka terjadi secara sekunder yang
melibatkan proses epitelisasi dan kontraksi (Tiwari, 2012).
Fase inflamasi (reaktif), proliferasi (reparasi) dan maturasi (remodeling)
berkonstitusi dalam ketiga fase pada proses penyembuhan luka. Ketiga fase ini
sama terjadi untuk semua jenis luka, hanya terdapat perbedaan durasi pada tiap
fase (Tiwari, 2012).
1) Fase Inflamasi
Setelah terjadinya luka, respon inflamasi tubuh dimulai yang terdiri
dari komponen vaskular dan seluler:
(1) Respon vaskular terjadi sesaat setelah trauma luka bakar yang
ditandai dengan adanya vasodilatasi dengan ekstravasasi cairan ke
ruangan interstitial. Pada trauma luka bakar yang berat, peningkatan
permeabilitas kapiler akan memicu ekstravasasi plasma masif
(Tiwari, 2012).
(2) Respon seluler ditandai dengan adanya sel neutrofil dan monosit
sebagai sel pertama yang bermigrasi ke area inflamasi. Kemudian,
neutrofil akan segera menurun dan digantikan oleh makrofag.
Migrasi sel-sel tersebut diinduksi oleh faktor kemotaktik seperti
kallkirein dan peptida fibrin yang dilepaskan dari proses koagulasi
dan substansi yang berasal dari sel mast seperti tumour necrosis
factor, histamin, protease, leukotrien dan sitokin. Respon seluler
membantu fagositosis dan proses pembersihan jaringan mati dan
toksin akibat jaringan yang terbakar (Tiwari, 2012).
2) Fase Proliferasi
Pada luka bakar partial thickness, re-epitelisasi akan dimulai dalam
bentuk migrasi keratinosit dari sisa kulit yang masih utuh pada dermis
beberapa jam setelah luka, biasanya proses ini akan menutup luka dalam
5 hingga 7 hari. Setelah re-epitelisasi membran basal terbentuk diantara
dermis dan epidermis, angiogenesis dan fibrogenesis akan membantu
rekonstruksi dermis (Tiwari, 2012).
3) Fase Remodeling
Fase remodeling merupakan fase ketiga dari proses penyembuhan
dimana maturasi graft dan sikatriks terjadi. Pada fase akhir ini diawali
dengan penambahan protein struktural fibrosa seperti kolagen dan elastin
di sekitar epitelium, endotel dan otot polos sebagai matriks ekstraselular.
Kemudian, fase resolusi pada matriks ekstraselular akan menjadi jaringan
sikatriks dan fibroblas akan menjadi fenotipe miofibroblas yang akan
bertanggung jawab terhadap kontraksi sikatriks. Pada luka bakar derajat
II dalam dan derajat III, fase resolusi akan memanjang hingga beberapa
tahun dan akan membentuk kontraktur luka serta jaringan parut
hipertropik (Tiwari, 2012).
9. Luas Luka Bakar
Ada beberapa cara dalam menentukan luas luka bakar menurut (Clevo, 2012)
yaitu:
1) Rumus Sembilan (Rule of Nines)
Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas
daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam
kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas (Wallace, 2017).

Gambar 1. Rumus Sembilan (Rule of Nines) pada Orang Dewasa

Wallace (2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9


yang terkenal dengan Rule of Nines atau rule of Wallace yaitu:
(1) Kepala dan leher : 9%
(2) Ekstremitas atas kanan : 9%
(3) Ekstremitas atas kiri : 9%
(4) Ekstremitas bawah kanan : 18%
(5) Ekstremitas bawah kiri : 18%
(6) Badan bagian depan : 18%
(7) Badan bagian belakang : 18%
(8) Genetalia : 1 %
Total: 100%
Gambar 2 Rumus Sembilan (Rule of Nines) pada Anak-anak
Wallace (2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9
yang terkenal dengan Rule of Nines atau rule of Wallace yaitu:
(1) Kepala dan leher : 18%
(2) Ekstremitas atas kanan : 9%
(3) Ekstremitas atas kiri : 9%
(4) Ekstremitas bawah kanan : 14%
(5) Ekstremitas bawah kiri : 14%
(6) Badan bagian depan : 18%
(7) Badan bagian belakang : 18%
Total: 100%
2) Metode Lund and Browder
Metode Lund and Browder adalah metode mementukan presentase
luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, berubah menurut
pertumbuhan dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat
kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh. Metode
Lund dan Browder persentasenya disesuikan dengan usia (Wallace,
2017).
10. Pemeriksaan Fisik Luka Bakar
Pada pemeriksaan fisik selain secara umum menilai dari ujung kepala hingga
ujung ekstrimitas ada juga sebaiknya fokus pada bagian pernapasan dan sirkulasi.
1) Trauma inhalasi:
(1) Inspeksi: batuk-batuk yang menetap, suara serak, adanya luka bakar
pada daerah wajah atau leher, jelaga hitam pada hidung, adanya
rambut yang terbakar, sputum kehitaman, penurunan
kesadaran/status mental, penggunaan otot bantu napas, napas cepat
dan dangkal, dan tanda-tanda kesulitan napas lain.
(2) Auskultasi: mengi, stridor.
2) Gangguan ekspansi rongga toraks:
(1) Inspeksi: penggunaan otot bantu napas, napas cepat dan dangkal, dan
tanda-tanda kesulitan napas lain, adanya luka bakar dengan eskar
tebal di daerah dada.
3) Sirkulasi:
(1) Nilai sirkulasi daerah distal.
(2) Gangguan perfusi
(3) Tekanan darah: normal lalu hipotensi dengan sistol <80 mmHg,
denyut nadi: takikardia atau bradikardia, suhu tubuh dingin terutama
di ujung ekstremitas, CRT > 2 detik.
(4) Inspeksi: kulit pucat, keringat dingin, frekuensi napas cepat dan
dangkal, penggunaan otot bantu napas.

11. Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar


Menurut Doenges, 2000 diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu:
1. Laboratorium
Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyaksedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbondioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.

