Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL TERAPI BERMAIN MENGGAMBAR PADA

ANAK USIA 7 TAHUN

OLEH
PUTU MAS PRAMITA KANIA DEWI
209012411
KELOMPOK 9

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020

1
PROPOSAL TERAPI BERMAIN MENGGAMBAR PADA ANAK USIA 7 TAHUN
DI RUANG KASWARI RSUD WANGAYA KOTA DENPASAR

Topik : Terapi Bermain


Sub Topik : Terapi bermain menggambar dengan kelompok
Sasaran :
1. Anak usia sekolah (7 Tahun).
2. Jumlah peserta + 3 orang anak dan didampingi orang tua.
3. Anak dengan kesadaran composmentis.
4. Keadaan umum anak sudah membaik.
5. Anak tidak ada kontraindikasi dari aspek medis.
6. Anak dapat duduk
7. Anak kooperatif.
Tempat : Ruang Kaswari RSUD Wangaya Kota Denpasar
Waktu :
1. Hari/tanggal : Senin, 02 November 2020
2. Waktu/Durasi :10.00-10.35 Wita

A. LATAR BELAKANG
Perawatan di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan hal
baru: lingkungan baru, orang-orang asing, kebiasaan baru, dan kegiatan baru.
Selain itu beberapa kondisi juga menyebabkan ketidaknyamanan, antara lain:
nyeri dan perlukaan, pembatasan aktifitas, menjalankan program terapi yang
traumatik. Situasi ini mengharuskan perawat mampu melakukan pengkajian
yang spesifik sebagai dampak hospitalisasi. Diagnosis keperawatan yang
diidentifikasi juga seharusnya mampu mendiskripsikan dengan teliti seluruh
respon yang terjadi selama proses adaptasi hospitalisasi.
Beberapa tindakan telah banyak direkomendasikan untuk meminimalkan
dampak hospitalisasi, namun sampai saat ini yang paling banyak digunakan
dan diyakinin paling efektif adalah dengan terapi bermain. Pada saat bermain
anak memiliki kesempatan untuk “memainkan” perasaan dan
permasalahannya, anak merasa menjadi orang yang paling penting, mengatur

2
situasi dan dirinya, tidak ada kritikan. Situasi seperti ini sangat kondusif
untuk anak yang sedang mengalami kecemasan, sehingga rasa amannya
terpenuhi. Aktivitas bermain memerlukan energi, walaupun demikian, bukan
berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Pada saat anak sakit
ia akan mengalami stres yang diakibatkan oleh nyeri, perlukaan, perpisahan
dengan kelompok, pembatasan aktivitas, dan lingkungan yang asing.
Berbagai dampak negatif saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit dapat
terjadi, antara lain: anak akan kehilangan kontrol, rewel, menangis, tidak
kooperatif dan bahkan dapat terjadi kemunduran tahap perkembangan
(regresi). Dampak negatif ini dapat diminimalkan atau bahkan dapat dicegah
melalui upaya mempertahankan fasilitasi pertumbuhan dan perkembangan
anak dengan aktifitas bermain (Supartini, 2004).
Program terapi bermain di beberapa rumah sakit sudah mulai
dikembangkan walaupun pelaksanaannya masih terbatas pada mahasiswa
yang sedang melakukan praktek klinik. Sedangkan di RS yang besar, ruangan
khusus bermain sudah disediakan, programnya sudah ada, dan
pelaksanaannya sudah berjalan secara rutin.
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional,
dan sosial. Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak-anak akan berkomunikasi, belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, dan melakukan apa yang dapat dilakukannya (Whaley dan Wong,
2009). Dengan terapi bermain diharapkan mampu menghilangkan Batasan,
hambatan dalam diri, stress, frustasi, serta mempunyai masalah emosi dengan
tujuan mengubah tingkah laku yang diharapkan dan anak yang sering diajak
bermain akan lebih kooperatif dan mudah diajak Kerjasama saat perawatan.
Bermain juga menjadi media terapi yang baik bagi anak-anak untuk
mengembangkan potensi kreativitas dari anak-anak itu sendiri (Yusuf dkk,
2013).
Salah satu terapi bermain yang mudah dilakukan dirumah sakit yaitu
terapi bermain menggambar. Menggambar merupakan kegiatan yang
menyenangkan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran ke dalam bentuk
simbol. Menggambar tidak hanya digunakan untuk mengasah keterampilan

