Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) MENGENAI

ATRESIA ANI PADA BAYI

OLEH

PUTU MAS PRAMITA KANIA DEWI


209012411
KELOMPOK 9

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020

1
SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN)
ATRESIA ANI PADA BAYI

Pokok Bahasan : Atresia Ani


Sub Pokok Bahasan : Peningkatan pengetahuan mengenai atresia ani pada bayi
Sasaran :
1) Pasangan Usia Subur dan Ibu Hamil
2) Berjumlah 15 orang
3) Peserta kooperatif
4) Kesadaran komposmentis
Hari/tanggal : 05 November 2020
Waktu : 09.00 s.d 10.00 WITA
Tempat/Ruangan : Ruang Aula Arjuna 1

I. LATAR BELAKANG
Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak
sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL
(Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Faradilla, 2009).
Atresia ani merupakan kelainan kongenital yang sering dijumpai pada bayi
baru lahir di bidang bedah anak. Prevalensinya diperkirakan sekitar 1 dari 2000-
5000 kelahiran hidup. Sumber lain menyebutkan prevalensi atresia ani 3-5 kasus
dari 10.000 kelahiran.
Secara global atresia ani atau malformasi anorectal diperkirakan 1 dari
2.000-5.000 kelahiran hidup. Rasio laki-laki dibandingkan perempuan sekitar 1,7.
Sekitar 60% malformasi anorektal merupakan bagian dari sindrom genetic atau
kelainan kongenital kompleks atau aberasi kromosom, sedangkan 40%nya
merupakan malformasi kongenital yang berdiri sendiri (Levitt (2007),
Gangopadhyay (2015), Zwink N (2011), Carter (2013), Gabriel (2017). Angka
kejadian atresia ani di dunia 1:5000 kelahiran hidup (Maryunani, 2014). Populasi
masyarakat Indonesia sebanyak 200 juta lebih, yang memiliki standar angka

2
kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir setiap tahun dengan penyakit atresia
ani sebanyak 1.400 kelahiran (Haryono, 2012).
Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan
pembentukan anus dari tonjolan ambriogenik. Pada kelainan bawaan anus
umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun
demikian pada agenesis anus, sfingter intern mungkin tidak memadai. Dalam
asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat kongenital pada
anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena
terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun
kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat bayi
dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
Sampai sekarang atresia ani masih dalam perdebatan, baik mengenai
klasifikasi maupun penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba
mengklasifikasikan atresia ani serta memperkenalkan teknik operasi terbaik.
Klasifikasi Wingspread pada pasien atresia ani, yaitu atresia ani letak tinggi,
intermediet, dan rendah saat ini banyak ditinggalkan karena tidak mempunyai
aspek terapetik dan prognostik (Pena, 2001). Klasifikasi Pena yang membagi
atresia ani letak tinggi dan rendah lebih banyak dipakai karena mempunyai aspek
terapi. Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak
tinggi harus dilakukan kolostomi sebagai tindakan bedah awal untuk diversi dan
dekompresi, pada tahap berikutnya dilakukan anoplasti. Prosedur
abdominoperineal pullthrough yang beberapa waktu lalu dikembangkan dengan
tujuan untuk memudahkan identifikasi dan melindungi otot levator, saat ini
banyak ditinggalkan karena menimbulkan komplikasi (Pena, 2001)
Sebagai profesi keperawatan, peran perawat dalam menangani kasus harus
dengan baik dan teliti agar tidak terjadi komplikasi. Bila tidak ditangani dengan