12. Penatalaksaan Luka Bakar


Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan pasien dirawat
melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat,
penanganan diruang intensif atau bangsal.
1) Penatalaksaan luka bakar secara kegawatdaruatan yaitu:
(1) Resusitasi A, B, C.
 Pernafasan
Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi. Efek toksik dari
asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi obstruksi
gagal nafas.
 Sirkulasi
Gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah
ke ekstra vaskuler hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
(2) Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
(3) Resusitasi cairan Baxter.
 Dewasa: Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
 Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL: Dextran = 17: 3 2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun: BB x 100 cc
1 – 3 tahun: BB x 75 cc
3 – 5 tahun: BB x 50 cc
½ à diberikan 8 jam pertama
½ à diberikan 16 jam berikutnya.
 Hari kedua:
Dewasa: Dextran 500 – 2000 + D5%/albumin.
(3-x) x 80 x BB gr/hr 100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
Anak: Diberi sesuai kebutuhan faal.
(4) Monitor urin dan CVP
(5) Topikal dan tutup luka
 Cuci luka dengan savlon: NaCl 0,9% (1: 30) + buang jaringan
nekrotik.
 Tulle.
 Silver sulfadiazin tebal.
 Tutup kassa tebal.
 Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor. F
(6) Obat – obatan
 Antibiotika: tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak
kejadian.
 Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan
sesuai hasil kultur.
 Analgetik: kuat (morfin, petidine).
 Antasida: kalau perlu
2) Non-operatif
Pada 6 jam pertama luka bakar merupakan fase kritis. Rujuk segera
pasien yang mengalami luka bakar parah ke rumah sakit. Berikut langkah –
langkah yang dilakukan untuk pertolongan pertama pada luka bakar, antara
lain:
 Jika pasien belum mendapatkan pertolongan pertama, alirkan air
dingin pada luka bakar pasien untuk mencegah kerusakan lebih jauh
dan melepaskan pakaian yang terbakar.
 Jika luka bakar terbatas, kompres dengan air dingin selama 30 menit
untuk mengurangi nyeri, edema dan meminimalisasi kerusakan
jaringan.
 Jika luka bakar luas, setelah dialirkan air dingin, pasang pembalut
yang bersih pada daerah luka untuk mencegah hipotermia.
(1) Initial Treatment Wound Care:
 Luka bakar harus steril.
 Pemberian profilaksis tetanus.
 Bersihkan semua bulla, kecuali pada luka bakar yang sangat kecil.
 Eksisi dan lakukan debridement pada jaringan nekrosis yang
menempel.
 Setelah di-debridement, bersihkan luka bakar dengan larutan
chlorhexidine 0.25% (2.5g/liter), 0.1% (1g/liter) larutan
cetrimide, atau antiseptik lain yang berbahan dasar air.
 Jangan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol.
 Gosok dengan hati – hati jaringan nekrotik yang longgar. Berikan
lapisan tipis krim antibiotik (silver sulfadiazine) .
 Balutkan kain kasa pada luka. Gunakan kasa kering yang tebal
untuk mencegah terjadinya kebocoran pada lapisan luar.
(2) Daily Treatment Wound Care
 Ganti balutan kasa setiap hari (dua kali sehari jika
memungkinkan) atau sesering mungkin untuk mencegah
terjadinya kebocoran cairan.
 Inspeksi luka, ada perubahan warna atau tidak yang
mengindikasikan adanya infeksi.
 Demam dapat muncul hingga luka tertutup.
 Adanya selulitis mengindikasikan adanya infeksi.
 Berikan antibiotik sistemik jika mengalami infeksi Streptococcus
hemolyticus.
 Infeksi Pseudomonas aeruginosa sering menimbulkan septicemia
dan kematian. Berikan aminoglikosida sistemik.
(3) Pemberian antibiotik topikal setiap hari. Jenis antibiotik topikal yang
dapat diberikan antara lain :
 Nitrat silver (0.5% aqueous), paling murah, diaplikasikan pada
balutan kassa oklusif namun tidak dapat penetrasi ke dalam
jaringan parut. Obat ini dapat menyebabkan deplesi elektrolit dan
menyebabkan noda.
 Silver sulfadiazine (1% ointment), diaplikasikan pada selapis
balutan kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam jaringan
parut yang terbatas, dan dapat menyebabkan neutropenia.
 Mafenide acetate (11% ointment), diaplikasikan tanpa balutan
kasa, memiliki kemampuan penetrasi ke dalam jaringan parut
yang lebih baik, dapat menyebabkan asidosis (WHO, 2014).
Trauma luka bakar kurang dari 20% LPTT hanya mengalami sedikit
kehilangan cairan, sehingga secara umum dapat diresusitasi dengan hidrasi
oral kecuali pada kasus luka bakar pada wajah, tangan, area genital atau luka
bakar yang terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Saat ini rekomendasi
untuk memberikan cairan resusitasi secara intravaskular yaitu ketika area
luka lebih besar dari 20%. Salah satu rumus yang digunakan untuk
menghitung jumlah cairan yang diberikan pada trauma luka bakar adalah
rumus Brooke yang termodifikasi yaitu dalam 24 jam pertama cairan Ringer
Laktat 2 ml/kg BB/% area luka bagi pasien dewasa dan 3 ml/kg BB/% area
luka bagi pasien anak- anak. Selanjutnya, untuk 24 jam berikutnya diberikan
cairan koloid dengan dosis 0,3 – 0,5 ml/kg/BB/% area luka (Haberal et al.,
2010).
3) Operatif
Luka bakar sirkumferensial derajat III pada ekstremitas dapat
menyebabkan gangguan vaskular. Hilangnya sinyal ultrasound Doppler pada
arteri ulnar dan radialis merupakan indikasi dilakukannya eskaratomi pada
ekstremitas atas. Hilangnya sinyal arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis
posterior mengindikasikan dilakukannya eskaratomi pada ekstremitas bawah
(Edlich, 2015).
Setelah terjadinya trauma luka, peningkatan tekanan jaringan interstitial
akan meyumbat aliran vena, baru kemudian aliran kapiler arteri. Dalam
periode 3 hingga 8 jam dibutuhkan untuk terjadinya edema yang akan
meningkatkan tekanan jaringan. Ketika tekanan kompartemen jaringan lebih
besar daripada 40 mmHg, eskaratomi pada luka bakar derajat III akan
mencegah terjadinya trauma iskemik berlanjut. Perlu diingat bahwa penyebab
umum tidak adanya denyut nadi pada ekstremitas diakibatkan karena
hipovolemik dengan vasokonstriksi perifer, bukan akibat dari tekanan
interstitial (Edlich, 2015).
Eskaratomi dilakukan pada bagian medial dan lateral ekstremitas yang
memanjang sesuai dengan ukuran panjang eskar (jaringan yang nekrosis).
Insisi dibuat menggunakan skalpel. Akibat lamanya gangguan vaskular yang
terjadi, eskaratomi dapat menyebabkan trauma reperfusi pada ekstremitas
dengan hiperemis reaktif dan edema pada otot kompartemen. Pada kasus
tersebut, fasiotomi diperlukan untuk mengembalikan perfusi jaringan
terhadap ekstremitas (Edlich, 2015).

13. Komplikasi Luka Bakar


Menurut Rahayuningsih (2012), secara umum luka bakar jika tidak ditangani
dengan benar, akan menimbulkan komplikasi yaitu:
1) Syok hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak
sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula serta elektrolit. Hal ini
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
2) MOF (multi organ failure)
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar
menyebabkan gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi
menyebabkan perubahan metabolisme. Adanya gangguan sirkulasi dan
perfusi mengakibatkan sulitnya untuk mempertahankan kelangsungan
hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Identitas klien
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamt, tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian
klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2
tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap
jumlah kematian. Data pekerjaan diperlukan karena beberapa jenis
pekerjaan memiliki resiko tinggi menyebabkan luka bakar.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri,
sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi terhadap saraf. Dalam
melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam/ hari setelah
klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh
darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila
edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3) Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb
lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien
selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat
meliputi beberapa fase: fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ),
fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).
4) Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh
klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat
jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM,
neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol.

5) Riwayat penyakit keluarga


Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi: jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
6) Pola ADL (Activity Daily Living)
(1) Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan;
keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa
otot, perubahan tonus.
(2) Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit
putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri);
disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka
bakar).
(3) Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase
darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising
usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari
20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
(4) Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia;
mual/muntah.
(5) Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan, Tanda: perubahan
orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi
korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok
listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
(6) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara
eksteren sensitive untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat
nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
(7) Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan
sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin
terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
(8) Keamanan:
 Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler
pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin
dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan
cairan/status syok.
 Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn
dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.
Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah;
lepuh pada faring posterior; oedema lingkar mulut dan atau
lingkar nasal.
 Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak
halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera
secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran
pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan
dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh,
kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan
dengan syok listrik).
7) Riwayat psiko-sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri
body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik
mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga
membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam
melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
8) Pemeriksaan fisik
(1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran
bila luka bakar mencapai derajat cukup berat.
(2) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
(3) Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna
rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar,
grade dan luas luka bakar
 Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan
serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat
luka bakar
 Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan
bulu hidung yang rontok.
 Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
 Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
 Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
(4) Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang
masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi
(5) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya
nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
(6) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor/ terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman,
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
(7) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karen nyeri
(8) Pemeriksaan neurologi.
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan
nyeri yang hebat (syok neurogenik).
(9) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada daerah yang mengalami luka bakar
(luas dan kedalaman luka).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap
situasi yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita luka
berdasarkan acuan SDKI PPNI (2017) yaitu:
1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi:
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
Penyebab:
Fisiologis
(1) Spasme jalan napas
(2) Hipersekresi jalan napas
(3) Disfungsi neuromuscular
(4) Benda asing dalam jalan napas
(5) Adanya jalan napas buatan
(6) Sekresi yang tertahan
(7) Hyperplasia dinding jalan napas
(8) Proses infeksi
(9) Respon alergi
(10) Efek agen farmakologis (mis. Anastesi)

Situasional
(1) Merokok aktif
(2) Merokok pasif
(3) Terpajan polutan

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Batuk tidak efektif
(2) Tidak mampu batuk
(3) Sputum berlebihan
(4) Mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering
(5) Mekonium di jalan napas
(pada neonatus)
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Dispnea (1) Gelisah
(2) Sulit bicara (2) Sianosis
(3) Ortopnea (3) Bunyi napas menurun
(4) Frekuensi napas berubah
(5) Pola napas berubah
Kondisi Klinis Terkait:
(1) Gullian barre syndrome
(2) Sclerosis multiple
(3) Myasthenia gravis
(4) Prosedur diagnostic (mis. Bronkoskopi, transesophageal
echocardiography [TEE])
(5) Depresi sistem saraf pusat
(6) Cedera kepala
(7) Stroke
(8) Kuadriplegia
(9) Sindrom aspirasi mekonium
(10) Infeksi saluran napas