3
motorik halus mengembangkan imajinasi dan kreativitas, namun dapat juga
digunakan sebagai bentuk terapi. Terapi menggambar berkembang untuk
membantu anak yang tidak dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan
melalui kata-kata. Gambar dapat memberikan makna jika dihubungkan
dengan anak-anak yang terluka, mengasingkan diri, kecewa, dan tidak dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaan kepada orang lain (Sri Esti Wuryani,
2005: 363-364). Terapi menggambar mengajak individu mengenali kejadian
atau hal yang selama ini disukai atau tidak disukai. Melalui terapi
menggambar, hal-hal yang ditekan dalam alam bawah sadar dapat diangkat ke
alam sadar.
Terapi menggambar adalah terapi yang diberikan dengan meminta anak
mengekspresikan pikiran dan perasaan yang dialmai dalam bentuk gambar.
Anakanak yang berkelahi dengan anak lain mungkin dapat mengekspresikan
kemarahan, kebencian, atau penolakan melalui gambar (Sri Esti Wuryani,
2005: 384). Terapi menggambar dirancang untuk membantu individu
mengenali suara dalam alam bawah sadar, mendorong untuk menyembuhkan
jiwa melalui terapi menggambar, mereduksi pikiran dan perasaan negatif
(Snyder, dalam Sri Esti Wuryani, 2005).
Anak dapat diminta menggambar apa yang sedang dipikirkannya,
sehingga terapis dapat memperoleh gambaran secara visual apa yang sedang
dialami dan dibutuhkan anak. Gambar merupakan media komunikasi untuk
mengungkapkan apa yang diharapkan anak. Melalui gambar, anak dapat
membebaskan perasaan, mengungkapkan permasalahan atau konflik,
mengekspresikan pikiran dan perasaan yang barangkali belum mampu
diungkapkan secara verbal.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai terapi menggambar efektif
membantu mengurangi kecemasan pada anak dengan hospitalisasi yaitu
penelitian yang dilakukan oleh Aida Rusmariana (2013) yang menyatakan
bahwa terapi bermain yang tidak banyak mengeluarkan energi seperti terapi
bermain aktif menggambar bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan fisik
dan psikososial anak selama hospitalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan terapi bermain menggambar terhadap kecemasan

4
anak usia pra sekolah akibat hospitalisasi. Penelitian ini dilakukan di ruang
Flamboyan RSUD Batang Kabupaten Batang. Desain penelitian ini
menggunakan descriptive cross-sectional study yaitu penelitian yang
dilakukan secara cross-sectional (satu titik waktu tertentu pada populasi atau
penelitian pada sampel yang merupakan bagian dari populasi. Jumlah sample
pada penelitian ini 15 responden dan menggunakan teknik secara purposive
sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan terapi
bermain aktif menggambar mengalami penurunan, yaitu skor kecemasan The
OSBD sebelum diberikan terapi bermain aktif menggambar paling rendah 7
dan paling tinggi 16 dan setelah dilakukan terapi bermain aktif menggambar
mengalami penurunan yaitu skor kecemasan The OSBD paling rendah 0 dan
paling tinggi 9.
Berdasarkan hal tersebut maka dari itu kami memilih terapi bermain
menggambar dilakukan untuk membantu anak yang mengalami dampak
hospilasisasi, selain alat yang digunakan mudah didapatkan dan aman, proses
bermainnya pun mudah dilakukan sehingga anak tidak mengeluarkan energi
yang berlebihan untuk bermain dan tidak memperburuk keadaannya.

B. TUJUAN UMUM
Setelah dilakukan terapi bermain menggambar diharapkan pasien mampu
mengurangi kejenuhan hospitalisasi.

C. TUJUAN KHUSUS
Setelah dilakukan terapi bermain menggambar selama 1 x 35 menit
diharapkan anak dapat:
1. Mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar (pasien lain dan
perawat).
2. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan dalam memecahkan
masalah.
3. Mengurangi kejenuhan selama dirawat dirumah sakit.
4. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya
melalui gambar yang dibuat.