3
baik maka dapat menimbul komplikasi yang mambahayakan pada bayi,
komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain: Infek
sisaluran kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur
bedah). Komplikasi jangka panjang seperti Eversi mukosa anal, Stenosis (akibat
kontriksi jaringan perut di anastomosis), masalah atau kelambatan yang
berhubungan dengan toilet training, Inkontinensia (akibat stenosis awal atau
impaksi), Prolaps mukosa anorektal, Fistula kambuan (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi). (Caroline, E.J.2002).
Angka kejadian kasus di Indonesia sekitar 90% didapatkan data kasus
atresia ani di Jawa Tengah, khususnya di Semarang yaitu sekitar 50% dalam
kurun waktu tahun 2007-2009, di RS Dr. Kariadi Semarang terdapat 20% pasien
dengan kasus atresia ani. Dari berbagai penelitian yang ada frekuensi penderita
atresia ani berkisar antara 5-25%. Penelitian dari berbagai daerah di indonesia
menunjukkan angka yang sangat bervariasi tergantung pada tingkat atresia ani di
tiap-tiap daerah (Soemoharjo, 2008). Beberapa orang tua tidak menyadari
kejanggalan mengenai atresia ani dan kurang memahami mengenai atresia ani.
Berdasarkan data-data diatas untuk menambah pengetahuan pada pasangan
usia subur dan ibu hamil mengenai atresia ani maka kami mengambil tema
penyuluhan mengenai atresia ani.

II. TUJUAN UMUM


Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 1 x 60 menit, pasangan usia
subur dan ibu hamil dapat mengetahui, memahami, dan melakukan
pencegahan mengenai atresia ani yang terjadi pada bayi.

III. TUJUAN KHUSUS


Setelah mengikuti penyuluhan selama 60 menit pasangan usia subur dan ibu
hamil dapat:
1. Menyebutkan pengertian Atresia Ani
2. Menyebutkan penyebab Atresia Ani
3. Menyebutkan tanda dan gejala Atresia Ani.
4. Menyebutkan klasifikasi Atresia Ani.

4
5. Menyebutkan komplikasi Atresia Ani.
6. Mengetahui perawatan dan pengobatan bayi dengan Atresia Ani.

IV. METODE
Adapun metode yang digunakan dalam penyuluhan ini yaitu:
1. Ceramah
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Simulasi.

V. MEDIA
Adapun media yang digunakan dalam penyuluhan ini yaitu:
1. Leaflet.
2. Power point.
3. Video interaktif mengenai Atresia Ani.

VI. ISI MATERI (MATERI LENGKAP TERLAMPIR)


Adapun isi materi yang tercantum dalam penyajian penyuluhan ini yaitu:
1. Pengertian Atresia Ani.
2. Penyebab Atresia Ani.
3. Tanda dan gejala Atresia Ani.
4. Klasifikasi dari Atresia Ani.
5. Komplikasi dari Atresia Ani.
6. Pengobatan dan perawatan bayi dengan Atresia Ani.

V. PROSES PELAKSANAAN (DALAM TABLE)

No Kegiatan Respon Waktu


Pasien/Keluarga
1 Pendahuluan 5 menit
1) Memberi salam Menjawab salam
2) Memperkenalkan Menyimak
kelompok penyuluh
3) Menyampaikan pokok Menyimak

5
bahasan
4) Menyampaikan tujuan Menyimak
5) Melakukan apersepsi Menyimak
2 Isi 30 menit
Penyampaian materi tentang:
1) Pengertian Atresia Ani. Memperhatikan
2) Penyebab Atresia Ani. Memperhatikan
3) Tanda dan gejala Atresia Memperhatikan
Ani.
4) Klasifikasi Atresia Ani Memperhatikan
5) Komplikasi dari Atresia Memperhatikan
Ani.
6) Pengobatan dan Memperhatikan
Perawatan bayi dengan
Atresia Ani.
3 Penutup 15 menit
1) Diskusi Aktif bertanya
2) Evaluasi Memperhatikan
3) Kesimpulan Menjawab pertanyaan
4) Memberikan salam Menjawab salam
penutup

VI. PEMBAGIAN KELOMPOK


Adapun pembagian kelompok pada penyuluhan ini yaitu:
1. Ketua : Putu Mas Pramita Kania Dewi (209012411)
Tugas :
1) Menyampaikan materi penyuluhan tentang atresia ani
2. Pemandu : Ni Putu Mawi Sugiartini (209012499)
Tugas :
1) Membuka acara.
2) Memperkenalkan mahasiswa.
3) Menjelaskan tujuan dan topik yang disampaikan.
4) Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi

6
3. Faslitator : Ni Luh Ayu Yustikarini (209012413)
Tugas :
1) Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegiatan
2) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir
3) Membuat absensi penyuluhan
4) Membagikan leaflet
4. Observer : I Komang Krisna (209012412)
Tugas :
1) Mengamati hasil penyuluhan tentang atresia ani
2) Mencatat hasil pelaksanaan penyuluhan
3) Membuat laporan hasil penyuluhan yang telah dilaksanakan

VII. SETTING TEMPAT


Berdiri di depan kelas seperti guru yang mengajar siswanya.

