OLEH
1
SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN)
ATRESIA ANI PADA BAYI
I. LATAR BELAKANG
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang sering dijumpai pada bayi
baru lahir di bidang bedah anak. Prevalensinya diperkirakan sekitar 1 dari 2000-
5000 kelahiran hidup. Sumber lain menyebutkan prevalensi atresia ani 3-5 kasus
dari 10.000 kelahiran.
Secara global atresia ani atau malformasi anorectal diperkirakan 1 dari
2.000-5.000 kelahiran hidup. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan sekitar 1,7.
Sekitar 60% malformasi anorektal merupakan bagian dari sindrom genetic atau
kelainan kongenital kompleks atau aberasi kromosom, sedangkan 40%nya
merupakan malformasi kongenital yang berdiri sendiri (Levitt (2007),
Gangopadhyay (2015), Zwink N (2011), Carter (2013), Gabriel (2017). Angka
kejadian atresia ani di dunia 1:5000 kelahiran hidup (Maryunani, 2014). Populasi
masyarakat Indonesia sebanyak 200 juta lebih, yang memiliki standar angka
2
kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir setiap tahun dengan penyakit atresia
ani sebanyak 1.400 kelahiran (Haryono, 2012).
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan ambriogenik. Pada kelainan bawaan anus
umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun
demikian pada agenesis anus, sfingter intern mungkin tidak memadai. Dalam
asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun
kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
Sampai sekarang atresia ani masih dalam perdebatan, baik mengenai
klasifikasi maupun penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba
mengklasifikasikan atresia ani serta memperkenalkan teknik operasi terbaik.
Klasifikasi Wingspread pada pasien atresia ani, yaitu atresia ani letak tinggi,
intermediet, dan rendah saat ini banyak ditinggalkan karena tidak mempunyai
aspek terapetik dan prognostik (Pena, 2001). Klasifikasi Pena yang membagi
atresia ani letak tinggi dan rendah lebih banyak dipakai karena mempunyai aspek
terapi. Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi sebagai tindakan bedah awal untuk diversi dan
dekompresi, pada tahap berikutnya dilakukan anoplasti. Prosedur
abdominoperineal pullthrough yang beberapa waktu lalu dikembangkan dengan
tujuan untuk memudahkan identifikasi dan melindungi otot levator, saat ini
banyak ditinggalkan karena menimbulkan komplikasi (Pena, 2001)
Sebagai profesi keperawatan, peran perawat dalam menangani kasus harus
dengan baik dan teliti agar tidak terjadi komplikasi. Bila tidak ditangani dengan
3
baik maka dapat menimbul komplikasi yang mambahayakan pada bayi,
komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain: Infek
sisaluran kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur
bedah). Komplikasi jangka panjang seperti Eversi mukosa anal, Stenosis (akibat
kontriksi jaringan perut di anastomosis), masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training, Inkontinensia (akibat stenosis awal atau
impaksi), Prolaps mukosa anorektal, Fistula kambuan (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi). (Caroline, E.J.2002).
Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90% didapatkan data kasus
atresia ani di Jawa Tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam
kurun waktu tahun 2007-2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien
dengan kasus atresia ani. Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita
atresia ani berkisar antara 5-25%. Penelitian dari berbagai daerah di indonesia
menunjukkan angka yang sangat bervariasi tergantung pada tingkat atresia ani di
tiap-tiap daerah (Soemoharjo, 2008). Beberapa orang tua tidak menyadari
kejanggalan mengenai atresia ani dan kurang memahami mengenai atresia ani.
Berdasarkan data-data diatas untuk menambah pengetahuan pada pasangan
usia subur dan ibu hamil mengenai atresia ani maka kami mengambil tema
penyuluhan mengenai atresia ani.
4
5. Menyebutkan komplikasi Atresia Ani.
6. Mengetahui perawatan dan pengobatan bayi dengan Atresia Ani.
IV. METODE
Adapun metode yang digunakan dalam penyuluhan ini yaitu:
1. Ceramah
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Simulasi.
V. MEDIA
Adapun media yang digunakan dalam penyuluhan ini yaitu:
1. Leaflet.
2. Power point.
3. Video interaktif mengenai Atresia Ani.
5
bahasan
4) Menyampaikan tujuan Menyimak
5) Melakukan apersepsi Menyimak
2 Isi 30 menit
Penyampaian materi tentang:
1) Pengertian Atresia Ani. Memperhatikan
2) Penyebab Atresia Ani. Memperhatikan
3) Tanda dan gejala Atresia Memperhatikan
Ani.
4) Klasifikasi Atresia Ani Memperhatikan
5) Komplikasi dari Atresia Memperhatikan
Ani.
6) Pengobatan dan Memperhatikan
Perawatan bayi dengan
Atresia Ani.