2) Hipovolemia
Hipovolemia
Definisi:
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau
intraseluler
Penyebab:
(1) Kehilangan cairan aktif
(2) Kegagalan mekanisme regulasi
(3) Peningkatan permeabilitas kapiler
(4) Kekurangan intake cairan
(5) Evaporasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Frekuensi nadi meningkat
(2) Nadi teraba lemah
(3) Tekanan darah menurun
(4) Tekanan nadi menyempit
(5) Turgor kulit menurun
(6) Membrane mukosa kering
(7) Volume urin menurun
(8) Hematokrit meningkat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Merasa lemah (1) Pengisian vena menurun
(2) Mengeluh haus (2) Status mental berubah
(3) Suhu tubuh meningkat
(4) Konsentrasi urin meningkat
(5) Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait:
(1) Penyakit Addison
(2) Trauma/ perdarahan
(3) Luka bakar
(4) AIDS
(5) Penyakit Crohn
(6) Muntah
(7) Diare
(8) Kolitis ulseratif
(9) Hipoalbuminemia

3) Penurunan Curah Jantung


Penurunan Curah Jantung
Definisi:
Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolism tubuh
Penyebab:
(1) Perubahan irama jantung
(2) Perubahan frekuensi jantung
(3) Perubahan kontraktilitas
(4) Perubahan preload
(5) Perubahan afterload
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Perubahan irama jantung (1) Perubahan irama jantung
 Palpitasi  Bradikardi/ takikardi
 Gambaran EKG aritmia
atau gangguan konduksi

(2) Perubahan preload (2) Perubahan preload


 Lelah  Edema
 Distensi vena jugularis
 Central venous pressure
(CVP) meningkat/
menurun
 Hepatomegali
(3) Perubahan afterload
 Dispnea (3) Perubahan afterload
 Tekanan darah meningkat/
menurun
 Nadi perifer teraba lemah
 Capillary refil time >3
detik
 Oliguria
 Warna kulit pucat
(4) Perubahan kontraktilitas dan/atau sianosis
 Paroxysmal nocturnal (4) Perubahan kontraktilitas
dyspnea (PND)  Terdengar suara jantung
 Ortopnea S3 dan/atau S4
 Batuk  Ejection fraction (EF)
menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Perubahan preload (1) Perubahan preload
(tidak tersedia)  Murmur jantung
 Berat badan bertambah
 Pulmonary artery wedge
pressure (PAWP)
menurun
(2) Perubahan afterload (2) Perubahan afterload
(tidak tersedia)  Pulmonary vascular
resistance (PVR)
meningkat/ menurun
 Systemic vascular
resistance (SVR)
meningkat/ menurun
(3) Perubahan kontraktilitas (3) Perubahan kontraktilitas
(tidak tersedia)  Cardiac index (CI)
menurun
 Left ventricular stroke
work index (LVSWI)
menurun
 Stroke volume index (SVI)
menurun
(4) Perilaku/ emosial
(4) Perilaku/ emosional (tidak tersedia)
 Cemas
 Gelisah
Kondisi Klinis Terkait:
(1) Gagal jantung kongestif
(2) Sindrom coroner akut
(3) Stenosis mitral
(4) Regurgitasi mitral
(5) Stenosis aorta
(6) Regusgitasi aorta
(7) Stenosis trikuspidalis
(8) Regurgitasi trikuspidalis
(9) Stenosis pulmonal
(10) Regurgitasi pulmonal
(11) Aritmia
(12) Penyakit jantung bawaan

4) Gangguan Integritas Kulit


Gangguan Integritas Kulit
Definisi:
Kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligament)
Penyebab:
(1) Perubahan sirkulasi
(2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
(3) Kekurangan/ kelebihan volume cairan
(4) Penurunan mobilotas
(5) Bahan kimia iritatif
(6) Suhu lingkungan yang ekstrem
(7) Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan
tinggi)
(8) Efek samping terapi radiasi
(9) Kelembapan
(10) Proses penuaan
(11) Neuropati perifer
(12) Perubahan pigmentasi
(13) Perubahan hormonal
(14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/
melindungi integritas jaringan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Kerusakan jaringan dan/atau
lapisan kulit
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Nyeri
(2) Perdarahan
(3) Kemerahan
(4) Hematoma
Kondisi klinis terkait:
(1) Imobilisasi
(2) Gagal jantung kongestif
(3) Gagal ginjal
(4) Diabetes melitus
(5) Imunodefisiensi (mis. AIDS)
5) Nyeri Akut
Nyeri Akut
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan
Penyebab:
(1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
(2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
(3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengeluh nyeri (1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (mis.
Waspada, posisi menghindar
nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(Tidak tersedia) (1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) diaforesis
Kondisi klinis terkait:
(1) Kondisi pembedahan
(2) Cedera traumatis
(3) Infeksi
(4) Sindrom coroner akut
(5) Glaucoma

6) Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
Definisi:
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Penyebab:
(1) Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
(2) Efek prosedur invasive
(3) Malnutrisi
(4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
(5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
 Gangguan peristaltic
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH
 Penurunan kerja siliaris
 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Merokok
 Statis cairan tubuh
(6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
 Penurunan hemoglobin
 Imununosupresi
 Leukopenia
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait:
(1) AIDS
(2) Luka bakar
(3) Penyakit paru obstruksi kronis
(4) Diabetes melitus
(5) Tindakan invasive
(6) Kondisi penggunaan terapi steroid
(7) Penyalahgunaan obat
(8) Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
(9) Kanker
(10) Gagal ginjal
(11) Imunosupresi
(12) Lymphedema
(13) Leukositopenia
(14) Gangguan fungsi hati

7) Hipertermi
Hipertermi
Definisi:
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh
Penyebab:
(1) Dehidrasi
(2) Terpapar lingkungan panas
(3) Proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
(4) Ketidaksesuain pakaian dengan suhu lingkungan
(5) Peningkatan laju metabolism
(6) Respon trauma
(7) Aktivitas berlebihan
(8) Penggunaan inkubator
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Kulit merah
(2) Kejang
(3) Takikardi
(4) Takipnea
(5) Kulit terasa hangat
Kondisi klinis terkait:
(1) Proses infeksi
(2) Hipertiroid
(3) Stroke
(4) Dehidrasi
(5) Trauma
(6) Prematuritas

8) Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi
Definisi:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab:
(1) Ketidakmampuan menelan makanan
(2) Ketidakmampuan mencerna makanan
(3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
(4) Peningkatan kebutuhan metabolism
(5) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
(6) Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Cepat kenyang setelah makan (1) Bising usus hiperaktif
(2) Kram/ nyeri abdomen (2) Otot mengunyah lemah
(3) Nafsu makan menurun (3) Otot menelan lemah
(4) Membrane mukosa pucat
(5) Sariawan
(6) Serum albumin tutun
(7) Rambut rontok berlebihan
(8) Diare
Kondisi klinis terkait:
(1) Stroke
(2) Parkinson
(3) Mobius syndrome
(4) Cerebal palsy
(5) Cleft lip
(6) Cleft palate
(7) Amvotropic lateral sclerosis

9) Gangguan Mobilitas Fisik


Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi:
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri
Penyebab:
(1) Kerusakan integritas struktur tulang
(2) Perubahan metabolism
(3) Ketidakbugaran fisik
(4) Penurunan kendali otot
(5) Penurunan massa otot
(6) Penurunan kekuatan otot
(7) Keterlambatan perkembangan
(8) Kekuatan sendi
(9) Kontraktur
(10) Malnutrisi
(11) Gangguan musculoskeletal
(12) Gangguan neuromuscular
(13) Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
(14) Efek agen farmakologis
(15) Program pembatasan gerak
(16) Nyeri
(17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
(18) Kecemasan
(19) Gangguan kognitif
(20) Keengganan melakukan pergerakan
(21) Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengeluh sulit (1) Kekuatan otot menurun
menggerakkan ekstremitas (2) Rentang gerak (ROM)
menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Nyeri saat bergerak (1) Sendi kaku
(2) Enggan melakukan (2) Gerakan tidak terkoordinasi
pergerakan (3) Gerakan terbatas
(3) Merasa cemas saat bergerak (4) Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait:
(1) Stroke
(2) Cedera medulla spinalis
(3) Trauma
(4) Fraktur
(5) Osteoarthritis
(6) Ostemalasia
(7) Keganasan