7
Keterangan:

: Papan Tulis

: Penyaji

: Operator

: Observer

: Peserta penyuluhan

: Fasilitator

VIII. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1) Pemberitahuan pada peserta bahwa akan dilakukan penyuluhan
tentang peningkatan pengetahuan mengenai atresia ani 1 hari
sebelumnya.
2) Materi penyuluhan sudah tersedia.
3) Media penyuluhan sudah tersedia.
4) Preplanning dikonsulkan ke pembimbing 1 hari sebelum
penyuluhan.
5) Tempat penyuluhan di ruang aula arjuna 1.
2. Evaluasi Proses
1) Pasangan usia subur dan ibu hamil kooperatif selama dilakukan
penyuluhan.
2) Penyuluhan dilakukan sesuai materi  dan waktu yang telah
ditetapkan.
3) Mahasisiwa bertugas sesuai perannya.
4) Pasangan usia subur dan ibu hamil aktif dalam diskusi atau tanya
jawab.
5) Pasangan usia subur dan ibu hamil yang mengikuti penyuluhan
diharapkan hadir 80%.

8
3. Evaluasi Hasil
1) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan
pengertian Atresia Ani.
2) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 4
penyebab Atresia Ani.
3) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 7 dari 11
tanda dan gejala Atresia Ani yang diberikan penyuluh.
4) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 5 dari 10
komplikasi dari Atresia Ani.
5) Pasangan usia subur dan ibu hamil mampu menyebutkan 4 dari 5
cara perawatan bayi dengan Atresia Ani.
6) Pasangan usia subur dan ibu hamil mengetahui cara pengobatan
Atresia Ani.,

9
REFERENSI
Adriana. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Betz, Sowden, 2012. Buku Saku Keperawatan Pedriatri. Jakarta: EGC.

Betz, Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru: FKUNRI.
Haryono, Rudi. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Kelainan Bawaan Sistem
Pencernaan. Yogyakarta: Goysen Publishing.
Maryunani, Anik. 2014. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita & Anak Pra-Sekolah.
Jakarta: In Medika.
Ngastiyah. 2011. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Sinta, Lusiana El., Feni Andriani., DKK. 2019. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
pada Neonatus, Bayi dan Balita. Edisi Pertama. Sidoarjo: Indomedia
Pustaka.
Wong, L. Donna. 2013. Buku Ajar Keperwatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Yuliastati & Amelia Arnis. 2016. “Modul Keperawatan Anak”. Edisi 1. Jakarta:
Kemenkes RI.

10
Lampiran Materi Penyuluhan
Pengobatan Dhysminorrhea dengan Terapi Minuman Kunyit Asam

A. Definisi Atresia Ani


Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang
atau saluran anus (Donna L. Wong, 2013). Biasanya anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2011).

B. Penyebab Atresia Ani


Penyebab terjadinya atresia ani yaitu:
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun angka
kejadian atresia ani di dunia 1:5000 kelahiran hidup (Maryunani, 2014). Ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh:
1) Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena
gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang anus.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12
minggu atau 3 bulan.
4) Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter
internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih
jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab
atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier
penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi
carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi
yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani
(Purwanto, 2001).