5
D. PERENCANAAN
1. Jenis Program Bermain
Menggambar merupakan kegiatan yang menyenangkan, bukan hanya
bagi anak-anak tapi juga bagi orang dewasa pada umumnya. Sejak
prasejarah, manusia mulai mengenal gambar. Mereka memahat atau
melukis di dinding gua untuk mengekspresikan apa yang tidak bisa
mereka katakan, dengan harapan dapat dimengerti oleh orang lain.
Kemampuan menggambar merupakan perwujudan adanya impuls kreatif,
yang merupakan hasil keturunan pada semua manusia (Kellog dalam
Djiwandono, 2005). Impuls kreatif adalah kebutuhan dasar manusia yang
dapat diekspresikan dalam banyak bentuk seni, seperti menulis,
memahat, melukis, membuat syair, menari dan musik.
Menggambar adalah kegiatan yang dapat dilakukan dengan rileks
dan menyenangkan bagi anak-anak dalam mengekspresikan perasaan,
pikiran, kreativitas dan keunikan mereka. Menggambar merupakan jalan
keluar bagi anak-anak dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan
positif dan negatif tentang diri merekan sendiri, keluarga dan dunia
mereka. Penghargaan terhadap imajinasi kreatif anak melalui kegiatan
menggambar, dapat menumbuhkan perasaan menghargai diri sendiri.
Terapi menggambar merupakan salah satu bentuk intervensi yang
menggunakan teknik menggambar untuk membantu anak dalam
mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara nonverbal.
Malchiodi (2001) menyatakan bahwa menggambar merupakan
bentuk komunikasi anak untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran
mereka, yang sifatnya tidak mengancam dan memberikan rasa aman
dibandingkan komunikasi verbal. Selain itu, menggambar juga
merupakan metode yang sangat bermanfaat dalam mengatasi trauma,
karena merupakan metode yang berbasis sensory, yang dapat membantu
mengungkapkan diri dan mengatasi krisis.
Anak dapat mengekspresikan perasaannya dengan cara menggambar,
ini berarti menggambar bagi anak merupakan suatu cara untuk

6
berkomunikasi tanpa menggunakan kata-kata (Suparto, 2003, dalam Paat,
2010). Kramer (Sri Esti Wuryani, 2005: 366) juga menjelaskan bahwa
proses mengambar dan hasilnya dapat membantu individu membebaskan
konflik, mengalami kembali suatu kejadian, menyalurkan kembali
melalui sublimasi, dan menyelesaikan masalah. Saat anak menggambar
berarti anak mengkomunikasikan pikiran dan perasaan, menyelesaikan
konflik dengan aman tanpa merasa terancam, membantu memberika
gambaran bagaimana anak memandang dirinya atau peran atau posisinya
dalam keluarga, membantu mengerti, mengkomunikasikan tentang
masalah keluarga (Handler, dalam Sri Esti Wuryani,2005: 384).
Selain itu menggambar juga dapat membantu anak mengekspresikan
kemarahan, kebencian, penolakan, frustasi dan kemarahan dengan cara
yang aman, membebaskan anak dari perasaan terluka karena penyiksaan,
mudah meledak-ledak karena marah dan tersinggung, membebaskan
anak dari rasa malu, dan menghalangi anak yang suka mengasingkan diri
(Djiwandono, 2005: 365). Adapun tema yang dipilih untuk menggambar
seperti acara favoritku, kejadian yang menakutkan, peristiwa yang baru
saja dialami, perasaan hari ini, harapan, dan sebagainya.

2. Karakteristik Bermain
Bermain pada masa anak- anak mempunyai karakteristik tertentu
yang membedakannya dari permainan orang dewasa, Menurut Hurlock
(1995: 322- 326) karakteristik permainan pada masa anak- anak adalah
sebagai berikut:
1) Bermain dipenguhi tradisi
Anak kecil menirukan permainan anak yang lebih besar, yang
menirukan dari generasi anak sebelumnya. Jadi dalam setiap
kebudayaan, satu generasi menurunkan bentuk permainan yang
paling memuaskan kegenerasi selanjutnya.
2) Bermain mengikuti pola yang dapat diramalkan
Sejak masa bayi hingga masa pematangan, beberapa permainan
tertentu populer pada suatu tingkat usia dan tidak pada usia lain,