3 Penutup 15 menit
1) Diskusi Aktif bertanya
2) Evaluasi Memperhatikan
3) Kesimpulan Menjawab pertanyaan
4) Memberikan salam Menjawab salam
penutup
6
3. Faslitator : Ni Luh Ayu Yustikarini (209012413)
Tugas :
1) Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegiatan
2) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir
3) Membuat absensi penyuluhan
4) Membagikan leaflet
4. Observer : I Komang Krisna (209012412)
Tugas :
1) Mengamati hasil penyuluhan tentang atresia ani
2) Mencatat hasil pelaksanaan penyuluhan
3) Membuat laporan hasil penyuluhan yang telah dilaksanakan
7
Keterangan:
: Papan Tulis
: Penyaji
: Operator
: Observer
: Peserta penyuluhan
: Fasilitator
VIII. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1) Pemberitahuan pada peserta bahwa akan dilakukan penyuluhan
tentang peningkatan pengetahuan mengenai atresia ani 1 hari
sebelumnya.
2) Materi penyuluhan sudah tersedia.
3) Media penyuluhan sudah tersedia.
4) Preplanning dikonsulkan ke pembimbing 1 hari sebelum
penyuluhan.
5) Tempat penyuluhan di ruang aula arjuna 1.
2. Evaluasi Proses
1) Pasangan usia subur dan ibu hamil kooperatif selama dilakukan
penyuluhan.
2) Penyuluhan dilakukan sesuai materi dan waktu yang telah
ditetapkan.
3) Mahasisiwa bertugas sesuai perannya.
4) Pasangan usia subur dan ibu hamil aktif dalam diskusi atau tanya
jawab.
5) Pasangan usia subur dan ibu hamil yang mengikuti penyuluhan
diharapkan hadir 80%.
8
3. Evaluasi Hasil
1) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan
pengertian Atresia Ani.
2) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 4
penyebab Atresia Ani.
3) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 7 dari 11
tanda dan gejala Atresia Ani yang diberikan penyuluh.
4) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 5 dari 10
komplikasi dari Atresia Ani.
5) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 4 dari 5
cara perawatan bayi dengan Atresia Ani.
6) Pasangan usia subur dan ibu hamil mengetahui cara pengobatan
Atresia Ani.,
9
REFERENSI
Adriana. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru: FKUNRI.
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem
Pencernaan. Yogyakarta: Goysen Publishing.
Maryunani, Anik. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah.
Jakarta: In Medika.
Ngastiyah. 2011. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sinta, Lusiana El., Feni Andriani., DKK. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
pada Neonatus, Bayi dan Balita. Edisi Pertama. Sidoarjo: Indomedia
Pustaka.
Wong, L. Donna. 2013. Buku Ajar Keperwatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Yuliastati & Amelia Arnis. 2016. “Modul Keperawatan Anak”. Edisi 1. Jakarta:
Kemenkes RI.
10
Lampiran Materi Penyuluhan
Pengobatan Dhysminorrhea dengan Terapi Minuman Kunyit Asam
11
C. Tanda dan Gejala Dhysminorrhea
Menurut Ngastiyah (2011), gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani
atau anus, imperforate tejadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala ini dapat berupa
yaitu:
1. Perut kembung.
2. Tidak bisa buang air besar.
3. Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium
(mengeluarkan tinja yang menyerupai pita).
4. Perut membuncit.
5. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
6. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
7. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
12
rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, dan rektovestibular
fistula.
13
biasa disebut stoma. Setelah pembedahan pertama, dalam kurun tiga
bulan akan segera dilakukan pembedahan kedua jika hasil evalusi
menunjukkan hasil yang baik. Pada pembedahan kedua ini akan
dilakukan pembuatan anus untuk bayi. Apabila setelah pembedahan
kedua tidak terjadi penyempitan pada anus yang sudah dibuat, maka
langkah selanjutnya adalah menutup stoma dan mengembalikan ke dalam
perut bayi sebagaimana mestinya.
3. Pembuatan stoma pada bayi dengan atresia ani difungsikan untuk
pengalihan saluran pembuangan sementara untuk mengeluarkan
urine/feses. Pada umumnya, stoma akan dibuat di sebelah kiri perut bayi.
Adapun cara perawatan stoma yaitu:
1) Menjaga kebersihan stoma dengan menggunakan air hangat atau
NaCl bila sedang berada di rumah sakit.
2) Kantung pembuangan harus diganti secara berkala.
3) Jangan sampai kantung terlalu penuh atau bahkan sampai bocor.
4) Memilih kantung pembuangan dengan kualitas baik dapat
meminimalisir adanya iritasi.
4. Keadaan anak menggunakan stoma sebagai saluran pembuangannya
terdapat kemungkinan jika anak akan mengalami prolaps. Prolaps
merupakan usus yang menjadi saluran pembuangan pada stoma
mengalami penambahan ukuran (memanjang), dimana idealnya hanya 1-
2 cm di atas permukaan kulit.
5. Jika usus sudah mulai memanjang segera posisikan anak dalam keadaan
berbaring terlentang lalu kompreslah usus tersebut dengan air dingin agar
bisa kembali seperti semula. Bila sudah dikompres tapi tidak ada
perubahan segeralah berkonsultasi dengan dokter.
14