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan
komunitas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Bersihan Jalan Napas Tidak efektif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
bersihan jalan napas meningkat.
Kriteria Hasil:
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi sputum menurun
3) Tidak terdengar suara mengi
4) Tidak terdengar suara wheezing
5) Dipsnea menurun
6) Sianosis menurun
7) Frekuensi napas membaik
Intervensi Rasional
Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas
Observasi Observasi
1) Monitor pola nafas (frekuensi, 1) Memonitor keadaan pernapasan
kedalaman, usaha nafas) klien.
2) Monitor bunyi nafas tambahan 2) Mengetahui adanya sumbatan
(missal: gurgling, mengi, pada jalan napas.
whezzing, ronkhi kering) 3) Untuk mengetahui kondisi
3) Monitor sputum (jumlah, warna, sputum yang menghambat jalan
aroma). napas pasien.
Teraupetik Terapeutik
1) Pertahankan kepatenan jalan 1) Untuk membebaskan jalan
nafas dengan head-tilt dan chin- napas pasien dan pasien masih
lift (jaw-thrust jika curiga trauma mendapatkan oksigen
servikal) semaksimal mungkin.
2) Posisikan Semi-Fowler atau 2) Untuk memaksimalkan
Fowler potensial ventilasi.
3) Lakukan fisioterapi dada jika 3) Untuk membantu pengeluaran
perlu sputum yang menghambat jalan
4) Lakukan penghisapan lendir napas.
kurang dari 15 detik 4) Membantu membebaskan jalan
5) Lakukan hiperoksigenasi sebelum napas dari penumpukan sputum
penghisapan endotrakeal sehingga memaksimalkan
6) Berikan oksigen jika perlu penghirupan oksigen.
5) Agar pasien tidak mengalami
Edukasi kekurangan oksigen saat
1) Anjurkan asupan cairan 2000 penghisapan endotrakeal.
ml/hari, jika tidak kontraindikasi 6) Pemberian oksigen untuk
2) Ajarkan teknik batuk efektif. mencegah terjadinya hipoksia
jaringan dan kebutuhan oksigen
Pemantauan Respirasi tetap terpenuhi.
Observasi
1) Monitor frekuensi, irama, Edukasi
kedalaman, dan upaya nafas 1) Untuk mencegah terjadinya
2) Monitor pola nafas (seperti dehidrasi.
bradipnea, takipnea, hiperventilasi, 2) Batuk efektif sangat diperlukan
kussmaul, Cheyne-stokes, biot, untuk membantu pengeluaran
ataksik). secret mencegah pasien
3) Monitor kemampuan batuk efektif menjadi sesak napas saat
4) Monitor adanya produksi sputum pengeluaran sputum.
5) Monitor adanya sumbatan jalan
nafas Pemantauan Respirasi
6) Auskultasi bunyi nafas Observasi
7) Monitor saturasi oksigen 1) Untuk mengetahui kondisi
8) Monitor nilai AGD keadekuatan pernapasan pasien.
9) Monitor hasil x-ray toraks 2) Untuk mengetahui kondisi
keadekuatan pernapasan pasien.
3) Untuk mengetahui kemampuan
Teraupetik pasien batuk secara spontan.
1) Atur interval pemantauan 4) Untuk mengetahui apakah ada
respitrasi sesuai kondisi pasien produksi sputum berlebih
2) Dokumentasi hasil pemantauan. sehingga sputum tersebut dapat
diantisipasi dalam menghambat
Edukasi pernapasan pasien.
1) Jelaskan tujuan dan prosedur 5) Untuk mengetahui apakah ada
pemantauan. sumbatan yang menghambat
2) Informasikan hasil pemantauan, jalan napas pasien.
jika perlu. 6) Untuk mengetahui suara napas
tambahan dan keabnormalan
pada paru-paru.
7) Mencegah terjadinya hipoksia
jaringan.
8) Untuk mengukur kadar
oksigen, karbondioksida, ph di
dalam darah.
9) X-ray toraks merupakan bagian
pemeriksaan penunjiang untuk
penengakkan diagnosa akurat
dan menentukan pengobatan
yang tepat, dengan memonitor
x-ray torak dapat memantau
adanya penumpukan sputum
pada bagian paru-paru sehingga
memudahkan perawat/dokter
mengambil Langkah
pengobatan dan perawatan
untuk pasien.

Terapeutik
1) Memantau kondisi pasien
dibutuhkan waktu yang tepat
sehingga disaat perubahan
kondisi pasien sebagai perawat
dapat mengantisipasi
kemungkinan perubahan
kondisi pasien yang terjadi
secara mendadak.
2) Sebagai bukti perbandingan
kondisi pasien dan bisa
diinformasikan kepada keluarga
pasien dan informasi tersebut
dapat dipertanggungjawabkan
sebagai bukti.

Edukasi
1) Segala sesuatu tindakan
prosedur perlu
dikomunikasikan agar tidak
terjadi salah persepsi.
2) Agar keluarga pasien
mengetahui mengenai kondisi
pasien baik kondisinya bagus
atau buruk dan mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan.

Hipovolemia
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status cairan membaik.
Kriteria Hasil:
1) Output urine meningkat
2) Kekuatan nadi membaik
3) Frekuensi nadi meningkat
4) Tekanan darah membaik
5) Tekanan nadi membaik
6) Membrane mukosa membaik
7) Kadar hematocrit membaik
8) Status mental membaik
9) Suhu tubuh membaik
10) Keluahan haus menurun
11) Mata cekung membaik
12) Berat badan membaik
Intervensi Rasional
Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
Observasi Observasi
1) Observasi tanda-tanda vital dan 1) Mengetahui keadaan umum
gelaja hypovolemia pasien dan memantau adanya
2) Monitor intake dan output perubahan tanda-tanda vital
cairan serta gejala-gejala yang
memberparah hypovolemia.
Terapeutik 2) Menentukan status
1) Hitung kebutuhan cairan keseimbangan cairan tubuh
2) Berikan posisi modified pasien dan menentukan tingkat
trendelenburg dehidrasi ataupun tingkat
3) Berikan asupan cairan oral kelebihan cairan pasien.

Edukasi Terapeutik
1) Anjurkan memperbanyak 1) Agar kebutuhan cairan pasien
asupan cairan oral terpenuhi sesuai dengan
2) Anjurkan menghindari kondisinya.
perubahan posisi mendadak 2) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
menstabilkan pasien syok
Kolaborasi hemodinamik karena mampi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV meningkatkan aliran balik vena
isotonis (mis. NaCl, RL) dan meningkatkan curah
2) Kolaborasi pemberian cairan jantung.
koloid (mis. Albumin, 3) Asupan oral diberikan untuk
plasmanate) mempercepat pemenuhan
3) Kolaborasi pemberian produk kebutuhan cairan selain cairan
darah IV.

Manajemen syok hipovolemik Edukasi


Observasi 1) Membantu keluarga pasien
1) Monitor status kardiopulmonal memberikan asupan oral kepada
(frekuensi dan kekuatan nadi, pasien agar mempercepat
frekuensi napas, dan TD) pemenuhan cairan yang kurang.
2) Monitor status oksigenasi 2) Perubahan posisi yang
(oksimetri nadi, AGD) mendadak menyebabkan
3) Monitor status cairan (masukan menjadi pusing dan berkunang-
dan keluaran, turgor kulit, CRT) kunang.
4) Periksa tingkat kesadaran dan
respon pupil Kolaborasi
5) Periksa seluruh permukaan 1) Cairan IV isotonis membantu
tubuh. menenuhi sejumlah cairan yang
telah hilang yang sesuai dengan
Terapeutik komponen osmolalitas darah
1) Pertahankan jalan napas paten dan membantu meningkatkan
2) Berikan oksigen untuk volume ekstraseluler.
mempertahankan saturasi 2) Pemberian cairan koloid
oksigen >94% membantu mempercepat
3) Persiapkan intubasi dan pemenuhan cairan yang mana
ventilasi mekanis, jika perlu cairan berpindah dari sel ke
4) Berikan posisi syok (modified intravaskuler sehingga
trendelenberg) menyebabkan sel-sel
5) Pasang jalur IV berukuran besar mengkerut.
(mis, no 14/16) 3) Pemberian darah membantu
6) Pasang kateter urin untuk dalam meningkatkan volume
menilai produksi urin darah sehingga proses
7) Pasang selang nasogastrik untuk homeostatis tubuh tetap terjaga.
dekompresi lambung
8) Ambil sampel darah untuk Manajemen syok hipovolemik
pemeriksaan darah lengkap dan Observasi
elektrolit 1) Memastikan tidak adanya
perubahan keadaan umum
Kolaborasi melewati batas normal dan
1) Kolaborasi pemberian infus menunjukkan syok yang parah.
kristaloid 1-2 L pada dewasa 2) Untuk mengetahui
2) Kolaborasi pemberian infus perkembangan status kesehatan
cairan kristaloid 20 mL/kgBB pasien dan mencegah
pada anak komplikasi lanjutan.
3) Kolaborasi pemberian tranfusi 3) Mencegah terjadinya
darah, jika perlu kekurangan cairan dan
kebutuhan cairan tetap terjaga
4) Untuk menjaga kesadaran
pasien tidak menurun dan pasien
masih meberikan respon
terhadap lingkungan sekitar.