7
tanpa mempersoalkan lingkungan, bangsa, status sosial ekonomi dan
jenis kelamin. Kegiatan bermain ini sangat populer secara universal
dan dapat dirmalkan sehingga merupakan hal yang lazim untuk
membagi masa tahun kanak-kanak kedalam tahapan yang lebih
spesifik. Berbagai macam permainan juga mengikuti pola yang dapat
diramalkan. Misal, permainan balok kayu dilaporkan melalui empat
tahapan. Pertama, anak lebih banyak memegang, menjelajah,
membawa balok dan menumpuknya dalam bentuk tidak teratur,
kedua membangun deretan dan Menara, ketiga mengambangakan
teknik untuk membangun rancanganyang lebih rumit, keempat
mendramatisir dan menghasilkan bentuk yang sebenarnya.
3) Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia
Ragam kegiatan permainan yang dilakukan anak-anak secara
bertahap berkurang dengan bertambahnya usia. Penurunan ini
disebabkan oleh sejumlah alasan. Anak yang lebih besar kurang
memiliki waktu untuk bermain dan mereka ingin menghabiskan
waktunya dengan cara menimbulkan kesenangan terbesar. Dengan
meningkatnya lingkungan perhatian, mereka dapat memusatkan
perhatiannya pada kegiatan bermain yang lebih panjangktumbang
melompat dari satu permainan kepermainan lain seperti yang
dilakukan seperti usia yang lebih muda. Anakanak meinggalkannya
dengan alasan karena telah bosan atau menganggapnya kekanak-
kanakan.
4) Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia
Dengan bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permaianan
anak-anak menjadi lebih sosial. Pada saat anak-anak mencapai usia
sekolah, kebanyakan mainan mereka adalah sosial, sseperti yang ada
dalam kegiatan bermain kerja sama, tetapi hal ini dilakukan apabila
mereka telah memiliki kelompok dan bersamaan dengan itu, timbul
kesempatan untuk belajar berteman dengan cara sosial.
5) Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia

8
Pada fase prasekoah, anak menganggap semua anggota kelompok
sebagai teman bermain, setelah menjadi anggota gang, semua
beruabah. Mereka ingin bermain dengan kelompok kecilnya itu
dimana anggotanya memiliki perhatian yang sama dan permianannya
menimbulkan kepuasan tertentu bagi mereka.
6) Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin
Anak laki-laki tidak saja menghindari teman bermain perempuan
pada saat mereka masuk sekolah, tetapi juga menjauhkan diri dari
semua kegiatan bermain yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.
7) Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi
formal
Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Mereka bermain
kapan saja dan dengan mainan apa saja yang mereka sukai, tanpa
memperhattikan tempat dan waktu. Mereka tidak membutuhkan
peralatan atau pakaian khusus untuk bermain. Secara bertahap
menjadi semakin formal.
8) Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia
Perhatian anak dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya
selama masa puber awal. Anak-anak tidak saja menarik diri untuk
bermain aktif, tetapi juga menghabiskan sedikit waktunya untuk
membaca, bermain dirumah atau menonton televisi. Kebanyakan
waktunya dihabiskan dengan melamun - suatu bentuk bermain yang
tidak membutuhkan tenaga banyak. i) Bermain dapat diramalkan dari
penyesuaian anak Jenis permainan, variasi kegiatan bermain, dan
jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain secara keseluruhan
merupakan petunjuk penyesuaian pribadi dan sosial anak.
9) Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak
Walau semua anak melalui tahapan bermain yang serupa dan dapat
diramalkan, tidak semua anak bermaian dengan cara yang sama pada
usia yang sama. Variasi permainan anak dapat ditelusuri pada
sejumlah faktor.