11
C. Tanda dan Gejala Dhysminorrhea
Menurut Ngastiyah (2011), gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani
atau anus, imperforate tejadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala ini dapat berupa
yaitu:
1. Perut kembung.
2. Tidak bisa buang air besar.
3. Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium
(mengeluarkan tinja yang menyerupai pita).
4. Perut membuncit.
5. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
6. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
7. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

D. Jenis Atresia Ani


Adapun jenis atresia ani secara umum yaitu:
1. Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan Translevator)
Ciri-cirinya adalah rektum turun sampai ke otot puborektal, spingter ani
eksternal dan internal berkembang sempurna dengan fungsi yang normal,
rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak kulit dan rektum
paling jauh 2 cm. Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah anal
stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (untuk laki-laki fistula
ke perineum, skrotum atau permukaan penis, dan untuk perempuan
anterior ektopik anus atau anocutaneus fistula merupakan fistula ke
perineal, vestibular atau vaginal).
2. Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate Anomaly)
Ciri-cirinya adalah ujung rektum mencapai tingkat muskulus Levator ani
tetapi tidak menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal sampai
1 cm atau tepat di otot puborektal, ada lesung anal dan sfingter eksternal.
Tipe kelainan intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa
rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula kecil dari kantong rektal ke
bulbar), dan anal agenesis tanpa fistula. Sedangkan untuk perempuan bisa

12
rektovagional fistula, analgenesis tanpa fistula, dan rektovestibular
fistula.

3. Kelainan Tinggi (High Anomaly/Kelainan Supralevator).


Kelainan tinggi mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada
anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu rektum buntu tidak ada
hubungan dengan saluran urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum
berakhir diatas muskulus puborektal dan muskulus levator ani, tidak ada
sfingter internal. Perempuan ada anorektal agenesis dengan fistula
vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan vagina posterior. Pada laki
dan perempuan biasanya rectal atresia.

E. Komplikasi Atresia Ani


Adapun komplikasi yang muncul pada penderita atresia ani yaitu:
1) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2) Obstruksi intestinal.
3) Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4) Komplikasi jangka panjang :
(1) Eversi mukosa anal.
(2) Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
(3) Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
(4) Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
(5) Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.

F. Pengobatan dan Perawatan Bayi dengan Atresia Ani


Pada bayi dengan atresia ani membutuhkan perawatan ekstra dan khusus
dalam merawat dan mengobatinya, Adapun pengobatan yang dilakukan yaitu:
1. Atresia ani pendek dapat dilakukan pembedahan satu tahap jika kondisi
bayi telah dinyatakan baik sehingga bayi akan langsung dibuatkan
saluran pembuangan/anus.
2. Atresia ani tipe sedang dan tinggi diperlukan tiga tahap pembedahan.
Pada tahap pertama bayi akan dibuatkan anus sementara di perut yang

13
biasa disebut stoma. Setelah pembedahan pertama, dalam kurun tiga
bulan akan segera dilakukan pembedahan kedua jika hasil evalusi
menunjukkan hasil yang baik. Pada pembedahan kedua ini akan
dilakukan pembuatan anus untuk bayi. Apabila setelah pembedahan
kedua tidak terjadi penyempitan pada anus yang sudah dibuat, maka
langkah selanjutnya adalah menutup stoma dan mengembalikan ke dalam
perut bayi sebagaimana mestinya.
3. Pembuatan stoma pada bayi dengan atresia ani difungsikan untuk
pengalihan saluran pembuangan sementara untuk mengeluarkan
urine/feses. Pada umumnya, stoma akan dibuat di sebelah kiri perut bayi.
Adapun cara perawatan stoma yaitu:
1) Menjaga kebersihan stoma dengan menggunakan air hangat atau
NaCl bila sedang berada di rumah sakit.
2) Kantung pembuangan harus diganti secara berkala.
3) Jangan sampai kantung terlalu penuh atau bahkan sampai bocor.
4) Memilih kantung pembuangan dengan kualitas baik dapat
meminimalisir adanya iritasi.
4. Keadaan anak menggunakan stoma sebagai saluran pembuangannya
terdapat kemungkinan jika anak akan mengalami prolaps. Prolaps
merupakan usus yang menjadi saluran pembuangan pada stoma
mengalami penambahan ukuran (memanjang), dimana idealnya hanya 1-
2 cm di atas permukaan kulit.
5. Jika usus sudah mulai memanjang segera posisikan anak dalam keadaan
berbaring terlentang lalu kompreslah usus tersebut dengan air dingin agar
bisa kembali seperti semula. Bila sudah dikompres tapi tidak ada
perubahan segeralah berkonsultasi dengan dokter.

14

Anda mungkin juga menyukai