Terapeutik
1) Pasien dapat memenuhi
kebutuhan oksigen dengan
maksimal
2) Untuk mencegah dan
memperbaiki hipoksia jaringan.
3) Pemasangan ventilasi mekanik
bertujuan untuk mendapatkan
PaO2 lebih daro 90 mmHg atau
SaO2 lebih dari 90% sehingga
pemenuhan oksigenasi terpenuhi
dengan baik.
4) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
menstabilkan pasien syok
hemodinamik karena mampi
meningkatkan aliran balik vena
dan meningkatkan curah
jantung.
5) Pemberian cairan dengan jalur
IV besar dapat membantu
kekurangan cairan yang besar
terpenuhi dengan cepat.
6) Pemasangan kateter diperlukan
karena untuk memantau cairan
yang keluar sehingga antara
cairan yang masuk dan keluar
tetep balance.
7) Pemasangan NGT membantu
untuk dekompresi lampung
bertujuan untuk mengeluarkan
darah yang ada pada lambung
(bilas lambung)
8) Untuk mengukur keasaman
(pH), jumlah oksigen, dan
karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan ini digunakan
untuk menilai fungsi kerja paru-
paru dalam menghantarkan
oksigen ke dalam sirkulasi darah
dan mengambil karbondioksida
dalam darah.

Kolaborasi
1) Mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit,
protein, karbohidrat, dan lemak,
memperbaiki keseimbangan
asam basa, dan memperbaiki
volume komponen darah.
2) Mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit,
protein, karbohidrat, dan lemak,
memperbaiki keseimbangan
asam basa, dan memperbaiki
volume komponen darah.
3) Pemberian darah membantu
dalam meningkatkan volume
darah sehingga proses
homeostatis tubuh tetap terjaga.

Penurunan Curah Jantung


Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
curah jantung meningkat
Kriteria Hasil:
(1) Kekuatan nadi perifer meningkat
(2) Palpitasi menurun
(3) Bradikardi menurun
(4) Takikardi menurun
(5) Gambaran EKG aritmia menurun
(6) Lelah menurun
(7) Edema menurun
(8) Dipsnea menurun
(9) Oliguria menurun
(10) Tekanan darah membaik
(11) Sianosis menurun
Intervensi Rasional
Perawatan Jantung Perawatan Jantung
Observasi Observasi
1) Identifikasi tanda/gejala primer 1) Pentingnya mengetahui tanda
penurunan curah jantung dan gejala penurunan curah
(meliputi dispnea, kelelahan, jantung untuk mengetahui
edema, ortopnea, paroxysmal perubahan kondisi yang
nocturnal dyspnea, peningkatan dialami pasien sehingga
CVP) perubahan kondisi yang berarti
2) Identifikasi tanda/gejala dapat segera ditangani.
sekunder penurunan curah 2) Pentingnya mengetahui tanda
jantung (meliputi peningkatan dan gejala penurunan curah
berat badan, hepatomegali, jantung untuk mengetahui
distensi vena jugularis, perubahan kondisi yang
palpitasi, ronkhi basah, dialami pasien sehingga
oliguria, batuk, kulit pucat) perubahan kondisi yang berarti
3) Monitor tekanan darah dapat segera ditangani.
(termasuk tekanan darah 3) Dengan memantau tekanan
oetostatik, jika perlu) darah, kita dapat memantau
4) Monitor intake dan output kondisi system kardiovaskuler
cairan dan mencegah terjadinya
5) Monitor berat badan setiap hari peningkatan tekanan darah
pada waktu yang sama yang dapat memperburuk
6) Monitor saturasi oksigen kondisi pasien.
7) Monitor keluhan nyeri dada 4) Dengan memantau intake dan
(mis. Intensitas, lokasi, radiasi, output cairan dapat mencegah
durasi, presivitasi yang kondisi edema memburuk
mengurangi nyeri) sehingga kondisi cairan di
8) Monitor EKG 12 sadapan dalam tubuh pasien dalam
9) Monitor aritmia (kelainan irama kondisi seimbang.
dan frekuensi) 5) Mencegah terjadinya
10) Monitor nilai laboratorium peningkatan berat badan yang
jantung (mis. Elektrolit, enzim signifikan dikarenakan adanya
jantung, BNP, Ntpro-BNP) edema.
11) Monitor fungsi alat pacu 6) Memantau kondisi sediaan
jantung oksigen untuk kebutuhan
12) Periksa tekanan darah dan miokard untuk melawan efek
frekwensi nadi sebelum dan hipoksia/iskemia. Banyak obat
sesudah aktifitas dapat digunakan untuk
13) Periksa tekanan darah dan meningkatkan volume
frekuensi nadi sebelum sekuncup, memperbaiki
pemberian obat (mis. kontraktilitas dan menurunkan
Betablocker, ACE inhibitor, kongesti.
calcium channel blocker, 7) Melihat karakteristik nyeri
digoksin) yang dialami klien, sehingga
akan mempengaruhi tindakan
Terapeutik keperawatan dan diagnosa
1) Posisikan pasien semi-fowler yang akan ditegakkan.
atau fowler dengan kaki 8) Dengan memantau kondisi
kebawah atau posisi nyaman EKG akan mengetaui kondisi
2) Berikan diet jantung yang jantung apakah terjadi
sesuai (mis. Batasi asupan keabnormalan atau tidak.
kafein, natrium, kolestrol, dan 9) Agar mengetahui kondisi
makanan tinggi lemak) jantung pasien sehingga
3) Fasilitasi pasien dan perubahan keabnormalan dapat
keluarga untuk modifikasi segera di tangani.
hidup sehat 10) Dengan mengetahui nilai
4) Berikan terapi relaksasi laboratorium jantung dapat
untuk mengurangi stres, jika mengetahui kondisi jantung
perlu pasien apakah berfungsi
5) Berikan dukungan emosional dengan baik atau adanya
dan spiritual keabnormalan sehingga dapat
6) Berikan oksigen untuk dicegah jika terjadi perubahan
memepertahankan saturasi kondisi.
oksigen >94% 11) Untuk tetap mengetahui
kondisi jantung apakah
Edukasi berdetak teratur, tidak lambat
1) Anjurkan beraktivitas tidak cepat, sehingga jantung
fisik sesuai toleransi dapat memompa darah ke
2) Anjurkan beraktivitas seluruh tubuh dengan optimal.
fisik secara bertahap 12) Dengan memantau TD dan
3) Ajarkan pasien dan nadi sebelum dan sesudah
keluarga mengukur berat badan aktivitas, petugas dapat
harian melihat perbandingan
4) Ajarkan pasien dan perubahan kondisi pasien saat
keluarga mengukur intake dan melakukan aktivitas dan
output cairan harian sebelum melakukan aktivitas.
13) Pemberian obat khusus jantung
Kolaborasi dapat mempengaruhi kondisi
1) Kolaborasi pemberian jantung sehingga diperlukan
antiaritmia, jika perlu pemeriksaan TD dan nadi agar
mengetahui perubahan kondisi
pasien terhadap obat.

Terapeutik
1) Posisi semi fowler atau fowler
dapat membantu pasien
mendapat kebutuhan oksigen
lebih maksimal sehingga
jantung tidak kekurangan
oksigen.
2) Pemberian diet jantung dapat
membantu menurunkan kinerja
jantung, mencegah
penimbunan garam/air,
menurunkan kadar kolesterol.
3) Dengan gaya hidup sehat dapat
membantu pasien dan keluarga
mencegah terjadinya
kerusakan jantung yang lebih
parah.
4) Terapi relaksasi dapat
membantu pasien menjadi
lebih rileks dikarenakan terapi
relaksasi dapat menekan
hormone kortison di produksi
lebih banyak.
5) Dengan dukungan emosial dan
spiritual dapat membantu
pasien tidak menjadi cemas
dan tidak memperberat kerja
jantung dikarenakan stress.
6) Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat
dapat digunakan untuk
meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
Edukasi
1) Mencegah pasien melakukan
aktivitas yang berlebihan
sehingga keadaan jantung tidak
menjadi lebih buruk dan jatung
tidak bekerja keras memompa
darah dikarenakan aktivitas
yang berat.
2) Dengan aktivitas bertahap
mencegah kondisi jantung
menjadi buruk dan jantung
dapat menyesuikan aktivitasnya
dengan aktivitas yang dilakukan
pasien.
3) Dengan mengukur berat badan
harian pasien dan keluarga dapat
mengetahui perubahan kondisi
pasien.
4) Pasien dan keluarga menjadi
lebih mengetahui asupan cairan
yang harus diberikan kepasien
dan dapat memantau apa yang
diminum pasien dan yang
dikeluarkan pasien.