9
Kegiatan bermain harus diprogram dengan baik di rumah sakit. Pada
beberapa negara maju kegiatan bermain pada anak di rumah sakit
dikoordinir oleh nurse play spesialist, yaitu perawat yang mempunyai
kompetensi khusus dalam melaksanakan program bermain, yang bekerja
sama secara kolaboratif dengan perawat dan dokter anak di ruang rawat
inap.
Prinsip permainan pada anak di rumah sakit yaitu:
1) Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang
dijalankan.
2) Tidak membutuhkan basnyak energi.
3) Harus mempertimbangkan keamanan anak .
4) Dilakukan pada kelompok umur yang sama.
5) Melibatkan orang tua.
6) Bila keadaan anak masih lemah, maka gunakan bentuk permainan
pasif.
Teknik bermain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Tetapkan tujuan bermain bagi anak sesuai dengan kebutuhannya.
Kebutuhan bermain anak mengacu pada tahapan tumbuh kembang
anak, sedangakan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan
prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu menekankan pada
upaya ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut,
cemas, sedih, tegang, dan nyeri.
2) Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan yang
ditetapkan sebelumnya.
Apabila permainan akan dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan
jelas aktifitas setiap anggota kelompok dalam permainan dan
kegiatan orangtua setiap anak.
3) Menetapkan jenis alat permainan yang akan digunakan
Alat permainan tidak harus yang baru dan bagus. Gunakan alat
permainan yang dimiliki anak atau yang tersedia di ruang rawat.
Apabila anak akan diajak bermain melipat kertas, gunakan bahan
yang murah dan harga terjangkau.

10
4) Perawat harus dapat menguraikan proses bermain yang akan
dilakukan. Selama kegiatan bermain, respon anak dan orang tua
harus diobservasi dan menjadi catatan penting bagi perawat, bahkan
apabila tampak adanya kelelahan pada anak, permainan tidak boleh
diteruskan. Proses dalam melakukan permainan merupakan hal yang
terpenting, bukan semata-mata hasilnya. Pada akhir kegiatan
bermain, perawat hendaknya melakukan evaluasi secara menyeluruh
dengan cara membandingkan pelaksanaan bermain dengan tujuan
yang telah ditetapkan semula. Tuliskan pula hambatan yang ditemui
selama kegiatan bermain, terutama apabila bermain dilakukan secara
berkelompok dan melibatkan orang tua anak yang ikut bermain. Hal
positif yang perlu dipertimbangkan, hasil permainan anak dalam
bentuk gambar atau benda dari melipat kertas dapat dijadikan
dekorasi di ruang rawat anak, sekaligus juga berikan pujian dan
penghargaan terhadap apa yang telah dilakukan anak dengan baik.

3. Karakteristik Peserta
Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12
tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika
anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri
dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang
lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar-dasar
pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa
dan memperoleh keterampilan tertentu.
Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah,
dengan demikian anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai
berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya dan mulai
mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami oleh
anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan
mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Anak-anak akan merasakan
kegembiraan di sekolah, rasa takut akan terlambat tiba di sekolah,

11
menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan yang
diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).
Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa
(2016) yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di
antaranya adalah banyak bermain di luar rumah, melakukan aktivitas
fisik yang tinggi, serta beresiko terpapar sumber penyakit dan perilaku
hidup yang tidak sehat. Secara fisik dalam kesehariannya anak akan
sangat aktif bergerak, berlari, melompat, dan sebagainya.
Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Havighurst
dalam Hurlock (2002) adalah sebagai berikut:
1) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk
permainanpermainan yang umum.
2) Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai
mahluk yang sedang tumbuh.
3) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya.
4) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.
5) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk
membaca, menulis dan berhitung.
6) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari.
7) Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, tata dan
tingkatan nilai.
8) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok social dan
lembaga-lembaga.
9) Mencapai kebebasan pribadi.

4. Metode
Metode pelaksaan terapi bermain menggambar yaitu dengan praktik
bermain langsung dengan rancangan permainan langsung menggambar
sesuai dengan keinginan, perasaan, dan kreativitasnya. Dibagikan satu
buah kertas, 1 buah pensil untuk 1 orang anak serta 1 bungkus besar
krayon dan 1 penghapus untuk 2 orang anak kepada anak-anak,

12
kemudian leader memimpin jalannya permainan dengan mengintruksikan
pada anak-anak untuk memulai membuat gambar sesuai yang diinginkan.
Pemandu terapi juga memandu jalanya terapi agar tidak menyimpang
dari strategi yang telah disusun. Fasilitator ikut berperan dalam
pendampingan anak ketika mulai bermain, kemudia observer menilai
jalannya permainan.
5. Alat-alat yang digunakan (media)
1) Buku gambar.
2) Pensil dan penghapus.
3) Pewarna / kerayon
4) Meja kecil.
5) Matras atau tikar alas duduk.
6) Ruang bermain.

E. SETTING TEMPAT

Keterangan:
: Ketua
: Pemandu
: Fasilitator
: Observer
: Pasien

F. PEMBAGIAN KELOMPOK
1. Ketua

13
Nama: Putu Mas Pramita Kania Dewi
Tugas:
1) Membuka acara terapi dan memperkenalkan diri.
2) Menjelaskan tujuan dilakukan terapi bermain dan kontrak waktu.
3) Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok.
4) Mampu memimpin acara dari awal sampai akhir.
5) Menutup acara terapi bermain.
2. Pemandu
Nama: Ni Luh Ayu Yustikarini
Tugas:
1) Membuat dan mengatur setting tempat dan waktu.
2) Menjelaskan aturan dan teknik terapi bermain menggambar.
3) Menjelaskan bagaimana cara menyusun menggambar.
4) Memimpin dan mempraktikkan menyusun menggambar.
3. Fasilitator
Nama: Ni Putu Mawik Sugiartini
Tugas:
1) Berperan sebagai role model bagi anak selama kegiatan berlangsung.
2) Membantu anak bila anak mengalami kesulitan.
3) Mempersiapkan alat dan tempat bermain.
4. Observer
Nama: I Komang Krisna
Tugas:
1) Mengobservasi jalannya atau proses kegiatan.
2) Mencatat perilaku verbal dan nonverbal anak selama kegiatan
berlangsung.
3) Memantau kelancaran acara dan perkembangan serta karakteristik
anak.

G. PROSES STRATEGI PELAKSANAAN


No Waktu Kegiatan Bermain
1. 5 Menit Persiapan
1) Menyiapkan ruangan

14
2) Menyiapkan alat
3) Menyiapkan peserta
2. 5 Menit Pembukaan
1) Leader membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam.
2) Leader memperkenalkan nama terapis lain.
3) Leader menjelaskan tujuan dari permainan
dan kontrak waktu.
3. 15 Menit Pelaksanaan
1) Leader di bantu pemandu dan fasilitator
untuk mengatur posisi duduk, dimana
fasilitator berada di tengah antara anak-
anak.
2) Pemandu dibantu fasilitator membagikan
lego kepada anak.
3) Pemandu menjelaskan cara menggambar
dan mempraktekkan cara menggambar.
4) Fasilitator memotivasi anak untuk
mengungkapkan gambar apa yang akan
dibuat sesuai keinginan dan kreativitasnya.
5) Biarkan anak menggambar sesuai dengan
keinginannya.
6) Fasilitator bersama orang tua mendampingi
anak saat meggambar.
7) Leader dan pemandu memberi semangat
pada anak selama proses menggambar.
8) Apabila anak tidak mau aktif libatkan orang
tua atau bantu anak untuk menggambar di
alat yang sudah disediakan
9) Setelah selesai emnggambar bantu anak
merapikan alat gambar dan anak boleh
membawa hasil gambarnya kedalam ruang
rawat.

15
4. 5 Menit Evaluasi
1) Leader menanyakan pada anak mengenai
gambar yang telah dibuat.
2) Leader menanyakan pada anak mengenai
warna yang dipilih.
3) Leader menanyakan pada anak tentang
perasaan anak setelah atau selama bermain.
4) Leader memberikan pujian kepada anak
karena telah mencapai kreativitasnya
4. 5 Menit Terminasi
1) Leader menutup acara bermain.
2) Memberikan reward kepada seluruh peserta
terapi bermain.
3) Salam penutup

H. EVALUASI
1. Struktur
1) Program sudah direncanakan sebelumnya.
2) Sarana yang dipersiapkan sebelum terapi bermain yang dilakukan
yaitu mempersiapkan matras arau tikar alas duduk di ruangan
bermain.
3) Media yang akan digunakan terapi bermain sudah disiapkan 1
hari sebelum proses kegaiatan akan dilangsungkan.
4) Struktur peran sudah ditentukan sebelumnya.
5) Kontrak waktu dengan keluarga dilakukan satu hari sebelum
terapi bermain dilakukan.

2. Proses
1) Peserta antusias mengikuti terapi bermain.
2) Tidak ada peserta yang bosan atau drop out.
3) Keluaga dapat bekerja sama dengan baik.
4) Peserta dapat menggambar sesuai dengan keinginannya.
5) Masing-masing mahasiswa bekera sesuai dengan perannya.