Kolaborasi
1) Antiaritmia merupakan
kelompok obat yang digunakan
untuk menangani kondisi
aritmia. Mencegah jantung
berdenyut lebih cepat atau
lambat dan tidak teratur
sehingga kondisi impuls listrik
pasien tetap terjaga dengan baik.

Gangguan Integritas Kulit


Tujuan:
Setelah diberikan Tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
integritas kulit membaik
Kriteria hasil:
1) Kerusakan intergritas kulit membaik
2) Nyeri berkurang dengan skala nyeri 2 (dari 0-10)
3) Perdarahan berkurang
4) Kemerahan berkurang
5) Hematoma berkurang
Intervensi Rasional
Perawatan Luka Perawatan Luka
Observasi Observasi
1) Monitor karakteristik luka (mis: 1) Untuk mengetahui jenis
drainase, warna, ukuran, bau). perawatan yang tepat diberikan
2) Monitor tanda-tanda infeksi sesuai kondisi luka.
2) Untuk mengetahui apakah luka
Terapeutik yang dialami pasien mengalami
1) Lepaskan balutan dan plester infeksi atau tidak.
secara perlahan
2) Cukur rambut disekitar daerah Terapeutik
luka, jika perlu 1) Dengan melepas balutan secara
3) Bersihkan dengan cairan perlahan dapat mencegah pasien
NACL atau pembersih non merasakan sakit pada derah luka
toksik, sesuai kebutuhan jika luka menempel pada
4) Bersihkan jaringan nekrotik balutan
5) Berikan salep yang sesuai di 2) Agar mencegah bakteri yang
kulit/ lesi, jika perlu menempel di rambut sekitar
6) Pasang balutan sesuai jenis luka luka menginfeksi luka Kembali.
7) Pertahankan Teknik steril saat 3) Cairan NaCl dapat membantu
perawatan luka mempercepat penyembuhan
8) Ganti balutan sesuai jumlah luka karena mengandung garam
eksudat dan drainase yang mempercepat
9) Jadwalkan perubahan posisi penyembuhan luka.
setiap dua jam atau sesuai 4) Membersihkan jaringan
kondisi pasien nekrotik dapat membantu
10) Berikan diet kalori 30-35 jaringan baru untuk tumbuh.
kkal/kgBB/ hari dan protein 5) Salep yang sesuai dengan
1,25-1,5 g/kg BB/hari kondisi lesi dapat membantu
11) Berikan suplemen vitamin dan penyembuhan iritasi atau luka
mineral (mis. Vitamin A, pasien.
vitamin C, Zinc, Asam amonio) 6) Balutan membantu luka
sesuai indikasi terkontaminasi dengan
12) Berikan terapi TENS (Stimulasi lingkungan luar dan balutan
saraf transcutaneous) jika perlu yang sesuai mencegah bakteri
dan kuman masuk kedalam
Edukasi luka.
1) Jelaskan tanda dan gejala 7) Untuk mencegah
infeksi terkontaminasinya luka karena
2) Anjurkan mengkonsumsi bakteri dan kuman yang masuk
makanan tinggi kalium dan dari luar.
protein 8) Mencegah kuman dan bakteri
3) Anjarkan prosedur perawatan bersarang ke dalam luka
luka secara mandiri sehingga menginfeksi luka.
9) Mencegah terjadinya luka
Kolaborasi bertambah di lokasi lain.
1) Kolaborasi prosedur debridement 10) Kalori dan protein membantu
(mis: enzimatik biologis untuk memenuhi nutrisi
mekanos, autolotik) jika perlu sehingga jaringan tubuh yang
2) Kolaborasi pemberian antibiotic, rusak dapat segera terganti
jika perlu dengan yang baru.
11) Suplemen vitamin dapat
membantu memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak.
12) Terapi TENS dapat membantu
untuk mengurangi rasa sakit
pada bagian yang cedera.

Edukasi
1) Agar pasien dan keluarga
mengetahui tanda dan gejala
terjadinya infeksi sehingga
dapat mencegah terjadinya
infeksi berulang.
2) Tinggi kalium dan protein
membantu memberbaiki kondisi
sel dna jaringan yang rusak.
3) Agar pasien dan keluarga
mampu melakukan perawatan
luka secara mandiri dirumah.

Kolaborasi
1) Debridement luka membantu
membersihkan luka dari
jaringan nekrotik dan bakteri
sehingga dasar luka menjadi
bersih.
2) Pemberian antibiotic membantu
mencegah terjadinya infeki
bakteri dan membantu
penyembuhan luka lebih cepat.

Nyeri Akut
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
tingkat nyeri menurun
Kriteria Hasil:
1) Frekuensi nadi membaik
2) Pola napas membaik
3) Keluhan nyeri menurun
4) Tidak tampak meringis

Intervensi Rasional
Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
Observasi Observasi
1) Identifikasi lokasi, 1) Untuk mengetahui tingkat nyeri
karakteristik, durasi, frekuensi, pasien.
kualitas, intensitas nyeri 2) Untuk mengetahui seberapa
2) Identifikasi skala nyeri berat nyeri yang dialami pasien
3) Identifikasi respon nyeri non 3) Untuk mengetahui ekspresi
verbal pasien saat mengalami nyeri
4) Identifikasi faktor yang 4) Untuk membantu mengatasi
memperberat dan memperingan faktor-faktor yang memperberat
nyeri nyeri pasien.
5) Monitor keberhasilan terapi 5) Untuk mengetahui tingkat
komplementer yang sudah keberhasilan terapi
diberikan komplementer yang sudah kita
6) Monitor efek samping berikan.
penggunaan analgetic 6) Untuk mengetahui apakah
pasien mengalami
Terapeutik kontraindikasi dari penggunaan
1) Berikan Teknik analgetic
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback, Terapeutik
terapi pijat, aroma terapi, 1) Teknik nonfarmakologi dapat
Teknik imajinasi terbimbing, membantu mempercepat
kompres hangat/dingin, terapi menurunkan tingkat nyeri
bermain) pasien diluar penggunaan
2) Kontrol lingkungan yang analgetic
memperberat rasa nyeri (mis. 2) Untuk mengurangi tingkat
Suhu ruangan, pencahayaan, ketidaknyamanan yang
kebisingan) dirasakan pasien.
3) Fasilitasi istirahat dan tidur 3) Istirahat dan tidur juga dapat
4) Pertimbangkan jenis dan membnatu pasien menurunkan
sumber nyeri dalam pemilihan rasa nyerinya karena tidur
strategi meredakan nyeri membatu menghistirahatkan
tubuh sejenak.
Edukasi 4) Agar dapat memilihkan
1) Jelaskan penyebab, periode, perawatan yang tepat mengenai
dan pemicu nyeri nyeri yang dialami pasien
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri Edukasi
3) Anjurkan memonitor nyeri 1) Agar mengetahui penyebab,
secara mandiri periode, dan pemicu nyeri yang
4) Anjurkan menggunakan dialami pasien.
analgetic secara tepat 2) Agar pasien dapat menggunakan
5) Ajarkan Teknik Teknik menurunkan rasa nyeri.
nonfarmakologis untuk 3) Agar pasien mampu mengetahui
mengurangi rasa nyeri seberapa nyeri yang
dirasakannya.
Kolaborasi 4) Agar pasien mampu
1) Kolaborasi pemberian analgetic, menggunakan obat analgetic
jika perlu secara tepat dosis.
5) Agar pasien mampu
Pemberian Analgetik menggunakan Teknik
Observasi nonfarmakologi dan dapat
1) Identifikasi karakteristik nyeri menerapkannya dirumah jika
(mis. Pencetus, Pereda, mengalami nyeri.
kualitas, lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi) Kolaborasi
2) Identifikasi kesesuaian jenis 1) Dengan pemberian analgetic
analgesic (mis. Narkotika, non- dapat membantu mengurangi
narkotika, atau NSAID) dengan rasa nyeri pasien.
tingkat keparahan nyeri
3) Monitor tanda-tanda vital Pemberian Analgetik
sebelum dan sesudah Observasi
pemberian analgesic 1) Untuk mengetahui karakteristik
4) Monitor efektifitas analgetic nyeri pasien.
2) Untuk menentukan jenis
Terapeutik analgetic yang tepat diberikan
1) Diskusikan jenis analgetic yang kepada pasien.
disukai untuk mencapai 3) Untuk mengetahui keadaan
analgesia optimal, jika perlu pasien sesudah dan sebelum
2) Pertimbangkan penggunaan pemberian analgetic.
infus kontinu, atau bolus opioid 4) Untuk mengetahui keberhasilan
untuk mempertahankan kadar analgetic diberikan kepada
dalam serum pasien.
3) Tetapkan target efektifitas
analgetic untuk Edukasi
mengoptimalkan respon pasien 1) Agar keluarga dan pasien
4) Dokumentasikan respon mengetahui kontraindikasi dari
terhadap efek analgesik dan pengobatan yang dilakukan.
efek yang tidak diinginkan
Kolaorasi
1) Agar dapat memberikan dosis
analgesik secara tepat.
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai
indikasi

Resiko Infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
derajat infeksi menurun
Kriteria Hasil:
1) Tidak demam
2) Tidak ada kemerahan
3) Tidak ada nyeri
4) Tidak ada bengkak
5) Kadar sel darah putih normal
Intervensi Rasional
Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
Observasi Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi 1) Untuk mengetahui kondisi
local dan sistemik pasien apakah mengalami
infeksi atau tidak.
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung Terapeutik
2) Berikan perawatan kulit pada 1) Pengunjung yang banyak akan
daerah edema membuat pasien lebih banyak
3) Cuci tangan sebelum dan terpapar bakteri virus dari luar
sesudah kontak dengan pasien sehingga infeksi bisa bertambah.
dan lingkungan pasien 2) Untuk mencegah terjadinya
4) Pertahankan Teknik aseptic pada infeksi yang meluas.
pasien berisiko tinggi 3) Untuk mencegah terjadinya
infeksi nosocomial.
Edukasi 4) Untuk mencegah terjadinya
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi infeksi nosocomial.
2) Ajarkan cara memeriksa luka
3) Anjurkan meningkatkan asupan Edukasi
cairan 1) Agar keluarga pasien dan pasien
4) Anjurkan meningkatkan asupan paham mengenai tanda dan
nutrisi gejala infeksi dan dapat
melakukan pencegahan.
Kolaborasi 2) Agar luka tidak menginfeksi
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, semakin luas.
jika perlu 3) Asupan cairan yang cukup dapat
membantu system metabolism
berjalan dalam kondisi normal.
4) Asupan nutrisi yang cukup
dapat membantu sel-sel yang
rusak cepat beregenasi sehingga
infeksi pun menjadi tercegah
dikarenakan tubuh yang sudah
cukup akan nutrisi.

Kolaborasi
1) Imunisasi membantu untuk
menambah imunitas tubuh.

Hipertermi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
suhu tubuh tetap berada pada rentang normal
Kriteria hasil:
1) Tidak menggigil
2) Suhu tubuh dalam rentang normal
3) Suhu kulit membaik
4) Nadi dan respirasi dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Manajemen Hipertermi Manajemen Hipertermi
Observasi Observasi
1) Identifikasi penyebab 1) Untuk mengetahui penyebab
hipertermia (mis. Dehidrasi, terjadinya hipertermi dan dapat
terpapar lingkungan panas, memberikan perawatan serta
penggunaan incubator). pengobatan yang tepat.
2) Monitor suhu tubuh 2) Untuk mengetahui apakah suhu
3) Monitor kadar elektrolit tubuh pasien mengelami
4) Monitor haluaran urine peningkatan atau penurunan saat
5) Monitor komplikasi akibat diberikan berawatan.
hipertermi 3) Untuk mencegah terjadinya
dehidrasi saat terjadinya
Terapeutik penguapan karena demam.
1) Sediakan lingkungan yang 4) Untuk memantau keseimbangan
dingin cairan pasien sehingga saat
2) Longgarkan atau lepaskan hipertermi pasien tidak
pakaian mengalami dehidrasi.
3) Basahi dan kipasi permukaan 5) Untuk mencegah terjadinya
tubuh keadaan serius dan dengan cepat
4) Berikan cairan oral melakukan tindakan
5) Ganti linen setiap hari atau penanganan sehingga tidak
lebih sering jika mengalami mengancam jiwa pasien.
hiperhidosis (keringat
berlebihan) Terapeutik
6) Lakukan pendinginan eksternal 1) Lingkungan yang dingin dapat
(mis. Selimut hipotermia atau membantu mencegah terjadinya
kompres dingin pada dahi, penguapan dan mencegah
leher, dada, abdomen, aksila) terjadinya dehidrasi.
7) Hindari pemberian antiperetik 2) Pakaian yang longgar dapat
atau aspirin membantu menurunkan suhu
8) Berikan oksigen, jika perlu tubuh pasien dan mencegah
keringat keluar lebih banyak.
Edukasi 3) Untuk mencegah pengeluaran
1) Anjurkan tidah baring keringan berlebihan sehingga
dapat mencegah terjadinya
Kolaborasi dehidrasi karena evaporasi.
1) Kolaborasi pemberian cairan 4) Asupan cairan oral dapat
dan elektrolit intravena, jika membantu memenuhi asupan
perlu cairan dalam tubuh yang hilang
pada saat penguapan melalui
keringat dan mencegah
dehidrasi.
5) Untuk mencegah terjadinya
peningkatan suhu karena
ketidaknyamanan tempat tidur.
6) Dengan kompres dingin atau
hangat-hangat kuku dapat
membantu memperlancar aliran
darah sehingga suhu panas di
dalam tubuh dapat keluar
melalui keringat.
7) Pemberian antiperitek yang tiba-
tiba dapat menurunkan drastic
suhu tubuh tetepi perlu
diperhatikan jika tiba-tiba suhu
Kembali meninggi.
8) Jika kondisi demam pasien
mengalami sesak napas dapat
diberikan oksigen untuk
membantu pemenuhan oksigen
pasien

Edukasi
1) Tirah baring sangat diperlukan
saat kondisi demam untuk
mencegah terjadinya banyak
aktivitas dan pengeluaran
keringat yang berlebihan
sehingga suhu tubuh dapat
segera Kembali normal.

Kolaborasi
1) Pemberian cairan melalui
intravena dapat membantu
memenuhi cairan tubuh yang
hilang yang disebabkan oleh
penguapan karena suhu tubuh
yang tinggi.

Defisit Nutrisi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status nutrisi membaik
Kriteria hasil:
1) Frekuensi makan membaik
2) Nafsu makan meningkat
3) Perasaan cepat kenyang menurun
4) Berat badan dalam kondisi ideal
5) Porsi makan dihabiskan sesuai diet
Intervensi Rasional
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi Observasi
1) Identifikasi status nutrisi 1) Pengkajian penting dilakukan
2) Identifikasi alergi dan untuk mengetahui status nutrisi
intoleransi makanan pasien sehingga dapat
3) Identifikasi makanan yang menentukan intervensi yang
disukasi diberikan.
4) Identifiksi kebutuhan kalori dan 2) Untuk mencegah terjadinya
jenis nutrient komplikasi yang serius saat
5) Identifikasi perlunya makanan yang tidak sesuai
penggunaan selang nasogastric dikonsumsi oleh pasien dan
6) Monitor asupan makanan mengakibatkan memperburuk
7) Monitor berat badan kondisi pasien.
8) Monitor hasil pemeriksaan 3) Makanan yang disukai
laboratorium cenderung memberikan nafsu
makan yang baik untuk pasien
Terapeutik sehingga pasien dapat makan
1) Lakukan oral hygiene sebelum lebih lahap.
makan, jika perlu 4) Untuk memberikan diet yang
2) Fasilitasi menentukan pedoman tepat kepada pasien sesuai
diet (mis. Piramida makanan) dengan kondisi tubuhnya
3) Sajikan makanan secara sehingga kebutuhan nutisinya
menarik dan suhu yang sesuai terpenuhi.
4) Berikan makanan tinggi kalori 5) Penggunaan selang nasogastric
dan tinggi protein membantu jika pasien suit
5) Berikan suplemen makanan, menelan makanan secara
jika perlu spontan sehingga pemenuhan
6) Hentikan pemberian makan nutrisi tetap terpenuhi walaupun
melalui selang nasogastric jika melalui selang.
asupan orang dapat ditoleransi 6) Untuk memantau frekuensi
makan pasien apakah sudah
mengalami peningkatan atau
sebaliknya.
Edukasi 7) Dengan menimbang berat badan
1) Anjurkan posisi duduk, jika dapat memantau peningkatan
mampu dan pemenuhan nutrisi pasien.
2) Anjurkan diet yang 8) Hasil laboratorium yang
diprogramkan mendukung pemenuhan nutrisi
dapat membantu kita apakah
Kolaborasi pasien sudah mendapat asupan
1) Kolaborasi pemberian medikasi nutrisi yang pas atau mengalami
sebelum makan (mis. Pereda kekurangan sehingga dapat
nyeri, antiemetic), jika perlu membantu memberikan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi perawatan yang tepat.
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang Terapeutik
dibutuhkan, jika perlu 1) Mulut yang bersih dapat
meningkatkan nafsu makan.
2) Dapat membantu pasien
memenuhi kebutuhan nutrisi
dan meningkatkan nafsu makan
dengan makanan pilihannya
sendiri.
3) Makanan selagi hangat dan suhu
pas dapat mencegah terjadi
mual dan lebih enak
dikonsumsi.
4) Makanan berprotein tinggi
membantu memperbaiki
jaringan yang rusak dan tinggi
kalori mebantu memenuhi
kebutuhan energi untuk
melakukan aktivitas.
5) Suplemen makanan dapat
membantu meningkatkan nafsu
makan pasien dengan
kandungan yang berada
didalamnya.
6) Mencegah pasien
ketergantungan menggunakan
selang saat mengkonsumsi
makanan.