16
3. Evaluasi
1) Jangka pendek
Anak mampu mengikuti kegiatan terapi bermain serta tidak
adanya anak yang menangis ataupun ingin meninggalkan kegiatan
terapi bermain sebelum selesai, serta anak merasa senang dan
terhibur saat menggambar
2) Jangka Panjang
Anak dapat meningkatkan kreativitas, imajinasi dan
keterampilannya dalam menggambar yang telah disediakan.

17
DAFTAR PUSTAKA

AH. Yusuf, H. E. 2013. Buku Ajar Keperawatan kesehatan Jiwa. Jakarta:


Salemba Medika.

Hardinsyah dan Supariasa. 2016. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Jakarta: ECG.

Hurlock, E.B. 1995. Psikologi Perkembangan. 6th edition. Jakarta: Erlanga.

Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan. 5th edition. Jakarta: Erlanga.

Malchiodi, C.A. 2001. Trauma and Loss: Research and Interventions, volume 1
number 1.

Moehji S, 2009. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Jakarta: Papas Sinar
Sinanti.

Muthmainnah. 2015. Peranan Terapi Menggambar Sebagai Katarsis Emosi Anak.


Jurnal Pendidikan Anak, Volume IV, Edisi 1. PAUD FIP Universitas
Negeri Yogyakarta. Diakases pada tanggal 30 Oktober 2020.

Paat, T. C. 2010. Skripsi: Analisis Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Prilaku


Kooperatif Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Selama Menjalani
Perawatan Di Ruangan Ester Rumah Sakit Umum Pancaran Kasih
GMIM Manado. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Rusmariana, Aida., Nur Faridah & Rieza Ariyani. 2013. Efektifitas Terapi
Bermain Menggambar Terhadap Kecemasan Anak Usia Pra Sekolah
Akibat Hospitalisasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan (JIK) Vol V, No 2.
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

Sri Esti Wuryani Djiwandono. 2005. Konseling dan Terapi dengan Anak dan
Orangtua. Jakarta: Gramedia.

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Whaley & Wong. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta: EGC.

Wong, et al. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. (alih bahasa: Andry
Hartono, dkk). Jakarta. EGC.

18
Lampiran 1
SOP Terapi Bermain saat pembuatan Video terapi bermain

KOMPETENSI : TERAPI BERMAIN


WAKTU : 15 MENIT
NAMA/ NIM :
Kompetensi
Aspek yang dinilai Ya Tdk

Tahap Pra interaksi


1. Cek catatan pasien
2. Cuci tangan efektif
3. Mempersiapkan alat :
a. Kertas menggambar, pensil, crayon
b. Puzzle
c. Audio visual (TV, tape, laptop)
d. Alat lain yang terbuat dari plastic/karet/material yang mudah dibersihkan
e. Hand rub
4. Cuci tangan efektif
Tahap Orientasi
5. Salam pembuka dan perkenalkan diri
6. Lakukan identifikasi identitas (tanyakan nama, tanggal lahir dan lihat nomer
RM)
7. Jelaskan tujuan tindakan pada pasien dan keluarga
8. Jelaskan prosedur tindakan
9. Kontrak waktu
10. Tanyakan keluhan saat ini
11. Berikan kesempatan pasien bertanya sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
12. Berikan mainan sesuai tahap perkembangannya
13. Hidupkan audiovisual agar suasana lebih ceria
14. Dampingi anak dan motivasi anak agar ikut bermain sesuai arahan petugas
dengan melibatkan orang tua
15. Informasikan pada pasien bahwa waktu bermain telah selesai
16. Apabila anak masih ingin bermain sarankan untuk bermain di ruang bermain
atau berikan pasien meminjam mainan untuk dibawa ke ruang perawatan
17. Bereskan alat (kumpulkan mainan)

19
18. Bersihkan mainan yang telah digunakan. Jika bahan mainan dari kertas atau
kain bisa langsung diberikan kepada anak
19. Cuci tangan
Tahap Terminasi
20. Evaluasi hasil kegiatan (subjektif dan objektif)
21. Berikan reinforcement positif pada klien
22. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
23. Salam penutup
24. Cuci tangan efektif
Dokumentasi
25. Lakukan pendokumentasian : nama klien, tanggal dan waktu, hasil yang
dicapai
Pencapaian (Total item)

20

Anda mungkin juga menyukai