Edukasi
1) Posisi duduk dapat membantu
mencegah naiknya asam
lambung dan perut kembung
sehingga saat duduk makanan
cepat dicerna oleh tubuh.
2) Sesuai dengan kondisi pasien
sehingga tidak melebihi asupan
nutrisi kebutuhan tubuh pasien.
Kolaborasi
1) Pemberian obat antiemetic dapat
membantu mencegah rasa mual
saat akan makan sehingga
asupan makan dapat masuk
kedalam tubuh dengan baik.
2) Untuk menentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat sesuai
kebutuhan tubuh pasien.

Gangguan Mobilitas Fisik


Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
mobilitas fisik meningkat.
Kriteria Hasil:
1) Pergerakan ekstremitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) Rentang gerak (ROM) meningkat
4) Nyeri menurun
5) Kaku sendi menurun
6) Gerakan terbatas menurun
7) Kelemahan fisik menurun
Intervensi Rasional
Dukung Mobilisasi Dukung Mobilisasi
Observasi Observasi
1) Identifikasi adanya 1) Dengan memantau adanya nyeri
nyeri atau keluhan fisik lainnya dan keluhan fisik lainnya dapat
2) Identifikasi toleransi mengetahui penyebab pasien
fisik melakukan mobilisasi mengalami gangguan mobilitas
3) Monitor frekuensi fisik.
jantung dan tekanan darah 2) Mengidentifikasi kekuatan/
sebelum memulai mobilisasi kelemahan dan dapat
4) Monitor kondisi memberikan informasi
umum selama melakukan mengenai pemulihan.
mobilisasi 3) Mengidentifikasi adanya
perubahan tekanan darah dan
Terapeutik frekuensi jantung sebelum dan
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi sesudah dilakukan mobilisasi.
dengan alat bantu (mis. Pagar 4) Mengetahui kecenderungan
tempat tidur) tingkat kesadaran dan potensial
2) Fasilitasi melakukan peningkatan tekanan darah.
pergerakan, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk Terapeutik
membantu pasien dalam 1) Membantu dalam peningkatan
meningkatkan mobilisasi aktifitas dengan menggunakan
alat bantu.
Edukasi 2) Meminimalkan atrofi otot,
1) Jelaskan tujuan dan prosedur meningkatkan sirkulasi,
mobilisasi mencegah terjadinya kontraktur.
2) Anjurkan melakukan mobilisasi 3) Dengan dukungan keluarga
dini pasien dapat melakukan
3) Ajarkan mobilisasi sederhana mobilisasi dengan aman.
yang harus dilakukan (mis.
Duduk di tempat tidur, duduk di Edukasi
sisi tempat tidur, pindah dari 1) Memberikan pemahaman
tempat tidur ke kursi) mengenai manfaat tindakan
yang didahulukan.
2) Meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi darah,
mencegah terjadinya kontraktur.
3) Membantu kembalis jaras saraf,
meningkatkan respon
propioseptif dan motorik.

4. Implementasi
Pelaksaan (Implementasi) adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Wahid, 2016:99)

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas, evaluasi hasil yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1) Bersihan jalan napas meningkat.
2) Status cairan membaik/ tidak terjadi hipovolemia.
3) Cuarh jantung meningkat.
4) Integritas kulit membaik.
5) Tingkat nyeri menurun.
6) Tidak terjadi infeksi/ derajat infeksi menurun.
7) Suhu tubuh berada dalam rentang normal.
8) Nutrisi pasien terpenuhi.
9) Mobilitas fisik meningkat
DAFTAR PUSTAKA
American Burn Association. 2013. Burn Incidence and Treatment in the United
States: 2013 Fact Sheet. Diakses pada tanggal 20 desember 2020 dari
http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php.
Arum RH, Satiawihardja B, Kusumaningrum HD. 2014. Aktivitas antibakteri
getah pepaya kering terhadap Staphylococcus aureus pada dangke.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. 25, No.1, 65-66. Diakses
pada tanggal 20 Desember 2020.
Doenges, Marilynn E.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.
Alih Bahasa: I Made Kriasa. Jakarta: EGC.
Edlich, R.F. 2015. Thermal Burns. Diakses pada tanggal 20 Desember 2020 dari
http://emedicine.medscape.com/article/1278244-overview.
Haberal M., Abali AES., Karayali H. 2010. Fluid Management in Major Burn
Injuries. Indian Journal of Plastic Surgency 2010: 43 (Suppl): S29-S36.
Diakses pada tanggal 20 Desember 2020.
Hamarno, Rudi. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan
Kegawatdaruratan & Manajemen Bencana. Jakarta: Kemenkes RI.
Hardisman. 2016. Konsep Luka Bakar dan Penangannya. Surabaya: UNY Press.
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.01.07/MENKES/555/2019. PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA LUKA BAKAR.
Jakarta. Diakses pada tanggal 21 Desember 2020 dari
KMK_No__HK_01_07-MENKES-555-
2019_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Tata_Laksana_Lu
ka_Bakar.pdf (kemkes.go.id).
M.Clevo Rendy, Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Penyakit Dalam Edisi 1. Yogyakarta: Nuha Medika.
Prasetyo, Agus., Kusman Ibrahim & Irman Somantri. 2014. Pengalaman Hidup
Pasien Dengan Luka Bakar. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad (JKA), Vol. VI,
No. 2, September 2014. Diakses pada tanggal 20 Desember 2020 dari
jka.stikesalirsyadclp.ac.id/index.php/jka/article/download/15/11.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Rahayuningsih, T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Jurnal
Profesi Volume 08/Februari-September 2012. Akper Poltekkes Bhakti
Mulia Sukoharjo. Diakses pada tanggal 20 Desember 2020.
Rohmah & Wahid. 2016. Proses Keperawatan Teori & Aplikasi. Yogyakarta: ar-
Ruzz Media.
Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta WA. 2014. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi ke 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pogja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pogja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tiwari, VK 2012. ‘Burn Wound: How it Differs from Other Wounds’. Indian
Jurnal of Plastic Surgery, vol. 45, pp. 364-373. Diakses pada tanggal 20
Desember 2020.
Wallace. 2017. Perhitungan Luas Luka Bakar dengan Metode Rule of Nines dan
Metode Lund and Browder. Jakarta: Trans Info Media.
World Health Organization. 2014. Burn. Diakses pada tanggal 20 Desember 2020
dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs365/en/.
Yovita, Safriani. 2016. Penanganan Luka Bakar. Diakses pada tanggal 20
Desember 2020 dari Microsoft Word - PENANGANAN LUKA
BAKAR.docx (acehprov.go.id).
PATHWAY
Panas, Kimia, Radiasi, Listrik

Luka Bakar

Kerusakan Jaringan

Respon inflamasi Gangguan


Hipertermi
sistemik Epidermis, Dermis Intergritas Kulit

Cedera Inhalasi Merangsang Saraf Kerusakan Kapiler Takut bergerak Port de entry
perifer mikroorganisme

Kerusakan mukosa Penguapan meningkat


Alarm nyeri Pergerakan terbatas
Resiko Infeksi
Oedema laring Permeabilitas meningkat
Gangguan
Nyeri Akut Mobilitas Fisik
Obstruksi jalan Ekstravasasi cairan
napas
Kebutuhan Oksigen
Cairan merembes ke Cairan intravaskuler meningkat
Bersihan Jalan interstisial menurun
Napas Tidak Efektif
Peningkatan metabolisme
Oedema Dehidrasi dan katabolisme

Penurunan Curah Penurunan volume darah Hipovolemia Defisit Nutrisi


Jantung yang bersirkulasi

Anda mungkin juga menyukai